A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tersebut adalah pelayanan kesehatan di rumah sakit. Menurut Undang-

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 1.1 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di bidang keuangan negara meliputi Undang-undang No. 17

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Seksi Informasi Hukum Ditama Binbangkum

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 50 TAHUN 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

2. Pembangunan Kesehatan Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dari rumusan permasalahan dan pertanyaan penelitian. Setelah teridentifikasi

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kata lain terjadi perubahan paradigma sistem pemerintahan, baik ditingkat pusat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 25 Tahun : 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Mendapatkan pelayanan publik yang memadai dari pemerintah merupakan

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 1.2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penting dari pembangunan nasional. Tujuan utama dari pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 9-13 TAHLIII 2017 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 77 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (Depkes RI, 1999). Peningkatan kebutuhan dalam bidang kesehatan ini

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 42 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

Puskesmas Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Ditulis oleh Administrator Selasa, 24 May :55 -

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 21 TAHUN 2014

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 26.A TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PANGANDARAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN PERSALINAN DAERAH

BUPATI PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk sosial dan bisnis, agar tercipta hubungan subsidi silang antara

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan baru yang ditujukan kepada instansi pemerintah yang bertujuan

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit dituntut untuk

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kepada instansi pemerintah yang bertujuan menghasilkan barang dan/atau jasa

2 Bagian Hukum Setda Kab. Banjar

TENTANG STAN DAR PELAYANAN MINIMAL PUSKESMAS NON RAWAT INAP KOTA MOJOKERTO

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAN DINAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI DAERAH. Oleh : KOMISI VII RAKERKESNAS REGIONAL BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia melalui kementerian kesehatan di awal tahun 2014, mulai

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH PEDOMAN

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2018 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Doktrin New Public Management (NPM) atau Reinveting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Rencana Kerja Tahun 2015 (Revisi) 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1) Membantu usaha pemberantasan penyakit paru-paru. 2) Melaksanakan sistim rujukan (referal) dalam usaha pencegahan, diagnosa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 88 TAHUN 2015 TENTANG

MEMBANGUN KESIAPAN RSUD SEBAGAI ORGANISASI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD)

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dunia usaha yang semakin pesat. Persaingan tersebut tidak hanya

BAB VII RINGKASAN, KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. dalam Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 46 Tahun 2012 tentang

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 10 TAHUN 2016

BUPATI PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktiftas pelayanan kesehatan baru dimulai pada akhir abad ke -19,

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah, baik itu di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara. Pelayanan publik dapat berbentuk pelayanan barang publik maupun pelayanan jasa. Salah satu bentuk pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat. Pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan dengan mendirikan fasilitas pelayanan kesehatan berupa rumah sakit dan puskesmas di seluruh wilayah Indonesia. Penyelenggarakan pelayanan kesehatan memerlukan dana yang cukup besar. Dalam hal pembiayaan kesehatan perlu dibedakan pembiayaan yang tergolong sebagai public goods dan yang tergolong private goods. Pembiayaan yang bersifat publik merupakan pembiayaan yang menjadi tanggungjawab pemerintah antara lain kegiatan-kegiatan pelayanan untuk orang miskin dan kegiatan-kegiatan bersifat promotif dan prenventif. Pembiayaan dari private goods adalah pembiayaan-pembiayaan yang bersifat pelayanan langsung misal di rumah sakit, puskesmas yaitu kegiatan-kegiatan yang lebih bersifat upaya penyembuhan dan pemulihan (Gani, 1993). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.75 tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Sehingga upaya kesehatan di puskesmas lebih menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal. Meskipun demikian, puskesmas tidak boleh mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pembentukan Puskesmas sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) merupakan solusi dalam rangka peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan

2 kesehatan di Puskesmas. Hal ini juga merupakan kebijakan dari pemerintah pusat terkait pengelolaan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) agar puskesmas dapat segera memanfaatkan dana tersebut dalam memberikan pelayanan kesehatan. BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Berbeda dengan instansi pada umumnya, pola pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Salah satu terobosan fleksibilitas keuangan yang diperoleh BLUD adalah penarikan imbalan biaya atas layanan yang diberikan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah menyatakan bahwa suatu BLUD diperbolehkan untuk memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang dan/atau jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang dan/atau jasa layanan tersebut, ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya satuan per unit layanan atau hasil per investasi dana, namun dalam hal ini perubahan suatu instansi menjadi BLUD bukanlah sebagai upaya komersialisasi layanan pemerintah, dikarenakan salah satu prinsip BLUD adalah tidak semata-mata untuk mencari keuntungan finansial. Dalam menetapkan tarif pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan milik pemerintah seperti Puskesmas dan rumah sakit, biasanya dilakukan oleh pemerintah secara sepihak tanpa suatu kajian yang rasional (melakukan perhitungan unit cost). Tarif ini ditetapkan melalui suatu peraturan pemerintah yakni dalam bentuk surat keputusan Menteri Kesehatan untuk rumah sakit umum pusat, dan peraturan daerah untuk rumah sakit umum provinsi, rumah sakit umum kabupaten/kota maupun puskesmas. Menurut Trisnantoro (2004), hal ini menunjukkan adanya kontrol ketat dari pemerintah sebagai pemilik sarana

