KATA PENGANTAR. Jakarta, November PT. Rasicipta Consultama

dokumen-dokumen yang mirip
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RENCANA KEGIATAN STRATEGIS PERHUBUNGAN DI BIDANG ENERGI

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

ANALISIS MASALAH BBM

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Sustainable Energy Research Centre, U. Transportasi Rendah Emisi

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010.

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dan teralokasi ke tingkat daerah. Keseimbangan antardaerah terutama dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

PERATU WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RAN WAOGYAKARTA 016 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

VI. SIMPULAN DAN SARAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

2012, No

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

DRS. PETRUS SUMARSONO, MA - JFP MADYA DIREKTORAT TRANSPORTASI. Rakornis Perhubungan Darat 2013 Surabaya, 3 Oktober 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Data AMDK tahun 2011 Gambar 1.1 Grafik volume konsumsi air minum berdasarkan tahun

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

B A B 1 P E N D A H U L U A N. bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEAP MANUAL PENYUSUNAN DATA BACKGROUND STUDY RPJMN TAHUN LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING SYSTEM

ANALISIS ANGKUTAN KERETA API DAN IMPLIKASINYA PADA BUMN PERKERETAAPIAN INDONESIA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmad-nya sehingga Laporan Akhir ini dapat disusun dengan mempertimbangkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan masukan dari stakeholder yang terkait dengan penggunaan Energi dalam transportasi dan lingkungan. Laporan ini disusun untuk memenuhi syarat perjanjian kerjasama akhir Satuan Kerja Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan dan PT. Rasicipta Consultama Jakarta, sebagaimana tertuang dalam Surat Perjanjian Kerjasama Nomor PL.102/27/10-BLT-2010, tanggal 6 April 2010, tentang Studi Pengembangan Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan. Laporan Akhir ini secara garis besar berisi tentang uraian mengenai data hasil survai instansional dan hasil survai lapangan, selain itu laporan ini tetap menguraikan metodologi penelitian dan pendekatan pikir serta kondisi wilayah studi. Secara sistematis konsultan menyusun Laporan Akhir ini menjadi beberapa bab dengan urutan: (1) Pendahuluan, (2) Pendekatan Pola Pikir dan Metodologi Kerja, (3) Hasil Studi Relevan, (4) Analisis Data; (5) Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan; dan (6) Kesimpulan dan Saran. Berdasarkan KAK, studi ini dilaksanakan selama 240 hari kalender sejak dikeluarkannya SPMK, yang diselenggarakan di Sekretariat Balitbang Kementerian Perhubungan Jakarta. Laporan Akhir disempurnakan setelah mendapatkan masukan kritis dari semua pihak yang terkait dengan pengembangan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan.. Jakarta, November 2010 PT. Rasicipta Consultama i

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG... I-1 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.3. SASARAN... I-2 1.4. LINGKUP PEKERJAAN... I-3 1.5. KELUARAN... I-3 1.6. LOKASI KEGIATAN... I-4 1.7. WAKTU PELAKSANAAN... I-4 BAB II PENDEKATAN KERANGKA PIKIR DAN METODOLOGI STUDI 2.1. PENDEKATAN POLA PIKIR... II-1 2.1.1. Input Pola Pikir... II-1 2.1.2. Proses Pola Pikir... II-4 2.1.3. Output Pola Pikir... II-5 2.1.4. Outcome dan Impact Pola Pikir... II-5 2.2. METEDOLOGI KERJA... II-5 2.2.1. Tahapan Penyusunan metode kerja dan Identifikasi Masalah... II-5 2.2.2. Tahapan SurIVai Data dan Informasi... II-14 2.2.3. Karakteristik EIValuasi dan Analisis... II-15 2.2.4. Tahapan Penyusunan Statistik Konsumsi Energi dan Rekomendasi... II-23 BAB III HASIL STUDI RELEIVAN 3.1. URGENSI PAKET KEBIJAKAN DAN PROGRAM KOMPREHENSIF DALAM PENGHEMATAN BBM TRANSPORTASI (POLICY BRIEF)... III-1 3.1.1. Daya Saing Transportasi Nasional dalam IVolatilitas Perubahan Harga BBM Dunia... III-1 3.1.2. Prinsip Dasar dalam Penyelenggaraan Transportasi yang Mampu Mengurangi Kebutuhan BBM... III-1 Daftar Isi-1

3.1.3. Kebijakan dan Rencana InIVestasi Komprehensif... III-3 3.2. PROYEKSI PERTUMBUHAN ENERGI 2010-2050... III-5 3.3. STATISTIK KONSUMSI ENERGI SEKTOR TRANSPORTASI DI AMERIKA SERIKAT III-7 3.4. STATISTIK KONSUMSI ENERGI SEKTOR TRANSPORTASI DI UNITED KINGDOM III-16 3.5. STATISTIK KONSUMSI ENERGI SEKTOR TRANSPORTASI DI EROPA PADA UMUMNYA... III-20 BAB ANALISIS DATA 4.1. Konsumsi Energi Transportasi... IV-1 4.1.1. Konsumsi Energi Transportasi Darat... IV-1 4.1.2. Konsumsi Energi Transportasi Laut... IV-27 4.1.3. Konsumsi Energi Transportasi Udara... IV-38 4.1.4. Konsumsi Energi Transportasi Perkeretaapian... IV-42 4.2. Kondisi Lingkungan Terkait Transportasi... IV-70 4.2.1. Kondisi Lingkungan di ProVnsi Nangroe Aceh Darussalam... IV-70 4.2.2. Kondisi Lingkungan di ProVnsi Sumatera Utara... IV-72 4.2.3. Kondisi Lingkungan di ProVnsi Riau... IV-78 4.2.4. Kondisi Lingkungan di ProVnsi Sumatera Selatan... IV-79 4.2.5. Kondisi Lingkungan di ProVnsi DKI Jakarta... IV-85 4.2.6. Kondisi Lingkungan di ProVnsi Jawa Barat... IV-90 4.2.7. Kondisi Lingkungan di ProVnsi Jawa Tengah... IV-96 4.2.8. Kondisi Lingkungan di ProVnsi DI Yogyakarta... IV-102 4.2.9. Kondisi Lingkungan di ProVnsi Jawa Timur... IV-107 4.2.10. Kondisi Lingkungan di ProVnsi Kalimantan Timur... IV-113 4.2.11. Kondisi Lingkungan di ProVnsi Gorontalo... IV-115 4.2.12. Kondisi Lingkungan di ProVnsi Sulawesi Utara... IV-116 4.2.12. Kondisi Lingkungan di ProVnsi Papua... IV-118 BAB V STATISTIK KONSUMSI ENERGI TRASNPORTASI DAN LINGKUNGAN 5.1. Tinjauan Umum... V-1 5.1.1. Konsep Dasar... V-2 5.1.2. Pengolahan dan Analisis data... V-2 5.2. Statistik Energi Transportasi Indonesia... V-7 5.2.1. Produksi, Impor dan Ekspor Bahan Bakar Minyak di Indonesia... V-8 5.2.2. Konsumsi Energi dari Sumber Primer Per-Sektor di Indonesia... V-9 5.2.3. Kebutuhan Domestik untuk Produk Minyak Olahan Per-Sektor di Indonesia... V-12 5.2.4. Konsumsi Energi oleh Sektor Transportasi di Indonesia... V-12 5.2.5. Konsumsi Bahan Bakar Per-Moda Transportasi... V-14 Daftar Isi-2

5.2.6. Konsumsi Energi Per-Moda Transportasi... V-14 5.2.7. Konsumsi Gasoline di Indonesia... V-15 5.3. Statistik Energi Transportasi Darat... V-17 5.3.1. Konsumsi Bahan Bakar untuk Mobil Penumpang di Indonesia... V-24 5.3.2. Konsumsi Bahan Bakar untuk Bus di Indonesia... V-25 5.3.3. Konsumsi Bahan Bakar untuk Truk di Indonesia... V-28 5.3.4. Konsumsi Bahan bakar untuk Sepeda Motor di Indonesia... V-29 5.3.5. Intensitas energi pada Moda Pribadi... V-30 5.3.6. Efisiensi Rata-rata Bahan Bakar pada Mobil Pribadi dan Truk Ringan di Indonesia... V-31 5.3.7. Intensitas energi pada Bus... V-32 5.4. Statistik Energi Transportasi Laut... V-33 5.5. Statistik Energi Transportasi Udara... V-35 5.5.1. Konsumsi Bahan Bakar Angkutan Udara yang bersertifikasi... V-38 5.5.2. Intensitas energi pada Angkutan Udara Bersertifikasi... V-39 5.6. Statistik Energi Transportasi Perkeretaapian... V-39 5.6.1. Kebutuhan Energi Kereta Api... V-40 5.6.2. Konsumsi Bahan Bakar Kereta Api Kelas Eksekutif... V-41 5.6.3. Intensitas Energi pada Pelayanan Jalan Rel Kelas 1... V-43 5.7. Emisi Lingkungan Sektor Transportasi... V-44 5.7.1. Standar Sertifikasi Nasioanal Emisi Pembuangan untuk Kendaraan Ringan yang Baru Diproduksi Berbahan-bakar Bensin dan Solar... V-50 5.7.2. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang sedang Diproduksi (Current Production) dengan Penggerak Motor Bakar Cetus Api Berbahan Bakar Bensin... V-51 5.7.3. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang sedang Diproduksi (Current Production) dengan Penggerak Motor Bakar Penyalaan Kompresi (Diesel)... V-52 5.7.4. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang sedang Diproduksi (Current Production) dengan Penggerak Motor Bakar Cetus Api Berbahan Bakar Gas (LPG/CNG)... V-54 5.7.5. Perbandingan Emisi dari Kendaraan Berbahan Bakar dengan Solar... V-55 5.7.6. Jumlah Bahan Bakar Terbuang per Kepala per Tahun... V-56 5.7.7. Perkembangan Polusi Udara di Wilayah Statistikal Metropolitan... V-57 5.7.8. Pembagian Tiap Sektor Emisi Karbon Dioksida Indonesia dari Penggunaan Energi.... V-58 5.7.9 Tumpahan Minyak yang Berdampak bagi Perairan Indonesia... V-59 5.7.10.Konstruksi Pelindung Kebisingan bagi Jalan Raya... V-59 5.7.11. Bahan Bakar Terbuang Akibat Kemacetan Lalu Lintas... V-60 Daftar Isi-3

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... VI-1 6.2. Saran... VI-37 DAFTAR PUSTAKA Daftar Isi-4

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Gambar 3.6. Gambar 3.7. Gambar 3.8. Gambar 3.9. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9. Gambar 4.10. Gambar 4.11. Gambar 4.12. Gambar 4.13. Gambar 4.14. Gambar 4.15. Pendekatan Pola Pikir... II-2 Metodologi kerja... II-7 Konsumsi energi pers ektor di Amerika Serikat... IIII-8 Konsumsi energi semua sector (total) di Amerika Serikat... III-9 Konsumsi energi semua sector transportasi diamerika Serikat... III-9 Konsumsienergi sector tansportasi per moda di AmerikaSerikat... III-11 Konsumsienergi sector transportasi di Great Britain... III-16 Konsumsienergi sector transportasi di UnitedKingdom... III-20 Konsumsi energi oleh 27 negara di Eropa... III-21 Konsumsi energi oleh 24 negara di Eropa... III-21 Konsumsi energi oleh 14 negara di Eropa... III-21 KonsumsiBBM sektor transportasi di NAD... III-2 Konsumsi BBM sektortransportasi di Sumatera Utara... IV-3 Konsumsi BBM sector transportasi di Riau... IV-4 Konsumsi BBM sektortransportasi di Jambi... IV-4 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Sumatera Barat... IV-6 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Sumatera Selatan... IV-7 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Lampung... IV-8 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Bengkulu... IV-9 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Banten... IV-10 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Jawa Barat... IV-11 Konsumsi BBM SektorTransportasi di DKI Jakarta... IV-12 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Jawa Tengah... IV-13 Konsumsi BBM SektorTransportasi di DI Yogyakarta... IV-14 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Jawa Timur... IV-14 Konsumsi BBM SektorTransportasi di Bali... IV-16 Daftar Gambar-1

Gambar 4.16. Gambar 4.17. Gambar 4.18. Gambar 4.19. Gambar 4.20. Gambar 4.21. Gambar 4.22. Gambar 4.23. Gambar 4.24. Gambar 4.25. Gambar 4.26. Gambar 4.27. Gambar 4.28. Gambar 4.29. Gambar 4.30. Gambar 4.31. Gambar 4.32. Gambar 4.33. Gambar 4.34. Gambar 4.35. Gambar 4.36. Gambar 4.37. Gambar 4.38. Gambar 4.39. Gambar 4.40. Gambar 4.41. Gambar 4.42. Gambar 4.43. Gambar 4.44. Gambar 4.45. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Barat... IV-17 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Timur... IV-18 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Barat... IV-19 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Tengah... IV-20 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Selatan... IV-21 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Timur... IV-22 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Utara... IV-23 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Gorontalo... IV-24 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Selatan... IV-24 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Maluku Utara... IV-26 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Papua Barat... IV-27 Perbandingan Konsumsi Angkutan Laut di Wilayah Pelindo I... IV-33 Perbandingan Konsumsi Angkutan Laut di Wilayah Pelindo II... IV-34 Perbandingan Konsumsi Angkutan Laut di Wilayah Pelindo III... IV-36 Perbandingan Konsumsi Angkutan Laut di Wilayah Pelindo III... IV-38 Konsumsi Bahan Bakar oleh Transportasi Udara untuk Komersial... IV-41 Konsumsi Bahan Bakar oleh Transportasi Udara untuk Komersial... IV-42 Jalur Kereta Api di Pulau Sumatera... IV-61 Jumlah Energi Yang Dibutuhkan Oleh Kereta Api... IV-62 Emisi CO 2 di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (Ton)... IV-71 Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Utara... IV-73 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Medan... IV-74 Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Medan... IV-74 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Medan... IV-76 Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Medan... IV-77 Emisi CO 2 di Propinsi Riau... IV-79 Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Selatan... IV-80 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-82 Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-83 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-83 Daftar Gambar-2

Gambar 4.46. Gambar 4.47. Gambar 4.48. Gambar 4.49. Gambar 4.50. Gambar 4.51. Gambar 4.52. Gambar 4.53. Gambar 4.54. Gambar 4.55. Gambar 4.56. Gambar 4.57. Gambar 4.58. Gambar 4.59. Gambar 4.60. Gambar 4.61. Gambar 4.62. Gambar 4.63. Gambar 4.64. Gambar 4.65. Gambar 4.66. Gambar 4.67. Gambar 4.68. Gambar 4.69. Gambar 4.70. Gambar 4.71. Gambar 4.72. Gambar 4.73. Gambar 4.74. Gambar 4.75. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-84 Emisi CO 2 di Propinsi DKI Jakarta... IV-86 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-87 Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-88 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-89 Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-90 Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Barat... IV-91 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-93 KonsentrasiSO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-94 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-94 Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-96 Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Tengah... IV-97 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-98 Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-99 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-100 Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-101 Emisi CO 2 di Propinsi DI Yogyakarta... IV-102 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-104 Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-104 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-106 Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-107 Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Timur... IV-108 Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-110 Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-111 Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-112 Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-113 Emisi CO 2 di Propinsi Kalimantan Timur... IV-114 Emisi CO 2 di Propinsi Gorontalo... IV-116 Emisi CO 2 di Propinsi Sulawesi Utara... IV-117 Emisi CO 2 di Propinsi Papua... IV-119 Daftar Gambar-3

Gambar 5.1. Skema Sistem Penyediaan Energi... V-2 Gambar 5.2 Hubungan Konsumsi Bahan Bakar dengan Jumlah Kapal... V-34 Gambar 5.3 Produksi Angkutan Penumpang Udara 2004-2008 dan Target 2009... V-36 Gambar 5.4 Produksi Angkutan Barang Udara 2004-2008 dan Target 2009... V-36 Gambar 5.5 Hubungna Konsumsi Bahan Bakar dengan Panjang Lintasan Pelayanan... V-41 Gambar 5.6 Hasil Regresi Emisi CO, SO 2, dan HC... V-49 Daftar Gambar-4

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.4. Tabel 3.6. Tabel 3.7. Tabel 3.8. Tabel 3.9. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Kebutuhan BBM Nasional Tahun 1996-2002... II-12 Prioritas Kebijakan Transportasi Dalam Rangka Penghematan Energi dan Pengurangan Subsidi Bahan Bakar... III-4 Hasil proyeksi kebutuhan energi tahun 2010-20140... III-4 Perkiraan kapasitas penyediaan berbagai sumber energi primer fosil dan terbarukan 2010-2040... III-6 Konsumsi energi per sektor di Amerika Serikat (Quadrillion Btu)... III-8 Konsumsi energi sektor transportasi berdasarkan moda di amerika Serikat (Quadrillion Btu)... III-10 Konsumsi energi Sektor Transportasi di UK, 2004... III-17 Konsumsi energi Sektor Transportasi di UK, 2006... III-18 Konsumsi energi Sektor Transportasi di UK, 2007... III-19 Konsumsi Energi Sektor Transportasi di Negara Eropa... III-22 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di NAD (dalam kilo liter)... IV-2 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Utara... IV-3 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Riau... IV-4 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jambi... IV-4 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Barat... IV-4 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Selatan... IV-6 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Lampung... IV-7 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Bengkulu... IV-8 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Banten... IV-9 Tabel 4.10. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Barat... IV-11 Tabel 4.11. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di DKI Jakarta... IV-12 Tabel 4.12. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Tengah... IV-13 Tabel 4.13. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di DI Yogyakarta... IV-14 Tabel 4.14. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Timur... IV-14 Tabel 4.15. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Bali... IV-16 Tabel 4.16. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Barat... IV-17 Tabel 4.17. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Timur... IV-18 Tabel 4.18. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Barat... IV-19 Tabel 4.19. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Tengah... IV-20 Tabel 4.20. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Tengah... IV-21 Tabel 4.21. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Timur... IV-22 Daftar Tabel - 1

Tabel 4.22. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Utara... IV-23 Tabel 4.23. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Gorontalo... IV-24 Tabel 4.24. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Selatan... IV-24 Tabel 4.25. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Maluku Utara... IV-26 Tabel 4.26. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Papua... IV-27 Tabel 4.27. Perkembangan Muatan Angkutan Laut Dalam Negri (Nasional & Asing) Tahun 1988-2008... IV-28 Tabel 4.28. Perkembangan Muatan Angkutan Laut Luar Negri (Nasional & Asing) Tahun 1988-2008... IV-28 Tabel 4.29. Perkembangan Muatan Angkutan Laut Luar Negeri (Naisonal & Asing) Tahun 1998 2008... IV-29 Tabel 4.30. Perkembangan Muatan Angkutan Muatan Luar Negeri (Nasional & Asing) tahun 1998-2008... IV-29 Tabel 4.31. Perkembangan Armada Nasional Tahun 1988-2008... IV-30 Tabel 4.32. Perkembangan Peusahaan Angkutan laut (Pelayaran, non Pelayaran & pelayaran Rakyat) Tahun 1988-2008... IV-30 Tabel 4.33. Perkembangan Armada Charter Asing tahun 1988-2008... IV-31 Tabel 4.34. Jumlah Pelabuhan yang Dikelola PT. Pelabuhan Indonesia I... IV-32 Tabel 4.35. Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah Pelindo I Tahuun 2006 hingga tahun 2009... IV-32 Tabel 4.36. Jumlah dan Kelas Pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia II... IV-33 Tabel 4.37. Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah pelindo II tahun 2006 hingga tahun 2009... IV-34 Tabel 43.8. Jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia II... IV-34 Tabel 4.39. Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah pelindo III tahun 2006 2009... IV-36 Tabel 4.40. Jumlah pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia III... IV-37 Tabel 4.41. Konsumsi bahan bakar oleh trasnportasi laut wilayah pelindo III tahun 2006-2009... IV-37 Tabel 4.42. Jenis maskapai di Indonesia dan jumlah armada yang dimiliki Tahun 2009... IV-39 Tabel 4.43. Jumlah penumpang dna keberangkatan pesawat transportasi udara di Indonesia... IV-39 Tabel 4.44. Konsumsi energi oleh maskapai Garuda Indonesia... IV-40 Tabel 4.45. Jumlah konsumsi bahan bakar oleh transportasi udara untuk komersial... IV-41 Tabel 4.46. Jenis pelayanan KA Ekonomi Jarak Jauh... IV-43 Tabel 4.47. Jenis Pelayanan KA Ekonomi Jarak Sedang... IV-43 Tabel 4.48. Jenis Pelayanan KA Ekonomu Jarak Dekat/Lokal... IV-44 Tabel 4.49. Jenis Pelayanan KRD Ekonomi... IV-44 Tabel 4.50. Jenis Pelayanan KRL Ekonomi... IV-44 Tabel 4.51. KA Jarak Jauh... IV-46 Daftar Tabel - 2

Tabel 4.52. KA Jarak Sedang... IV-47 Tabel 4.53. KA Jarak Dekat... IV-48 Tabel 4.54. KA Ekonomi dan KRD Non Jabodetabek... IV-41 Tabel 4.55. KRL Jabotabek... IV-43 Tabel 4.56. Produksi KA Penumpang... IV-61 Tabel 4.57. Produksi KA Barang... IV-61 Tabel 4.58. Produksi KM-Lok dan KM-KA... IV-62 Tabel 4.59. Konsumsi Energi Spesifik Lokomotif... IV-63 Tabel 4.60. Konsumsi Energi Spesifik untuk KRD dan KRDE... IV-64 Tabel 4.61. Penggunan HSD Depo Lokomotif untuk Kereta Api di Jawa... IV-64 Tabel 4.62. Kebutuhan HSD untuk KA di Jawa... IV-64 Tabel 4.63. Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Utara... IV-64 Tabel 4.64. Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Barat... IV-64 Tabel 4.65. Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Selatan... IV-66 Tabel 4.66. Kebutuhan HSD untuk KA di Jawa... IV-66 Tabel 4.67. Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Utara... IV-66 Tabel 4.68. Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Selatan... IV-67 Tabel 4.69. Total Konsumsi HSD PT KA (Persero)... IV-67 Tabel 4.70. Produksi KRL Jabodetabek Tahun 2009... IV-67 Tabel 4.71. Produksi KRL Tahun 2004-2008... IV-67 Tabel 4.72. Konsumsi Energi KRL Jabodetabek Tahun 2004-2008... IV-68 Tabel 4.73. Armada KRL non AC... IV-68 Tabel 4.74. Armada KRL AC... IV-69 Tabel 4.75. Emisi CO 2 di ProVnsi Nangroe Aceh Darussalam (Ton)... IV-71 Tabel 4.76. Emisi CO 2 di ProVnsi sumatera Utara (Ton)... IV-72 Tabel 4.77. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Medan... IV-74 Tabel 4.78. Konsentrasi SO 2 di tepi Jalan Kota Medan... IV-74 Tabel 4.79. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Medan... IV-76 Tabel 4.80. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Medan... IV-77 Tabel 4.81. Emisi CO 2 di ProVnsi Riau... IV-78 Tabel 4.82. Emisi CO 2 di ProVnsi Sumatera Selatan... IV-80 Tabel 4.83. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-81 Tabel 4.84. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-82 Tabel 4.85. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-83 Tabel 4.86. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang... IV-84 Tabel 4.87. Emisi CO 2 di ProVnsi DKI Jakarta... IV-84 Tabel 4.88. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-87 Tabel 4.89. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-88 Daftar Tabel - 3

Tabel 4.90. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-89 Tabel 4.91. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat... IV-90 Tabel 4.92. Emisi CO 2 di ProVnsi Jawa Barat... IV-91 Tabel 4.93. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-92 Tabel 4.94. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-94 Tabel 4.95. Konsentrasi HC di Tepi Kota Bandung... IV-94 Tabel 4.96. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung... IV-94 Tabel 4.97. Emisi CO 2 di ProVnsi Jawa Tengah... IV-97 Tabel 4.98. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-98 Tabel 4.99. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-99 Tabel 4.100. Konsentrasi HC di Tepi Kota Semarang... IV-100 Tabel 4.101. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang... IV-101 Tabel 4.102. Emisi CO 2 di ProVnsi DI Yogyakarta... IV-102 Tabel 4.103. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-103 Tabel 4.104. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-104 Tabel 4.105. Konsentrasi HC di Tepi Kota Yogyakarta... IV-104 Tabel 4.106. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta... IV-106 Tabel 4.107. Emisi CO 2 di ProVnsi Jawa Timur... IV-108 Tabel 4.108. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-109 Tabel 4.109. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-110 Tabel 4.110. Konsentrasi HC di Tepi Kota Surabaya... IV-111 Tabel 4.111. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya... IV-112 Tabel 4.112. Emisi CO 2 di ProVnsi Kalimantan Timur... IV-114 Tabel 4.113. Emisi CO 2 di ProVnsi Gorontalo... IV-114 Tabel 4.114. Emisi CO 2 di ProVnsi Sulawesi Utara... IV-117 Tabel 4.115. Emisi CO 2 di ProVnsi Papua... IV-118 Tabel 5.1. Produksi, Impor, dan Ekspor Bahan Bakar Minyak di Indonesia... V-8 Tabel 5.2. Konsumsi Energi dari Sumber Primer per Sektor... V-10 Tabel 5.3. Konsumsi Energi dari Sumber Primer per Sektor (dengan Biomassa)... V-10 Tabel 5.4. Kebutuhan Domestik untuk Produksi Minyak Olahan per Sektor di Indonesia... V-12 Tabel 5.4. Konsumsi Energi Sektor Transportasi di Indonesia... V-13 Tabel 5.6. Konsumsi bahan bakar per moda transportasi... V-14 Tabel 5.7. Konsumsi Energi per Moda Transportasi... V-14 Tabel 5.8. Konsumsi Gasoline di Indonesia... V-14 Tabel 5.9. Jumlah Penduduk dan Panjang Jalan... V-18 Tabel 5.10. Pasokan Premium dan Jumlah Kendaraan... V-18 Tabel 5.11. Pasokan Solar dan Jumlah Kendaraan... V-19 Tabel 5.12. Hasil Analisis Regresi (1)... V-21 Daftar Tabel - 4

Tabel 5.13. Hasil Analisis Regresi (2)... V-22 Tabel 5.14. Hasil Analisis Regresi (3)... V-23 Tabel 5.14. Jumlah Konsumsi Energi Mobil Penumpang... V-24 Tabel 5.16. Jumlah Konsumsi Energi Mobil Penumpang... V-24 Tabel 5.17. Jumlah Konsumsi Energi Bus... V-27 Tabel 5.18. Konsumsi Bahan Bakar untuk Truk di Indonesia... V-28 Tabel 5.19. Konsumsi Energi Sepeda Motor di Indonesia... V-29 Tabel 5.20. Konsumsi Bahan Bakar Moda Laut dan Jumlah Kapal... V-34 Tabel 5.21. Konsumsi Bahan Bakar Angkutan Udara... V-38 Tabel 5.22. Konsumsi Energi Moda Kereta Api dan Panjang Lintas Layanan... V-40 Tabel 5.23. Perbandingan Pemakaian BBM Antar Moda Angkutan... V-42 Tabel 5.24. Konsumsi Energi dan Emisi CO 2... V-47 Tabel 5.24. Analisis Emisi CO 2... V-48 Tabel 5.26. Standar Sertifikasi Nasional Emisi Pembuangan untuk Kendaraan Ringan yang Baru diproduksi Berbahan Bakar Bensin dan Solar... V-51 Tabel 5.27. Kendaraan Bermotor Kategori M & N... V-52 Tabel 5.28. Kendaraan Bermotor Kategori M & N... V-53 Tabel 5.29. Kendaraan Bermotor Tipe M, N & O... V-54 Tabel 5.30. Kendaraan Bermotor Kategori M & N... V-54 Tabel 5.31. Kandungan Karbon dari setiap Bahan Bakar... V-58 Tabel 5.32. Emisi Karbon Dioksida Indonesia dari Penggunaan Energi per Sektor... V-59 Tabel 5.33. Bahan Bakar Terbuang oleh sepeda motor akibat Kemacetan Lalu Lintas... V-61 Tabel 5.34. Bahan Bakar Terbuang oleh kendaraan ringan akibat Kemacetan Lalu Lintas... V-62 Tabel 5.35. Bahan Bakar Terbuang oleh kendaraan berat akibat Kemacetan Lalu Lintas V-63 Tabel 6.1. Daftar Data Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan dan Program Aksi... VI-6 Tabel 6.2. Produksi, Impor, dan Ekspor Bahan Bakar Minyak di Indonesia... VI-16 Tabel 6.3. Konsumsi Energi dari Sumber Primer per Sektor... VI-18 Tabel 6.4. Konsumsi Energi dari Sumber Primer per Sektor (dengan Biomassa)... VI-18 Tabel 6.4. Kebutuhan Domestik untuk Produksi Minyak Olahan per Sektor di Indonesia... VI-19 Tabel 6.6. Konsumsi Energi Sektor Transportasi di Indonesia... VI-20 Tabel 6.7. Konsumsi bahan bakar per moda transportasi... VI-21 Tabel 6.8. Konsumsi Energi per Moda Transportasi... VI-22 Tabel 6.9. Konsumsi Gasoline di Indonesia... VI-23 Tabel 6.10. Jumlah Konsumsi Energi Mobil Penumpang... VI-24 Tabel 6.11. Jumlah Konsumsi Energi Bus... VI-26 Tabel 6.12. Konsumsi Bahan Bakar untuk Truk di Indonesia... VI-27 Daftar Tabel - 5

