BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia perbankan akhir-akhir ini mengalami suatu kemajuan yang cukup pesat. Sejak adanya paket-paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan adanya UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan telah terjadi kemudahan-kemudahan untuk mencoba merangsang daya tumbuh dan daya saing antar bank di Indonesia. Persaingan terbuka yang semakin tajam memaksa setiap bank untuk mencari keunggulan diri dengan bank-bank lainnya, melalui produk-produk perbankan serta dengan memberikan fasilitas-fasilitas dan kemudahan-kemudahan bagi setiap nasabahnya. Industri perbankan merupakan perusahaan yang beresiko tinggi serta merupakan perusahaan kepercayaan. Apabila investor tidak terlalu percaya terhadap informasi laporan keuangan yang direkayasa akibat prakti perataan laba maka investor tersebut akan menarik dana investasinya. Selain itu perusahaan perbankan merupakan perusahaan public dan high regulated. Pada umumnya tujuan dari perusahaan adalah untuk memperoleh laba. Informasi laba merupakan informasi yang sangat penting dalam menetukan keputusan karena membantu dalam menaksir kinerja perusahaan di masa depan. Informasi laba yang sangat penting inilah yang mendorong manajemen untuk melakukan tindakan yang tidak semestinya. Pada konsep 1
2 teori keagenan menyebutkan tindakan tersebut muncul akibat adanya asimetri informasi antara principal dan agent yang memiliki kepentingan masingmasing sehingga mendorong terjadinya pratik manajemen laba. Suwardjono (2005) menyimpulkan bahwa laba adalah kenaikan aset dalam suatu periode akibat kegiatan produktif yang dapat dibagi atau didistribusi kepada kreditor, pemerintah, pemegang saham (dalam bentuk bunga, pajak, dan deviden) tanpa mempengaruhi keutuhan ekuitas pemegang saham semula. Laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan menghasilkan barang dan jasa. Ini berarti laba merupakan kelebihan pendapatan di atas biaya. Belkaoui (2006) mendefinisikan laba sebagai perbedaan antara pendapatan yang direalisasi timbul dari transaksi-transaksi periode tersebut dengan biaya historis sepadan. Dengan kata lain, laba adalah peningkatan aset perusahaan yang didapat dari selisih antara pendapatan bersih perusahaan setelah dikurangi dengan beban-beban yang dikeluarkan untuk mendapatkan pendapatan tersebut. Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan dan sumber informasi kepada pihak internal maupun eksternal perusahaan seperti investor dan kreditor. Dalam laporan keuangan terdapat kandungan informasi mengenai nilai perusahaan, menurut Sulistiawan dalam (Adyan permatasari,2013:1) investor institusi dan analisis keuangan menggunakan laporan keuangan untuk mengambil keputusan.
3 Laporan Laba Rugi merupakan salah satu alat ukur bagi pihak yang berkepentingan untuk menilai kinerja manajemen. Bagi manajer yang kinerjanya dinilai melalui laporan laba rugi, manajemen akan cenderung membuat laporan laba rugi yang baik. Ada dua kemungkinan manajemen dalam mencapai laba yang baik, pertama manajemen akan bekerja dengan maksimal untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dan yang kedua adalah manajemen akan menggunakan metode manajemen laba yang diberlakukan dalam akuntansi untuk membuat laporan laba rugi mereka terlihat bagus. Manajemen laba didefinisikan sebagai penggunaan pendekatan, prosedur, dan metode-metode pencatatan yang diperbolehkan oleh Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) yang digunakan untuk memanipulasi laporan laba rugi perusahaan dengan tujuan memberikan informasi yang kurang benar mengenai laba untuk kepentingan manajemen. Terdapat empat pola menejemen laba, yakni taking a bath, minimalisasi laba, maksimalisasi laba, dan perataan laba (Belkaoui, 2006). Perataan laba (income smoothing) adalah suatu pola manajemen laba yang dilakukan manajemen dengan meminimalisir terjadinya laba yang berfluktuatif agar menjadi stabil. Laba yang stabil memudahkan investor untuk memprediksi laba periode mendatang dan laba yang stabil juga memberikan rasa aman bagi investor dalam berinvestasi. Tindakan perataan laba inilah yang menyebabkan kualitas dari laporan keuangan tidak kredibel dan memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataannya, sehingga menyesatkan bagi pengambilan keputusan oleh investor.