3 pelayanan tersebut. Akan tetapi disadari bahwa tarif pemerintah biasanya mempunyai cost recovery (pemulihan biaya) yang rendah. Tarif pelayanan untuk fasilitas pemerintah lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan sosial, sehingga secara langsung sering terlalu rendah. Rendahnya tarif tersebut juga menyebabkan lemahnya posisi pihak pelayanan kesehatan dalam bernegosiasi dengan pihak ketiga dalam pembayaran pelayanan, yaitu perusahaan asuransi atau penyelenggaran jaminan sosial. Akibat lebih lanjut dari rendahnya tarif tersebut tidak memungkinkan fasilitas pelayanan kesehatan memperoleh pendapatan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, sehingga untuk institusi kesehatan pemerintah, konsekuensinya adalah tidak bisa bersaing dengan fasilitas non pemerintah (Gani, 1993). Namun demikian, puskesmas sebagai pemberi pelayanan tetap dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien tanpa mengurangi mutu. Hal ini dapat diwujudkan puskesmas dengan mengidentifikasi seluruh aktivitas pelayanan yang diberikan sehingga biaya yang dikeluarkan dapat dievaluasi sesuai tarif kapitasi maupun non kapitasi yang telah ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai pelaksana jaminan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia yang diamanatkan UU Nomor 40 tahun 2004. Analisis biaya melalui perhitungan biaya per unit (unit cost) ini selain sebagai alat negosiasi pembiayaan kepada stakeholder terkait, dapat pula dipergunakan puskesmas sebagai dasar penyusunan anggaran dan subsidi, serta acuan dalam mengusulkan tarif pelayanan puskesmas yang baru dan terjangkau oleh masyarakat. Biaya-biaya yang digambarkan dalam analisis biaya memudahkan pimpinan puskesmas untuk melakukan pengawasan anggaran dan efisiensi. Penelitian mengenai unit cost di puskesmas telah dilakukan oleh Erwin (2015) dengan judul Perhitungan Biaya Satuan (Unit Cost) di Puskesmas Dangung-Dangung Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013 dengan kesimpulan bahwa biaya satuan rawat jalan dan laboratorium per pelayanan tanpa biaya investasi dan gaji PNS di Puskesmas Dangung-Dangung lebih rendah dari tarif yang berlaku kecuali di poli KIA lebih tinggi dari tarif yang berlaku.

4 Fidiyawati (2013) juga melakukan penelitian mengenai unit cost di puskesmas dan memfokuskan pada anggaran dengan judul Usulan Anggaran Berbasis Unit Cost di Puskesmas Jetis Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan hasil total biaya di Puskesmas Jetis sebesar Rp2.893.677.883,-. Hasil perhitungan unit cost menunjukkan rata-rata unit cost rawat jalan sebesar Rp13.961,-, dan rawat inap Rp93.052,-. Kebutuhan subsidi biaya operasional tanpa biaya obat tahun 2011 sebesar Rp136.340.194,-. Kebutuhan anggaran operasional tanpa biaya obat tahun 2012 sebesar Rp931.284.510,-, tahun 2013 sebesar Rp994.336.191,-, tahun 2014 sebesar Rp1.058.041.337,-, dan tahun 2015 sebesar Rp1.135.083.584,-. Adanya dukungan stakeholder agar usulan anggaran berdasarkan perhitungan unit cost. Selama ini Dinas Kesehatan Kabupaten Sijunjung sebagai penanggungjawab puskesmas belum menyusun tarif pelayanan kesehatan berdasarkan unit cost. Penetapan tarif pelayanan kesehatan hanya melalui perbandingan dengan tarif pelayanan puskesmas pada kabupaten/kota yang bersebelahan dan Focus Group Discussion. Hal ini menyebabkan terjadinya distorsi dalam penentuan tarif dan tidak menggambarkan biaya yang sebenarnya secara terperinci, sehingga belum bisa memberikan informasi biaya yang akurat yang bisa dijadikan sebagai bahan pengambilan keputusan bagi stakeholders. Dengan perubahan status puskesmas di Kabupaten Sijunjung menjadi BLUD terhitung Desember tahun 2015, maka tarif pelayanan kesehatan yang sebelumnya didasarkan pada Perda diganti dengan Perbup, sebagaimana diatur oleh Permendagri No.61 tahun 2007. Saat ini, tarif pelayanan kesehatan yang berlaku di Kabupaten Sijunjung adalah Perbup No. 42 tahun 2015 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan pada Badan Layanan Umum Daerah Puskesmas di Kabupaten Sijunjung. Dalam penetapan tarif Perbup ini pun, Dinas Kesehatan masih menggunakan pola lama (tanpa perhitungan unit cost). Perhitungan unit cost oleh puskesmas sebagai sarana kesehatan primer atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sangat diperlukan sehingga dapat menentukan biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan Permendagri No 61 tahun 2007 pasal 58 ayat 2 yang berbunyi tarif layanan BLUD unit-kerja diusulkan oleh pemimpin BLUD

