BAB 1 PENDAHULUAN. untuk generasi selanjutnya hingga sampai saat ini.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot

Pengembangan Jenis Tenun Polos dan Tenun Kepar ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. ABSTRAK...ii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR...ix. DAFTAR LAMPIRAN...xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Simalungun adalah salah satu kabupaten yang berada di

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam bahasa Batak disebut dengan istilah gorga. Kekayaan ragam hias

BAB I PENDAHULUAN. daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia didalam era globalisasi sangat pesat perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diupayakan langkah-langkah ke arah peningkatan kualitas pendidikan, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran

bagi proses penciptaan suatu hasil karya seni.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Motif Seni Ukir Jepara

BAB I PENDAHULUAN. hanya untuk kepentingan seni dan budaya sertadigunakan sendiri.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Menata Pola Ragam Hias Tekstil

MEDAN TRADITIONAL HANDICRAFT CENTER (ARSITEKTUR METAFORA)

BAB I PENDAHULUAN. Di daerah Sumatera Utara terdapat beberapa suku, salah satunya adalah suku Batak,

BAB I PENDAHULUAN. Selo Soemardjan dalam Simanjuntak (2000:107) Menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda-beda sesuai

diberikan, bempa peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengrajin.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syafrida Eliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan sumber daya

Kreasi Ragam Hias Uis Barat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan pembuatannya lebih mudah. Sedangkan kain ini tenun motif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

BAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan Fenomena kebudayaan selalu hadir dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

LOMBA KOMPETENSI SISWA SMK. TINGKAT PROVINSI JAWA TIMUR Sidoarjo, September 2014 KERAJINAN TEKSTIL

2015 KEARIFAN LOKAL PADA JENIS DAN MOTIF BATIK TRUSMI BERDASARKAN NILAI-NILAI FILOSOFIS MASYARAKAT CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. terletak diujung pulau Sumatera. Provinsi Aceh terbagi menjadi 18 wilayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan. Sumatera Utara terdiri dari 33. dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara:

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Alat dan Teknik Rekarakit Nusantara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai bangsa yang besar mempunyai ciri dan adat kebiasaan

BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. sandang ini merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat setiap suku. Kebudayaan sebagai warisan leluhur dimiliki oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. xix

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan etnis yang berada di Sumatera Utara dan mendiami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Indonesia merupakan negara di dunia ini yang memiliki ragam budaya

PENGEMBANGAN MOTIF KERAWANG GAYO PADA BUSANA PESTA WANITA DI ACEH TENGAH. Tiara Arliani, Mukhirah, Novita

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Warisan pra kolonial di Tanah Karo sampai sekarang masih dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi negara yang kaya dengan keunikan dari masing-masing suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB II Kajian Teori. Kerajinan adalah hal yang berkaitan dengan buatan tangan atau kegiatan

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan yang sampai saat ini merupakan hal yang berpengaruh besar pada sikap

BAB I PENDAHULUAN. Angkola, Tapanuli Selatan dan Nias. Dimana setiap etnis memiliki seni tari yang

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaan dilestarikan dan di wariskan secara turun menurun dari nenek moyang terdahulu untuk generasi selanjutnya hingga sampai saat ini. Kebudayaan merupakan satu keseluruhan yang kompleks, yang terkandung didalamnya pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota dari suatu masyarakat. Untuk itu nilai-nilai budaya merupakan suatu bagian yang sangat penting untuk dilestarikan. Dalam upaya melestarikan nilai-nilai budaya tersebut dilakukan dengan cara memperdayakan masyarakat dan mengenal peninggalan sejarah dan budaya. Satu diantara kebudayaan yang ada di Indonesia adalah kebudayaan suku Karo. Karo adalah salah satu suku di Sumatera Utara diantaranya adalah Kota Kabanjahe. Suku Karo memiliki berbagai macam kebudayaan mulai dari bahasa, adat - istiadat, tarian, alat musik, makanan, ornamen, kain tenun tradisonal dan sebagainya Pada kain tenun tradisonal, dapat diketahui bahwa kekayaan warisan budaya tidak hanya pada teknik dan aneka ragam corak serta jenis kain yang dibuat, tetapi lebih jauh dapat mengenal berbagai fungsi dan arti kain dalam kehidupan 1