Tabel 6.13. Konsumsi Energi Sepeda Motor di Indonesia... VI-28 Tabel 6.14. Konsumsi Bahan Bakar Moda Laut dan Jumlah Kapal... VI-29 Tabel 6.14. Konsumsi Bahan Bakar Angkutan Udara... V-30 Tabel 6.16. Standar Sertifikasi Nasional Emisi Pembuangan untuk Kendaraan Ringan yang Baru Diproduksi Berbahan Bakar Bensin dan Solar... VI-31 Tabel 6.17. Kendaraan Bermotor Kategori M & N... VI-31 Tabel 6.18. Kendaraan Bermotor Kategori M & N... VI-32 Tabel 6.19. Kendaraan Bermotor Tipe M, N & O... VI-33 Tabel 6.20. Kendaraan Bermotor Kategori M & N... VI-34 Tabel 6.21. Emisi Karbon Dioksida Indonesia dari Penggunaan Energi per Sektor... VI-34 Tabel 6.22. Bahan Bakar Terbuang oleh sepeda motor akibat Kemacetan Lalu Lintas... VI-35 Tabel 6.23. Bahan Bakar Terbuang oleh kendaraan ringan akibat Kemacetan Lalu Lintas... VI-36 Tabel 6.24.. Bahan Bakar Terbuang oleh kendaraan berat akibat Kemacetan Lalu Lintas VI-37 Daftar Tabel - 6

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bagi suatu negara seperti Indonesia dengan bentuk negara kepulauan dan memiliki jumlah penduduk yang besar memerlukan pergerakan/transportasi yang tinggi. Pelayanan sektor transportasi merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting (vital) bagi masyarakat untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan yang paling pokok, yaitu sandang, pangan, dan papan. Peran transportasi itu tidak terlepas dari kebutuhan energi yang 90% berupa bahan bakar minyak (BBM). Konsumsi BBM transportasi di Indonesia cenderung tumbuh 8,6% per tahun, lebih besar dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga (3,7%), pembangkit listrik (4,6%) dan sedikit lebih kecil dari pertumbuhan konsumsi industri sebesar 9,1% sedangkan cadangan BBM berbasis fosil (minyak bumi) yang non renewable resources sudah sangat terbatas sebesar 4,7 milyar barel atau hanya cukup untuk 15 tahun lagi apabila tidak ditemukan sumur-sumur minyak baru melalui eksplorasi dan bila tidak dilakukan diversifikasi energi. Konsumsi energi BBM sektor transportasi tersebut didominasi angkutan jalan yang mencapai 88% dari total pemakaian BBM sektor transportasi, utamanya solar dan bensin. Dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, dibutuhkan BBM yang cukup dengan kualitas lebih baik, tidak hanya berbasis fosil tetapi juga non fosil yang renewable yaitu berbasis nabati sebagai biofuel atau bioenergi yang ramah lingkungan. Pertumbuhan sektor transportasi diperkirakan masih cukup tinggi di masa yang akan datang, jumlah kendaraan yang bertambah setiap tahun (6 8) % terutama sepeda motor dan munculnya mobil yang semakin murah harganya (misalnya Tata Nano yang diperkirakan akan dipasarkan dengan harga USD 2.000 3.000) serta pertumbuhan perjalanan lebih besar dibanding pertumbuhan kendaraan terutama perjalanan yang menggunakan kendaraan pribadi berakibat kepada tingginya laju pertumbuhan permintaan akan BBM. Secara nasional konsumsi energi nasional diproyeksikan mencapai 66,3 juta kiloliter. Sampai dengan tahun 2006 terjadi peningkatan konsumsi BBM sebesar 66,29 juta kiloliter atau 1,02 persen. Kebijakan energi sektor transportasi berpedoman pada kebijakan energi nasional dan memperhatikan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Sedangkan konsep kebijakan transportasi dalam RPJMN 2010-2014 antara lain ditujukan I-1

untuk mengembangkan sistem transportasi berkelanjutan (sustainable); mengurangi emisi gas rumah kaca; meningkatkan pengelolaan sistem informasi transportasi; serta meningkatkan ketangguhan terhadap perubahan iklim. Kebijakan untuk mengatasi dampak perubahan iklim tersebut pada tataran kegiatan sektor dan subsektor dipilah dalam wujud mitigasi dan adaptasi. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai antara lain: meningkatkan sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan untuk menyeimbangkan antara aspek utilitas dari sumber daya alam dengan aspek perlindungan fungsi-fungsi lingkungan sebagai pendukung sistem kehidupan. Guna mewujudkan gambaran penggunaan energi transportasi diperlukan suatu basis data yang berkualitas, relevan dan representatif. Kebutuhan pengumpulan dan pengolahan data/informasi berkaitan dengan konsumsi energi sektor transportasi perlu dikembangkan di masa yang akan datang dalam rangka lebih memberikan informasi yang detail dan akurat. Salah satu pengembangan data sebagai acuan adalah dengan menyusun suatu statistik konsumsi energi transportasi. Ketersediaan data yang akurat, mutakhir, dan relevan merupakan bagian dari penetapan suatu kebijakan. Mengingat pentingnya peranan data/informasi tersebut, perlu disusun suatu informasi data statistik yang terstruktur. Pembangunan transportasi berkelanjutan dilakukan dengan pengembangan teknologi transportasi yang ramah lingkungan, hemat energi, serta meningkatkan kinerja keselamatan dan pelayanan, sehingga pelayanan sektor transportasi dapat dilakukan secara efisien, hal ini sebagai mana diamanatkan dalam KM. 49 Tahun 2008 tentang RPJP Perhubungan Tahun 2005-2025 Bab III butir F poin 9 Dukungan kepada Sektor-sektor lain. 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud studi ini adalah mengadakan kajian dan analisis kebutuhan data dan informasi konsumsi energi transportasi yang memenuhi standar. Tujuan studi ini adalah menyusun statistik konsumsi energi sektor transportasi untuk digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan transportasi yang sejalan dengan kebijakan bidang energi. 1.3. SASARAN Sasaran output yang harus dicapai dalam studi Pengembangan Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan ini adalah tersusunnya statistik konsumsi energi transportasi yang memenuhi standar sejalan dengan kebijakan penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. I-2

Sasaran outcome yang harus dicapai dalam studi Pengembangan Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan, berupa terselenggaranya pelayanan transportasi yang sejalan dengan kebijakan bidang energi.. Sasaran impact yang harus dicapai dalam studi Pengembangan Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan adalah terselenggaranya pelayanan transportasi yang efektif dan efisien serta memenuhi standar statistik konsumsi. 1.4. LINGKUP KEGIATAN Kegiatan studi pengembangan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan dibatasi hanya dalam lingkup penyiapan data dan informasi yang berkaitan dengan konsumsi energi transportasi dan lingkungan, meliputi : a. Melakukan inventarisasi pergerakan penumpang dan barang secara nasional untuk setiap moda transportasi yang digunakan. b. Melakukan identifikasi jenis dan jumlah sarana transportasi saat ini. c. Melakukan identifikasi konsumsi energi sektor transportasi (setiap moda : motor, bus, truk, kereta api, laut dan udara) saat ini dan kecenderungan di masa yang akan datang. d. Melakukan estimasi konsumsi bahan bakar alternatif. e. Melakukan identifikasi intensitas dan efisiensi energy transportasi. f. Melakukan identifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan energi di sektor transportasi. g. Melakukan analisis potensi penghematan energi yang dapat dilakukan di sektor transportasi dan langkah-langkah dalam melakukan efisiensi penggunaan energi. h. Melakukan analisis konsep dan kebijakan energi sektor transportasi. i. Menyusun statistik konsumsi energi sektor transportasi 1.5 LOKASI KEGIATAN Wilayah yang dipilih sebagai lokasi studi kasus untuk pengumpulan data dan informasi mengenai konsumsi energi tranportasi dan lingkungan meliputi 26 (dua puluh enam) wilayah provinsi di Indonesia, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua. I-3

1.6. KELUARAN Keluaran yang diharapkan dari pekerjaan ini, meliputi laporan yang berisi tentang : a. Pemetaan permasalahan dan identifikasi data dan informasi konsumsi energi transportasi di lokasi kajian yang dapat merepresentasikan kondisi secara umum. b. Data statistik konsumsi energi transportasi yang memenuhi standar sejalan dengan kebijakan penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. 1.7. WAKTU PELAKSANAAN Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan studi Pengembangan Statistik Energi Transportasi dan Konsumsi adalah 8 (delapan) bulan atau 240 hari kalender, yang secara garis besar meliputi: (1) proses penyusunan metode kerja; (2) survey data dan inventarisasi data; (3) evaluasi dan analisis; dan (4) penyusunan statistik konsumsi energi dan rekomendasi, dengan keseluruhan tenaga ahli berjumlah 68 MM (Man-Month). I-4

PENDEKATAN POLA PIKIR & METODOLOGI KERJA 2.1. PENDEKATAN POLA PIKIR Penyusunan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan transportasi yang sejalan dengan kebijakan bidang energi. Studi ini diharapkan dapat menghasilkan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan yang memenuhi standar sejalan dengan kebijakan penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Pendekatan pikir dalam studi ini didasarkan pada pengumpulan data statistik yang terstruktur berkaitan dengan konsumsi energi sektor transportasi dalam rangka lebih memberikan informasi yang detail dan akurat. Pendekatan pikir juga dibuat secara komprehensif dan hierarkis agar hasil dari studi ini menjadi lebih aplikatif, informatif, acceptable, akurat dan berkelanjutan. Pendekatan pikir yang diusulkan dalam melaksanakan studi pengembangan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan dapat dilihat pada gambar 2.1 yang berdasar pada pola sistemik (input proses output outcome impact). 2.1.1. Input Pola Pikir Input pada studi ini lebih menitikberatkan pada kegiatan kompilasi data dan informasi secara instansional. Selain itu juga diperjelas dengan melakukan diskusi dan wawancara dengan pihak-pihak terkait. Beberapa data dan informasi penting yang harus dikumpulkan adalah : A. Data Sekunder a. Buku Statistik Indonesia, merupakan data statistik secara nasional yang menceritakan kondisi di masing-masing provinsi. Diharapkan buku ini akan membantu untuk melihat permasalahan energi transportasi secara nasional. b. Buku Provinsi/Kabupaten/Kota Dalam Angka, merupakan data statistik yang dapat diperoleh melalui Kantor BPS pada masing-masing wilayah atau melalui website. Data penting yang diperlukan dari buku ini terutama menyangkut masalah demografi/kependudukan, data kepemilikan kendaraan, pendapatan regional domestik bruto (PDRB) dan energi. II-1

IIMPACT OUTCOME OUTPUT PROSES INPUT UU No. 30 tahun 2007 Tentang Energi, Perpres 5/2006 tentang kebijakan energi nasional, Inpres nomor 1 tahun 2006, KM. 49 tahun 2008 tentang RPJP Perhubungan tahun 2005-2025 Pemanfaatan Energi Pengelolaan Energi Sektor Transportasi udara, darat&sungai, perkeretaapian, laut 1. Data pergerakan penumpang dan barang secara nasional untuk setiap moda transportasi yang digunakan 2. Data jenis dan jumlah sarana transportasi saat ini 3. Data konsumsi energi sektor transportasi 4. Data intensitas dan efisiensi energi transportasi 5. Data provinsi dalam angka 6. Data statistik perhubungan Kompilasi Data dan Informasi Analisis Pergerakan Penumpang dan Barang Analisis Statistika Data Konsumsi Energi Evaluasi Emisi Lingkungan oleh energi Transportasi Analisis Statistika Berganda Realisasi Konsumsi Energi Transportasi tidak ya Analisis konsep kebijakan Penyusunan Statistik konsumsi Energi Transportasi Analisis potensi penghematan energi transportasi Statistik Konsumsi Energi Transportasi Terselenggaranya Pelayanan Transportasi yang Sejalan dengan Kebijakan Bidang Energi Terselenggaranya Pelayanan Transportasi yang Efektif dan Efisien serta Memenuhi Standar Statistik Konsumsi Gambar 2.1 Kerangka ber pikir penyusunan Pengembangan Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan II-2

c. Laporan Dinas Perhubungan Dalam Angka, hampir sama dengan buku dalam angka keluaran BPS, hanya saja ini yang versi Dinas Perhubungan. Isinya tentang transportasi yang ada. Data penting yang diharapkan dapat diperoleh dari buku laporan ini, adalah jumlah kendaraan bermotor pada masing-masing daerah (sama dengan BPS) selama 5 (lima) tahun terakhir, kondisi angkutan umum (bus, kereta, pesawat dan kapal) yang mencakup jumlah penumpang dan barang serta frekuensi pergerakannya, simpul transportasi yang ada di daerah tersebut (stasiun, terminal, pelabuhan dan bandara). d. Jumlah BBM terjual pada masing-masing daerah (provinsi/kota), data ini dapat diperoleh dari hasil penjualan di SPBU atau PT. Pertamina. Dengan adanya data rata-rata BBM terjual dalam satu wilayah, maka dapat diprediksi kebutuhan BBM untuk waktu mendatang. e. Data OD Nasional yang menceritakan data pergerakan penumpang dan barang secara nasional untuk setiap moda transportasi yang digunakan. Indikator penting yang dicari adalah besarnya pergerakan orang dan barang. f. Data jenis dan jumlah sarana transportasi saat ini, indikator yang dicari adalah jenis sarana transportasi untuk lintas darat,laut, dan udara yang ada saat ini. Dan jumlah tiap jenis sarana transportasi. g. Data konsumsi energi sektor transportasi,yaitu data secara kuantitatif penggunaan konsumsi energi (bahan bakar) untuk sektor transportasi berupa penggunaan bahan bakar untuk sarana transportasi lintas darat,laut dan udara. h. Estimasi konsumsi bahan bakar alternatif, yaitu data secara kuantitatif mengenai penggunaan energi alternatif untuk sektor transportasi berupa penggunaan bahan bakar alternatif untuk sarana transportasi lintas darat, laut dan udara. i. Data intensitas dan efisiensi energi transportasi, indikator penting yang dicari adalah tingkat intensitas penggunaan bahan bakar untuk sektor transportasi dan juga tingkat efektifitasnya. j. Pengalaman negara lain dalam penggunaan energi untuk transportasi. Data yang diperlukan berupa pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif di sektor transaportasi dan kemungkinan pengembangannya di Indonesia. Dari data tersebut dapat dibandingkan sampai sejauhmana tingkat penggunaan energi alternatif dapat menggantikan peran bahan bakar fosil terutama bidang transportasi. II-3

B. Data Primer Data primer berupa data yang diperoleh langsung dari lapangan, data ini didapatkan dengan melakukan wawancara, terutama pengguna moda darat terkait dengan tingkat konsumsi energi yang dipergunakan. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner. 2.1.2. Proses Pola Pikir Proses pola pikir pada studi ini lebih menitik beratkan pada kegiatan analisis dan evaluasi terhadap kajian teknis pemanfaatan energi dan dampak kegiatan transportasi terhadap ketersediaan energi. Kajian teknis pemanfaatan energi yang perlu dievaluasi agar didapatkan data dan informasi yang akurat, adalah : a. Tingkat konsumsi energi dan bahan bakar alternatif sektor transportasi dikaitkan dengan pertumbuhan sarana transportasi. b. Tingkat konsumsi energi dan bahan bakar alternatif sektor transportasi dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk. c. Tingkat konsumsi energi dan bahan bakar alternatif sektor transportasi dikaitkan dengan PDRB wilayah. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam proses analisis disesuaikan dengan kerangka acuan kerja meliputi: a. Inventarisasi pergerakan penumpang dan barang secara nasional untuk setiap moda transportasi yang digunakan. b. Identifikasi jenis dan jumlah sarana transportasi saat ini c. Identifikasi konsumsi energi sektor transportasi (setiap moda : motor, bus, truk, kereta api, laut dan udara) saat ini dan kecenderungan di masa yang akan datang. d. Estimasi konsumsi bahan bakar alternatif e. Identifikasi intensitas dan efisiensi energy transportasi. f. Identifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan energi di sektor transportasi g. Analisis potensi penghematan energi yang dapat dilakukan di sektor transportasi dan langkah-langkah dalam melakukan efisiensi penggunaan energi h. Analisis konsep dan kebijakan energi sektor transportasi II-4

2.1.3. Output Pola Pikir Output Pola Pikir pada studi ini lebih menitik beratkan pada hasil keluaran yang nantinya digunakan untuk menyusun data tentang penggunaan energi sektor transportasi. Kegiatan ini berupa penyusunan statistik konsumsi energi sektor transportasi. 2.1.4. Outcome dan Impact Pola Pikir Penyusunan studi Pengembangan Statistik Konsumsi Energi Transportasi dan Lingkungan diharapkan dapat mendorong terselenggaranya pelayanan transportasi yang sejalan dengan kebijakan bidang energi. Implementasi dari studi ini diharapkan akan berdampak terselenggaranya pelayanan transportasi yang efektif dan efisien serta memenuhi standar statistik konsumsi. 2.2. METODOLOGI KERJA Metodologi kerja secara lengkap ditunjukkan dalam Gambar 2.2, yang terdiri atas 4 (empat) tahapan penting, yaitu: 1. Tahapan penyusunan metode kerja dan identifikasi masalah 2. Tahapan survei data dan informasi 3. Tahapan evaluasi dan analisis 4. Tahapan rekomendasi 2.2.1. Tahapan Penyusunan Metode Kerja dan Identifikasi Masalah Tahapan penyusunan metode kerja dan identifikasi masalah lebih menitik beratkan pada telaah dan penelusuran identifikasi masalah yang berkaitan dengan: (1) formulasi legal penyelenggaraan jalan daerah; (2) formulasi kebijakan penyelenggaraan jalan daerah; (3) hasil studi, data dan informasi. A. Formulasi legal Formulasi legal mengenai energi sebagai landasan dan batasan dalam melakukan studi ini. Telaah dan penelusuran terhadap formulasi legal terkait studi pengembangan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan antara lain: Undang-undang Nomor. 30 Tahun 2007 tentang energi menjelaskan bahwa peranan energi sangat penting artinya bagi peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional, sehingga pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu. Studi ini merupakan sebagian usaha untuk menuju pengelolaan yang energi yang sesuai dengan undang-undang tersebut. Pasal 3 Undang-undang Nomor. 30 Tahun 2007 tentang energi II-5

dijelaskan bahwa dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, maka pengelolaan energi memiliki tujuan antara lain: 1. tercapainya kemandirian pengelolaan energi; 2. terjaminnya ketersediaan energi dalam negeri, baik dari sumber di dalam negeri maupun di luar negeri; 3. terjaminnya pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan; 4. termanfaatkannya energi secara efisien di semua sektor. Pasal 21 ayat 1 (satu) menjelaskan bahwa Pemanfaatan energi dilakukan berdasarkan asas dengan: a. mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya energi; b. mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, ekonomi, konservasi, dan lingkungan; dan Pasal 21 ayat 2 (dua) menjelaskan bahwa Pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Peraturan Presiden nomor.5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional menjelaskan bahwa untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan, perlu menetapkan Kebijakan Energi Nasional sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional. Keterkaitan studi ini dengan Peraturan Presiden nomor 5 Tahun 2006 bahwa studi dapat mendukung pembangunan yang berkelanjutan dengan menginformasikan statistik konsumsi energi yang akurat. Dalam pasal 2 (dua) Peraturan Presiden nomor 5 Tahun 2006 menjelaskan bahwa sasaran kebijakan energi nasional adalah: 1. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025. 2. Terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan masingmasing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional, peranan tersebut antara lain: (1) minyak bumi menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen); (2) gas bumi menjadi lebih dari 30% (tiga puluh persen); (3) batubara menjadi lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen); (4) biofuel menjadi lebih dari 5% (lima persen); (5) panas bumi menjadi lebih dari 5% (lima persen); (6) energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya, Biomasa, Nuklir, Tenaga Air Skala Kecil, Tenaga Surya, dan Tenaga Angin menjadi lebih dari 5% (lima persen); (7) Bahan Bakar Lain yang berasal dari pencairan batubara menjadi lebih dari 2% (dua persen). II-6

Formulasi Legal: UU 30/2007 tentang energi Perpres 5/2006 tentang kebijakan energi nasional Inpres 1/2006 tentang Biofuel IDENTIFIKASI MASALAH KONSUMSI ENERGI TRANSPORTASI DAN LINGKUNGAN Hasil studi, data dan informasi: Formulasi Kebijakan: RPJP Perhubungan Tahun 2005-2025 RPJMN 2010-2014 Parameter, Faktor, dan Variabel Penting yang Berpengaruh Pengaruh Tata Guna Lahan Kebutuhan BBM Bidang Transportasi Nasional Faktor Pengaruh Konsumsi BBM Moda Transportasi Metode Statistika Data lalulintas dan angkutan Teknis: Data Teknis Jaringan Jalan dan tata guna lahan Data simpul transportasi Data pergerakan penumpang dan barang untuk semua moda transportasi Data jumlah&jenis kend. Pribadi &angk. Umum Data penerbangan & jenis pesawat Data peyeberangan/ pelayaran dan jenis kapal KOMPILASI DATA DAN INFORMASI Data ekonomi: Potensi ekonomi wilayah dan pendapatan pendduduk (PDRB) Data statistik: Data Statistik perhubungan Analisis teknis: Identifikasi intensitas dan efisiensi energi transportasi. Identifikasi permasalahan penggunaan energi di sektor transportasi Analisis konsumsi energi sektor transportasi dan estimasi bahan bakar alternatif Inventarisasi pergerakan penumpang dan barang secara nasional untuk setiap moda transportasi Analisis potensi penghematan energi di sektor transportasi dan langkahlangkah efisiensi penggunaan energi EVALUASI DAN ANALISIS DATA DAN INFORMASI KONSUMSI ENERGI Analisis teknis (lanjutan): Identifikasi konsumsi energi sektor transportasi saat ini dan kecenderungan di masa yang akan datang. Analisis konsep dan kebijakan energi sektor transportasi Identifikasi intensitas dan efisiensi energi transportasi. Data hasil analisis PENYUSUNAN STATISTIK KONSUMSI ENERGI Diagram dampak konsumsi energi transportasi terhadap kondisi transportasi saat ini dan di masa yang akan datang Rekomendasi: Tersedianya data-data statistik energi transportasi di masing-masing wilayah dan data statistik kebutuhan energi dari minyak bumi dan kebutuhan energi terbarukan (alternatif) di masa akan datang Terselenggara nya pelayanan transportasi yang sejalan dengan kebijakan bidang energi Tahap Persiapan Penyusunan Metode Kerja dan Identifikasi Masalah Tahap Survei dan inventarisasi data Tahap evaluasi dan analisis Tahap penyusunan statistik konsumsi energi dan rekomendasi Laporan Pendahuluan Laporan Antara Konsep Laporan Akhir Laporan Akhir Gambar 2.2. Metodologi kerja II-6

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain menjelaskan bahwa perlunya mengambil langkah- langkah untuk melaksanakan percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain dan mendorong peningkatan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain di sektor transportasi..instruksi ini terkait dengan kondisi energi yang menjadi semakin banyak dibutuhkan tetapi ketersediaannya semakin sedikit. Studi mengenai statistik konsumsi energi ini dapat memberi kontribusi dalam pengaturan pemakaian energi. B. Formulasi kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Perhubungan Tahun 2005-2025 Bab III butir F poin 9 Dukungan kepada Sektor-sektor lain. Pembangunan transportasi berkelanjutan dilakukan dengan pengembangan teknologi transportasi yang ramah lingkungan, hemat energi, serta meningkatkan kinerja keselamatan dan pelayanan, sehingga pelayanan sektor transportasi dapat dilakukan secara efisien. konsep kebijakan transportasi dalam RPJMN 2010-2014 antara lain ditujukan untuk mengembangkan sistem transportasi berkelanjutan (sustainable); mengurangi emisi gas rumah kaca; meningkatkan pengelolaan system informasi transportasi; serta meningkatkan ketangguhan terhadap perubahan iklim. Kebijakan untuk mengatasi dampak perubahan iklim tersebut pada tataran kegiatan sector dan subsector dipilah dalam wujud mitigasi dan adaptasi. C. Data dan informasi 1. Konsumsi energi transportasi Sumber energi yang umum digunakan sektor transportasi di Indonesia adalah Bahan Bakar Minyak (BBM). Transportasi berwawasan lingkungan merupakan hal strategis, yaitu tata guna lahan yang diintegrasikan dengan transportasi, hingga meminimalkan biaya transportasi, mereduksi emisi gas buang dan pengurangan konsumsi BBM (Harun Al Rasyid et al, 2003). Energi fosil adalah jenis energi yang tak terbarukan, jenis energi ini dikenal sebagai Bahan Bakar Minyak (BBM). Cadangan BBM terbatas sifatnya, energi tak terbarukan, pada saatnya tidak dapat mencukupi kebutuhan/habis (Dephubdat, 2008). Perlu penghematan konsumsi BBM secara nasional terutama transportasi darat. Konsumsi energi sektor transportasi biasanya diasosiasikan besarnya konsumsi BBM yang digunakan untuk produksi dan operasi kendaraan bermotor (United Nation Division for II-8

Sustainable Development, 2003). Analisis konsumsi BBM transportasi penting dan strategis, sebagai upaya pengelolaan transportasi agar hemat BBM (Haryono Sukarto, 2006), juga bagi pengelolaan perekonomian negara dan pembangunan berkelanjutan. Sektor transportasi tergantung BBM sekitar 50% dari konsumsi BBM dunia. Transportasi jalan raya mengkonsumsi 80% dari konsumsi transportasi. Tahun 2000, konsumsi BBM sektor transportasi dunia naik 25%, diproyeksikan kenaikkannya 90% sampai tahun 2030. Pertumbuhan ekonomi nasional, menyebabkan meningkatnya kepemilikan dan penggunaan kendaraan bermotor. Kepemilikan kendaraan pribadi meningkat secara tajam dibandingkan dengan kendaraan umum. Transportasi kota yang berkembang pesat adalah transportasi jalan raya dan paling banyak mengkonsumsi BBM, maka sub-sektor transportasi ini perlu mendapat perhatian dalam berbagai kebijakan, perencanaan, dan penelitian transportasi. 2. Parameter, Faktor dan Variabel Penting yang Berpengaruh Konsumsi BBM untuk transportasi kota jalan raya dipengaruhi oleh faktor utama : karakteristik kendaraan; karakteristik jalan; aspek pengguna kendaraan; pengelolaan yang mengkoordinasikan ketiga unsur tersebut (Dephubdat, 2008). Menurut Andry Tanara (2003), faktor yang mempengaruhi konsumsi BBM adalah: jumlah penduduk, panjang jalan, jumlah kepemilikan kendaraan, jumlah kendaraan berdasar bahan bakar, pendapatan perkapita. Sedangkan menurut Dail Umamil Asri, Budi Hidayat (2005), kebutuhan BBM dipengaruhi oleh atribut kendaraan, jalan, dan regional pengoperasiannya. Konsumsi BBM juga dipengaruhi oleh: efektifitas pemakaian kendaraan; rata-rata perjalanan per hari; frequensi pemakaian kendaraan; panjang perjalanan; konsumsi bahan bakar/jenis kendaraan. Selain menambah beban lalu lintas, kendaraan umur tua dapat meningkatkan penggunaan BBM. Menurut Iskandar Abubakar (2001), pemborosan BBM disebabkan: pertambahan jumlah angkutan, tidak adanya angkutan umum yang nyaman dan terjangkau, terutama di kota besar, sehingga mendorong masyarakat menggunakan mobil pribadi, faktor perawatan kendaraan dan cara mengemudi yang benar tidak banyak diterapkan pengguna jalan dan pemilik kendaraan, akhirnya menimbulkan boros energi. Lebih rinci, sistem transportasi kota terhadap konsumsi BBM dipengaruhi oleh faktor-faktor: 1) Struktur kota dan demand: jumlah penduduk, kepadatan penduduk, tata guna lahan, PDRB; 2) Sistem transportasi dan supply : panjang jalan, pola jaringan jalan, pelayanan angkutan umum, kondisi jalan, kecepatan kendaraan, Demand : jumlah kendaraan, panjang perjalanan; dan II-9