4 Praktik perataan laba tidak dapat dipungkiri telah terjadi di pasar modal Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hartawan (2015), dimana penelitinya hanya mengambil beberapa sampel perusahaan yang dipilih sebanyak 32 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menerbitkan laporan keuangan berturutturut tahun 2011-2013 dan memiliki data yang lengkap untuk perhitungan indeks Eckel yang dapat menunjukan perusahaan yang merupakan golongan perusahaan perata laba dan bukan perata laba dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini: Tabel 1.1 Perusahaan Perbankan yang Melakukan Perataan Laba pada Periode 2011-2013 Perataan Laba Tahun Penelitian 2011 2012 2013 Melakukan 15 17 11 Tidak Melakukan 17 15 21 Jumlah 32 32 32 Sumber: Hartawan (2015) Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2011 terdapat 15 perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dan 17 perusahaan yang tidak melakukan praktik perataan laba. Tahun 2012 terdapat 17 perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dan 15 perusahaan yang tidak melakukan praktik
5 perataan laba, dan pada tahun 2013 terdapat 11 perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dan 21 perusahaan yang tidak melakukan praktik perataan laba. Tindakan earnings management telah memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, antara lain Enron, Merck, WorldCom, dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett et al dalam Alfrinawaty, 2013). Beberapa kasus juga terjadi di Indonesia antara lain sejak krisis ekonomi 1998 telah banyak terjadi skandal keuangan di perusahaan publik dengan melibatkan persoalan laporan keuangan yang pernah diterbitkan, diantaranya yang ada di Indonesia adalah seperti insider tradingpada saham PT Bank Central Asia tahun 2001 maupun kasus laporan keuangan ganda PT Bank Lippo pada tahun 2002 yang diterbitkan oleh pihak manajemen perusahaan yang melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi laba (Boediono dalam Alfrinawaty, 2013). Penyalahgunaan informasi keuangan ini banyak merugikan pihak-pihak yang berkepentingan terutama para investor yang akan menanamkan modalnya. Ada beberapa alasan yang dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa manajer melakukan perataan laba. Motivasi yang mendorong dilakukannya perataan laba adalah untuk memperbaiki hubungan dengan kreditor, investor dan karyawan, serta meratakan siklus bisnis melalui proses psikologis (Ghozali dan Chariri, 2007:370).
6 Tabel 1.2 Good Corporate Govrnance, Ukuran Perusahaan dan Debt to Total Assets Ratio (DAR) Terhadap Perataan Laba Pada Perusahaan Perbankan Tahun 2013-2014 Nama Perusahaan Bank Bukopin Bank Rakyat Indonesia Sumber: data diolah Tahun GCG Ukuran Perataan DAR Perusahaan Laba 2013 0.80 18.06 0.91 0 2014 0.86 18.19 0.91 0 2013 0.74 20.26 0.87 1 2014 0.70 20.50 0.88 1 Berdasarkan dari tabel 1.2 diatas dapat dilihat bahwa Bank Bukopin tidak melakukan perataan laba, sedangkan pada Bank Rakyat Indonesia melakukan perataan laba. Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa GCG pada Bank Capital Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2013-2014, sedangkan pada Bank Rakyat Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2013-2014. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengungkapan GCG maka semakin kecil kemungkinan suatu perusahaan melakukan perataan laba Berdasarkan dari tabel 1.2 diatas juga dapat dilihat bahwa ukuran perusahaan pada Bank Bukopin yang tidak melakukan perataan laba mengalami peningkatan yang cukup tinggi dibandingkan peningkatan yang dialami oleh Bank Rakyat Indonesia yang melakukan perataan laba. Hasil ini sesuai konsep karena semakin tinggi ukuran perusahaan, semakin perusahaan tersebut melakukan perataan laba. Menurut moses (1987) perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Untuk itu, perusahaan besar kemungkinan melakukan praktik perataan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang besar, fluktuasi laba yang besar