2 masyarakatnya yang menceminkan adat-istiadat, kebudayaan, dan kebiasaan budaya. Kain tradisonal dibuat dengan cara di tenun. Alat tenun pertama kali dikenal dengan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin), lalu berkembang menjadi ATM (Alat Tenun Mesin). Alat tenun tradisonal yang pertama sekali yaitu alat tenun Gendong, kemudianberkembang menjadi alat tenun Tijak ATBM yang dikembangkan oleh TekstilInstitut Bandung (TIB) pada tahun 1927, sekarang menjadi Balai BesarTekstil Bandung, alat tenun Tijak ini dikembangkan dengan teroponglaying. Kemudian perkembangan berlanjut yang lebih canggih lagi danserba mekanis disebut ATM yaitu Alat Tenun Mesin. ( Djoemena, 2000). Alat tenun yang digunakan pertama kali yaitu alat tenun gendongan. Alat tenun gendong adalah alat tenun yang digunakan dengan gerakkan tangan.ciri yang menonjol dari alat tenun gendong adalah bahwa tegangan dari benang lungsi diperoleh dengan menyambung ke ujung apit dengan tali epor kepada epor yang disandari oleh penenun.alat epor ini dibuat dari kayu. (Djoemena, 2000) Kemudian alat tenun ini dikembangkan menjadi alat tenun tijak ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Alat tenun tijak ATBM adalah alat tenun yang mempunyai rangka yang lebih banyak, beberapatiang untuk menopang bagian-bagian alat tenun tijak, menenun denganalat ini bukan hanya tangan yang digerakkan tapi juga kaki, dan posisipenenun duduk di kursi, dengan demikian lebih praktis dibanding dengan alat tenun gendong. (Djoemena, 2000) Begitu halnya dengan suku Karo yang juga memiliki kain tenun khas Karo yaitu Uis Karo. Seratus tahun yang lalu masyarakat Karo masih ada yang bertenun

3 Uis Karo dengan mesin tenun gendongan, dengan berjalannya waktu pada zaman penjajahan Kolonial Belanda mereka membuat jalan dari Medan menuju Tanah Karo dan memperkenalkan pada masyarakat Karo dengan bibit-bibit tanaman. Maka dari saat itu masyarakat Karo beralih pekerjaan sebagai petani, dikarenakan tanah yang subur dan suhu udara mendukung untuk pertanian serta pemasaran hasil pertanian lebih mudah. Sehingga dengan perlahan-lahan masyarakat Karo meninggalkan kebiasaan menenun Uis Karo. Jadi selama seratus tahun orang suku Karo membeli kain adatnya ke penenun tradisonal dengan alat tenun gendong di sekitar Samosir Daerah Toba, dengan kata lain orang Karo membeli kain adatnya ke penenun yang bukan orang Karo. Pada tahun 1992 Bapak Sahat Tambun datang ke Tanah Karo tepatnya pada kota Kabanjahe memperkenalkan mesin tenun tijak ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Beliau membuka usahanya dengan nama Pertenunan Trias Tambun. Awalnya Bapak Sahat Tambun menenun sarung ikat pakanpada mesin tijak ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Tenyata usaha menenun sarung tidak berjalan lancar dikarenakan kurangnya produksi dan tidak terlalu dikenal oleh masyarakat Karo. Selama 3 tahun Bapak Sahat Tambun berusaha untuk membuat Uis Karo pada mesin tijak ATBM dan beberapa penenun yang sebelumnya menenun Uis Karo pada gendongan mengatakan bahwa, Uis Karo tidak dapat di buat pada mesin tijak ATBM karena sudah seratus tahun Uis Karo di buat pada tenun gendongan, karena benang yang digunakan untuk membuat Uis Karo sangat halus