3) Konsumsi BBM : solar, premium, pertamax, pertamax. 3. Pengaruh Tata Guna Lahan Menurut Mitchel (2003), pengaruh pola pertumbuhan kota yang berkembang dengan pola struktur konsentrik (pusat kota tunggal) lebih hemat dalam konsumsi BBM dibandingkan dengan struktur kota dengan banyak pusat kota. Tetapi terdapat pandangan konservatif yang mengatakan bahwa tata guna lahan sekarang tidak akan banyak berubah meskipun terjadi perubahan dalam sistem transportasi umum. Kenyataan empiris selalu membuktikan bahwa pola tata guna lahan memiliki korelasi yang kuat dengan transportasi kota karena tata guna lahan menentukan besaran dan distribusi pergerakan yang berpengaruh terhadap gerak perjalanan, moda angkutan yang digunakan dan konsumsi BBM. Pengaruh tata guna lahan terhadap sistem transportasi kota (konsumsi BBM), tidak hanya terjadi dari jenis penggunaan lahan, tetapi juga dari kepadatan penduduk. Agar integrasi antara tataguna lahan dan trasportasi dapat berjalan dengan baik maka perlu peningkatan akses menuju ke angkutan publik, memperpendek perjalanan dan mengurangi kepemilikan kendaraan (Departement of Urban Affairs Planning, 2002; Ales Sarec, 1998). Peningkatan kepadatan penduduk lebih memungkinkan terjadi mix use. Pada daerah dengan kepadatan penduduk rendah, penggunaan BBM per kapita semakin tinggi, sebaliknya pada daerah dengan kepadatan penduduk tinggi, penggunaan BBM per kapita semakin rendah, (J. Kenworthy, 2002). Jenis tata guna lahan di daerah perkotaan pada jam-jam tertentu menjadi tujuan dan asal gerakan transportasi dan arahnya akan berbalik pada jam-jam tertentu lain. Semakin beragam tata guna lahan di bagian wilayah kota semakin tinggi interaksi yang terjadi. Sedangkan kawasan pusat kota merupakan daerah padat, dengan jarak perjalanan relatif pendek dan umumnya dapat ditempuh dengan berjalan kaki (tidak tergantung dari kendaraan bermotor), sehingga konsumsi BBM semakin rendah Penggunaan kendaraan pada masyarakat dengan income lebih tinggi, cenderung lebih lama dan lebih banyak dibanding masyarakat lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Xiao Luo (2007). Pengaruh tata guna lahan tidak hanya pada jenis dan intensitasnya tetapi juga daya tarik dan daya dorong kegiatan lalu lintas sebagai wujud dari interaksi tata ruang sehingga menjadi daya bangkit lalu lintas. Untuk mengoptimasikan model lahan, maka harus diintegrasikan antara transportasi, tata guna lahan, dan lingkungannya. II-10

4. Kebutuhan BBM Bidang Transportasi Nasional Peran dominan minyak bumi (BBM) dalam memenuhi kebutuhan energi di Indonesia masih tetap besar dengan angka rata-rata di atas 60 % dari total konsumsi energi nasional. Secara sektoral, konsumsi energi di Indonesia yang terbesar adalah pada sektor transportasi, berikutnya adalah sektor industri, dan terakhir adalah sektor rumah tangga. Pada awal Pelita I (tahun 1969 / 1970), sektor rumah tangga merupakan pengguna energi terbesar di Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya, sektor transportasi dan sektor industri telah melampaui sektor rumah tangga. Peningkatan konsumsi energi pada sektor transportasi dan industri yang jauh lebih cepat dari pada sektor sektor rumah tangga disebabkan peningkatan industrialisasi di Indonesia. Peningkatan konsumsi energi ini mengakibatkan konsumsi BBM meningkat dengan pesat pula, terutama pada sektor transportasi. Kebijakan pengendalian harga BBM " pada tingkat yang terjangkau oleh masyarakat banyak " melalui instrumen subsidi telah menempatkan pemerintah pada posisi yang tidak menguntungkan. Krisis ekonomi, yang berdampak pada jatuhnya nilai tukar rupiah dan terpuruknya kemampuan ekonomi pemerintah, menyebabkan subsidi BBM menjadi beban berat dalam RAPBN. Usaha menuju penghapusan subsidi BBM secara bertahap menghadapi tantangan dampak sosial, politik dan ekonomi yang besar, sehingga pertanyaan yang relevan saat ini bukan lagi perlu tidaknya subsidi BBM dihapus, melainkan bagaimana cara menghapuskan subsidi dengan meminimalkan dampak-dampak negatif yang timbul. Harga energi harus ditempatkan pada tempat yang proporsional, sesuai dengan harga ekonominya. Untuk itu, harga BBM di Indonesia harus memperhatikan: a. Kepentingan produsen, b. Kepentingan konsumen, c. Kepentingan pemerintah. Potensi untuk melakukan efisiensi energi di Indonesia, masih sangat terbuka. Indikasi besarnya potensi untuk melakukan efisiensi BBM atau konservasi BBM ada dua, yaitu perkembangan intensitas tingkat konsumsi BBM dan persentase pertumbuhan ekonomi. Apalagi pada waktu sebeluni krisis ekonomi, dimana tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 8 % pertahun dan pertumbuhan intensitas konsumsi energi 9 %. Selama krisis ekonomi penurunan konsumsi energi hanya terjadi pada tahun periode 1997 / 1998 akibat nenurunnya kegiatan di semua sektor ekonomi. Pada tahun berikutnya, konsumsi energi kembali meningkat dengan pesat, meskipun pertumbuhan ekonomi masih sangat kecil, seperti terlihat pada Tabel 2.1. II-11

Tabel 2.1. Kebutuhan BBM Nasional Tahun 1996-2002. Tahun Kebutuhan BBM (kiloliter) 1996 46.700.000 1997 45.300.000 1998 47.600.000 1999 49.200.000 2000 52.700.000 2001 54.800.000 2002 56.000.000 Sumber: Ditjen Migas 2001 5. Faktor Pengaruh Konsumsi BBM Moda Transportasi Konsumsi BBM Moda Transportasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diidentifikasi berdasarkan moda transportasi: Moda Jalan Raya dan Rel - Rasio penggunaan BBM untuk berbagai tipe kendaraan - Kecepatan perjalanan - Jarak perjalanan - Penggunaan AC/non AC - Beban kendaraan dan muatan Moda Laut - Rasio penggunaan BBM untuk berbagai tipe kapal - Ukuran mesin - Jumlah mesin - Tonage kapal - Kecepatan operasional - Jarak perjalanan Moda Udara - Rasio penggunaan BBM untuk berbagai tipe pesawat - Ukuran mesin - Jumlah mesin - Maximum Take Off Weight (MTOW) - Kecepatan jelajah - Jarak perjalanan II-12

6. Metoda Statistika Statistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data. Singkatnya, statistika adalah ilmu yang berkenaan dengan data. Istilah 'statistika' (bahasa Inggris: statistics) berbeda dengan 'statistik' (statistics). Statistika merupakan ilmu yang berkenaan dengan data, sedang statistik adalah data, informasi, atau hasil penerapan algoritma statistika pada suatu data. Dari kumpulan data, statistika dapat digunakan untuk menyimpulkan atau mendeskripsikan data; ini dinamakan statistika deskriptif. Sebagian besar konsep dasar statistika mengasumsikan teori probabilitas. Beberapa istilah statistika antara lain: populasi, sampel, unit sampel, dan probabilitas. Statistika banyak diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, baik ilmu-ilmu alam (misalnya astronomi dan biologi maupun ilmu-ilmu sosial (termasuk sosiologi dan psikologi), maupun di bidang bisnis, ekonomi, dan industri). Statistika juga digunakan dalam pemerintahan untuk berbagai macam tujuan; sensus penduduk merupakan salah satu prosedur yang paling dikenal. Aplikasi statistika lainnya yang sekarang popular adalah prosedur jajak pendapat atau polling (misalnya dilakukan sebelum pemilihan umum), serta jajak cepat (perhitungan cepat hasil pemilu) atau quick count. Di bidang komputasi, statistika dapat pula diterapkan dalam pengenalan pola maupun kecerdasan buatan. Dalam mengaplikasikan statistika terhadap permasalahan sains, industri, atau sosial, pertama-tama dimulai dari mempelajari populasi. Makna populasi dalam statistika dapat berarti populasi benda hidup, benda mati, ataupun benda abstrak. Populasi juga dapat berupa pengukuran sebuah proses dalam waktu yang berbeda-beda, yakni dikenal dengan istilah deret waktu. Dalam studi ini berupa populasi pemakai energi transportasi. Melakukan pendataan (pengumpulan data) seluruh populasi dinamakan sensus. Sebuah sensus tentu memerlukan waktu dan biaya yang tinggi. Untuk itu, dalam statistika seringkali dilakukan pengambilan sampel (sampling), yakni sebagian kecil dari populasi, yang dapat mewakili seluruh populasi. Analisis data dari sampel nantinya digunakan untuk menggeneralisasi seluruh populasi. Jika sampel yang diambil cukup representatif, inferensial (pengambilan keputusan) dan simpulan yang dibuat dari sampel dapat digunakan untuk menggambarkan populasi secara keseluruhan. Metode statistika tentang bagaimana cara mengambil sampel yang tepat dinamakan teknik sampling. Analisis regresi linier berganda ialah suatu alat analisis dalam ilmu statistik yang berguna untuk mengukur hubungan matematis antara lebih dari 2 peubah. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda dapat dilihat pada persamaan (1) : (1) II-13

2.2.2. Tahapan Survai Data dan Informasi Pada tahap ini konsultan akan akan melakukan pencarian data dengan metode survei dan forum diskusi. Survei yang dilakukan berdasarkan area random sampling. Survei dilakukan di 26 propinsi di Indonesia, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua. Sedangkan analisis yang dilakukan didasarkan pada statistik inferensial. A. Kebutuhan Data dan Informasi Data-data yang diperlukan dalam studi terdiri dari data teknis, data ekonomi dan data statistik. Data-data tersebut didapatkan dengan melakukan survei lapangan atau ke instansi terkait. 1. Data Teknis, yaitu: - Data simpul transportasi (bandara, terminal dan pelabuhan) - Data statistik perhubungan di masing-masing provinsi - Data provinsi dalam angka - Data jumlah kendaraan pribadi dan angkutan umum - Data penerbangan dan jenis pesawat - Data penyeberangan/pelayaran dan jenis kapal - Data pergerakan orang dan barang - Data pelayanan dan jumlah angkutan jalan rel - Data lain yang diperlukan dalam proses studi. 2. Data Ekonomi yaitu data ekonomi wilayah (PDRB). 3. Data Statistik yaitu data statistik perhubungan. Produk yang dihasilkan pada tahap ini berupa Laporan Antara, yang memuat data hasil survai dan analisis awal. B. Perancangan Kuesioner Survei Pada tahap ini akan dilakukan perancangan kuesioner survei yang mudah digunakan dan diterapkan, acceptable, dan merepresentasikan kebutuhan dalam studi ini. Kuesioner adalah daftar pertanyaan operasional yang ditanyakan pada responden terpilih untuk II-14

menjawab hipotesis-hipotesis yang dikembangkan sesuai tujuan penelitian. Pertanyaan dalam kuesioner harus dapat mengumpulkan keterangan-keterangan responden yang diperlukan untuk menghasilkan indikator-indikator atau memenuhi rancangan tabulasi yang ingin dikaji. Langkah-langkah perancangan kuesioner adalah: 1. Merumuskan Masalah Penelitian Persoalan penelitian adalah masalah-masalah yang membuat sesuatu aktifitas tidak berjalan dengan optimal. Masalah adalah ibarat penyakit dalam tubuh sehingga seeorang tidak dapat bekerja secara optimal. 2. Masalah harus diidentifikasi dengan jelas: - Masalah apa yang ingin diteliti? - Kenapa masalah itu penting diteliti? - Apakah masalah yang diusulkan mempunyai arti praktis? 3. Mengkonstruksikan Kerangka Teoritis - Teori memberikan penjelasan atas suatu gejala. - Teori memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana. Dalam teori, yaitu kalimat yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan) tertentu. Dalam konstruksi kerangka teori perlu diketahui teori-teori apa yang digunakan untuk topik atau masalah yang diteliti dan apa yang dijelaskan teori-teori tersebut. Aspek-aspek penting yang harus ada dalam kuesioner disesuaikan dengan data yang diinginkan dari hasil survei. Aspek-aspek yang harus dicantumkan dalam kuesioner meliputi: a. Jenis kendaraan yang dipakai oleh responden (sepeda motor, mobil, bus, truk) b. Jarak perjalanan dari tempat asal-tujuan c. Kebutuhan bahan bakar untuk kegiatan transportasi dalam periode waktu tertentu (harian, mingguan) d. Rasio antara jarak tempuh dengan konsumsi energi kendaraan yang dipergunakan (km/liter) e. Pertanyaan mengenai penggunaan angkutan umum dan lain sebagainya. 2.2.3. Tahapan Evaluasi dan Analisis Pada tahap evaluasi dan analisis menetapkan 3 (tiga) jenis kegiatan yaitu analisis pergerakan penumpang dan barang, analsis statistika dan evaluasi lingkungan. II-15

A. Analisis teknis Analisis teknis terdiri dari beberapa kegiatan yaitu (1) analisis konsumsi energi sektor transportasi dan estimasi bahan bakar alternatif; (2) analisis kebutuhan energi pada masing-masing moda secara nasional; dan (3) analisis potensi penghematan energi yang digunakan. Ketiga analisis ini dilakukan untuk mengetahui jumlah energi yang telah dikonsumsi selama 1 (satu) tahun dan memprediksi kebutuhan energi di massa akan datang serta untuk mengetahui langkah-langkah penghematan energi yang dapat dilakukan. Sebagaimana disampaikan dalam Kerangka Acuan Kerja, bahwa kegiatan analisis teknis yang perlu dilakukan meliputi: 1. Inventarisasi pergerakan penumpang dan barang secara nasional untuk setiap moda transportasi yang digunakan. Inventarisasi dilakukan dengan melihat data sekunder dalam beberapa tahun terakhir di masing-masing daerah. Data tersebut kemudian dipergunakan untuk memprediksi pergerakan penumpang dan barang di masa mendatang. Forecasting dilakukan dengan menggunakan persamaan (2) : s = jumlah maksimum yt= jumlah penumpang/barang pada tahun ke t yo= jumlah penumpang/barang saat ini ro=perkembangan Pemodelan menggunakan prinsip four step model yang umumnya digunakan dalam modelling transport, seperti yang pertama dikembangkan oleh Ortuzar dan Wilumsen (1994), sebagaimana disajikan dalam Gambar 3.2 Secara umum tujuan pemodelan transportasi adalah untuk mengetahui perilaku atau karakteristik sistem transportasi, dalam arti bagaimana keterkaitan yang ada antara komponen-komponen sistem, untuk memprediksi perubahan yang mungkin terjadi pada karakteristik transport demand (misalnya arus lalu lintas) sebagai akibat dari perubahan yang terjadi pada komponen sistem (seperti perubahan tata guna lahan), dan sebagai alat analisis dan evaluasi berbagai alternatif. II-16

Jaringan zona Data tahun dasar Data perencanaan masa depan Data Base Tahun dasar / masa depan Trip Generation Trip Distribution Modal Split Traffic Assignment Evaluasi Sumber: Ortuzar&Wilumsen, 1994 Gambar 2.3. Model perencanaan transportasi Ada tiga indikator penting yang dihitung dalam pemodelan transportasi, yaitu : (1) kapasitas, terdiri atas kapasitas dasar dan kapasitas terkoreksi oleh hambatan samping; (2) volume lalulintas, didasarkan volume eksisting dan prediksi; dan (3) kecepatan, yang terdiri atas kecepatan rencana dan kecepatan rata-rata. Keluaran model adalah parameter penting yang berkaitan dengan kinerja transportasi, yaitu: V/C ratio, kendaraan-km, kendaraan-jam, dan waktu tempuh (travel time). Analisa four step model penting dalam estimasi pemilihan moda oleh penumpang. 2. Identifikasi konsumsi energi sektor transportasi (setiap moda : motor, bus, truk, kereta api, laut dan udara) saat ini dan kecenderungan di masa yang akan datang. Besaran konsumsi energi sektor transportasi didapatkan dari data sekunder dan data primer. Data sekunder didapatkan dari PT. PERTAMINA atau instansi lain yang mempunyai data mengenai konsumsi energi secara global pada suatu daerah terutama untuk sektor jalan rel, udara dan laut/penyeberangan. Untuk kendaraan jalan darat selain dari data tersebut di atas juga dapat dicari dari data primer berupa survai wawancara kepada pengguna kendaraan (sepeda motor, mobil, bus, truk). Hasil dari data primer dan sekunder kenudian dikorelasikan dengan jumlah sarana dan jumlah pergerakan penumpang/barang yang ada di masing-masing daerah sehingga dapat dijadikan sebagai patokan untuk memprediksi kecenderungan kebutuhan II-17

konsumsi energi sektor transportasi di masa mendatang dengan melakukan regresi linier berganda pada masing-masing moda. Analisis regresi linier berganda ialah suatu alat analisis dalam ilmu statistik yang berguna untuk mengukur hubungan matematis antara lebih dari 2 peubah. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda dapat dilihat pada persamaan (3) : (3) Persamaan (2) diduga oleh persamaan (3) :..(4) Menentukan b 0, b 1, b 2,, b k dapat menggunakan metode kuadrat terkecil melalui apa yang disebut dengan persamaan (5) :.(5) Bentuk persamaan matriks di atas termasuk ke dalam suatu sistem persamaan linier. Mencari atau menentukan b 0, b 1, b 2,, b n berarti mencari atau menentukan solusi dari sistem persamaan linier (SPL). Mencari solusi SPL ada berbagai macam cara, diantaranya ialah Metode Eliminasi Gauss, Metode Invers (Metode Matriks yang diperbesar dan Metode Matriks Adjoin), dan Metode Cramer. Metode Cramer merupakan metode yang paling populer dalam menentukan suatu solusi SPL karena sifatnya yang mudah dipelajari dan sederhana. Menurut Cramer jika kita punya SPL seperti terlihat pada persamaan (6) : (6) II-18

Maka x 1, x 2, x 3,, x n dapat langsung dicari dengan membagi determinan matriks A j dengan determinan matriks koefisien A. Dimana dapat terlihat pada persamaan (7) :.. (7) Sumber: (www.ilmustatistik.com) 3. Estimasi konsumsi bahan bakar alternatif Bahan bakar alternatif merupakan bahan bakar yang berfungsi sebagai substitusi/pengganti dari bahan bakar yang sering digunakan untuk kegiatan transportasi saat ini (Pertamax, premium, solar, avtur dll). Bahan bakar alternatif yang diusulkan harus lebih ramah lingkungan dan murah. Estimasi konsumsi bahan bakar alternatif dapat diketahui dengan melihat pengeluaran dan prediksi kebutuhan energi transportasi seperti pada poin c di atas, kemudian dibandingkan apabila menggunakan jenis bahan bakar alternatif yang dapat dipergunakan untuk masing-masing moda. Dari hasil perbandingan tersebut dapat diketahui estimasi kebutuhan bahan bakar alternatif. Beberapa jenis bahan bakar alternatif yang saat ini dianggap bisa berfungsi sebagai pengganti BBM yang konvensional ini diantaranya adalah : LPG, Ethanol, Biodiesel dan sebagainya. Gambaran mengenai bahan bakar alternatif (ethanol dan biodiesel) dapat dijelaskan pada bagian berikut Ethanol Ethanol adalah salah satu bahan bakar alternatif (yang dapat diperbaharui) yang ramah lingkungan yang menghasilkan gas emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan bensin atau sejenisnya (sampai 85% lebih rendah). Pada dasarnya Ethanol dibuat dari jagung atau hasil perkebunan lainya dan sampai saat ini belum ada kendaraan (vehicles) yang didesain khusus untuk dapat menggunakan Ethanol 100%. II-19

Penggunaan Ethanol pada kendaraan biasanya menggunakan 2 jenis Ethanol yaitu Ethanol 10 (E10) yang merupakan campuran antara 10% Ethanol dan 90% bahan bakar bensin dan bisa digunakan hampir di seluruh kendaraan keluaran terbaru (silahkan cek masalah ini ke produsen mobil atau di buku manual kendaraan yang ada). Ethanol 85 (E85) yang merupakan campuran 85% Ethanol dan 15% bahan bakar bensin. Kendaraan yang bisa menggunakan jenis E85 ini adalah kendaraan yang sudah mempunyai sertifikasi Flex-fuel Vehicles (FFV) yang dikeluarkan oleh produsen mobil. Beberapa fakta lainnya tentang ethanol antara lain: Ethanol kurang bertenaga atau 20% lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar yang bisa kita gunakan seperti premium, pertamax dan lainnya. Tetapi ini lebih karena desain mesin yang ada karena pada tes yang dilakukan oleh FORD, Ethanol bahkan bisa memberikan tenaga lebih sekitar 5%. Pemakaian Ethanol (E85) lebih boros sekitar 10-25%. Ethanol (E85) hanya dapat digunakan pada mobil (kendaraan) yang sudah mempunyai sertifikasi Flex-fuel Vehicle (FFV) tetapi pada suatu percobaan terhadap mobil yang belum mempunyai sertifikasi FFV, ternyata mobil (produksi diatas tahun 90-an ketas) dapat dijalankan sejauh 160.000 km lebih tanpa masalah bahkan ada beberapa bagian dari mesin yang terlihat lebih baik setelah menggunakan E85. Kendaraan yang sudah mempunyai sertifikasi FFV ternyata tidak lebih mahal dibandingkan dengan kendaraan yang ada pada umumnya (menggunakan bensin). Harga Ethanol memang lebih murah tetapi tidak sebesar yang dibayangkan yaitu sekitar 15% lebih murah dibandingkan harga bensin tetapi penggunaan Ethanol jelas lebih menguntungkan karena lebih ramah lingkungan dan bahan bakar alternatif yang satu ini dapat diperbaharui (renewable). Dan juga besar kemungkinan harga Ethanol akan semakin turun apabila pengguna Ethanol semakin banyak. (www.otakku.com) Biodiesel Biodiesel dapat dibuat dari bermacam sumber, seperti minyak nabati, lemak hewani dan sisa dari minyak atau lemak (misalnya sisa minyak penggorengan). Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel petroleum. Kelebihan tersebut antara lain : 1. Merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi 2. Mempunyai bilangan setana yang tinggi. 3. Mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx. 4. Terdapat dalam fase cair. II-20

Bahan bakar diesel dikehendaki relatif mudah terbakar sendiri (tanpa harus dipicu dengan letikan api busi) jika disemprotkan ke dalam udara panas bertekanan. Tolok ukur dari sifat ini adalah bilangan setana, yang didefinisikan sebagai % volume n-setana di dalam bahan bakar yang berupa campuran n-setana (n-c 16 H 34 ) dan α-metil naftalena (α-ch 3 -C 10 H 7 ) serta berkualitas pembakaran di dalam mesin diesel standar. n-setana (suatu hidrokarbon berantai lurus) sangat mudah terbakar sendiri dan diberi nilai bilangan setana 100, sedangkan α-metil naftalena (suatu hidrokarbon aromatik bercincin ganda) sangat sukar terbakar dan diberi nilai bilangan setana nol. Bilangan setana yang baik dari minyak diesel adalah lebih besar dari 30 dengan volatilitas yang tidak terlalu tinggi supaya pembakaran yang terjadi di dalamnya lebih sempurna. Minyak diesel dikehendaki memiliki kekentalan yang relatif rendah agar mudah mengalir melalui pompa injeksi. Untuk keselamatan selama penanganan dan penyimpanan, titik nyala harus cukup tinggi agar terhindar dari bahaya kebakaran pada suhu kamar. Kadar belerang dapat menyebabkan terjadinya keausan pada dinding silinder. Jumlah endapan karbon pada bahan bakar diesel dapat diukur dengan metode Conradson atau Ramsbottom untuk memperkirakan kecenderungan timbulnya endapan karbon pada nozzle dan ruang bakar. Abu kemungkinan berasal dari produk mineral dan logam sabun yang tidak dapat larut dan jika tertinggal dalam dinding dan permukaan mesin dapat menyebabkan kerusakan nozzle dan menambah deposit dalam ruang bakar. Air dalam jumlah kecil yang berbentuk dispersi dalam bahan bakar sebenarnya tidak berbahaya bagi bagian-bagian mesin. Tetapi di daerah dingin, air tersebut dapat membentuk kristal-kristal es kecil yang dapat menyumbat saringan pada mesin. (Bode Haryanto, Universitas Sumatera Utara) 4. Identifikasi intensitas dan efisiensi energy transportasi. Intensitas energi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per PDB (Pendapatan Domestik Bruto). Semakin efisien suatu negara, maka intensitasnya akan semakin kecil. Dari sisi ini, intensitas energi Indonesia berada pada indeks 400, jauh di atas intensitas energi negara-negara Amerika Utara (300), negara-negara maju OECD (200), Thailand (350),dan bahkan empat kali lebih besar dari Jepang (100). (www.tribun-timur.com). Sedangkan efisiensi energi adalah penggunaan jumlah energi yang sedikit tetapi tujuan atau hasil yang didapat sangat maksimal. Dalam hal bertransportasi hal ini dapat ditunjukkan dengan penggunaan konsumsi bahan bakar yang sesedikit mungkin tetapi mampu mengangkut pada jarak semaksimal mungkin. II-21

Identifikasi intensitas dan efisiensi energi dilakukan dengan survai wawancara terhadap pengguna kendaraan bermotor atau melalui data sekunder mengenai penggunaan bahan bakar dan tingkat ketercapaian perjalanan. 5. Identifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan energi di sektor transportasi Identifikasi permasalahan di sektor transportasi dapat dilakukan melalui data sekunder atau pengamatan di lapangan terkait dengan perilaku masyarakat dalam menggunakan energi. Identifikasi dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang, misalnya bidang hukum (terlkait dengan peraturan konsumsi energi), bidang lingkungan dan kesehatan (permasalahan polusi dan akibat yang ditimbulkan), bidang sosial (cara mengemudi kendaraan bermotor oleh masyarakat, sopir bus), bidang mechanical (perawatan mesin kendaraan dan pemakaian sistem pendingin), bidang lalulintas (kecepatan kendaraan, pemilihan tempat parkir) dan lain sebagainya. Berbagai permasalahan dari bermacam bidang ini, digali dan dirumuskan untuk mendapatkan akar permasalahan dan rumusan alternatif pemecahan yang dapat dilakukan. 6. Analisis potensi penghematan energi yang dapat dilakukan di sektor transportasi dan langkah-langkah dalam melakukan efisiensi penggunaan energi Analisis potensi penghematan energi yang dilakukan berupa perhitungan jumlah energi yang terbuang sehubungan dengan identifikasi intensitas, efisiensi dan permasalahan dalam penggunaan energi transportasi di Indonesia. Sedangkan langkah-langkah dalam melakukan efisiensi penggunaan energi dapat dilakukan dengan membuat skenario pentahapan multibidang (sesuai dengan identifikasi permasalahan poin f) dalam rangka gerakan nasional penghematan energi. Misalnya, bidang hukum (perbaikan peraturan yang mengatur tentang penggunaan energi alternatif), bidang sosial (penyuluhan dan sosialisasi cara mengemudi yang aman dan hemat), bidang lalulintas (manajemen angkutan umum massal dan kendaraan tidak bermotor sebagai pilihan utama dalam bepergian) dan lain sebagainya. 7. Analisis konsep dan kebijakan energi sektor transportasi Analisis konsep dan kebijakan dituangkan dalam bentuk perencanaan jangka pendek jangka menengah dan jangka panjang, terkait dengan pemakaian energi di bidang transportasi. II-22