7 menunjukkan risiko yang besar pula dalam investasi sehingga mempengaruhi kepercayaan investor terhadap perusahaan. Berdasarkan dari tabel 1.2 diatas juga dapat diketahui bahwa DAR pada Bank Bukopin yang tidak melakukan perataan laba tidak mengalami peningkatan dari tahun 2013-2014, sedangkan DAR pada Bank Rakyat Indonesia pada tahun 2013-2014 mengalami penurunan. Hasil ini bertentangan dengan pernyataan Toto (2013,192) semakin tinggi rasio ini berarti semakin buruk kondisi kesanggupan melunaskan hutangnya. Maka semakin besar pula resiko yang ditanggung perusahaan sehingga menyebabkan turunnya minat investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut, sehingga dapat memicu adanya tindakan perataan laba (Irham, 2011:111). Oleh karena itu untuk meminimalisir suatu perusahaan melakukan praktik perataan laba maka suatu perusahaan harus memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Good Corporate Governance yang diterapkan dalam perusahaan dapat meminimalisir tindakan perataan laba. Good Corporate Governance pun dapat mengurangi masalah asimetri informasi, masalah keagenan dan mencegah manajemen laba yang ekstrim. Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan
8 pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak. Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas investasinya dengan benar. Corporate governance juga membantu menciptakan lingkungan kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang efisien dan sustainable di sektor corporate. Corporate governance dapat didefinisikan sebagai susunan aturan yang menentukan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan stakeholder internal dan eksternal yang lain sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya (FCGI, 2003). Pada umumnya perusahaan perbankan dengan skala besar saat ini sudah diwajibkan untuk menerapkan good corporate governance. Jika ditinjau dari ukuran perusahaan, semakin besarnya ukuran suatu perusahaan cenderung melakukan perataan laba karena adanya motivasi penghindaran pajak dan biaya politik (Watts and Zimmerman, 1986). Ukuran perusahaan itu sendiri adalah ukuran yang mengklasifikasikan kecil atau besarnya suatu perusahaan yang dinilai dari total asset atau total penjualan perusahaan. Perusahaan yang besar cenderung menghindari laba yang berfluktuasi karena mempengaruhi pajak dan citra perusahaan. Perusahaan yang berskala besar akan membutuhkan pendanaan yang sangat besar baik dari modal pemilik perusahaan maupun modal yang diperoleh dari hutang.
9 Financial leverage sebagai rasio yang menunjukkan seberapa besar tingkat aset yang dibiayai oleh hutang. Apabila hasil rasio tinggi berarti pendanaan dengan utang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utang-utang dengan asset yang dimilikinya. Demikian pula apabila rasionya rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai dengan utang. Standar pengukuran untuk menilai baik tidaknya rasio perusahaan, digunakan rasio ratarata industri sejenisnya. Penelitian yang terkait dengan perataan laba sering dilakukan, namun hasilnya masih tidak konsisten terutama pada variabel good corporate governance, ukuran perusahaan, dan financial leverage. Hasil penelitian Guna dan Arleen (2010) menemukan good corporate governance tidak mempengaruhi manajemen laba, sebaliknya menurut Arik dan Gerianta (2011) good corporate governance berpengaruh negatif pada perataan laba. Hasil penelitian Akhoondnejad et.al. (2013) menyimpulkan ukuran perusahaan tidak mempengaruhi perataan laba. Di sisi lain, berdasarkan hasil penelitian Arik dan Gerianta (2011) financial leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perataan laba, dan sebaliknya menurut Hasanah (2013) financial leverage tidak mempengaruhi perataan laba. Penulis melihat fenomena dalam praktik perataan laba yang dilakukan perusahaan Perbankan. Sebab perataan laba dapat dikategorikan kedalam tindakan kecurangan karena manajemen suatu perusahaan dengan sengaja mengubah kandungan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan suatu perusahaan
10 demi kepentingan perusahaan. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perataan laba ini. Penulis juga ingin mengetahui faktor apa sajakah yang mendorong suatu perusahaan untuk melakukan praktik perataan laba. Penelitian mengenai factor yang mempengaruhi praktik perataan laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI telah banyak dilakukan. Namun masih banyak ditemukan perbedaan pada hasil penelitian tersebut meskipun objek yang digunakan dalam penelitian tersebut sama. Selain itu, pada umumnya penelitian tersebut dilakukan pada perusahaan manufaktur dan masih sedikit penelitian tersebut dilakukan pada industry perbankan. Oleh karena itu, penelitian ini menguji kembali variabel Good Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan Financial Laverage Terhadap Perataan Laba pada industri perbankan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini berjudul Analisis Pengaruh Good Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, Dan Financial Leverage Terhadap Perataan Laba Pada Industri Perbankan yang Terdaftar Di BEI periode 2011-2014.