4 dan tipis. Jadi sangat sulit di percaya bahwa mesin tijak ATBM dapat membuat Uis Karo. Selanjutnya Bapak Sahat Tambun sebagai pengrajin Uis Karo, membuktikan dengan melakukan uji coba secara terus menerus dengan perhitungan yang dinamis dan ditambah dengan pengetahuanbapak Sahat Tambun saat di bangku kuliah, Bapak Sahat Tambun bisa membuat Uis Karo pada mesin tijak ATBM sejak tahun 1997 sampai sekarang. Bapak Sahat Tambun mulai memperkerjakan para penenun yang dulu mengunakan mesin gendongan, berubah menjadi alat tenun tijak ATBM. Selain Bapak Sahat Tambun masih ada juga beberapa penenun Uis Karo yang lainnya. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis pada tanggal 24 Oktober 2015, wawancara dengan pemilik pertenunan yaitu Bapak Sahat Tambun menyatakan bahwa penenun yang terampil dan profesonal harus memiliki tiga hal yaitu; ketekunan, kesabaran, dan ketelitian. Karena dalam bertenun banyak hal yang harus di perhatikan mulai ketekunan penenun dalam proses pembuatan Uis Karo dengan motif dan corak yang beragam, kesabaran penenun dalam menghadapi kendala seperti benang putus dan benang kusut dalam proses penenunan Uis Karo dan ketelitian penenun dalam pemasangan dan perhitungan benang dalam proses penyucukan ke mesin ATBM. Kendala yang dihadapi usaha Trias Tambun yaitu pengadaan tenaga kerja yang terampil dan profesional. Penenun yang terampil mampu membuat satu lembar dua hari. Sehingga hasil produksi Uis Karo dari usaha Trias Tambun yaitu sebanyak 300 lembar per bulan sedangkan kebutuhan masyarakat karo

5 membutuhkan 2000 lembar uis per bulannya. Sehingga Bapak Sahat Tambun memesan ke Samosir sebanyak 1700 lembar Uis Karo setiap bulannya. Dalam proses pembuatan Uis Karo ada beberapa kesulitan yang dihadapi para penenun yaitu pada saat pewarnaan benang, pembuatan corak, penggulungan benang, penghanian (mengurutkan susunan benang), pemasangan bloom, pemasangan benang dengan perhitungan pada poses penyucukan, kerapatan benang, tegangan benang, pemaletan dan pembuatan motif pada uis. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Kesulitan Pekerja Dalam Bertenun Uis Karo Di Kota Kabanjahe.

6 A. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasi permasalahan yaitu : 1. Para penenun masih kurang mampu mempelajari mesin tijak ATBM. 2. Kurangnya kesabaran para penenun dalam bertenun Uis Karo 3. Kurangnya ketelitian para penenun dalam bertenun Uis Karo 4. Kurangnya ketekunan para penenun dalam bertenun Uis Karo 5. Kesulitan para penenun dalam mengurutkan susunan benang untuk membuat Uis Karo pada mesin tenun tijak ATBM. 6. Para penenun masih kesulitan dalam menghitung benang pada proses penyucukan ke sisir mesin tijak ATBM. 7. Kesulitan dalam memperhatikan kerapatan benang dan teganggan benang pada saat menenun. 8. Kesulitan para penenun dalam pembutan motif dan pembutan corak pada Uis Karo. B. Pembatasan Masalah Sehubungan dengan adanya cakupan masalah, dengan keterbatasan waktu, dana, kemampuan dan pengetahuan penulis, maka dalam hal ini penulis membatasi masalah yaitu, kesulitan penenun dalam bertenun Uis Karo Beka Buluh di Pertenunan Trias Tambun Kota Kabanjahe yang diteliti menggunakan kuesioner dengan kesulitan pada pencelupan benang,

7 penggulungan benang, penghanian benang, penyucukan benang, bertenun dan pembuatan motif pada Uis Karo Beka Buluh. C. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Analisis kesulitan pekerja dalam bertenun Uis Karo Beka Buluh dengan menggunakan tenunan polos pada mesin tijak ATBM di Kota Kabanjahe. D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui kesulitan pekerja dalam bertenun Uis Karo Beka Buluh dengan menggunakan tenun polos pada mesin tijak ATBM di Kota Kabanjahe. E. Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas diharapkan hasil penelitian ini memiliki beberapa manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Penenun: a. Untuk mengetahui masalah atau kendala yang di hadapi para penenun. b. Meningkatkan pengetahuan penenun mengenai cara mengatasi kesulitan dalam bertenun.

8 2. Bagi Kalangan Institusi: a. Menambah wawasan pembaca mengenai kain khas suku Karo yaitu Uis Karo. b. Menambah pengetahuan pembaca dalam proses pembuatan kain tradisonal Suku Karo. c. Mengajak peneliti lain agar lebih mendalami tentang kain tradisonal Suku Karo dan tidak hanya sekedar saja. 3. Bagi Peneliti: a. Menambah pengetahuan peneliti tentang pengetahuan dan pengalaman dalam menyusun karya ilmiah. b. Sebagai bahan masukkan bagi peneliti lain yang yang bermaksud mengadakan penelitian pada permasalahan yang sama berkaitan dengan masalah yang diteliti.