2.2.4. Tahapan Penyusunan Statistik Konsumsi Energi dan Rekomendasi Penyusunan statistik konsumsi energi transportasi dan lingkungan dilakukan berdasarkan beberapa data hasil analisis yaitu: 1) data hasil analisis teknis; 2) tabel/diagram kebutuhan energi nasional pada saat ini masa datang 3) tabel/diagram kebutuhan energi alternatif pada saat ini dan masa datang 4) diagram dampak konsumsi energi transportasi saat ini dan masa yang akan datang. Stastistik konsumsi energi sektor transportasi yang ditampilkan berupa data-data penggunaan energi tiap moda di masing masing wilayah, yang dipadukan dengan data potensi penghematan energi serta prediksi kebutuhan energi alternatif yang akan dipergunakan. Rekomendasi yang dihasilkan merupakan hasil dari keseluruhan pekerjaan yang telah mendapatkan masukan dari instansi terkait maupun komponen masyarakat lainnya. Rekomendasi yang diusulkan oleh konsultan yaitu tersedianya data-data statistik energi transportasi dimasing-masing wilayah dan kebutuhan energi dari minyak bumi dan kebutuhan energi terbarukan (di masa akan datang), serta memenuhi standar statistik konsumsi dan terselenggaranya pelayanan transportasi yang sejalan dengan kebijakan bidang energi. Produk yang dihasilkan pada tahap ini berupa Laporan Akhir. Laporan ini diharapkan sudah memuat gambaran keseluruhan hasil studi dan rekomendasi yang dihasilkan sesuai dengan kerangka acuan kerja. II-23

HASIL STUDI RELEVAN 3.1. URGENSI PAKET KEBIJAKAN DAN PROGRAM KOMPREHENSIF DALAM PENGHEMATAN BBM TRANSPORTASI (POLICY BRIEF) Kenaikan harga BBM secara internasional memberikan pengaruh pada kebijakan dan program pemerintah yang berkaitan dengan sektor transportasi. Mekanisme penetapan harga jual BBM mempengaruhi besarnya subsidi yang selanjutnya mempengaruhi kebijakan fiskal dalam penetapan anggaran pembangunan. Sektor transportasi merupakan konsumen BBM terbesar dan dalam kondisi status-quo, pertumbuhan kebutuhan BBM lebih besar dibandingkan kemampuan pemerintah menyediakan subsidi. 3.1.1. Daya Saing Transportasi Nasional dalam Volatilitas Perubahan Harga BBM Dunia Sebagai konsumen, sektor transportasi bukan saja merupakan sektor yang memerlukan BBM terbanyak dibandingkan sektor lain, juga memiliki pertumbuhan permintaan paling tinggi. Dengan demikian, transportasi merupakan sektor yang signifikan mempengaruhi kebutuhan subsidi BBM nasional. Disamping polusi lokal, emisi global yang ditimbulkannya juga paling dominan, diperkirakan mencapai 168 juta ton CO 2 di tahun 2010 dengan pertumbuhan 3,4% per tahun (Men LH/GTZ, 2001). Transportasi perkotaan mengalami dampak paling besar mengingat jumlah penduduk perkotaan sekitar 60% dari seluruh total penduduk Indoensia dan sektor dominan adalah sektor perdagangan dan jasa yang membutuhkan mobilitas yang tinggi. Biaya transportasi di Jakarta yang saat ini telah mencapai Rp. 3,2 Trilyun (SITRAMP, 2004) diperkirakan akan meningkat sejalan dengan peningkatan 28,7% harga BBM. Biaya tersebut adalah yang dibutuhkan untuk mengakomodasi pergerakan sebesar 1,5 juta penumpang/jam. 3.1.2. Prinsip Dasar dalam Penyelenggaraan Transportasi yang Mampu Mengurangi Kebutuhan BBM Kebutuhan pemerintah untuk melepaskan tekanan subsidi pada APBN karena perubahan harga BBM secara internasional membutuhkan perspektif baru bagi penyelenggaraan sektor transportasi. Sektor transportasi tidak saja membutuhkan pendekatan keselamatan penumpang dan keamanan barang, efisiensi dalam mengurangi biaya produksi komoditi dan jasa, kemerataan akses bagi masyarakat dan pengurangan dampak lingkungan lokal dan global, melainkan harus pula menggunakan pendekatan stabilitas fiskal pemerintah. IV-1

Jumlah kendaraan yang bertambah setiap tahun (6 8) %, terutama sepeda motor serta pertumbuhan perjalanan lebih besar dibanding pertumbuhan kendaraan terutama yang menggunakan kendaraan pribadi dan munculnya mobil yang semakin murah harganya (misalnya Tata Nano yang diperkirakan akan dipasarkan dengan harga USD 2.000 3.000) berpotensi meningkatkan konsumsi BBM. Peningkatan kebutuhan bensin sebesar 7% per tahun dan solar 2% per tahun (dalam jangka waktu 2001 2007)mengindikasikan dominasi kendaraan pribadi dalam memenuhi mobilitas penumpang dan barang.sikap pemerintah daerah (provinsi/kota) dalam merespon kenaikan tarif angkutan kota yang beragam menunjukkan adanya kebutuhan panduan kebijakan yang solid pada tingkat operasional. Kenaikan harga BBM yang ditetapkan pemerintah sebesar 28,7% disikapi oleh pemerintah daerah dan ORGANDA dengan usulan perubahan tarif sebesar (16 25) % dari tarif saat ini. Bagaimana sektor transportasi dan energi merespon perubahan harga BBM? Salah satu pilihan dalam melihat berbagai kemungkinan respon sektor transportasi adalah dengan mendefinisikan rantai pasok (supply chain) dari penggunaan energi untuk transportasi. Dengan mengetahui rantai pasok tersebut, maka upaya efisiensi energi dapat diupayakan. Secara prinsip, rantai pasok tersebut adalah penyediaan energi penyediaan teknologi penggerak pengaturan penggunaan kendaraan dan kebutuhan BBM pengaturan perjalanan pengelolaan infrastruktur. Pengetahuan mengenai menu yang tersedia untuk masing-masing bagian dari rantai pasok tersebut dimanfaatkan untuk melihat cost effectiveness atau value for money dari berbagai intervensi kebijakan dan program. 1) Penyediaan energi: Jumlah sediaan BBM dalam negeri (fuel security); Teknologi bahan bakar non konvensional/bbm (fuel technology) 2) Penyediaan teknologi penggerak: Efisiensi mesin (bakar) dan pengurangan emisi (fuel efficiency); Teknologi mesin kendaraan (engine technology). 3) Pengaturan penggunaan kendaraan dan kebutuhan BBM: Teknik pengemudian dan efisiensi energi (driving behaviour); Penggunaan moda yang ramah lingkungan (mode change); Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi (private vehicle use) 4) Pengaturan perjalanan (demand management): Pengelolaan perjalanan yang efisien (travel needs); Penggunaan kendaraan yang rasional (rational pricing); IV-2

Pengaturan tata guna lahan dan ruang (land and space use). 5) Pengelolaan infrastruktur: Perbaikan infrastruktur transportasi (infrastructure improvement); Pembangunan infrastruktur baru (new construction). Hasil IEA-Workshop yang diselenggarakan oleh GTZ (2007) dengan tema New Energy Indicators for Transport: The Way Forward merumuskan 3 (tiga) cara yang direkomendasikan untuk dilaksanakan dalam rangka penghematan energi transportasi, yaitu : 1) penggunaan moda angkutan dan teknologi kendaraan yang lebih efisien; 2) penggunaan jenis moda yang lebih ramah lingkungan; dan 3) mengurangi/membatasi perjalanan. 3.1.3. Kebijakan dan Rencana Investasi Komprehensif Penggunaan BBM nabati (biodiesel/biofuel) merupakan gagasan yang didorong oleh Kantor Menristek dan telah diwadahi dalam standar BBM (premium maupun solar) oleh Departemen ESDM. Dalam kerangka regulasi yang ada, substitusi BBM nabati terhadap BBM berbasis fosil (fossil-based fuel) adalah 5%, meskipun hingga saat ini tingkat kemanfaatan skema ini terhambat pasokan minyak nabati/alkohol dan persaingan dengan kebutuhan pangan dunia. Ketiadaan insentif harga bagi biodiesel dan biofuel masih merupakan kendala mendorong masyarakat untuk menggunakan jenis bahan bakar ini. Migrasi dari BBM menjadi BBG (CNG dan LPG) merupakan pilihan lain untuk memperoleh penghematan BBM. Kajian Departemen Perhubungan (diolah, 2008) menunjukkan bahwa apabila migrasi dilakukan, secara teoretis diperoleh penghematan BBM sebesar 13,97 Milyar liter setara premium (lsp) per tahun atau setara dengan pengurangan subsidi sebesar Rp. 78.175,9 Milyar 1. Manfaat ekonomi dan fiskal netto masih perlu dihitung lebih lanjut dengan memperhatikan biaya adaptasi, instalasi dan pemeliharaan yang dibutuhkan pemerintah dan swasta untuk melaksanakan program ini. Sementara itu penggunaan mobil hibrida yang mampu menghemat BBM setara (20 50) % masih terkendala pajak impor barang mewah. Penghematan BBM juga dilakukan oleh masyarakat sebagai inisiatif individual dan kelompok dalam bentuk pengurangan perjalanan, dan penggunaan kendaraan bermotor meskipun jumlahnya diperkirakan masih sangat terbatas. Meskipun kajian mengenai hal ini belum dilakukan namun diperkirakan keterbatasan pilihan bagi mobilitas masyarakat menjadi faktor utama. Respons industri otomotif juga perlu diapresiasi meskipun sebagian besar dilakukan atas inisiatif prinsipal atau R&D dari industri. Laporan JAMA IV-3

(Nao, 2008) memperlihatkan bahwa sukses Jepang menurunkan tingkat emisi CO 2 (yang merupakan akibat dari konsumsi energi) dari 288 Mio Ton di tahun 2001 menjadi 254 Mio Ton di tahun 2006 atau 11,8 % selama lima tahun, ditentukan oleh (berdasarkan urutan dampak): (1) mesin yang lebih hemat BBM, (2) penggunaan BBM alternatif, (3) perbaikan arus lalulintas, (4) perbaikan perilaku mengemudi/ ecodriving, dan (5) percepatan model kendaraan baru. Perlu diketahui bahwa Jepang juga mengenalkan Green Tax Scheme melalui pengurangan Pajak Kepemilikan (1991) dan Pajak Mobil (2001) bagi kendaraan yang lebih hemat BBM. 3.1.4. Implikasi Prioritas Kebijakan Beberapa kebijakan yang telah disampaikan, tidak serta merta dapat dimplementasikan atau diaplikasikan di Indonesia secara bersama-sama. Selain karena karaktersitik transportasinya yang berbeda (misal: beberapa upaya yang telah dilakukan Jepang dalam rangka menurunkan tingkat emisi CO 2 (Laporan JAMA, Nao, 2008)) juga selama ini belum pernah diidentifikasikan implikasinya terhadap kebijakan sektor-sektor yang lain. Untuk itu dalam Policy Brief ini akan diusulkan beberapa prioritas kebijakan transportasi berdasar dampak pengurangan BBM dan kapasitas implementasi, seperti dijelaskan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Prioritas Kebijakan Transportasi Dalam Rangka Penghematan Energi dan Pengurangan Subsidi Bahan Bakar No. Berdasar Dampak Pengurangan BBM No. Berdasar Kapasitas Implementasi 1. Penggunaan angkutan umum massal; 1. Kebijakan disinsentif fiskal kepemilikan kendaraan 2. Migrasi BBM menjadi BBG (CNG) pada 2. Penggunaan angkutan umum massal; angkutan umum di Indonesia; 3. Pembatasan usia kendaraan dalam rangka penghematan energi (Vehicle Retirement Strategy) 3. Pembatasan usia kendaraan dalam rangka penghematan energi (Vehicle Retirement Strategy) 4. Kebijakan disinsentif fiskal kepemilikan kendaraan 4. Migrasi BBM menjadi BBG (CNG) pada angkutan umum di Indonesia 5. Kutipan kemacetan lalulintas 5. Manajemen lalulintas dalam rangka meningkatkan kelancaran arus lalulintas; dan 6. Penggunaan teknologi otomotif yang efisien bahan bakar dan penggunaan energi alternatif untuk kendaraan 6. Kutipan kemacetan lalulintas bermotor; 7. Manajemen lalulintas dalam rangka meningkatkan kelancaran arus lalulintas; dan 8. Perilaku mengemudi kendaraan bermotor yang mendorong penghematan energi (ecodriving). 7. Penggunaan teknologi otomotif yang efisien bahan bakar dan penggunaan energi alternatif untuk kendaraan bermotor; 8. Perilaku mengemudi kendaraan bermotor yang mendorong penghematan energi (ecodriving). IV-4

3.2. PROYEKSI PERTUMBUHAN ENERGI 2010-2050 Penyediaan energi nasional sampai saat ini masih didominasi oleh energi fosil. Penyediaan energi nasional tahun 2008 masih didominasi oleh BBM sebesar 455,61 Juta SBM (35%) yang diikuti oleh batu bara sebesar 3222,93 Juta SBM, Gas Bumi sebesar 193,35 Juta SBM, dan Panas Bumi sebesar 11,18 Juta SBM.Pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai oleh pemerintah harus didukung oleh ketersediaan energi yang cukup berdasarkan pada proyeksi jangka pendek, menengah dan panjang. Proyeksi terhadap kebutuhan energi berdasarkan variabel terukur seperti jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi.hasil dari proyeksi kebutuhan energi tahun 2010-2050 dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan perkiraan kapasitas penyediaan berbagai sumber energi primer fosil dan terbarukan tahun 2010-2050 dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.2 Hasil proyeksi kebutuhan energi tahun 2010-20150 No. PARAMETER TAHUN 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 1. KONSUMSI LISTRIK HIGH 13,7 21,3 33,6 51,7 76,8 110,9 157,3 216,4 283,7 BAPPENAS MTOE 13,7 21,2 32,3 49,0 72,5 104,6 145,1 200,0 269,8 LOW 13,7 21 32,2 47,5 67,4 93,8 128,5 173,4 222,9 2. KAPASITAS PEMBANGKIT HIGH 36,4 60,0 83,7 125,7 203,1 307,1 444,3 605,7 792,0 BAPPENAS GW 36,5 59,1 81,9 117,8 191,2 288,6 409,5 571,5 757,3 LOW 36,5 59,4 82,5 114,8 172,8 250,1 350,0 469,3 603,1 3. ENERGI FINAL HIGH 97,09 139,23 198,81 280,95 384,59 508,28 664,69 813,79 951,67 BAPPENAS MTOE 97,33 137,94 191,55 262,88 350,68 459,11 597,13 751,19 919,75 LOW 97,05 137,35 190,76 260,49 343,90 438,79 555,97 662,42 757,17 4. ENERGI PRIMER HIGH 155,2 211,0 301,7 429,1 612,5 822,9 1096,5 1370,4 1639,3 BAPPENAS MTOE 155,3 209,3 293,0 403,6 569,1 760,9 1004,2 1279,8 1572,4 LOW 154,9 209,1 292,1 398,1 551,4 721,3 932,2 1137,8 1336,3 Sumber: Dewan Energi Nasional IV-5

Tabel 3.3 Perkiraan kapasitas penyediaan berbagai sumber energi primer fosil dan NO terbarukan 2010-2050 JENIS SUMBER ENERGI CADANGAN DAN SUMBER DAYA POTENSI TOTAL LAHAN SUMBER CADANGAN UNIT (Juta Ha) JUMLAH UNIT DAYA 1 Minyak Bumi 7990 56600 Juta Barrel NA 9430 MTOE 2 Batubara 21130 104940 Juta Ton NA 63078 MTOE 3 Gas Alam 160 335 TCF NA 12460 MTOE 4 CBM - 453 TCF NA 11431 MTOE 5 Nuklir 3800 59200 Ton U3O8 NA 10189 MTOE NA 1500 Ton Thor NA 258 MTOE 6 BBN**) 30 203 Juta kliter 17 juta Ha 183 MTOE/Tahun 7 Panas Bumi 2300 28528 MWe NA 200 Twh/Tahun 8 Hydro 6000 76170 MWe NA 467 Twh/Tahun 9 Laut NA 240 Gwe NA 1261 Twh/Tahun 10 Solar***) NA 1200 Gwe 1 juta Ha 1800 Twh/Tahun 11 Biomassa Waste NA 49810 MWe NA 305 Twh/Tahun 12 ET Lainnya****) NA 10000 Mwe NA 61 Twh/Tahun Jumlah 1-5 106846 MTOE Jumlah 6-12 4278 Sumber: Dewan Energi Nasional IV-6

3.3. STATISTIK KONSUMSI ENERGI SEKTOR TRANSPORTASI DI AMERIKA SERIKAT Studi tentang statistik konsumsi energi telah dilakukan di Amerika Serikat, data statistik konsumsi energi di Amerika Serikat dapat dilihat pada Tabel 3.2.Hasil studi statistik konsumsi energi di Amerika Serikat membagi konsumsi energi ke dalam beberapa sektor yaitu sektor transportasi, sektor industri, sektor listrik dan sektor perumahan dan perdagangan (residential and comercial). Gambar 3.1, Gambar 3.2 dan Tabel 3.1 menjelaskankonsumsi energi di Amerika Serikatmulai dari tahun 1960 sampai tahun tahun 2006. Statistik konsumsi energi per sektor dihitung dalam satuan quadrillion Btu(1 Btu = 1.055,0585 Joules). Berdasarkan data statistik konsumsi energi di Amerika Serikat mulai tahun 1960 sampai tahun 2006 menunjukkan bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan permintaan energi khususnya disektor transportasi dan sector listrik. Sedangkan sector industri dan sector perumahan dan perdagangan terjadi permintaan energi secara fluktuatif artinya permintaan energi kadang-kadang meningkat dan kadankadang sebaliknya. Sektor yang mendominasi dalam mengkonsumsi energi pada tahun 1960 hingga tahun 1975 adalah sector industri. Namun pada tahun 1975 hingga saat ini terjadi pergeseran, sector yang mendominasi mulai tahun 1975 hingga saat ini adalah sector listrik dan diikuti sector transportasi. Gambar 3.3 menjelaskan konsumsi energi sektor transportasi di Amerika Serikat. Sektor transportasi merupakan sector kedua terbesar dalam konsumsi energi di Amerika Serikat. Konsumsi energi di Amerika Serikat mengalami peningkatan dari tahun 1960 sampai 1990. Pada tahun 1990 terjadi penurunan permintaan energi, permintaan energi pada tahun 1990 sampai tahun 2006 secara keseluruhan terjadi peningkatan namun bersifat fluktuatif artinya beberapa tahun diantara terjadi peningkatan dan beberapa tahun lainnya terjadi penurunan. Penurunan konsumsi energi terjadi pada tahun 1990-1991 dan tahun 2000-2001. Sedangkan pada tahun lainnya terjadi peningkatan konsumsi energi. Konsumsi energi sektor transportasi dalam statisitk konsumsi energi di Amerika Serikat dibagi berdasarkan moda transportasi, data statistik konsumsi energi tiap moda transportasi dapat dilihat pada Tabel 3.3.Data statistik konsumsi energi tiap moda transportasi dimulai dari tahun 1960 sampai tahun 2004.Gambar 3.4 menunjukkan bahwa konsumsi energi sector transportasi didominasi oleh moda transportasi berupa mobil penumpang dan sepeda motor (passenger car and motorcycle). IV-7

Energy consumption (Quadrillion Btu) Tabel 3.4 Konsumsi energi per sektor di Amerika Serikat (Quadrillion Btu) Sektor/Year 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Transportation 10.6 12.4 16.1 18.2 19.7 20.0 22.4 22.1 22.4 22.7 23.3 23.8 24.4 24.7 25.2 25.9 26.5 26.2 26.8 26.9 27.8 28.3 28.4 Percentage 23.4 23.0 23.7 25.3 25.2 26.2 26.4 26.1 26.0 25.9 26.1 26.1 25.9 26.1 26.5 26.7 26.8 27.2 27.4 27.4 27.7 28.1 28.4 Industrial 17.0 20.1 23.0 21.5 22.6 19.5 21.2 20.9 21.8 21.8 22.4 22.8 23.4 23.7 23.2 23.0 22.9 21.8 21.9 21.6 22.5 21.7 21.6 Percentage 37.7 37.3 33.9 29.8 28.9 25.5 25.1 24.6 25.3 24.8 25.1 25.0 24.9 25.0 24.4 23.7 23.1 22.7 22.3 22.0 22.4 21.5 21.6 Residential and Commercial 9.4 10.5 12.6 12.0 11.5 10.9 10.4 10.7 11.0 11.1 11.0 11.0 11.7 11.3 10.4 10.8 11.4 10.9 11.0 11.5 11.2 11.0 10.2 Percentage 20.8 19.4 18.5 16.7 14.8 14.2 12.3 12.7 12.7 12.7 12.3 12.1 12.4 11.9 10.9 11.1 11.5 11.3 11.3 11.7 11.2 10.9 10.2 Energy input at electric utilities 8.2 11.0 16.1 20.3 24.3 26.1 30.7 31.0 30.9 32.0 32.6 33.6 34.6 35.1 36.4 37.1 38.2 37.4 38.2 38.2 38.9 39.8 39.7 Percentage 18.1 20.4 23.8 28.2 31.1 34.2 36.2 36.7 35.9 36.5 36.5 36.9 36.8 37.0 38.2 38.4 38.6 38.8 39.0 38.9 38.7 39.5 39.7 Total Consumption Key: Btu = British thermal unit Sumber:U.S. and Transportation Sektor Energy Consumption 45.1 54.0 67.7 72.0 78.1 76.5 84.7 84.7 86.0 87.7 89.3 91.2 94.2 94.8 95.2 96.8 99.0 96.4 97.9 98.2 100.4 100.7 99.9 45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 Transportation Industrial Residential and Commercial Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.1. Konsumsi energi persektor di Amerika Serikat Years IV-8

Energy Consumption by transportation ( QuadrillionBtu) Total Energy Consumption ( QuadrillionBtu) 120 100 80 60 40 20 0 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.2.Konsumsi energi semua sector (total) di Amerika Serikat. Year 30 25 20 15 10 5 0 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 Year Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.3 Konsumsi energi sector transportasi di Amerika Serikat IV-9

Tabel 3.5 Konsumsi energi sektor transportasi berdasarkan moda di Amerika Serikat (Quadrillion Btu) Mode/Year 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 AIR Certificated carriers (a) Jet fuel 264 525 1061 1020 1150 1366 1664 1553 1558 1614 1672 1711 1784 1831 1800 1944 2007 1872 1744 1766 1902 General aviation(b) Aviation gasoline 29 35 66 50 63 51 42 43 38 32 32 35 35 35 37 42 40 34 33 33 33 Jet fuel 8 28 61 103 93 90 78 67 61 63 76 82 87 110 131 131 124 127 126 166 HIGHWAY Passenger car &motorcycle other 2-axle 4-tire vehicle 5146 6215 8485 9282 8773 8963 8720 8063 8203 8406 8510 8534 8677 8762 8988 9187 9159 9219 9458 9456 9451 N e 1539 2355 2975 3420 4451 4777 5116 5356 5514 5701 5919 6173 6308 6607 6617 6690 6903 7595 7927 single-unit2-axle 1921 550 752 960 1026 1159 1133 1142 1177 1253 1278 1305 1328 946 1300 1326 1341 1290 1110 1120 Combination truck 923 1019 1273 1808 1942 2238 2331 2388 2462 2587 2743 2801 2816 3489 3403 3560 3538 3673 3303 3355 Bus 115 121 114 146 141 116 124 120 12 129 134 134 137 142 144 159 154 142 139 134 189 TRANSIT ( c ) Electricity 10 9 9 9 8 14 17 17 16 17 17 17 17 17 17 18 19 19 19 19 20 MOTOR FUEL Diesel 29 34 38 51 60 84 90 92 95 94 94 94 96 99 103 106 109 103 100 99 101 Gasoline 24 16 9 1 1 6 4 4 5 6 8 8 8 7 7 6 6 6 6 6 7 compressed natural gas N N N N N N N N <1 <1 1 1 2 3 5 6 8 9 11 14 16 RAIL, CLASS Distillate 480 498 492 507 541 431 432 403 417 428 462 483 496 496 497 515 513 515 517 531 563 AMTRAK Electricity N N N 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 U U U Destilate N N N 9 9 9 11 11 11 12 10 9 10 10 10 10 11 10 U U U WATER Residual fuel oil 592 463 565 608 1340 687 947 1014 983 791 806 881 853 750 841 874 960 810 726 580 702 Distilate 109 90 114 152 205 236 296 284 306 299 304 324 345 357 360 336 314 284 288 307 297 Gasoline N N 75 91 132 132 163 214 165 109 109 133 124 123 120 137 141 124 135 138 126 Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption IV-10

10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1965 1970 Years 1975 1980 1.Certificated carriers (a) 2.General aviation(b) 3.Passenger car &mtor 4.other 2-axle 4-tire vehicle 5.single-unit2-axle 6.Combination truck 7.Bus 8.Tansit ( c ) 9.Moto fuel 10.Rail 11.Amtrak 12.Water Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.4 Konsumsi energi sector tansportasi per moda di Amerika Serikat. IV-11

10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1985 1990 1991 1992 1.Certificated carriers (a) 2.General aviation(b) 3.Passenger car &mtor 4.other 2-axle 4-tire vehicle 5.single-unit2-axle 6.Combination truck 7.Bus 8.Tansit ( c ) 9.Moto fuel 10.Rail 11.Amtrak 12.Water Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.4 Konsumsi energi sector tansportasi per moda di Amerika Serikat (lanjutan) IV-12

10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1993 1994 1995 1996 1.Certificated carriers (a) 2.General aviation(b) 3.Passenger car &mtor 4.other 2-axle 4-tire vehicle 5.single-unit2-axle 6.Combination truck 7.Bus 8.Tansit ( c ) 9.Moto fuel 10.Rail 11.Amtrak 12.Water Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.4 Konsumsi energi sector tansportasi per moda di Amerika Serikat (lanjutan) IV-13

10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1997 1998 1999 2000 1.Certificated carriers (a) 2.General aviation(b) 3.Passenger car &mtor 4.other 2-axle 4-tire vehicle 5.single-unit2-axle 6.Combination truck 7.Bus 8.Tansit ( c ) 9.Moto fuel 10.Rail 11.Amtrak 12.Water Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.4 Konsumsi energi sector tansportasi per moda di Amerika Serikat (lanjutan) IV-14

10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 2001 2002 2003 2004 1.Certificated carriers (a) 2.General aviation(b) 3.Passenger car &mtor 4.other 2-axle 4-tire vehicle 5.single-unit2-axle 6.Combination truck 7.Bus 8.Tansit ( c ) 9.Moto fuel 10.Rail 11.Amtrak 12.Water Sumber: U.S and Transportation Sektor Energy Consumption, diolah konsultan 2010 Gambar 3.4 Konsumsi energi sector tansportasi per moda di Amerika Serikat (lanjutan) IV-15

Buses Diesel Cars Petrol Cars Motor-cycles HGV Diesel LGV Petrol LGV Personal (1) Freight (2) Total Energy Consumption (thousands of tonnes of fuel) Buses Diesel Cars Petrol Cars Motorcycles HGV Diesel LGV Petrol LGV Personal (1) Freight (2) Total Energy Consumption (thousands of tonnes of fuel) 3.4. STATISTIK KONSUMSI ENERGI SEKTOR TRANSPORTASI DI UNITED KINGDOM Statistik konsumsi energi sektor transportasi telah dilakukan di United Kingdom,data statistik konsumsi energi sector transportasi dalam satuan thousand tonnes of fuelpada tahun 2005, 2006, dan 2007 berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 3.4, Tabel 3.5 dan Tabel 3.6. Statistik konsumsi energi sector transportasi tiap moda ditunjukkan pada Gambar 3.5 dan 3.6, terlihat bahwa konsumsi energi sektor transportasi secara keseluruhan didominasi oleh petrol cars (mobil berbahan bakar bensin). Sementara sepeda motor menunjukkan tingkat pemakaian yang paling sedikit, dibanding kendaraan lainnya. Konsumsi energi sector transportasi di United Kingdomoleh kendaraan pribadi dan kendaraan angkutan juga ditunjukan pada Gambar 3.5 dan Gambar 3.6. Berdasarkan data dan gambar tersebut terlihat bahwa kendaraan yang mengkonsumsi energi lebih besar adalah kendaraan pribadi. Road transport energy consumption at regional and local authority level (Great Britain) 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 2005 2006 2007 0 Vehicles Gambar 3.5 Konsumsi energi sector transportasi di Great Britain Road transport energy consumption at regional and local authority level (United Kingdom) 45.000 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 2005 2006 2007 Vehicles Gambar 3.6 Konsumsi energi sector transportasi di United Kingdom. IV-16