11 1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Banyak ditemukan indikasi industri perbankan yang melakukan praktek perataan laba. 2. Perhatian investor terhadap laporan keuangan hanya ditujukan melihat informasi laba tanpa memperhatikan secara detail laba tersebut diperoleh. 3. Laporan keuangan yang dipublikasi mengalami banyak rekayasa, kondisi ini mengakibatkan banyak perusahaan yang melakukan creative accounting untuk melakukan berbagai proses perbaikan terhadap laporan keuangannya dengan melakukan praktik perataan laba. 4. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam melakukan praktek perataan laba seperti Good Corporate Governance, ukuran perusahaan, leverage keuangan, dan lainnya.
12 1.2.2 Pembatasan Masalah Karena luasnya ruang lingkup yang dapat mempengaruhi praktik perataan laba, maka penelitian akan dibatasi dengan : 1. Variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah good corporate governance, ukuran perusahaan, financial leverage dan perataan laba. 2. Periode pengamatan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahun 2011 sampai dengan 2014. 3. Data yang digunakan hanya terbatas pada data sekunder yang disajikan dalam laporan keuangan tahunan perusahaan. 1.3 Perumusan Masalah Dari latar belakang diatas, peneliti mencoba meneliti dengan masalah sebagai berikut : 1. Apakah model penelitian yang diwakili oleh Good Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Financial Leverage berpengaruh secara signifikan terhadap perataan laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2011-2014? 2. Apakah pengelolaan Good Corporate Governance pada perusahaan mempunyai pengaruh terhadap perataan laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2011-2014? 3. Apakah ukuran suatu perusahaan dapat mempengaruhi terjadinya perataan laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2011-2014? 4. Apakah financial leverage mempunyai pengaruh terhadapat perataan laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2011-2014?
13 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu : 1. Untuk mengkaji dan menganalisis pengaruh model penelitian yang diwakili Good Corporate Governance, ukuran perusahaan, dan financial leverage terhadap perataan laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2011-2014. 2. Untuk mengkaji dan menganalisis peranan Good Corporate Governance dalam mempengaruhi terjadinya perataan laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2011-2014. 3. Untuk mengkaji dan menganalisis ukuran perusahaan dalam mempengaruhi terjadinya perataan laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2011-2014. 4. Untuk mengkaji dan menganalisis financial leverage dalam mempengaruhi terjadinya perataan laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2011-2014.
14 1.4.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu : 1. Bagi Penulis Peneitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan pengetahuan menjadi tambahan literatur bagi pihak lain yang melakukan penelitian mengenai Analisi Good Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Financial Leverage terhadap Perataan Laba. 2. Bagi Manajemen Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam memutuskan apakah perusahaan perlu melakukan praktek perataan laba. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi kepada peneliti selanjutnya yang akan mengkaji mengenai Analisis Good Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Financial Leverage terhadap Perataan Laba.