5 kepada kepala daerah melalui kepala SKPD. Aturan ini juga berarti bahwa meskipun puskesmas merupakan unit kerja, sebaiknya ikut mengusulkan besaran tarif layanan kesehatan berdasarkan unit cost dan tidak hanya bertindak sebagai pelaksana aturan saja. Dari uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan analisa tarif berdasarkan unit cost untuk melihat apakah tarif pelayanan kesehatan puskesmas yang ditetapkan di Kabupaten Sijunjung lebih besar atau lebih kecil dari unit costnya. Jumlah Puskesmas yang ada di Kabupaten Sijunjung yaitu 12 buah terdiri dari 7 puskesmas dengan rawat inap dan 5 puskesmas rawat jalan. Pada penelitian ini penulis memfokuskan pada satu sampel puskesmas yaitu Puskesmas Gambok. Puskesmas Gambok merupakan salah satu puskesmas rawat inap yang terletak di Kecamatan Sijunjung (ibu kota Kabupaten Sijunjung) dengan luas wilayah kerjanya mencakup ±467,87 km 2. Puskesmas Gambok mempunyai wilayah kerja yang meliputi 3 nagari dengan total jumlah penduduk sebanyak 17.305 jiwa yang tersebar di 17 jorong. Dari dua belas puskesmas yang berada di Kabupaten Sijunjung, Puskesmas Gambok merupakan satu diantara dua puskesmas yang telah memiliki sertifikat International Standard Operation (ISO 9001-2008). Puskesmas Gambok juga merupakan salah satu diantara enam puskesmas yang telah memperoleh akreditasi. Dengan demikian, peneliti berkeyakinan bahwa Puskesmas Gambok lebih siap dibandingkan puskesmas yang lain dalam melakukan analisis biaya untuk perbaikan dan pengusulan tarif baru. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berapakah besaran biaya satuan (unit cost) pelayanan kesehatan di Puskesmas Gambok pada tahun 2016? 2. Berapa besar CRR (Cost Recovery Rate) tarif pelayanan kesehatan puskesmas Gambok?

6 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui besarnya biaya satuan pelayanan kesehatan di Puskesmas Gambok tahun 2016. 2. Untuk mengetahui besarnya CRR tarif pelayanan kesehatan puskesmas Gambok. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Puskesmas, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan sebagai bahan perencanaan pengembangan sistem akuntansi biaya dan manajemen keuangan dalam pelaksanaan Pola Pengelolaan Keuangan-Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD). 2. Bagi Dinas Kesehatan, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dalam merumuskan pengusulan tarif pelayanan kesehatan puskesmas dan dalam menyusun alokasi anggaran pelayanan kesehatan puskesmas di Kabupaten Sijunjung. 3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini bisa dijadikan referensi dan masukan bagi peneliti selanjutnya untuk penelitian yang sejenis. 4. Bagi penulis adalah sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berharga dalam bidang ekonomi kesehatan khususnya dalam hal perhitungan unit cost puskesmas serta memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. E. Ruang Lingkup Penelitian Untuk lebih jelas dan fokusnya pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis membatasi masalah berkaitan dengan topik masalah hanya mencakup perhitungan biaya dan unit cost pada pelayanan rawat jalan dan laboratorium di Puskesmas Gambok pada tahun 2016.