Tabel 3.6. Konsumsi energi Sektor Transportasi di UK, 2005 Road transport energy consumption at regional and local authority level, 2005 Area Buses Diesel Cars Petrol Cars Motorcycles HGV Diesel LGV Petrol LGV Personal (1) Thousands of tonnes of fuel Freight (2) Total Wales 55,6 342,0 872,0 7,4 316,0 280,1 23,7 1.277,1 619,8 1.896,9 Scotland 127,7 530,5 1.369,9 9,6 660,9 439,3 37,5 2.037,7 1.137,7 3.175,4 North East 75,2 227,3 697,4 4,6 205,7 196,5 16,8 1.004,5 418,9 1.423,5 North West 131,6 703,9 1.859,3 14,7 909,1 536,7 45,8 2.709,6 1.491,6 4.201,2 Yorkshire-The Humber 96,1 502,8 1.358,8 12,7 804,1 457,2 39,0 1.970,3 1.300,3 3.270,6 East Midlands 70,2 506,8 1.266,7 12,0 836,0 423,1 35,3 1.855,7 1.294,4 3.150,0 West Midlands 120,6 618,6 1.608,9 12,5 821,5 512,4 43,2 2.360,6 1.377,1 3.737,7 East Of England 99,7 701,2 1.735,1 18,4 887,6 579,5 48,7 2.554,3 1.515,8 4.070,2 Greater London 146,1 350,3 1.314,9 33,1 271,0 351,8 30,7 1.844,4 653,5 2.497,9 South East 132,3 1.157,6 2.766,2 29,5 1.073,1 853,0 71,5 4.085,6 1.997,5 6.083,1 South West 89,4 624,7 1.528,1 19,9 629,3 479,7 40,5 2.262,1 1.149,5 3.411,5 Northern Ireland 8,9 248,5 605,3 0,0 396,8 123,0 10,6 862,7 530,4 1.393,1 Great Britain Total 1.144,5 6.265,7 16.377,3 174,5 7.414,3 5.109,2 432,6 23.962,0 12.956,1 36.918,1 UK 1.153,4 6.514,2 16.982,5 174,5 7.811,1 5.232,2 443,2 24.824,7 13.486,5 38.311,2 (1) Personal travel includes buses, diesel cars, petrol cars and motor cycles (2) Freight includes HGV, diesel LGV and petrol LGV IV-17

Tabel 4.7. Konsumsi energi Sektor Transportasi di UK, 2006 Road transport energy consumption at regional and local authority level, 2006 Area Buses Diesel Cars Petrol Cars Motorcycles HGV Diesel LGV Petrol LGV Personal (1) Freight (2) Total Wales 61,9 368,2 855,4 7,1 322,4 286,4 23,7 1.292,5 632,5 1.925,0 Scotland 134,1 565,6 1.332,8 9,1 690,0 447,7 37,3 2.041,6 1.175,0 3.216,6 North East 74,9 243,7 680,3 4,4 211,3 201,3 16,7 1.003,2 429,3 1.432,5 North West 135,1 752,2 1.808,5 13,8 929,9 550,4 45,8 2.709,6 1.526,1 4.235,7 Yorkshire-The Humber 99,7 536,4 1.321,3 11,9 817,0 463,1 38,5 1.969,3 1.318,6 3.287,9 East Midlands 73,6 540,6 1.232,9 11,1 867,4 425,4 34,6 1.858,2 1.327,4 3.185,7 West Midlands 122,0 659,9 1.563,0 11,7 837,8 519,4 42,6 2.356,6 1.399,8 3.756,4 East Of England 104,7 743,0 1.682,5 17,2 902,1 590,3 48,4 2.547,4 1.540,8 4.088,2 Greater London 149,0 379,6 1.287,4 32,3 272,2 363,4 30,8 1.848,2 666,4 2.514,6 South East 139,6 1.228,9 2.680,5 28,0 1.097,7 870,1 71,1 4.077,0 2.038,8 6.115,9 South West 94,5 666,7 1.485,6 18,4 636,6 488,6 40,3 2.265,1 1.165,4 3.430,6 Northern Ireland 8,9 264,4 587,2 0,0 422,5 123,0 10,4 860,5 555,9 1.416,4 Great Britain Total 1.189,0 6.684,8 15.930,2 164,9 7.584,4 5.206,1 429,8 23.968,9 13.220,3 37.189,2 UK 1.197,9 6.949,1 16.517,4 164,9 8.006,9 5.329,1 440,2 24.829,4 13.776,2 38.605,6 (1) Personal travel includes buses, diesel cars, petrol cars and motor cycles (2) Freight includes HGV, diesel LGV and petrol LGV IV-18

Tabel 3.8. Konsumsi energi Sektor Transportasi di UK, 2007 Road transport energy consumption at regional and local authority level, 2007 Area Buses Diesel Cars Petrol Cars Motorcycles HGV Diesel LGV Petrol LGV Personal (1) Freight (2) Total Wales 64,5 390,3 829,9 7,8 338,4 297,5 21,4 1.292,4 657,3 1.949,8 Scotland 146,0 591,8 1.277,3 10,0 717,6 470,4 34,1 2.025,2 1.222,1 3.247,2 North East 80,5 258,5 658,9 4,8 214,9 213,3 15,4 1.002,6 443,7 1.446,2 North West 141,4 790,8 1.742,5 14,7 956,4 572,7 41,5 2.689,4 1.570,6 4.260,0 Yorkshire-The Humber 105,6 563,4 1.270,7 12,9 841,6 485,5 35,1 1.952,6 1.362,2 3.314,8 East Midlands 78,3 566,5 1.184,3 12,1 892,5 444,9 31,5 1.841,3 1.368,9 3.210,2 West Midlands 129,5 696,3 1.510,8 12,8 859,4 544,3 38,8 2.349,4 1.442,5 3.791,9 East Of England 113,3 779,6 1.615,7 18,5 930,7 624,2 44,5 2.527,1 1.599,3 4.126,4 Greater London 152,1 392,8 1.216,5 35,1 279,5 396,1 29,2 1.796,5 704,8 2.501,3 South East 146,5 1.287,7 2.574,1 29,8 1.141,0 905,9 64,4 4.038,0 2.111,3 6.149,3 South West 102,5 697,9 1.424,1 20,2 660,5 511,6 36,7 2.244,7 1.208,8 3.453,5 Northern Ireland 10,7 278,9 566,8 0,0 439,1 140,4 10,2 856,4 589,8 1.446,2 Great Britain Total 1.260,3 7.015,5 15.304,7 178,6 7.832,4 5.466,6 392,5 23.759,1 13.691,5 37.450,6 UK 1.271,0 7.294,4 15.871,5 178,6 8.271,5 5.607,0 402,8 24.615,5 14.281,2 38.896,8 (1) Personal travel includes buses, diesel cars, petrol cars and motor cycles (2) Freight includes HGV, diesel LGV and petrol LGV IV-19

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Fuel Consumption (1000 toe) 3.5. STATISTIK KONSUMSI ENERGI DI EROPA PADA UMUMNYA Statistik konsumsi energi sector transportasi di Eropa dapat dilihat pada Tabel 3.7, berdasarkan data pada Tabel 3.7 menunjukkan bahwa konsumsi energi sektor transportasi di Eropa secara keseluruhan cenderung meningkat mulai tahun 1996 sampai 2007. Statistik konsumsi energi di Eropa diklaster menjadi statistik konsumsi energi oleh 27 (dua puluh tujuh) negara, statistik konsumsi energi oleh 25 negara, dan statistik konsumsi energi oleh 15 negara. Statistik konsumsi energi sector transportasi di 27 (dua puluh tujuh) negara di eropa ditunjukkan pada Gambar 3.7. Berdasarkan Gambar 3.7 terlihat bahwa konsumsi oleh 27 negara di Eropa terjadi peningkatan setiap tahunnya. Statistik konsumsi energi sector transportasi di 25 (dua puluh lima) negara ditunjukkan pada Gambar 3.8. Berdasarkan Gambar 3.8 terlihat bahwa konsumsi energi sector transportasi oleh 25 (dua puluh lima) negara terjadi peningkatan setiap tahunnya. Statistik konsumsi energi sector transportasi oleh 15 (lima belas) negaraditunjukkan pada Gambar 3.9. Berdasarkan Gambar 3.9 terlihat bahwa konsumsi energi sector trasnsportasi oleh 15 (lima belas) negara di eropa terjadi peningkatan setiap tahunnya. 380.000 370.000 360.000 350.000 340.000 330.000 320.000 310.000 300.000 290.000 280.000 Energy Consumption - Transpot (27 countries) Year Gambar 3.7 Konsumsi energi oleh 27 negara di Eropa IV-20

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Fuel Consumption (1000 toe) 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Fuel Consumption (1000 toe) 380.000 370.000 360.000 350.000 340.000 330.000 320.000 310.000 300.000 290.000 280.000 Energy Consumption - Transpot (25 countries) Year Gambar 3.8 Konsumsi energi oleh 25 negara di Eropa 380.000 370.000 360.000 350.000 340.000 330.000 320.000 310.000 300.000 290.000 280.000 Energy Consumption - Transpot (15 countries) Year Gambar 3.9 Konsumsi energi oleh 15 negara di Eropa IV-21

Tabel 3.9. Konsumsi Energi Sektor Transportasi di Negara Eropa Final energy consumption, by sektor; Final energy consumption - Transport 1 000 toe (ton oil equivalent) Geo/Time 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 EU (27 countries) 312.039 318.418 330.232 338.382 340.167 343.921 346.824 (p) 352.267 360.728 363.232 371.144 (p) 377.249 (p) EU (25 countries) 306.155 312.600 324.428 333.298 334.960 337.922 340.457 (p) 345.632 353.176 356.457 364.032 (p) 369.895 (p) EU (15 countries) 284.343 289.567 301.347 308.842 311.883 314.059 316.056 (p) 319.219 325.036 326.267 331.561 (p) 334.827 (p) Belgium 8.929 9.229 9.608 9.633 9.710 9.492 9.654 10.177 10.247 9.926 9.626 9.586 Bulgaria 1.832 1.671 1.917 1.948 1.823 1.924 2.026 2.291 2.374 2.570 2.772 2.690 CzechRepublic 3.734 3.843 3.926 4.287 4.377 4.628 4.831 5.473 5.791 6.168 6.314 6.631 Denmark 4.560 4.625 4.685 4.751 4.732 4.760 4.733 4.916 5.153 5.264 5.336 5.562 Germany 62.783 63.944 65.046 67.103 66.188 64.804 64.371 62.596 63.219 62.149 63.311 62.385 Estonia 532 556 577 581 579 653 672 644 710 769 797 862 Ireland 2.651 2.846 3.305 3.690 4.018 4.288 4.398 4.440 4.614 4.997 5.373 5.742 Greece 6.575 6.740 7.308 7.469 7.212 7.379 7.476 7.818 7.977 8.085 8.502 8.810 Spain 27.849 28.112 30.575 32.016 32.977 34.372 35.000 (p) 36.856 38.498 39.609 40.763 (p) 42.096 (p) France 46.262 47.297 49.731 49.914 51.586 51.898 51.427 50.978 50.367 49.941 50.916 51.492 :=Not available p=provisional value Source of Data:: Eurostat IV-22

Tabel 3.9. Konsumsi Energi Sektor Transportasi di Negara Eropa (lanjutan) Final energy consumption, by sektor; Final energy consumption - Transport 1 000 toe (ton oil equivalent) Italy 38.102 38.777 41.037 41.561 41.388 42.028 42.523 43.249 44.092 43.782 44.194 44.559 Cyprus 754 772 810 830 852 927 897 953 858 969 926 952 Latvia 709 704 691 680 747 874 899 959 1.012 1.066 1.179 1.333 Lithuania 1.131 1.256 1.314 1.174 1.051 1.143 1.181 1.206 1.325 1.408 1.513 1.793 Luxembourg 1.360 1.471 1.558 1.707 1.884 1.993 2.134 2.339 2.591 2.721 2.631 2.619 Hungary 2.665 2.791 3.079 3.270 3.263 3.414 3.599 3.750 3.882 4.196 4.680 4.673 Malta 223 400 274 255 238 199 208 272 270 267 252 244 Netherlands 13.152 13.526 13.644 13.803 13.858 14.275 14.621 14.717 15.084 15.114 15.615 15.778 Austria 6.365 6.078 6.754 6.551 6.878 7.287 7.928 8.456 8.748 8.987 8.690 8.834 Poland 9.281 9.662 9.532 10.559 9.204 9.190 9.002 10.214 11.321 12.083 13.432 14.803 Portugal 5.129 5.285 5.725 6.065 6.542 6.574 7.156 7.115 7.308 7.055 7.142 7.213 Romania 4.051 4.147 3.887 3.136 3.384 4.074 4.341 4.345 5.178 4.204 4.341 4.664 Slovenia 1.499 1.566 1.381 1.316 1.312 1.362 1.321 1.340 1.384 1.475 1.554 1.754 :=Not available p=provisional value Source of Data:: Eurostat IV-23

Tabel 3.9. Konsumsi Energi Sektor Transportasi di Negara Eropa (lanjutan) Final energy consumption, by sektor; Final energy consumption - Transport 1 000 toe (ton oil equivalent) Slovakia 1.284 1.484 1.498 1.504 1.454 1.474 1.792 1.604 1.586 1.789 1.824 2.021 Finland 4.091 4.302 4.361 4.464 4.457 4.548 4.567 4.703 4.809 4.822 4.948 5.145 Sweden 7.633 7.711 7.800 8.018 8.147 8.605 8.024 8.195 8.418 8.608 8.569 8.796 United Kingdom 48.903 49.625 50.210 52.097 52.307 51.758 52.042 52.665 53.912 55.206 55.947 56.210 Croatia 1.250 1.399 1.462 1.538 1.535 1.550 1.647 1.775 1.828 1.910 2.028 2.173 Former Yugoslav Republic of Macedonia, the : : : : : : : : : : : : Turkey 12.608 11.913 11.156 11.668 12.241 11.722 12.595 12.636 12.860 13.398 14.883 16.947 Iceland 314 291 317 330 345 329 316 319 345 360 479 : Liechtenstein : : : : : : : : : : : : Norway 4.533 4.603 4.750 4.880 4.492 4.604 4.621 4.691 4.856 4.934 5.126 5.430 Switzerland 6.370 6.586 6.701 6.766 7.237 7.091 6.920 6.856 6.828 7.007 7.105 7.281 :=Not available p=provisional value Source of Data:: Eurostat IV-24

ANALISIS DATA Proses pengumpulan data primer dan sekunder dalam studi ini dilakukan melalui pelaksanaan survai wawancara dengan responden di lapangan, diskusi dengan beberapa stakeholder terkait dan pengumpulan data dari instansi-instansi yang terkait dengan energi dan transportasi. Formulir survai hanya digunakan pada saat survai lapangan untuk pengemudi kendaraan sedangkan pada saat diskusi dengan stake holder dilakukan seperti FGD (focus group discussion). Beberapa pekerjaan persiapan yang dilakukan sebelum melaksanakan survai, adalah : (1) pengurusan ijin survai; (2) penyempurnaan formulir survai; dan (3) penentuan kriteria dan jumlah responden. Survai ini dilaksanakan di 13 (tiga belas) wilayah provinsi namun belum semua wilayah dilakukan survai, lokasi wilayah survai meliputi: (1) NAD; (2) Sumatera Utara; (3)Riau; (4) Sumatera Selatan; (5) DKI Jakarta; (6) Jawa Barat; (7) Jawa Tengah; (8) DIY; (9) Jawa timur; (10) Kalimantan Timur; (11) Sulawesi Utara; (12) Sulawesi Selatan; (13) Papua.Surat pengantar ijin survai dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan yang ditujukan kepada para stake holder terkait. Proses perijinan survai dilakukan pada dinas atau institusi terkait sebelum dilakukan survai wawancara. 4.1. KONSUMSI ENERGI TRANSPORTASI 4.1.1. Konsumsi Energi Transportasi Darat Potensi dan Konsumsi Energi di Nanggroe Aceh Darussalam Mengacu pada kebutuhan energi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, maka jumlah potensi pasokan energi sektor transportasi disesuaikan dengan tingkat konsumsi BBM. Berdasarkan hasil telaah yang dilakukan terhadap data sekunder, diperoleh tingkat konsumsi BBM (premium dan solar) sektor transportasi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam mengalami kenaikan jumlah konsumsi jenis premium, sedangkan konsumsi BBM jenis solar mengalami fluktuasi yang disebabkan oleh menurunnya penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar solar.pada tahun 2009 penggunaan premium mencapai 412.275 kilo liter atau mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, sedangkan penggunaan solar sebesar 136.647 kilo liter atau mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dapat dilihat pada Tabel 4.1.dan Gambar 4.1. IV-1

Tabel 4.1 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di NAD ( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 219.503 179.820 399.323 2007 339.125 251.061 590,187 2008 371.557 260.742 632.299 2009 412.275 136.647 548.922 Sumber: Kementerian ESDM 2009. Gambar 4.1. Konsumsi BBM sektor transportasi di NAD Potensi dan Konsumsi Energi di Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara dengan letak ibukota-nya di Medan merupakan salah satu kota terbesar dan terpadat di Indonesia. Jumlah kendaraan yang dimiliki masyarakat Sumatera Utara juga lebih banyak dibandingkan dengan wilayah lain. Faktor lain yang menyebabkan tingginya konsumsi energi di Sumatera Utara adalah jarak antar kota kabupaten/kota cukup panjang sehingga memerlukan waktu yang lama untuk sampai ditempat tujuan. Pada tahun 2009 penggunaan premium mencapai 1.222.485 kilo liter atau mengalami kenaikan dari tahun sebelumya, sedangkan pada tahun yang sama penggunaan solar mencapai 865.677 kilo liter atau mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.2.dan Gambar 4.2. IV-2

Tabel 5.2 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Utara( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 1,261,019 1,053,483 2,314,502 2007 1,054,167 845,962 1,900,129 2008 1,135,731 876,298 2,012,029 2009 1,222,485 865,677 2,088,162 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 Premium Solar - 2006 2007 2008 2009 Gambar 5.2. Konsumsi BBM sektor transportasi di Sumatera Utara Potensi dan Konsumsi Energi di Riau Provinsi Riau merupakan salah provinsi yang ada di Pulau Sumatera.Secara umum wilayah yang ada di provinsi ini merupakan wilayah kepulauan.sehingga moda angkutan yang digunakan lebih banyak menggunakan moda mesin yang berbahan bakar solar.sehingga dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan solar lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan premium.penggunaan premium pada tahun 2009 mencapai 89.269 kilo liter atau mengalami kenaikan dari tahun-tahun sebelumya, sedangkan pada tahun yang sama penggunaan solar mencapai 99.336 kilo liter atau mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Walaupun penggunaan solar mengalami penurunan tetapi secara umum masih lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan premium.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 5.3.dan Gambar 5.3. IV-3

Tabel 4.3 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Riau( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 49,831 65,503 115,334 2007 72,079 86,469 158,548 2008 80,261 100,474 180,735 2009 89,269 99,336 188,606 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 Premium Solar 20,000-2006 2007 2008 2009 Gambar 4.3. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Riau Potensi dan Konsumsi Energi di Jambi Propinsi Jambi berada di sumatera bagian tengah. Provinsi yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Riau, dan Bengkulu ini, dalam penggunaan premium cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena Provinsi Jambi tengah mengalami perkembangan.secara umum, penggunaan BBM jenis premium di Jambi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, penggunaan premium mencapai 311,527 kilo liter. Sedangkan penggunaan solar dari tahun 2006 hingga 2008 mengalami peningkatan, namun pada tahun 2009 menurun menjadi 224,572 kilo liter.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 4.4.dan Gambar 4.4. IV-4

Tabel 4.4 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jambi( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 212,887 177,801 390,688 2007 254,144 208,557 462,701 2008 286,080 228,830 514,910 2009 311,527 224.572 536,099 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 Premium Solar 50,000 0 2006 2007 2008 2009 Gambar 4.4. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jambi Potensi dan Konsumsi Energi di Sumatera Barat Provinsi Sumatera Barat dengan ibukota Padang, mengalami tren peningkatan jumlah penggunaan BBM jenis premium. Peningkatan yang terjadi seiring dengan perkembangan yang terjadi di daerah tersebut, bisa dikatakan cukup signifikan. Sedang penggunaan solar juga mengalami fluktuasi.penggunaan premium di provinsi ini pada tahun 2009 mencapai 513,677 kilo liter. Sedangkan penggunaan solar, secara umum dikatakan mengalami peningkatan, walaupun pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 302,691 kilo liter, dari 305,122 kilo liter pada tahun sebelumnya. Tabel 4.5 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Barat( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 291,952 203,433 495,385 2007 398,734 260,127 658,861 2008 460,008 305,122 765,130 2009 513,677 302,691 816.369 Sumber: Kementerian ESDM 2009. IV-5

600000 500000 400000 300000 200000 Premium Solar 100000 0 2006 2007 2008 2009 Gambar 4.5. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatra Barat Potensi dan Konsumsi Energi di Sumatera Selatan Provinsi Sumatera Selatan yang ber-ibukota di Palembang, secara umum kondisi wilayahnya hampir sama dengan provinsi lainnya yang ada di Pulau Sumatera. Kondisi topografi Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari pegunungan, dataran dan pantai.ketinggian topografi wilayah yang ada di Provinsi Sumatera Selatan mempunyai perbedaan yang tidak begitu tinggi sehingga kondisi ini mempengaruhi dalam konsumsi BBM. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa konsumsi BBM baik premium maupun solar adalah hampir sama dan selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Penggunaan premium pada tahun 2009 mencapai 594.153 kiloliter atau mengalami kenaikan dari tahun 2006, tahun 2007 dan tahun 2008. Sedangkan penggunaan solar pada tahun yang sama mencapai 478.018 kiloliter atau mengalami kenaikan konsumsi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.6.dan Gambar 4.6. Tabel 4.6 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Selatan( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 425,925 388,029 813,954 2007 482,315 401,652 883,967 2008 560,560 476,177 1,036,737 2009 594,153 478,018 1,072,171 Sumber: Kementerian ESDM 2009. IV-6

700,000 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 Premium Solar 100,000-2006 2007 2008 2009 Gambar 4.6. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sumatera Selatan Potensi dan Konsumsi Energi di Lampung Walaupun tidak sebesar provinsi Sumatera Utara, provinsi Lampung yang beribukota di Bandar Lampung ini juga merupakan salah satu kota besar di pulau Sumatera. Provinsi yang menjadi pintu gerbang pertama transportasi darat dari pulau Jawa ke pulau Sumatera ini dari tahun ke tahum, secara umum mengalami peningkatan penggunaan premium. Sedangkan penggunaan solar juga mengalami fluktuasi. Penggunaan premium pada tahun 2009 di provinsi ini mencapai 582,226 kilo liter, meningkat dari tahun tahun sebelumnya. Sedangkan penggunaan solar pada tahun 2009 menurun menjadi 428,390 kilo liter dari tahun sebelumnya yang mencapai 432,062 kilo liter. Secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 4.7.dan Gambar 4.7. Tabel 4.7 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Lampung( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 400,139 361,519 761,657 2007 451,136 377,508 828,644 2008 517,863 432,062 949,925 2009 582,226 428,390 1,010,616 Sumber: Kementerian ESDM 2009. IV-7

700000 600000 500000 400000 300000 200000 Premium Solar 100000 0 2006 2007 2008 2009 Gambar 4.7. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Lampung Potensi dan Konsumsi Energi di Bengkulu Provinsi Bengkulu terletak di kawasan pantai barat Sumatera. Di provinsi ini, penggunaan premium dan solar dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Namun, bila dibandingkan dengan provinsi lain di pulau Sumatera, penggunaan BBM di Bengkulu tergolong lebih kecil. Pada tahun 2009, penggunaan premium sebesar 163,419 kilo liter, meningkat dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Sedangkan penggunaan solar juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 penggunaan solar sebesar 67,225 kilo liter. Secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Bengkulu dapat dilihat pada Tabel 4.8.dan Gambar 4.8. Tabel 4.8 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Bengkulu( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 105,671 45,812 151,483 2007 122,037 53,303 175,340 2008 140,146 62,993 203,139 2009 163,419 67,225 230,645 Sumber: Kementerian ESDM 2009. IV-8

180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 2006 2007 2008 2009 Premium Solar Gambar 4.8. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Bengkulu Potensi dan Konsumsi Energi di Banten Provinsi Banten terletak di ujung barat pulau Jawa. Posisi strategis ini menjadikan Banten sebagai penghubung utama jalur perdagangan Jawa dan Sumatera. Hal ini berpengaruh pada konsumsi BBM di provinsi tersebut. Konsumsi BBM di provinsi ini cenderung naik dari tahun ke tahun.pada tahun 2009, konsumsi BBM jenis premium sebesar 1,062,195 kilo liter, meningkat bila dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya. Demikian juga dengan konsumsi solar yang pada tahun 2009 mencapai 546,684 kilo liter.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Banten dapat dilihat pada Tabel 4.9.dan Gambar 4.9. Tabel 4.9 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Banten( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 656,023 359,913 1,015,937 2007 893,810 461,147 1,354,956 2008 1,934,175 879,808 1,514,773 2009 1,062,195 546,684 1.608,879 Sumber: Kementerian ESDM 2009. IV-9

2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 Premium Solar 500,000 0 2006 2007 2008 2009 Gambar 4.9. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Banten Potensi dan Konsumsi Energi di Jawa Barat Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu tujuan wisata di Indonesia mempunyai topografi yang sebagian besar berupa pegunungan. Provinsi Jawa Barat ini juga merupakan wilayah yang berdekatan dengan ibukota negara Indonesia yaitu Jakarta. Secara umum wilayah Provinsi Jawa Barat terbagi atas pegunungan, dataran dan pantai.demikian juga moda angkutan penumpang/barang yang ada di Provinsi Jawa Barat terbagi atas darat, udara dan laut.dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa konsumsi BBM baik berupa premium dan solar di Provinsi DKI Jakarta selama empat tahun terakhir mengalami kenaikan.kondisi topografi dan semakin tingginya angka kepemilikan kendaraan merupakan faktor penyebab meningkatnya konsumsi BBM di provinsi ini.seperti halnya dengan yang terjadi di Jakarta, kemacetan di ruas jalan ibukota merupakan pemandangan umum yang terjadi sehari-hari. Dilihat dari data yang diperoleh dan dibandingkan dengan konsumsi BBM daerah lain, bisa dikatakan bahwa konsumsi BBM yang terjadi provinsi ini merupakan yang tertinggi. Penggunaan premium di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009 mencapai 3.512.845 kiloliter atau mengalami kenaikan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan konsumsi premium pada tahun 2006 sebesar 2.385.270 kiloliter. Walaupun tidak signifikan, penggunaan solar pada tahun 2009 mencapai 1.651.096 kiloliter atau mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan konsumsi pada tahun-tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4.10.dan Gambar 4.10. IV-10

Tabel 4.10 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Barat( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 2,385,270 1,128,483 3,513,752 2007 3,011,014 1,363,592 4,374,606 2008 3,261,923 1,518,370 4,780,292 2009 3,512,845 1,651,096 5,163,941 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000-2006 2007 2008 2009 Premium Solar Gambar 4.10.Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Barat Potensi dan Konsumsi Energi di DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta yang merupakan sentra dari pusat kegiatan bisnis yang ada di Indonesia merupakan wilayah yang cukup tinggi dalam konsumsi BBM nya.kemacetan yang terjadi dihampir semua ruas jalan yang ada di Kota Jakarta merupakan salah satu faktor penyebab tingginya penggunaan energi BBM.Secara umum moda angkutan penumpang/barang yang ada di Kota Jakarta terdiri dari darat, udara dan laut.namun demikian dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa konsumsi BBM baik berupa premium dan solar di Provinsi DKI Jakarta selama empat tahun terakhir justru mengalami penurunan.salah satu penyebab penurunan konsumsi BBM ini bisa jadi merupakan dampak dari diberlakukannya jalur khusus busway yang sudah dilaksanakan selama beberapa tahun terakhir. Penggunaan premium di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009 mencapai 1.814.463 kiloliter atau mengalami penurunan yang cukup banyak bila dibandingkan dengan konsumsi premium pada tahun 2006 sebesar 2.518.246 kiloliter. Penggunaan solar pada tahun yang sama mencapai 781.762 kiloliter atau mengalami penurunan bila dibandingkan dengan IV-11

konsumsi pada tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 4.11.dan Gambar 4.11. Tabel 4.11 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di DKI Jakarta( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 2,518,246 1,140,222 3,658,468 2007 1,813,386 809,499 2,622,885 2008 1,934,175 879,808 2,813,983 2009 1,814,463 781,762 2,596,225 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 Premium Solar 500,000-2006 2007 2008 2009 Gambar 4.11.Konsumsi BBM Sektor Transportasi di DKI Jakarta Potensi dan Konsumsi Energi di Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah yang wilayahnya terletak di tengah dari Pulau Jawa, merupakan wilayah dengan topografi pegunungan dan pantai.selain merupakan wilayah transit antara wilayah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur.Provinsi Jawa Tengah juga merupakan salah satu tujuan wisata baik wisata alam maupun wisata peninggalan sejarah.wilayah Provinsi Jawa Barat yang terbentang dari sisi timur sampai dengan barat terbagi atas pegunungan, dataran dan pantai.moda angkutan penumpang/barang yang ada di Provinsi Jawa Barat terbagi atas darat, udara dan laut.dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa konsumsi BBM berupa premium dan solar di Provinsi Jawa Tengah selama empat tahun terakhir mengalami kenaikan. Konsumsi premium di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 mencapai 2.283.637 kiloliter atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan konsumsi premium pada tahun 2006 sebesar 1.805.480 kiloliter. IV-12

Sedangkan penggunaan solar pada tahun 2009 mencapai 1.440.586 kiloliter atau mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan konsumsi pada tahun-tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 4.12.dan Gambar 4.12. Tabel 4.12 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Tengah( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 1,805,480 1,170,077 2,975,557 2007 1,932,784 1,125,344 3,058,128 2008 2,048,232 1,233,126 3,281,357 2009 2,283,637 1,440,586 3,724,224 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 Premium Solar 500,000-2006 2007 2008 2009 Gambar 4.12. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Tengah Potensi dan Konsumsi Energi di DI Yogyakarta Selain merupakan salah satu kota tujuan wisata, Provinsi DI Yogyakarta juga merupakan wilayah kota tujuan pendidikan. Provinsi DI Yogyakarta yang terletak di antara kabupatenkabupaten dalam Provinsi Jawa Tengah secara otomatis merupakan wilayah transit dan beristirahat.provinsi DI Yogyakarta merupakan wilayah yang terbagi atas pegunungan, dataran dan pantai.moda angkutan penumpang/barang yang ada di Provinsi DI Yogyakarta terbagi atas darat, udara dan laut.jumlah alat transportasi yang paling banyak di Yogyakarta adalah sepeda motor. Secara umum konsumsi BBM berupa premium dan solar di Provinsi DI Yogyakarta selama empat tahun terakhir mengalami fluktuatif tetapi cenderung naik.konsumsi premium di IV-13

Provinsi DI Yogyakarta cenderung lebih tinggi dibandingkan konsumsi terhadap solar. Pada tahun 2009 konsumsi premium mencapai 396.490 kiloliter atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan konsumsi premium pada tahun 2006 sebesar 333.141 kiloliter. Sedangkan penggunaan solar pada tahun 2009 mencapai 113.335 kiloliter atau mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan konsumsi pada tahun-tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi DI Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 4.13.dan Gambar 4.13. Tabel 4.13 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di DI Yogyakarta( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 333,141 107,121 440,262 2007 351,256 103,011 454,267 2008 367,320 105,580 472,900 2009 396,490 113,335 509,825 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 450,000 400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000-2006 2007 2008 2009 Premium Solar Gambar 4.13.Konsumsi BBM Sektor Transportasi di DI Yogyakarta Potensi dan Konsumsi Energi di Jawa Timur Jawa Timur merupakan provinsi yang mempunyai luas wilayah terbesar di Pulau Jawa. Secara umum kondisi perekonomian wilayah kabupaten dan kota yang ada di provinsi ini adalah sama, hanya wilayah Surabaya yang merupakan pusat pemerintah provinsi mempunyai tingkat ekonomi masyarakat lebih tinggi. IV-14

Seperti yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia, di Provinsi Jawa Timur terutama di Kota Surbaya, kemacetan akan arus lalulintasnya juga sering terjadi. Selain sebagai salah wilayah tujuan wisata, Provinsi Jawa Timur juga merupakan wilayah Industri.Banyaknya industri yang ada di Provinsi Jawa Timur menjadikan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mengadu nasib di wilayah ini. Seperti yang terjadi di wilayah lain moda transportasi yang paling banyak ada di Provinsi Jawa Timur ini adalah sepeda motor. Secara umum konsumsi BBM (premium dan solar) dalam setiap tahunnya mengalami peningkatan.pada tahun 2009 konsumsi premium mencapai 3.013.800 kiloliter atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan konsumsi premium pada tahun sebelumnya.sedangkan penggunaan solar pada tahun 2009 mencapai 1.794.774 kiloliter juga mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan konsumsi pada tahun-tahun sebelumnya.dengan angka-angka tersebut dapat diambil kesimpulan awal bahwa konsumsi BBM di Provinsi Jawa Timur menduduki posisi kedua setelah konsumsi BBM di Provinsi Jawa Barat.Secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 4.14.dan Gambar 4.14. Tabel 4.14 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Timur( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 2,396,182 1,512,604 3,908,785 2007 2,534,548 1,457,710 3,992,259 2008 2,719,965 1,588,774 4,308,739 2009 3,013,800 1,794,774 4,808,574 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 Premium Solar 500,000-2006 2007 2008 2009 Gambar 5.14. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Jawa Timur IV-15

Potensi dan Konsumsi Energi di Bali Provinsi Bali terletak di Indonesia bagian tengah. Bali merupakan suatu pulau yang menjadi tujuan wisata di Indonesia karena keindahan alam dan budayanya. Menjadi daerah tujuan wisata berakibat pada konsumsi BBM di provinsi tersebut. Setiap tahun, konsumsi BBM sektor transportasi di Bali terus mengalami peningkatan. Konsumsi BBM di Bali dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik konsumsi premium maupun solar. Pada tahun 2009, konsumsi premium mencapai 634,480 kilo liter dan konsumsi solar 272,962 kilo liter. Hal itu berarti konsumsi BBM di provinsi Bali pada tahun 2009 meningkat bila dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel 5.15.dan Gambar 5.15. Tabel 5.15 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Bali( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 490,839 210,190 701,030 2007 529,414 240,740 770,154 2008 567,726 264,542 832,268 2009 634,480 272,962 907,442 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 700000 600000 500000 400000 300000 200000 Premium Solar 100000 0 2006 2007 2008 2009 Gambar 5.15. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Bali Potensi dan Konsumsi Energi di Nusa Tenggara Barat IV-16

Provinsi Nusa Tenggara Barat, sesuai namanya, meliputi bagian barat kepulauan Nusa Tenggara. Provinsi ini beribukota di Mataram. Konsumsi BBM di provinsi ini, seperti pada provinsi provinsi lain pada umumnya, mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Baik konsumsi premium ataupun solar, konsumsinya meningkat bila dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, peningkatan konsumsi solar tidak sebesar peningkatan konsumsi premium. Konsumsi premium pada tahun 2009 sebesar 272,977 kilo liter, meningkat dari tahun sebelumnya. Demikian juga solar, pada tahun 2009, konsumsinya mencapai 116,715 kilo liter, lebih banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat pada Tabel 5.16.dan Gambar 5.16. Tabel 5.16 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Barat(dalam kiloliter) Tahun Premium Solar Total 2006 179,442 102,196 281,638 2007 201,898 105,081 306,979 2008 227,152 113,577 340,729 2009 272,977 116,715 389,692 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 300000 250000 200000 150000 100000 Premium Solar 50000 0 2006 2007 2008 2009 Gambar 5.16. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Barat Potensi dan Konsumsi Energi di Nusa Tenggara Timur IV-17

Provinsi Nusa Tenggara Timur, meliputi bagian timur kepulauan Nusa Tenggara. Dari tahun ke tahun, konsumsi BBM di provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami peningkatan. Pada tahun 2009, konsumsi premium mencapai 177,144 kilo liter, lebih besar dari tahun tahun sebelumnya. Demikian pula konsumsi solar yang juga meningkat. Pada tahun 2009, konsumsi solar sebesar 117,487 kilo liter.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Tabel 4.17.dan Gambar 4.17 Tabel 4.17 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Timur( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 125,196 98,260 223,456 2007 139,215 105,053 244,268 2008 153,527 111,689 265,216 2009 177,144 117,487 294,631 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 200000 180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 2006 2007 2008 2009 Premium Solar Gambar 4.17. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Nusa Tenggara Timur Potensi dan Konsumsi Energi di Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Barat, dengan ibukotanya di Pontianak, merupakan provinsi terluas keempat di Indonesia. Dengan luas wilayah mencapai 146,807 km 2, tranportasi darat dan sungai menjadi andalan di provinsi ini. Dengan luasnya daerah dan meningkatnya jumlah kendaraan, berakibat pada tingkat konsumsi BBM yang pada umumnya meningkat dari tahun ke tahun. IV-18

Konsumsi BBM jenis premium pada tahun 2009 meningkat menjadi 340,153 kilo liter. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan konsumsi premium pada tahun tahun sebelumnya. Sedangkan konsumsi solar pada tahun 2009 mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 206,585 kilo liter.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Tabel 4.18.dan Gambar 4.18 Tabel 4.18 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Barat( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 219,979 180,613 400,592 2007 269,418 206,396 475,815 2008 302,615 210,150 512,764 2009 340,153 206,585 546,738 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 2006 2007 2008 2009 Premium Solar Gambar 4.18. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Barat Potensi dan Konsumsi Energi di Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Tengah beribukota di Palangkaraya. Provinsi ini dilewati garis ekuator dan beriklim tropis lembab. Kondisi alam di provinsi ini sangat bervariasi, di bagian utara didominasi oleh pegunungan Muller Swachner dan perbukitan, sedangkan di bagian selatan merupakan dataran rendah dan rawa rawa. Untuk konsumsi premium, dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2009, konsumsi premium sebesar 195,374 kilo liter, lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk konsumsi solar tahun 2009, mengalami penurunan, yaitu sebesar IV-19

151,419 kilo liter, lebih rendah dari tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat pada Tabel 4.19.dan Gambar 4.19 Tabel 4.19 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Tengah( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 128,836 166,759 295,595 2007 152,879 187,122 340,001 2008 172,796 164,730 337,526 2009 195,374 151,419 346,793 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 250000 200000 150000 100000 Premium Solar 50000 0 2006 2007 2008 2009 Gambar 4.19. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Tengah Potensi dan Konsumsi Energi di Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Selatan beribukota di Banjarmasin. Keadaan topografi di provinsi ini umumnya landai, dengan kemiringan 0 2%. Transportasi yang dominan ada di provinsi ini antara lain transportasi darat dan sungai. Tingkat konsumsi premium secara umum dari tahun ke tahun meningkat. Pada tahun 2009, konsumsi premium sebesar 366,977 kilo liter. Sedangkan konsumsi solar pada tahun 2009 menurun dibandingkan tahun tahun sebelumnya, yaitu sebesar 195,877 kilo liter.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Kalimantan Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.20.dan Gambar 4.20 IV-20

Tabel 4.20 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Selatan( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 247,270 228,988 476,258 2007 289,335 225,940 515,275 2008 326,870 242,630 569,500 2009 366,977 195,877 562,854 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 2006 2007 2008 2009 Premium Solar Gambar 4.20. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Selatan Potensi dan Konsumsi Energi di Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur sebagai salah satu wilayah perindustrian yang berada di Indonesia, menjadi tempat yang menarik bagi para pencari kerja.sumber daya alam yang melimpah menjadikan para investor berbondong-bondong menginvestasikan uangnya di provinsi ini. Hal ini berakibat pada kebutuhan akan tenaga kerja menjadi meningkat. Seperti wilayah lain di Pulau Kalimantan, wilayah Provinsi Kalimantan Timur mempunyai topografi wilayah yang bergelombang. Selain dataran yang bergelombang, wilayah provinsi ini juga sebagian besar berupa pantai.moda transportasi yang ada di wilayah ini terdiri dari moda darat, sungai, udara dan laut.jumlah moda transportasi terbanyak di provinsi ini adalah sepeda motor.tidak seperti yang terjadi di Jakarta atau Surabaya, kemacetan arus lalulintas di wilayah provinsi ini terjadi hanya pada ruas-ruas tertentu. Secara umum konsumsi BBM terutama premium dalam setiap tahunnya mengalami peningkatan sedangkan untuk konsumsi solar mengalami penurunan.pada tahun 2009 konsumsi premium mencapai 475.825 kiloliter atau mengalami kenaikan dibandingkan IV-21

dengan konsumsi premium pada tahun sebelumnya.sedangkan penggunaan solar pada tahun 2009 mencapai 245.821 kiloliter atau mengalami penurunan bila dibandingkan dengan konsumsi pada tahun-tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel 4,21, dan Gambar 4.21. Tabel 4.21 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Timur( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 436,148 315,990 752,138 2007 408,246 287,882 696,129 2008 435,826 300,580 736,406 2009 475,825 245,821 721,646 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 500,000 450,000 400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000-2006 2007 2008 2009 Premium Solar Gambar 4.21. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Kalimantan Timur Potensi dan Konsumsi Energi di Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara beribukota di Manado merupakan wilayah dengan kondisi geografis yang cukup bervariasi.di provinsi ini terdapat dataran rendah di kawasan pantai yang menghampar di sepanjang sisi Utara dan Selatan.Selain itu juga terdapat daerah perbukitan atau pegunungan seperti di Tomohon. Jauh dari Kota Manado terdapat beberapa kabupaten hasil pemekaran yang berbatasan dengan Provinsi Gorontalo, anatar kabupaten ini dihubungkan dengan jalan trans pada sisi Utara mapun Selatan. Pusat keramaian di wilayah ini ada di Kota Manado dan sekitarnya, sehingga pada pusat kota, kondisi lalulintas sering mengalami kemacetan meskipun tidak terlalu parah dibanding kota besar seperti Jakarta. IV-22

Provinsi Sulawesi Utara mempunyai Pelabuhan Bitung yang berstatus sebagai pelabuhan nasional dengan pergerakan kapal yang keluar masuk cukup banyak.selain itu juga terdapat Bandara Sam Ratulangi yang merupakan bandara sibuk dan menjadi pengumpul untuk wilayah Utara.Dengan kondisi ini, maka pergerakan moda pengangkut penumpang dan barang cukup tinggi sehingga dapat dipastikan bahwa konsumsi energi BBM yang digunakan juga besar meskipun belum sebesar Provinsi Sulawesi Selatan.Secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Sulawesi Utara dapat dilihat pada Tabel 4.22.dan Gambar 4.22. Tabel 4.22 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Utara( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 147,617 90,053 237,670 2007 189,832 122,593 312,424 2008 202,932 130,566 333,499 2009 229,777 115,022 344,799 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 250,000 200,000 150,000 100,000 Premium Solar 50,000-2006 2007 2008 2009 Gambar 4.22. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Utara Potensi dan Konsumsi Energi di Gorontalo Provinsi Gorontalo merupakan provinsi pemekaran, yang sebelumnya adalah wilayah kabupaten Gorontalo dan kotamadya Gorontalo. Wilayah Gorontalo juga sangat strategis bila dipandang secara ekonomis, karena berada pada poros tengah wilayah pertumbuhan ekonomi, yaitu antara 2 (dua) Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) Batui Provinsi Sulawesi Tengah dan Manado Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Letaknya yang strategis ini dapat dijadikan sebagai daerah transit seluruh komoditi dari dan menuju kedua KAPET IV-23

tersebut.namun, dibandingkan dengan provinsi lain, konsumsi BBM di Gorontalo cendrung lebih kecil. Konsumsi premium dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2009, konsumsi premium sebesar 77,188 kilo liter. Sedangkan konsumsi solar pada tahun 2009, yaitu sebesar 28,018 kilo liter, lebih rendah daripada tahun sebelumnya.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel 4,23, dan Gambar 4.23. Tabel 4.23 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Gorontalo( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 45,080 20,069 65,149 2007 61,557 28,298 89,855 2008 68,571 29,839 98,410 2009 77,188 28,018 105,207 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 90000 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 2006 2007 2008 2009 Premium Solar Gambar 4.23. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Gorontalo Potensi dan Konsumsi Energi di Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan merupakan daerah yang subur dan berkembang cukup baik.moda transportasi yang ada di wilayah ini terdiri dari moda darat, udara dan laut.provinsi ini selain memiliki pelabuhan yang cukup strategis, juga mempunyai bandar udara yang cukup besar yaitu Bandara Hasanuddin.Sehingga arus penumpang dan barang dari dan menuju wilayah ini cukup- besar.dengan pertumbuhan pergerakan penumpang dan barang yang semakin membesar maka tingkat lalulintas moda transportasi juga naik.dalam kurun waktu tiga tahun IV-24

terakhir 2007-2009, konsumsi energi sektor transportasi mengalami peningkatan.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.24.dan Gambar 4.24. Tabel 4.24 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Selatan( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 599,600 391,334 990,933 2007 548,235 349,071 897,306 2008 590,199 376,579 966,778 2009 681,895 396,121 1,078,015 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 800,000 700,000 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000-2006 2007 2008 2009 Premium Solar Gambar 4.24. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Sulawesi Selatan Potensi dan Konsumsi Energi di Maluku Utara Provinsi Maluku Utara terdiri dari beberapa pulau di kepulauan Maluku. Provinsi ini beribukota di Sofifi, kecamatan Oba Utara. Sebelumnya, ibukota provinsi ini berada di Ternate, hingga infrastruktur di Sofifi selesai dibangun. Sebagai daerah dari pemekaran provinsi Maluku, provinsi ini merupakan daerah berkembang. Hal itu berdampak pada konsumsi BBM yang meningkat dari tahun ke tahun, baik premium ataupun solar.pada tahun 2009, konsumsi premium sebesar 65,563 kilo liter, lebih besar dari tahun sebelumnya. Konsumsi solar pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, konsumsi sebesar 28,790 kilo liter.secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Maluku Utara dapat dilihat pada Tabel 4,25, dan Gambar 4.25. IV-25

Tabel 4.25 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Maluku Utara( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 42,439 20,806 63,245 2007 47,672 21,531 69,203 2008 55,411 27,388 82,799 2009 65,563 28,790 94,353 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 70000 60000 50000 40000 30000 20000 Premium Solar 10000 0 2006 2007 2008 2009 Gambar 4.25. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Maluku Utara Potensi dan Konsumsi Energi di Papua Sebagai sebuah wilayah pemekaran, Provinsi Papua Barat sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan di semua bidang. Kondisi medan di Papua dan Papua Barat, sekitar enam puluh persen merupakan daerah dataran rendah (dpl < 100 meter) maka kelancaran moda transportasi menjadi barang penting dalam menunjang pembangunan. Kondisi geografis yang naik-turun membuat moda yang digunakan membutuhkan energi yang relatif lebih besar dibanding daerah datar. Hanya saja moda di wilayah ini masih sedikit sehingga bila dibandingkan provinsi lain yang ada di Pulau Jawa atau Sumatera, maka tingkat penggunaan energi di provinsi ini masih rendah. Secara rinci konsumsi BBM di sektor transportasi di Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada Tabel 4.26.dan Gambar 4.26. IV-26

Tabel 4.26 Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Papua( dalam kilo liter ) Tahun Premium Solar Total 2006 52,398 27,208 79,606 2007 57,878 38,760 96,639 2008 65,925 47,143 113,068 2009 74,240 27,374 101,614 Sumber: Kementerian ESDM 2009. 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000-2006 2007 2008 2009 Premium Solar Gambar 4.26. Konsumsi BBM Sektor Transportasi di Papua Barat 4.1.2. Konsumsi Energi Transportasi Laut Konsumsi BBM transportasi laut dipengaruhi oleh jumlah armada, jenis mesin kapal, rute pelayaran kapal, jarak tempuh kapal, lama pelayaran, dan kondisi cuaca. Pembahasan lebih rinci mengenai parameter tersebut akan dibahas pada bab berikutnya yang akan dibahas secara detail pada pelaporan selanjutnya. Bahan bakar yang dikonsumsi oleh kapal laut umumnya adalah jenis bahan bakar High Speed Diesel (HSD) dan Industrial Diesel Oil (IDO).Jumlah armada angkutan laut dapat dilihat pada Tabel 4.27. Tabel 4.28 Tabel 4.29 Tabel 4.30, Tabel 4.31, Tabel 4.32, Tabel 4.33 dan Tabel 4.34. IV-27

Tabel 4.27. PERKEMBANGAN MUATAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI(NASIONAL & ASING)TAHUN 1988-2008 JUMLAH MUATAN TAHUN NASIONAL ASING (TON) 1988 63282600 20827128 84109728 1989 54702391 22202515 76904906 1990 63088609 31797914 94886523 1991 68980837 50551477 119532314 1992 73029408 59641871 132671279 1993 76331305 53207268 129538573 1994 74346347 72733470 147079817 1995 75478456 71220215 146698671 1996 90631149 79502298 170133447 1997 61965146 71643573 133608719 1998 58718762 66455031 125173793 1999 90985556 89243596 180229152 2000 80630496 71470383 152100879 2001 89958215 59990716 149948931 2002 72927857 70529554 143457411 2003 90719407 79805793 170525200 2004 101291968 86285752 187577720 2005 114459924 55,50 91879206 44,50 206339130 2006 135335338 61,30 85444321 38,70 220779659 2007 148740629 65,20 79214358 34,80 227954987 2008 192763874 79,40 50126180 20,60 242890054 Sumber: Litbang Perhubungan, 2009 Tabel 4.28. Perkembangan Muatan Angkutan Laut Luar Negeri(Nasional & Asing)Tahun 1988-2008 JUMLAH MUATAN TAHUN NASIONAL ASING (TON) 1988 5747140 119279568 125026708 1989 3277234 128984476 132261710 1990 5478581 132731403 138209984 1991 6062677 160254657 166317334 1992 6170794 174642450 180813244 1993 6861366 209836181 216697547 1994 8173593 230589616 238763209 1995 5989065 272230980 278220045 1996 24261659 312801171 337062830 1997 10283183 256795489 267078672 1998 9381171 257405305 266786476 1999 16236366 322532608 338768974 Sumber: Litbang Perhubungan, 2009 IV-28

Tabel 4.29. Perkembangan Muatan Angkutan Laut Luar Negeri(Nasional & Asing)Tahun 1988-2008 (Lanjutan) JUMLAH MUATAN TAHUN NASIONAL ASING (TON) 2000 16835613 3476695325 3493530938 2001 22479532 390249125 412728657 2002 14252403 424283089 438535492 2003 15103601 427817246 442920847 2004 16277341 448789548 465066889 2005 24599718 4,99 468370236 95,01 492969954 2006 29363757 5,70 485789846 94,30 515153603 2007 31381870 5,90 500514225 94,10 531896095 2008 38196693 7,12 498273709 92,88 536470402 Sumber: Litbang Perhubungan, 2009 Tabel 4.30. Perkembangan Muatan Angkutan Laut Luar Negeri(Nasional & Asing)Tahun 1988-2008 TAHUN NASIONAL ASING TOTAL EKSPOR IMPOR JUMLAH EKSPOR IMPOR JUMLAH MUATAN 1988 4041190 1705950 5747140 102585245 10351945 112937190 118684330 1989 2071847 1205387 3277234 112290153 16694323 128984476 132261710 1990 4349298 1129283 5478581 127382640 5348765 132731405 138209986 1991 4203523 1859154 6062677 143761220 16493437 160254657 166317334 1992 3387606 2783138 6170744 147593611 27048439 174642050 180812794 1993 4409983 2451383 6861366 169171257 40664924 209836181 216697547 1994 4931402 3242191 8173593 191558565 39031051 230589616 238763209 1995 3316227 2672838 5989065 222026708 50204272 272230980 278220045 1996 19305382 4956277 24261659 260087465 52713706 312801171 337062830 1997 5226281 5056902 10283183 227538127 29257362 256795489 267078672 1998 8559351 781820 9341171 222979557 34425748 257405305 266746476 1999 13369874 2866492 16236366 270398858 52133750 322532608 338768974 2000 11012115 5823498 16835613 195911324 151784001 347695325 364530938 2001 19911308 2568224 22479532 334575366 55673759 390249125 412728657 2002 9335392 4917011 14252403 298607941 125675148 424283089 438535492 2003 10177367 4926234 15103601 304841179 122976067 427817246 442920847 2004 10915665 5364676 16280341 270912787 177876761 448789548 465069889 2005 14860702 9717107 24577809 286695742 181696403 468392145 492969954 2006 19124615 10239142 29363757 292105434 193684412 485789846 515153603 2007 19746165 10571914 30318079 301472808 200105208 501578016 531896095 2008 24944799 13251894 38196693 298376509 199897200 498273709 536470402 Sumber: Litbang Perhubungan, 2009 IV-29

Tabel 4.31. Perkembangan Armada Nasionaltahun 1988-2008 TAHUN UNIT DWT UNIT GRT UNIT HP JUMLAH MUATAN 1988 813 4076116 7550 1403104 1988 849340 10351 1989 764 2958960 5757 1265757 1481 991247 8002 1990 856 3175134 5999 1361261 1481 990365 8336 1991 915 3286906 6187 1393073 1487 993251 8589 1992 957 3357399 5941 1648147 1497 997175 8395 1993 1054 3690138 5752 1647782 1546 1086892 8352 1994 4961 6096607 2269 312616 1263 897926 8493 1995 5050 6187909 2264 315869 1263 897926 8577 1996 6165 6654753 2793 397618 1281 915926 10239 1997 5214 6358605 2793 397618 1281 905126 9288 1998 5922 6677129 2593 384970 1281 905126 9796 1999 5744 6476815 2541 377271 1243 877972 9528 2000 5404 6568213 3791 956021 1328 905126 10523 2001 5416 6573013 3906 1046723 1334 911476 10656 2002 3510 4257630 2499 669678 810 818818 6819 2003 488 2065833 3847 1985001 998 980158 5333 2004 501 2165833 3949 2122516 1089 1080158 5539 2005 528 2313240 4252 2438959 1232 1182711 6012 2006 862 2923875 4423 2440893 1143 1134166 6428 2007 1055 3701184 4805 2804803 1294 1241847 7154 2008 8165 9387043 8165 Sumber: Litbang Perhubungan, 2009 Tabel 4.32. Perkembangan Perusahaan Angkutan Laut(Pelayaran, Non Pelayaran & Pelayaran Rakyat)Tahun 1988-2000 TAHUN PELAYARAN NON PELAYARAN PELAYARAN RAKYAT 1988 543 200 406 1989 521 193 420 1990 692 258 462 1991 839 323 608 1992 939 359 616 1993 1078 399 583 1994 1201 445 608 1995 1307 484 635 1996 1156 397 652 1997 1314 435 678 1998 1465 462 685 1999 1624 494 769 2000 1724 509 760 2001 1794 524 760 IV-30

Tabel 4.32. Perkembangan Perusahaan Angkutan Laut(Pelayaran, Non Pelayaran & Pelayaran Rakyat)Tahun 1988-2008 (lanjutan) TAHUN PELAYARAN NON PELAYARAN PELAYARAN RAKYAT 2002 889 238 340 2003 1030 267 408 2004 1150 300 441 2005 1269 317 485 2006 1380 326 507 2007 1432 334 560 2008 1620 367 583 Sumber: Litbang Perhubungan, 2009 Tabel 5.33. Perkembangan Armada Charter Asingtahun 1988-2008 TAHUN UNIT DWT UNIT GRT UNIT HP JUMLAH MUATAN 1988 - - - - - - - 1989 1708 31767133 203 271948 181 199891 2092 1990 1598 38972978 104 118388 76 64545 1778 1991 3830 76627654 1170 397509 60 67132 5060 1992 3835 75387688 61 162436 40 42029 3936 1993 3684 83485483 - - - - 3684 1994 3416 80301421 - - - - 3416 1995 4883 96901153 - - - - 4883 1996 6314 128240296 - - - - 6314 1997 6629 134625310 - - - - 6629 1998 6134 119403253 - - - - 6134 1999 6248 121019087 - - - - 6248 2000 7406 205232017 - - - - 7406 2001 7227 219686977 - - - - 7227 2002 5819 161308301 62 86544 - - 5881 2003 6414 167462460 24 20657 - - 6438 2004 6373 166938070 15 12750 - - 6388 2005 6498 186728332 22 18455 - - 6520 2006 6563 132577116 31 25837 - - 6594 2007 6511 192330182 29 23992 - - 6540 2008 6576 136554429 40 33588 - - 6616 A. Konsumsi Energi Wilayah Pelabuhan Indonesia I (Pelindo-I) PT. Pelindo-I merupakan PT BUMN yang menangani pelabuhan di wilayah barat indonesia yaitu pelabuhan yang berada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Kepulauan Riau dan Riau. Jumlah pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelindo-I sebanyak 26 IV-31

Pelabuhan. Data mengenai jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola oleh Peindo-I dapat dilihat pada Tabel 4.34.. Tabel 4.34. Jumlah pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia I No. Kelas Pelabuhan Satuan 2006 2007 2008 1 Kelas Utama Cabang 1 1 1 2 Kelas I Cabang 1 1 1 3 Kelas II Cabang 1 1 1 4 Kelas III Cabang 3 3 3 5 Kelas IV Cabang 4 4 4 6 Kelas V Cabang 11 11 11 7 WILKER Cabang 5 5 5 Total 26 26 26 Sumber: Statistik Perhubungan, 2008 Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut untuk wilayah yang dikelola oleh Pelindo-1 dapat dilihat pada Tabel 4.35.danGambar 4.27. yang di bagi per wilayah provinsi. Data konsumsi bahan bakar merupakan data yang di distribusikan oleh pertamina ke pelabuhan di wilayah provinsi masing-masing. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat 1 (satu) buah pelabuhan internasional yaitu pelabuhan Sabang dan 2 (dua) buah pelabuhan nasional di Provinsi Nanggroe Aceh darussalam yaitu pelabuhan Meulaboh dan Pelabuhan Lhokseumawe serta beberapa pelabuhan lain. Konsumsi bahan bakar oleh angkutan laut di pelabuhan wilayah provinsi Nanggroe Aceh pada tahun 2007 terjadi penurunan dibanding tahun 2006 dan tahun 2008 sampai tahun 2009 mulai terjadi peningkatan konsumsi bahan bakar lagi seperti ditunjukkan pada Gambar 4.18. Di Provinsi Sumatera terdapat 2 (dua) pelabuhan internasional dan 1 (satu) pelabuhan nasional serta beberapa pelabuhan lain. Konsumsi bahan bakar oleh angkutan laut di pelabuhan wilayah provinsi sumatera utara, Riau dan Kepulauan Riau terjadi penurunan pada tahun 2007 dibanding tahun 2006 dan peningkatan konsumsi bahan bakar. Tabel 4.35. Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah pelindo-i tahun 2006 hingga tahun 2009 NNo Propinsi Konsumsi Bahan Bakar (Kilo Liter) 2006 2007 2008 2009 11 Nangroe Aceh Darussalam 252577,2 169017,6 180454,6 204193,6 22 Sumatera Utara 350801,7 234746,7 250631,3 283602,3 33 Riau Kepulauan 294673,4 197187,2 210530,3 238225,9 44 Riau 295922,3 196226,4 211003,5 239025,8 Sumber: Pertamina 2009 IV-32

konsumsi bahan bakar (kl) 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Riau Kepulauan Riau 2006 2007 2008 2009 Propinsi Gambar 4.27. Perbandingan konsumsi angkutan laut di wilayah Pelindo-I tahun 2006-2009 B. Konsumsi Energi Wilayah Pelabuhan Indonesia II (Pelindo-II) PT. Pelindo-II merupakan PT BUMN yang menangani pelabuhan di sebagian pulau sumatera dan, sebagian pulau kalimantan dan sebagian pulau jawa. Pelabuhan yang berada dibawah Pelindo-II terletak di Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat. Jumlah pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelindo-II sebanyak 29 Pelabuhan.Data mengenai jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola oleh Pelindo-II dapat dilihat pada Tabel 4.36. Tabel 4.36. Jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia II No. Kelas Pelabuhan Satuan 2006 2007 2008 1 Kelas Utama Cabang 1 1 1 2 Kelas I Cabang 5 5 5 3 Kelas II Cabang 1 1 1 4 Kelas III Cabang 3 3 3 5 Kelas IV Cabang 1 1 1 6 Kelas V Cabang 8 8 8 7 WILKER Cabang 10 10 10 Total 29 29 29 Sumber: Statistik Perhubungan, 2008 Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut untuk wilayah yang dikelola oleh Pelindo-II dapat dilihat pada Tabel 4.37.dan Gambar 4.28. yang di bagi per wilayah provinsi. Data konsumsi bahan bakar merupakan data yang di distribusikan oleh pertamina ke pelabuhan di wilayah provinsi masing-masing. Terdapat 7 (tujuh) buah pelabuhan internasional dan (lima) buah pelabuhan nasional yang ada dibawah pengelolaan Pelindo-II. Pelabuhan internasional yang berada dibawah pengelolaan pelindo-ii yaitu Pelabuhan Teluk Bayur, Pelabuhan Dumai, Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Arjuna dan Pelabuhan Pontianak. Konsumsi bahan bakar oleh angkutan laut di pelabuhan wilayah IV-33

konsumsi bahan bakar (kl) Pelindo-II pada tahun 2007 terjadi penurunan dibanding tahun 2006 dan tahun 2008 sampai tahun 2009 mulai terjadi peningkatan konsumsi bahan bakar lagi seperti ditunjukkan pada Gambar 4.37. Tabel 4.37. Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah pelindo II tahun 2006 hingga tahun 2009 No Propinsi Konsumsi Bahan Bakar 2006 2007 2008 2009 1 Sumatera Barat 140.320,67 93.898,67 100.252,53 113.440,91 2 Jambi 98.224,47 65.729,07 70.176,77 79.408,64 3 Sumatera Selatan 112.256,53 75.118,93 80.202,03 90.752,73 4 Bengkulu 42.096,20 28.169,60 30.075,76 34.032,27 5 Lampung 84.192,40 56.339,20 60.151,52 68.064,55 6 Bangka Belitung 182.416,87 122.068,27 130.328,29 147.473,19 7 Banten 70.160,33 46.949,33 50.126,27 56.720,46 8 Jakarta 140.320,67 93.898,67 100.252,53 113.440,91 9 Jawa Barat 84.192,40 56.339,20 60.151,52 68.064,55 10 Kalimantan Barat 266.609,27 178.407,47 190.479,81 215.537,73 Sumber: Pertamina, 2009 300000 Konsumsi Bahan Bakar Pelindo II 250000 200000 150000 100000 50000 0 2006 2007 2008 2009 Propinsi Gambar 4.28. Perbandingan konsumsi angkutan laut di wilayah Pelindo-II tahun 2006-2009 IV-34

C. Konsumsi Energi Wilayah Pelabuhan Indonesia III (Pelindo-III) PT. Pelindo-III merupakan PT BUMN yang menangani pelabuhan di sebagian pulau Jawa, Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok, serta Sebagian Pulau Kalimantan. Pelabuhan yang berada dibawah Pelindo-II terletak di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Jumlah pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelindo-II sebanyak 32 Pelabuhan. Data mengenai jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola oleh Pelindo-III dapat dilihat pada Tabel 4.38.. Tabel 4.38. Jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia II No. Kelas Pelabuhan Satuan 2006 2007 2008 1 Kelas Utama Cabang 1 1 1 2 Kelas I Cabang 3 3 3 3 Kelas II Cabang 1 1 1 4 Kelas III Cabang 5 5 5 5 Kelas IV Cabang 3 3 3 6 Kelas V Cabang 17 17 17 7 WILKER Cabang 2 2 2 Total 32 32 32 Sumber: Statistik Perhubungan, 2008 Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut untuk wilayah yang dikelola oleh Pelindo-III dapat dilihat pada Tabel 4.39.danGambar 4.29. yang di bagi per wilayah provinsi. Data konsumsi bahan bakar merupakan data yang di distribusikan oleh pertamina ke pelabuhan di wilayah provinsi masing-masing.terdapat 6 (enam) buah pelabuhan internasional dan 8 (delapan) buah pelabuhan nasional yang ada dibawah pengelolaan Pelindo-III. Pelabuhan internasional yang berada dibawah pengelolaan pelindo-iii yaitu Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Tanjung Intan, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Benoa, Pelabuhan Banjarmasin dan pelabuhan Tenau. Konsumsi bahan bakar oleh angkutan laut di pelabuhan wilayah Pelindo-III terjadi peningkatan pada tahun 2006 hingga tahun 2009 seperti ditunjukkan pada Gambar 4.39.. Peningkatan konsumsi energi rata-rata pada tahun 2007 di wilayah Peindo III adalah sebesar 5,3% pada tahun 2008 sebesar 6,7% dan pada tahun 2009 sebesar 13%. IV-35

Konsumsi bahan bakar (kl) Tabel 4.39. Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah pelindo III tahun 2006 hingga tahun 2009 No Propinsi Konsumsi Bahan Bakar 2006 2007 2008 2009 1 Jawa Tengah 124847,4 131458,1 140353,5 158817,3 2 Jawa Timur 187271,1 197187,2 210530,3 238225,9 3 Bali 89176,72 93898,67 100252,5 113440,9 4 Nusa Tenggara Barat 80259,05 84508,8 90227,28 102096,8 5 Nusa Tenggara Timur 142682,7 150237,9 160404,1 181505,5 6 Kalimantan Tengah 151600,4 159627,7 170429,3 192849,6 7 Kalimantan Selatan 80259,05 84508,8 90227,28 102096,8 Konsumsi Bahan Bakar Pelindo III 250000 200000 150000 100000 50000 0 2006 2007 2008 2009 Propinsi Gambar 4.29. Perbandingan konsumsi angkutan laut di wilayah Pelindo-III tahun 2006-2009 D. Konsumsi Energi Wilayah Pelabuhan Indonesia IV (Pelindo IV) PT. Pelindo-IV merupakan PT BUMN yang menangani pelabuhan di wilayah barat Timur Indonesia yaitu pelabuhan yang berada di Provinsi Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tangah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua. Data mengenai jumlah dan kelas pelabuhan yang dikelola PT. Pelindo IV dapat dilihat pada Tabel 4.40. IV-36

Tabel 4.40. Jumlah pelabuhan yang dikelola PT. Pelabuhan Indonesia IV No. Kelas Pelabuhan Satuan 2006 2007 2008 1 Kelas Utama Cabang 1 1 1 2 Kelas I Cabang 4 4 4 3 Kelas II Cabang 3 3 3 4 Kelas III Cabang 5 5 5 5 Kelas IV Cabang 3 3 3 6 Kelas V Cabang 5 5 5 7 WILKER Cabang 3 3 3 Total 24 24 24 Sumber: Statistik Perhubungan, 2008 Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut untuk wilayah yang dikelola oleh Pelindo-IV dapat dilihat pada Tabel 4.41.danGambar 4.30. yang di bagi per wilayah provinsi. Data konsumsi bahan bakar merupakan data yang di distribusikan oleh pertamina ke masingmaisng pelabuhan di wilayah provinsi masing-maisng. Di Provinsi Kalimantan Timur terdapat 2 (dua) buah pelabuhan internasional yaitu pelabuhan Balikpapan dan pelabuhan Tarakan dan 7 (tujuh) buah pelabuhan nasional yaitu pelabuhan Nunukan, Pelabuhan Samarinda, Pelabuhan Tanjung Sangata, Pelabuhan Tanjung Redep, Pelabuhan Pasir/Tanah Grogot, Pelabuhan Tanjung Selor, dan Pelabuhan Santan serta beberapa pelabuhan lain. Konsumsi bahan bakar oleh angkutan laut di sebagian besar pelabuhan di kawasan Pelindo-IV mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seperti ditunjukkan pada Gambar 4.41. Tabel 4.41. Konsumsi bahan bakar oleh transportasi laut wilayah pelindo IV tahun 2006 hingga tahun 2009 No Propinsi Konsumsi Bahan Bakar 2006 2007 2008 2009 1 Kalimantan Timur 187271,1 197187,2 210530,3 238225,9 2 Sulawesi Selatan 124847,4 131458,1 140353,5 158817,3 3 Sulawesi Tengah 107012,1 112678,4 120303 136129,1 4 Sulawesi Tenggara 17835,34 18779,73 20050,51 22688,18 5 Gorontalo 26753,02 28169,6 30075,76 34032,27 6 Sulawesi Utara 71341,37 75118,93 80202,03 90752,73 7 Maluku 26753,02 84508,8 90227,28 102096,8 8 Maluku Utara 80259,05 28169,6 30075,76 34032,27 9 Papua Barat 26753,02 112678,4 120303 136129,1 10 Papua 107012,1 112678,4 120303 136129,1 Sumber: pelindo IV. IV-37

Konsumsi bahan bakar (kl) Konsumsi Bahan Bakar Pelindo IV 250000 200000 150000 100000 50000 0 2006 2007 2008 2009 Propinsi Gambar 4.30. Perbandingan konsumsi angkutan laut di wilayah Pelindo-III tahun 2006-2009 4.1.3. Konsumsi Energi Transportasi Udara Konsumsi BBM transportasi udara dipengaruhi oleh jenis mesin pesawat, rute perjalanan pesawat atau lama penerbangan, serta kondisi cuaca. Pembahasan lebih rinci mengenai parameter tersebut akan dibahas pada bab berikutnya yang akan dibahas pada pelaporan selanjutnya. Bahan bakar yang dikonsumsi oleh pesawat udara adalah Aviation Gasoline (Avgas) dan Aviation Turbine (Avtur).Konsumsi energi oleh transportasi udara adalah konsumsi energi oleh pesawat komersial dan non komersial. Persentase konsumsi energi oleh pesawat non komersial dapat dikategorikan kecil jika dibanding dengan konsumsi energi oleh pesawat komersial yang jumlah total maskapai sekitar 541 pesawat yang jenis atau tipe nya berbeda-beda. Jumlah maskapai penerbangan di Indonesia dan jumlah armada yang dimiliki dapat dilihat pada Tabel 4.42., dan Total penumpang dan keberangkatan pesawat domestik dapat dilihat pada Tabel 4.43. Konsumsi energi oleh maskapai Garuda Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.44. IV-38

Tabel 4.42.Jenis maskapai di Indonesia dan jumlah armada yang dimiliki Tahun 2009 MASKAPAI NIAGA BERJADWAL JUMLAH JUMLAH MASKAPAI NIAGA TAK BERJADWAL ARMADA ARMADA PT. GARUDA INDONESIA 54 PT. MANUNGGAL AIR SERVICE 2 PT. MERPATI NUSANTARA 71 PT. AIRFAST INDONESIA 19 PT. MANDALA AIRLINES 15 PT, ASI PUDJIASTUTI 14 PT. LION MENTARI AIRLINES 34 PT. AVIASTAR MANDIRI 10 PT. INDONESIA AIRASIA 15 PT. DABI AIR NUSANTARA 18 PT. METRO BATAVIA - PT. DERAYA AIR TAXI - PT. WINGS ABADI AIRLINES 15 PT. DERAZONA AIR SERVICE 6 PT. TRAVEL EXPRESS 3 PT. DIRGANTARA AIR SERVICE 6 PT. SRIWIJAYA AIR 20 PT. EKSPRES TRANSPORTASI ANTAR BENUA 8 PT. TRAVIRA AIR - PT. GATARI AIR SERVICE 8 PT. INDONESIA AIR TRANSPORT 21 PT. INTAN ANGKASA AIR SERVICE 9 PT. KAL STAR AVIATION 2 PT. KURA-KURA AVIATION 6 PT. PELITA AIR SERVICE 21 PT. MIMIKA AIR 2 PT. REPUBLIC EXPRESS 21 PT. NATIONAL UTILITY HELICOPTER 11 PT. TRIGANA AIR SERVICE 20 PT. NUSANTARA BUANA AIR 3 PT. DIRGANTARA AIR SERVICE 6 PT. NYAMAN AIR 2 PT. SAMPOERNA AIR NUSANTARA 2 MASKAPAI NON NIAGA JUMLAH PT. PELITA AIR SERVICE 23 BALAI KALIBRASI 3 PT. PENERBANGAN ANGKASA SEMESTA 2 PT. PURA WISATA BARUNA 4 NIAGA KARGO BERJADWAL JUMLAH PT. SABANG MERAUKE RAYA AIR CHARTER 4 PT. CARDIG AIR 2 PT. SAYAP GARUDA INDAH 2 PT. TRI MG INTRA ASIA AIRLINES 5 PT. TRANSWISATA PRIMA AVIATION 6 PT.TRAVIRA AIR 22 NIAGA KARGO TAK BERJADWAL JUMLAH PT. SKY AVIATION - PT. TRI MG INTRA ASIA AIRLINES - PT. JOHNLIN AIR TRANSPORT - PT. REPUBLIC EXPRESS 3 PT. MEGANTARA AIR 2 PT. ASIA LINK CARGO EXPRESS - PT. RIAU AIRLINES 7 PT. EAST INDONESIA AIR TAXI AND CHARTER SERVICE (EASTI 6 IV-39

Tabel 4.43. Jumlah penumpang dan keberangkatan pesawat transportasi udara di Indonesia Tahun Rincian Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Keberangkatan Pesawat unit 444.346 452.895 475.728 453.914 440.030 334.593 Keberangkatan Penumpang orang 22.838.638 29.683.202 32.687.079 35.442.985 37.225.349 32.552.720 Tabel 4.43. Jumlah penumpang dan keberangkatan pesawat transportasi udara di Indonesia (lanjutan) Tahun Rincian Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Keberangkatan Pesawat unit 444.346 452.895 475.728 453.914 440.030 334.593 Keberangkatan Penumpang orang 22.838.638 29.683.202 32.687.079 35.442.985 37.225.349 32.552.720 Transit Penumpang orang 2.742.690 1.156.249 2.856.287 4.271.062 4.227.022 3.503.977 Bongkar muat Barang ton 171.142 291.925 265.940 300.684 305.032 248.809 Bongkar Muat Bagasi ton 195.016 287.454 323.346 372.369 338.468 314.983 Bongkar Muat Pos ton 6.189 7.981 7.039 7.924 12.360 9.553 Sumber :Statistik Indonesia 2009 Jumlah keberangkatan pesawat, penumpang dan bongkar muat barang pada tahun 2005 sampai tahun 2006 pada Tabel 4.43 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan rata-rata sebesar 3% sedangkan pada tahun 2006 sampai tahun tahun 2009 terjadi penurunan keberangkatan pesawat, sedangkan keberangkatan penumpang, jumlah bongkar muat barang dan bagasi serta pos masih terjadi peningkatan dari tahun 2004 sampai 2008 hanya terjadi penurunan pada tahun 2009. Berdasarkan data pada Tabel 4.43 menunjukkan bahwa pada tahun 2006 sampai tahun 2008 terjadi peningkatan efisiensi dan efektivitas keberangkatan pesawat. Jumlah keberangkatan pesawat akan mengkonsumsi cukup banyak energi dan dapat mengindikasikan bahwa semakin tinggi keberangkatan pesawat maka semakin tinggi energi yang digunakan sektor transportasi udara. Data mengenai konsumsi energi untuk salah satu maskapai penerbangan berjadwal yaitu maskapai Garuda Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.44. Total konsumsi bahan bakar tahun 2009 dibandingkan konsumsi bahan bakar pada tahun 2008 lebih sedikit yang menunjukkan kesinkronan antara jumlah penurunan keberangkatan pesawat dengan penurunan konsumsi energi. IV-40

Tabel 4.44. Konsumsi energi oleh maskapai Garuda Indonesia Jumlah kota yang Jumlah maskapai Konsumsi Bahan Bakar Bulan dikunjungi Tahun 2008 Tahun 2009 (Liter) JAN 60.952.475 61.484.736 FEB 54.272.438 51.487.776 MAR 59.682.839 63.846.467 APR 64.736.565 64.296.164 MAY 67.079.178 65.154.697 JUN 66.369.965 67.594.360 JUL 31 54 74.843.347 70.666.431 AUG 73.946.490 71.682.406 SEP 68.160.630 69.404.617 OCT 68.427.492 63.616.046 NOV 64.083.315 69.671.995 DEC 65.568.891 67.145.642 TOTAL 788.123.625 786.051.337 Sumber: PT Garuda Indonesia (2010), Perhubungan udara (2010), diolah konsultan (2010) Konsumsi bahan bakar oleh transportasi udara untuk komersial dan non komersial dapat dilihat pada Tabel 4.45 dan Gambar 4.31. Berdasarkan data konsumsi bahan bakar pada Tabel 4.45 dan Gambar 4.31 menunjukkan bahwa terjadi penurunan penggunaan bahan bakar jenis aviation gasoline (AVGAS) sedangkan untuk konsumsi bahan bakar jenis aviation turbine (AVTUR) terjadi penigkatan. Secara keseluruhan konsumsi bahan bakar untuk transportasi udara baik komersial maupun non komersial terjadi kenaikan dari tahun 2000 sampai tahun 2004 dan terjadi penurunan pada tahun 2005 namun terjadi kenaikan lagi dari tahun 2006 sampai tahun 2009. Tabel 4.45. Jumlah Konsumsi bahan bakar oleh transportasi udara untuk komersial Tahun AVGAS AVTUR TOTAL 2000 3550 1202717 1206267 2001 3430 1473503 1476933 2002 3488 1597291 1600779 2003 3556 1929351 1932907 2004 3416 2437923 2441339 2005 3070 2322634 2325704 2006 3390 2428078 2431468 2007 2163 2520040 2522203 2008 2003 2635670 2637673 2009 1687 2760678 2762365 Sumber: ESDM, 2009 (di olah konsultan 2010) IV-41

Sumber: ESDM, 2009 (di olah konsultan, 2010) Gambar 4.31.Konsumsi bahan bakar oleh transportasi udara untuk komersial Sumber: ESDM, 2009 (di olah konsultan, 2010) Gambar 4.32.Konsumsi bahan bakar oleh transportasi udara untuk komersial 4.1.4.Konsumsi Energi Transportasi Perkeretaapian Pelayanan penumpang oleh kereta di Indonesia selama ini hanya terdapat di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.Pelayanan terbanyak berada di Pulau Jawa yang melintas dari bagian Barat (Provinsi Banten) sampai daerah Banyuwangi (Jawa Timur). A. Pulau Jawa Daerah Operasi (DAOP) adalah nama untuk pembagian wilayah pelayanan KA di Pulau Jawa yang dibagi menjadi 9 daerah operasi yang masing-masing mempunyai kewenangan IV-42

di dalam mengelola sarana-prasarana dan mengendalikan operasi KA. Adapun pembagian wilayah operasi tersebut adalah sebagai berikut : a. Daerah Operasi (DAOP) I Jakarta b. Daerah Operasi (DAOP) II Bandung c. Daerah Operasi (DAOP) III Cirebon d. Daerah Operasi (DAOP) IV Semarang e. Daerah Operasi (DAOP) V Purwokerto f. Daerah Operasi (DAOP) VI Yogyakrta g. Daerah Operasi (DAOP) VII Madiun h. Daerah Operasi (DAOP) VIII Surabaya i. Daerah Operasi (DAOP) IX Jember Berdasarkan KM 8 Tahun 2001 tentang Angkutan Kereta Api disebutkan bahwa Pelayanan KA ekonomi jarak jauh ditandai dengan jarak perjalanan yang melebihi 450 km dan kesemuanya melayani Pulau Jawa. Jangkauan dari pelayanan KA ekonomi jarak jauh mencakup ujung dari Jawa Timur, yaitu Banyuwangi sampai dengan Jawa bagian Barat, yaitu Jakarta. Adapun rincian dari pelayanan KA ekonomi jarak jauh dapat dilihat pada Tabel 4.46 Tabel 4.46Jenis Pelayanan KA Ekonomi Jarak Jauh NO NAMA KA RELASI JARAK TARIF FREK 1 Logawa Purwokerto - Jember 675 40,500 2 2 Kertajaya Surabayapasarturi-Pasarsenen 719 43,500 2 3 Brantas Kediri-Tanahabang 746 45,500 2 4 Kahuripan Kediri-Padalarang 655 38,000 2 5 Kutojaya Utara Kutoarjo-Tanahabang 450 28,000 2 6 Bengawan Solojebres-Tanahabang 575 37,000 2 7 Progo Lempuyangan-Pasarsenen 513 35,000 2 8 Pasundan Kiaracondong-Surabayagubeng 691 38,000 2 9 Sri Tanjung Lempuyangan-Banyuwangi 621 35,000 2 10 GBM Selatan Surabayagubeng-Jakartakota 827 33,500 2 11 Matarmaja Malang-Pasarsenen 881 51,000 2 Sumber : Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Pelayanan KA ekonomi jarak sedang ditandai dengan jarak perjalanan antara 150 km sampai dengan 450 km. untuk jenis pelayanan ini, terdapat 4 (empat) KA yang melayani daerah di Pulau Jawa dan 5 (lima) KA yang melayani daerah di Pulau Sumatera. Adapun rincian dari pelayanan KA ekonomi jarak sedang dapat dilihat pada Tabel 4.47. IV-43

Tabel 4.47Jenis Pelayanan KA Ekonomi Jarak Sedang NO NAMA KA RELASI JARAK TARIF FREK 1 Tawangjaya Semarangponcol-Pasarsenen 437 33,500 2 2 Serayu Kroya-Jakartakota 422 25,000 4 3 Kutojaya Selatan Kutoarjo-Kiaracondong 319 19,500 2 4 Tegal Arum Tegal-Jakartakota 296 15,000 2 5 Tawang Alun Malang-Banyuwangi 312 18,500 2 6 Rajabasa Kertapati-Tanjungkarang 388 15,000 2 7 Buser/Serelo Kertapati-Lubuklinggau 306 15,000 2 8 Putri Deli Binjai-Medan-Tanjungbalai 174 14,000 6 9 Siantar Ekspress Medan-Siantar 129 12,000 2 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Pelayanan KA ekonomi jarak dekat / lokal ditandai dengan jarak perjalanan kurang dari 150 km. untuk jenis pelayanan ini, terdapat 29 (dua puluh sembilan) KA yang melayani daerah di Pulau Jawa dan hanya 2 (dua) KA yang melayani daerah di Pulau Sumatera. Adapun rincian dari pelayanan KA ekonomi jarak dekat / lokal dapat dilihat pada Tabel 4.48. Pelayanan KRD ekonomi merupakan pelayanan KA ekonomi yang menggunakan jenis kereta yang ditarik oleh diesel, sedangkan untuk jarak perjalanannya hamper sama dengan jenis pelayanan KA ekonomi jarak dekat, yaitu kurang dari 150 km. untuk jenis pelayanan ini, terdapat 4 (empat) KA yang melayani daerah di Pulau Jawa dan hanya 2 (dua) KA yang melayani daerah di Pulau Sumatera. Adapun rincian dari pelayanan KRD ekonomi dapat dilihat pada Tabel 4.49. Tabel 4.49Jenis Pelayanan KRD Ekonomi NO NAMA KA RELASI JARAK TARIF FREK 1 KRD Surabaya-Porong 35 2,000 10 2 KRD Surabaya-Sidoarjo 25 2,000 4 3 KRD Surabaya-Lamongan 41 2,000 4 4 KRD Tegal-Semarang Poncol 148 15,000 4 5 KRD Kotabumi-Tanjung Karang 85 7,500 4 6 KRD Kertapati-Indralaya 25 2,500 4 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 IV-44

Tabel 4.48Jenis Pelayanan KA Ekonomi Jarak Dekat / Lokal NO NAMA KA RELASI JARAK TARIF FREK 1 CEPAT MERAK Jakartakota-Merak 152 5,000 4 2 CEPAT Jakartakota-Purwakarta 103 3,000 2 PURWAKARTA 3 EKONOMI LOKAL Jakartakota-Rangkasbitung 83 2,000 10 4 EKONOMI LOKAL Tanahabang-Rangkasbitung 73 2,000 1 5 EKONOMI LOKAL Jakartakota-Parungpanjang 44 1,500 2 6 EKONOMI LOKAL Rangkasbitung-Parungpanjang 39 1,500 1 7 Eks KRD Karawang - Jakarta 64 3000 2 8 Eks KRD Jakarta - Purwakarta 104 3000 2 9 Eks KRD Purwakarta - Pasar Senen 97 2500 2 10 Eks KRD Cikampek - Pasar Senen 78 3500 2 11 EKONOMI LOKAL Cibatu-Purwakarta 129 2000 2 12 EKONOMI LOKAL Ciroyom-Lampegan 81 1,500 2 13 EKONOMI LOKAL Cianjur-Ciroyom 58 1,000 2 14 Eks KRD Kiara Condong-Cicalengka 22 1,500 2 15 Eks KRD Padalarang-Cicalengka 42 6,500 16 16 FEEDER Bojonegoro-Semarangponcol 177 2,000 2 17 FEEDER Wonogiri-Purwosari 37 2,000 2 18 EKONOMI LOKAL Kedungbanteng-Solo Jebres 38 5,500 2 19 PENATARAN Surabayakota-Malang-Blitar 170 5,500 8 20 DHOHO Surabayakota-Kertosono-Blitar 180 4,000 8 21 TUMAPEL Surabaya-Malang 96 3,000 2 22 Eks KRD Bojonegoro-Sby Ps. Turi 105 2,000 2 23 Eks KRD Surabayakota-Kertosono 87 2,000 2 24 Eks KRD Babat-Surabayapasarturi 69 3,500 2 25 EKONOMI LOKAL Banyuwangi-Kalibaru 57 4,500 2 26 PANDANWANGI Banyuwangi-Jember 112 18,000 2 27 Probowangi Probolinggo-Banyuwangi 208 2,500 2 28 Sibinuang Padang-Pariaman 53 4,500 4 29 Besidan Besitang-Medan 102 2,000 0,28* 30 EKONOMI LOKAL Pasarsenen-Rangkasbitung 87 5,000 8 Sumber : Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 IV-45

Pelayanan KRL ekonomi merupakan pelayanan KA ekonomi yang menggunakan energy penggerak listrik dan bersifat komuter.jenis pelayanan ini masih hanya beroperasi di kawasan Jabodetabek.Adapun rincian dari pelayanan KRL ekonomi dapat dilihat pada Tabel 4.50 Tabel 4.50Jenis Pelayanan KRL Ekonomi NO NAMA KA RELASI JARAK TARIF FREK 1 KRL Jakarta-Bogor 55 2,000 69 2 KRL Manggarai-Bogor 45 2,000 10 3 KRL Jakarta-Depok 33 1,500 8 4 KRL TanahAbang-Bojonggede 39 2,000 1 5 KRL Jakarta-Bojonggede 43 2,000 1 6 KRL Bogor-Tanah Abang 51 2,000 5 7 KRL Depok Baru-Tanah Abang 30 1,500 2 8 KRL Bogor-Kp. Bandan 60 2,000 1 9 KRL Jakarta-Bekasi 23 1,500 17 10 KRL Manggarai-Bekasi 9 1,500 1 11 KRL Tanah Abang-Serpong 27 1,500 14 12 KRL Tanah Abang-Manggarai 18 1,000 2 13 KRL Jakarta-Tangerang 24 1,000 10 14 KRL Depok-Angke 6 1,500 2 15 KRL Bekasi -Kp Bandan 26 1,500 4 16 KRL Bogor - Angke 34 2,000 2 17 KRL Manggarai - Kp. Bandan 33 1,000 1 18 KRL Bogor-Depok 56 1500 3 19 KRL AC Tanah Abang-Serpong 15 4,500 14 20 KRL AC Mri-Thb-Ak-Kpb-Pse-Jng-Mri 24 3500 16 21 KRL AC Jakarta-Bogor 29 5500 14 22 KRL AC Jakarta-Bekasi 55 4500 28 23 KRL AC Mri-Thb-Serpong 27 5500 2 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Dalam Grafik Perjalanan KA (GAPEKA) KA Ekonomi Jarak Jauh terdiri dari 22 KA, yang melayani 11 lintas dengan waktu perjalanan terlama yaitu 18 jam 45 menit adalah KA MATARMAJA, No. KA. 141 dengan pelayanan Malang Pasarsenen, sedangkan waktu perjalanan terpendek yaitu 8 jam 02 menit adalah KA KUTOJAYA, No. KA.161 dengan pelayanan Kutoarjo Tanahabang, data selengkapnya terdapat dalam Tabel 5.51. IV-46

Tabel 4.51 KA Jarak Jauh NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT 1 158 LOGAWA PURWOKERTO SINGO JURUH 859 2 159 LOGAWA SINGO JURUH JEMBER 859 3 160 LOGAWA JEMBER SINGO JURUH 825 4 157 LOGAWA SINGO JURUH PURWOKERTO 825 5 147 KERTAJAYA SURABAYA PASARTURI TANJUNG PRIOK 821 6 148 KERTAJAYA TANJUNG PRIOK SURABAYA PASARTURI 800 7 145 BRANTAS KEDIRI TANAH ABANG 843 8 146 BRANTAS TANAH ABANG KEDIRI 954 9 151 KAHURIPAN KEDIRI PADALARANG 858 10 152 KAHURIPAN PADALARANG KEDIRI 930 11 161 KUTOJOYO KUTOARJO TANAH ABANG 481 12 162 KUTOJOYO TANAH ABANG KUTOARJO 510 13 153 BENGAWAN SOLO JEBRES TANAH ABANG 645 14 154 BENGAWAN TANAH ABANG SOLO JEBRES 698 15 155 PROGO LEMPUYANGAN PASAR SENEN 536 16 156 PROGO PASAR SENEN LEMPUYANGAN 604 17 149 PASUNDAN SURABAYA GUBENG KIARA CONDONG 976 18 150 PASUNDAN KIARA CONDONG SURABAYA GUBENG 1,034 19 164 SRI TANJUNG LEMPUYANGAN SURABAYA GUBENG 825 20 165 SRI TANJUNG SURABAYA GUBENG BANYUWANGI 825 21 166 SRI TANJUNG BANYUWANGI SURABAYA GUBENG 805 22 163 SRI TANJUNG SURABAYA GUBENG LEMPUYANGAN 805 23 143 GBM SELATAN SURABAYA GUBENG JAKARTA 997 24 144 GBM SELATAN JAKARTA SURABAYA GUBENG 869 25 141 MATARMAJA MALANG PASAR SENEN 1,107 26 142 MATARMAJA PASAR SENEN MALANG 991 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 KA Ekonomi Jarak Sedang terdiri dari 10 KA, yang melayani 10 lintas dengan waktu perjalanan terlama yaitu 10 jam 57 menit adalah KA SERAYU, No. KA. 169 dengan pelayanan Kroya Jakarta, sedangkan waktu perjalanan terpendek yaitu 3 jam 78 menit adalah KA PUTRIDELI, No. KA.U14 dengan pelayanan Medan Tanjungbalai, data selengkapnya terdapat dalam Tabel 4.52. IV-47

Tabel 4.52KA Jarak Sedang NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT 1 167 TAWANG JAYA SEMARANG PONCOL PASAR SENEN 453 2 168 TAWANG JAYA PASAR SENEN SEMARANG PONCOL 466 3 169 SERAYU KROYA JAKARTA 634 4 170 SERAYU JAKARTA KROYA 629 5 171 SERAYU KROYA JAKARTA 608 6 172 SERAYU JAKARTA KROYA 602 7 173 KUTOJOYO SELATAN KUTOARJO KIARACONDONG 432 8 174 KUTOJOYO SELATAN KIARACONDONG KUTOARJO 455 9 175 TEGAL ARUM TEGAL JAKARTA 336 10 176 TEGAL ARUM JAKARTA TEGAL 371 11 178 TAWANGALUN BANYUWANGI BARU BANGIL 472 12 179 TAWANGALUN BANGIL MALANG KOTA LAMA 472 13 180 TAWANGALUN MALANG KOTA LAMA BANGIL 447 14 177 TAWANGALUN BANGIL BANYUWANGI BARU 447 15 87 RAJABASA KERTAPATI TANJUNG KARANG 501 16 88 RAJABASA TANJUNG KARANG KERTAPATI 562 17 85 BUKIT SARELO KERTAPATI LUBUK LINGGAU 440 18 86 BUKIT SARELO LUBUK LINGGAU KERTAPATI 455 19 U20 EJEK PUTRI DELI MEDAN BINJAI 347 20 U19 EJEK PUTRI DELI BINJAI MEDAN 385 21 U13 PUTRI DELI TANJUNG BALAI MEDAN 347 22 U14 PUTRI DELI MEDAN TANJUNG BALAI 227 23 U15 PUTRI DELI TANJUNG BALAI MEDAN 273 24 U16 PUTRI DELI MEDAN TANJUNG BALAI 277 25 U17 PUTRI DELI TANJUNG BALAI MEDAN 277 26 U18 PUTRI DELI MEDAN TANJUNG BALAI 385 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 KA Ekonomi Jarak Dekat terdiri dari 106 No.KA, dengan waktu perjalanan terlama yaitu 6 jam 82 menit adalah KA PROBOWANGI, No. KA.993 dengan pelayanan Probolinggo Banyuwangi, sedangkan waktu perjalanan terpendek yaitu 48 menit adalah KA FEEDER, No.KA.954 dengan pelayanan Solo Jebres Kedung Banteng, data selengkapnya terdapat dalam Tabel 4.53. IV-48

Tabel 4.53 KA Jarak Dekat NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT 1 881 CEPAT MERAK MERAK JAKARTA 261 2 882 CEPAT MERAK JAKARTA MERAK 278 3 883 CEPAT MERAK MERAK TANAH ABANG 224 4 884 CEPAT MERAK JAKARTA MERAK 254 5 885 CEPAT PURWAKARTA JAKARTA 179 PURWAKARTA 6 886 CEPAT JAKARTA PURWAKARTA 182 PURWAKARTA 7 896 EKONOMI LOKAL JAKARTA RANGKASBITUNG 170 8 897 EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG JAKARTA 175 9 902 EKONOMI LOKAL JAKARTA RANGKASBITUNG 192 10 904 EKONOMI LOKAL JAKARTA RANGKASBITUNG 170 11 905 EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG JAKARTA 174 12 907 EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG JAKARTA 173 13 908 EKONOMI LOKAL JAKARTA RANGKASBITUNG 170 14 912 EKONOMI LOKAL JAKARTA RANGKASBITUNG 58 15 913 EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG JAKARTA 180 16 914 EKONOMI LOKAL TANAH ABANG RANGKASBITUNG 168 17 895 EKONOMI LOKAL PARUNG PANJANG JAKARTA 98 18 903 EKONOMI LOKAL PARUNG PANJANG JAKARTA 100 19 915 EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG PARUNG PANJANG 78 20 889 EKONOMI LOKAL KARAWANG JAKARTA 122 21 890 EKONOMI LOKAL TANJUNG PRIOK PURWAKARTA 203 22 891 EKONOMI LOKAL PURWAKARTA TANJUNG PRIOK 175 23 893 EKONOMI LOKAL PURWAKARTA PASAR SENEN 157 24 887 EKONOMI LOKAL CIKAMPEK TANJUNG PRIOK 178 25 894 EKONOMI LOKAL TANJUNG PRIOK CIKAMPEK 158 26 936 EKONOMI LOKAL PURWAKARTA CIBATU 282 27 937 EKONOMI LOKAL CIBATU PURWAKARTA 281 28 939 EKONOMI LOKAL CIROYOM LAMPEGAN 148 29 940 EKONOMI LOKAL LAMPEGAN CIROYOM 150 30 938 EKONOMI LOKAL CIANJUR CIROYOM 91 31 941 EKONOMI LOKAL CIROYOM CIANJUR 103 32 918 BANDUNG RAYA KIARA CONDONG CICALENGKA 33 EKONOMI 33 935 BANDUNG RAYA CICALENGKA KIARA CONDONG 32 EKONOMI 34 919 BANDUNG RAYA EKONOMI CICALENGKA PADALARANG 106 IV-49

Tabel 4.53 KA Jarak Dekat (lanjutan) NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT 35 920 BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 129 EKONOMI 36 921 BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 93 EKONOMI 37 922 BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 88 EKONOMI 38 923 BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 84 EKONOMI 39 924 BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 89 EKONOMI 40 925 BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 87 EKONOMI 41 926 BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 99 EKONOMI 42 927 BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 102 EKONOMI 43 928 BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 84 EKONOMI 44 929 BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 108 EKONOMI 45 930 BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 95 EKONOMI 46 931 BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 98 EKONOMI 47 932 BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 88 EKONOMI 48 933 BANDUNG RAYA CICALENGKA PADALARANG 93 EKONOMI 49 934 BANDUNG RAYA PADALARANG CICALENGKA 94 EKONOMI 50 197 FEEDER BOJONEGORO SEMARANG PONCOL 275 TAWANGJAYA 51 198 FEEDER SEMARANG PONCOL BOJONEGORO 293 TAWANGJAYA 52 955 FEEDER WONOGIRI PURWOSARI 113 53 956 FEEDER PURWOSARI WONOGIRI 113 54 953 FEEDER KEDUNG BANTENG SOLO JEBRES 56 55 954 FEEDER SOLO JEBRES KEDUNG BANTENG 29 56 975 PENATARAN SURABAYA KOTA BLITAR 310 57 976 PENATARAN BLITAR SURABAYA KOTA 322 58 977 PENATARAN SURABAYA KOTA BLITAR 311 IV-50

Tabel 4.53 KA Jarak Dekat (lanjutan) NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT 59 978 PENATARAN BLITAR SURABAYA KOTA 317 60 979 PENATARAN SURABAYA KOTA BLITAR 327 61 980 PENATARAN BLITAR SURABAYA KOTA 308 62 983 PENATARAN SURABAYA KOTA BLITAR 326 63 984 PENATARAN BLITAR SURABAYA KOTA 315 64 957 DHOHO BLITAR KERTOSONO 329 65 966 DHOHO KERTOSONO BLITAR 329 66 965 DHOHO SURABAYA KOTA KERTOSONO 312 67 958 DHOHO KERTOSONO BLITAR 312 68 959 DHOHO BLITAR KERTOSONO 313 69 968 DHOHO KERTOSONO SURABAYA KOTA 313 70 967 DHOHO SURABAYA KOTA KERTOSONO 287 71 960 DHOHO KERTOSONO BLITAR 287 72 961 DHOHO BLITAR KERTOSONO 317 73 970 DHOHO KERTOSONO SURABAYA KOTA 317 74 969 DHOHO SURABAYA KOTA KERTOSONO 302 75 962 DHOHO KERTOSONO BLITAR 302 76 963 DHOHO BLITAR KERTOSONO 319 77 972 DHOHO KERTOSONO SURABAYA KOTA 319 78 971 DHOHO SURABAYA KOTA KERTOSONO 332 79 974 TUMAPEL MALANG SURABAYA 171 80 981 TUMAPEL SURABAYA MALANG 160 81 987 EKONOMI LOKAL SURABAYA PASAR BOJONEGORO 146 TURI 82 988 EKONOMI LOKAL BOJONEGORO SURABAYA PASAR 151 TURI 83 990 EKONOMI LOKAL KERTOSONO SURABAYA KOTA 134 84 991 EKONOMI LOKAL SURABAYA KOTA KERTOSONO 181 85 986 EKONOMI LOKAL BABAT SURABAYA PASAR 109 TURI 86 989 EKONOMI LOKAL SURABAYA PASAR BABAT 99 TURI 87 995 EKONOMI LOKAL KALIBARU BANYUWANGI 90 88 996 EKONOMI LOKAL BANYUWANGI KALIBARU 109 89 994 PANDANWANGI BANYUWANGI JEMBER 199 90 997 PANDANWANGI JEMBER BANYUWANGI 199 91 992 PROBOWANGI BANYUWANGI PROBOLINGGO 377 92 993 PROBOWANGI PROBOLINGGO BANYUWANGI 409 93 U25 BESIDAN j-ah BESITANG MEDAN 269 94 U26 BESIDAN j-ah MEDAN BESITANG 269 IV-51

Tabel 4.53 KA Jarak Dekat (lanjutan) NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT 95 B3 SIBINUANG PARIAMAN PADANG 124 96 B4 SIBINUANG PADANG PARIAMAN 121 97 B5 SIBINUANG PARIAMAN PADANG 121 98 B6 SIBINUANG PADANG PARIAMAN 124 99 898 EKONOMI LOKAL PASAR SENEN RANGKASBITUNG 179 100 899 EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG PASAR SENEN 180 101 900 EKONOMI LOKAL PASAR SENEN RANGKASBITUNG 220 102 901 EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG PASAR SENEN 192 103 906 EKONOMI LOKAL PASAR SENEN RANGKASBITUNG 196 104 909 EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG PASAR SENEN 185 105 910 EKONOMI LOKAL PASAR SENEN RANGKASBITUNG 179 106 911 EKONOMI LOKAL RANGKASBITUNG PASAR SENEN 179 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 KA Ekonomi dan KRD Non Jabodetabek terdiri dari 41 No.KA, dengan waktu perjalanan terlama yaitu 3 jam 75 menit adalah KA BLORAJAYAI, No. KA. 817 dengan pelayanan Bojonegoro Semarangponcol, sedangkan waktu perjalanan terpendek yaitu 57 menit adalah KA SERUNI, dengan pelayanan Kertapati Indralaya, data selengkapnya terdapat dalam Tabel 4.54. Tabel 4.54KA Ekonomi dan KRD Non Jabodetabek NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT 1 850 KRD KOMUTER PORONG SURABAYA 59 2 853 KRD KOMUTER SURABAYA PORONG 82 3 854 KRD KOMUTER PORONG SURABAYA 82 4 855 KRD KOMUTER SURABAYA PORONG 90 5 856 KRD KOMUTER PORONG SURABAYA 82 6 857 KRD KOMUTER SURABAYA PORONG 85 7 858 KRD KOMUTER PORONG SURABAYA 79 8 859 KRD KOMUTER SURABAYA PORONG 85 9 860 KRD KOMUTER PORONG SURABAYA 83 10 861 KRD KOMUTER SURABAYA PORONG 83 11 862 KRD KOMUTER PORONG SURABAYA 83 12 852 KRD KOMUTER SIDOARJO SURABAYA 62 13 863 KRD SULAM SURABAYA LAMONGAN 54 14 864 KRD SULAM LAMONGAN SURABAYA 55 15 865 KRD SULAM SURABAYA LAMONGAN 58 IV-52

Tabel 4.54KA Ekonomi dan KRD Non Jabodetabek (lanjutan) NO NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT 16 866 KRD SULAM LAMONGAN SURABAYA 69 17 879 KALIGUNG EKO SEMARANG PONCOL BREBES 221 18 880 KALIGUNG EKO BREBES SEMARANG PONCOL 205 19 S13 SERUNI B:St/Ah/L KERTAPATI INDRALAYA 34 20 S14 SERUNI B:St/Ah/L INDRALAYA KERTAPATI 34 21 S15 SERUNI B:St/Ah/L KERTAPATI INDRALAYA 34 22 S15 SERUNI B:St/Ah/L INDRALAYA KERTAPATI 34 23 S9 RUWAHJURAI KOTABUMI TANJUNG KARANG 111 24 S10 RUWAHJURAI TANJUNG KARANG KOTABUMI 116 25 S11 RUWAHJURAI KOTABUMI TANJUNG KARANG 109 26 S12 RUWAHJURAI TANJUNG KARANG KOTABUMI 114 27 875 KALIGUNG EKO SEMARANG PONCOL TEGAL 194 28 876 KALIGUNG EKO TEGAL SLAWI 194 29 877 KALIGUNG EKO SLAWI TEGAL 188 30 878 KALIGUNG EKO TEGAL SEMARANG PONCOL 188 31 815 BLORA JAYA CEPU SEMARANG PONCOL 192 32 818 BLORA JAYA SEMARANG PONCOL CEPU 218 33 868 KRD AREK MOJOKERTO SURABAYA 88 SUROKERTO 34 869 KRD AREK SURABAYA MOJOKERTO 78 SUROKERTO 35 870 KRD AREK MOJOKERTO SURABAYA 76 SUROKERTO 36 871 KRD AREK SURABAYA MOJOKERTO 80 SUROKERTO 37 872 KRD AREK MOJOKERTO SURABAYA 93 SUROKERTO 38 873 KRD AREK SURABAYA MOJOKERTO 92 SUROKERTO 39 874 KRD AREK MOJOKERTO SURABAYA 78 SUROKERTO 40 816 BLORA JAYA SEMARANG PONCOL BOJONEGORO 221 41 817 BLORA JAYA BOJONEGORO SEMARANG PONCOL 225 Sumber : Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 KA KRL Jabodetabek terdiri dari 269 No.KA, dengan waktu perjalanan terlama yaitu 152 menit adalah KRL Ekonomi, No.KA.587 dengan pelayanan Bogor Angke, sedangkan waktu perjalanan terpendek yaitu 4 menit adalah KA CILIWUNG, No.KA.A447 dengan pelayanan Jatinegara Manggarai, data selengkapnya terdapat dalam Tabel 4.55. IV-53

Tabel 4.55 KRL Jabodetabek N0 NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT 1 581 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 83 2 583 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 81 3 584 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 60 4 586 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 79 5 588 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 81 6 589 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 84 7 590 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 80 8 593 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 90 9 594 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 96 10 596 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 84 11 597 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 93 12 600 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 86 13 601 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 78 14 602 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 89 15 606 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 82 16 607 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 93 17 608 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 82 18 609 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 87 19 610 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 81 20 611 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 80 21 612 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 81 22 613 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 80 23 615 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 83 24 616 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 84 25 617 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 85 26 618 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 81 27 621 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 85 28 622 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 82 29 623 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 80 30 624 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 85 31 625 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 84 32 626 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 81 33 627 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 82 34 628 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 91 35 631 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 78 36 632 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 81 37 633 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 80 38 634 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 81 39 635 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 80 40 636 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 84 IV-54

Tabel 4.55 KRL Jabodetabek (lanjutan) N0 NO KA NAMA KA LINTAS PELAYANAN WAKTU PERJALANAN ASAL TUJUAN MENIT 41 638 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 81 42 639 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 85 43 640 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 81 44 641 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 82 45 642 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 83 46 643 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 81 47 644 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 83 48 647 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 81 49 648 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 86 50 649 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 90 51 651 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 82 52 654 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 83 53 655 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 85 54 656 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 86 55 657 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 88 56 659 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 87 57 660 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 83 58 661 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 83 59 662 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 82 60 663 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 84 61 664 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 87 62 665 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 85 63 667 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 84 64 668 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 82 65 670 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 81 66 672 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 81 67 673 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 80 68 677 KRL EKONOMI BOGOR JAKARTA 80 69 678 KRL EKONOMI JAKARTA BOGOR 84 70 582 KRL EKONOMI MANGGARAI BOGOR 60 71 646 KRL EKONOMI MANGGARAI BOGOR 61 72 658 KRL EKONOMI MANGGARAI BOGOR 61 73 675 KRL EKONOMI BOGOR MANGGARAI 60 74 676 KRL EKONOMI BOGOR MANGGARAI 61 75 679 KRL EKONOMI BOGOR MANGGARAI 66 76 585 KRL EKONOMI DEPOK JAKARTA 57 77 591 KRL EKONOMI DEPOK JAKARTA 55 78 599 KRL EKONOMI DEPOK JAKARTA 59 79 605 KRL EKONOMI DEPOK JAKARTA 59 80 614 KRL EKONOMI JAKARTA DEPOK 56 81 619 KRL EKONOMI DEPOK JAKARTA 55 82 653 KRL EKONOMI DEPOK JAKARTA 55 IV-55

Tabel 4.55 KRL Jabodetabek (lanjutan) 83 598 KRL EKONOMI TANAHABANG BOGOR 83 84 603 KRL EKONOMI BOGOR TANAHABANG 72 85 629 KRL EKONOMI BOGOR TANAHABANG 72 86 630 KRL EKONOMI TANAHABANG BOGOR 79 87 671 KRL EKONOMI BOGOR TANAHABANG 72 88 595 KRL EKONOMI DEPOK TANAHABANG 53 89 604 KRL EKONOMI TANAHABANG DEPOK 53 90 666 KRL EKONOMI TANAHABANG DEPOK 48 91 650 KRL EKONOMI KAMPUNG BOGOR 107 BANDAN 92 693 KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA 46 93 694 KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI 49 94 696 KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI 48 95 697 KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA 48 96 698 KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI 48 97 699 KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA 52 98 700 KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI 49 99 701 KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA 47 100 702 KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI 48 101 703 KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA 48 102 704 KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI 47 103 705 KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA 48 104 706 KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI 65 105 707 KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA 48 106 708 KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI 48 107 712 KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI 48 108 713 KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA 48 109 714 KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI 48 110 716 KRL EKONOMI JAKARTA BEKASI 53 111 717 KRL EKONOMI BEKASI JAKARTA 46 112 715 KRL EKONOMI BEKASI MANGGARAI 25 113 730 KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG 41 114 731 KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG 30 115 732 KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG 41 116 733 KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG 40 117 734 KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG 41 118 735 KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG 40 119 736 KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG 41 120 737 KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG 40 121 739 KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG 44 122 742 KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG 41 123 743 KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG 40 124 744 KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG 46 125 745 KRL EKONOMI SERPONG TANAHABANG 40 126 746 KRL EKONOMI TANAHABANG SERPONG 42 IV-56

Tabel 4.55 KRL Jabodetabek (lanjutan) 127 738 KRL EKONOMI TANAHABANG MANGGARAI 11 128 740 KRL EKONOMI TANAHABANG MANGGARAI 11 129 741 KRL EKONOMI MANGGARAI TANAHABANG 11 130 760 KRL EKONOMI JAKARTA TANGERANG 59 131 761 KRL EKONOMI TANGERANG JAKARTA 59 132 762 KRL EKONOMI JAKARTA TANGERANG 62 133 763 KRL EKONOMI TANGERANG JAKARTA 64 134 764 KRL EKONOMI JAKARTA TANGERANG 62 135 765 KRL EKONOMI TANGERANG JAKARTA 62 136 766 KRL EKONOMI JAKARTA TANGERANG 65 137 767 KRL EKONOMI TANGERANG JAKARTA 61 138 768 KRL EKONOMI JAKARTA TANGERANG 61 139 769 KRL EKONOMI TANGERANG JAKARTA 59 140 591 KRL EKONOMI ANGKE DEPOK 58 141 690 KRL EKONOMI KAMPUNG BEKASI 55 BANDAN 142 691 KRL EKONOMI BEKASI KAMPUNG BANDAN 56 143 709 KRL EKONOMI BEKASI KAMPUNG BANDAN 43 144 710 KRL EKONOMI KAMPUNG BEKASI 59 BANDAN 145 587 KRL EKONOMI BOGOR ANGKE 152 146 645 KRL EKONOMI MANGGARAI KAMPUNG BANDAN 31 147 669 KRL EKONOMI BOGOR DEPOK 24 148 681 KRL EKONOMI BOGOR DEPOK 24 149 683 KRL EKONOMI BOGOR DEPOK 24 150 521 CIUJUNG SERPONG TANAHABANG 40 151 522 CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 40 152 523 CIUJUNG SERPONG TANAHABANG 40 153 524 CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 41 154 529 CIUJUNG SERPONG TANAHABANG 40 155 530 CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 39 156 533 CIUJUNG SERPONG TANAHABANG 40 157 534 CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 41 158 535 CIUJUNG SERPONG TANAHABANG 40 159 540 CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 41 160 543 CIUJUNG SERPONG TANAHABANG 40 161 544 CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 41 162 547 CIUJUNG SERPONG TANAHABANG 40 163 548 CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 41 164 549 CIUJUNG SERPONG TANAHABANG 40 165 550 CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 42 166 551 CIUJUNG SERPONG TANAHABANG 40 167 554 CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 41 168 555 CIUJUNG SERPONG TANAHABANG 40 169 558 CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 56 IV-57

Tabel 4.55 KRL Jabodetabek (lanjutan) 170 447 CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN 32 171 446 CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 28 BANDAN 172 A447 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI 4 173 449 CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN 32 174 448 CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 28 BANDAN 175 A449 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI 4 176 467 CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN 32 177 446 CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 28 BANDAN 178 A467 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI 5 179 469 CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN 32 180 468 CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 29 BANDAN 181 A469 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI 4 182 517 CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN 77 183 516 CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 28 BANDAN 184 A517 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI 5 185 519 CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN 32 186 518 CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 28 BANDAN 187 A519 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI 4 188 559 CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN 32 189 560 CILIWUNG KAMPUNG JATINEGARA 28 BANDAN 190 A559 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI 4 191 577 CILIWUNG MANGGARAI KAMPUNG BANDAN 32 193 A578 CILIWUNG JATINEGARA MANGGARAI 5 194 401 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 90 195 402 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 84 196 403 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 88 197 404 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 81 198 405 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 83 199 406 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 86 200 407 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 80 201 410 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 83 202 411 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 81 203 412 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 86 204 413 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 84 205 414 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 87 206 415 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 80 207 416 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 86 208 417 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 81 209 418 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 86 IV-58

Tabel 4.55 KRL Jabodetabek (lanjutan) 210 419 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 83 211 420 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 82 212 421 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 80 213 422 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 84 214 423 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 80 215 424 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 83 216 425 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 84 217 426 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 85 218 427 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 89 219 428 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 83 220 429 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 90 221 430 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 81 222 431 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 84 223 433 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 80 224 436 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 81 225 438 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 81 226 439 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 85 227 440 KRL EKONOMI AC JAKARTA BOGOR 82 228 441 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 80 229 443 KRL EKONOMI AC BOGOR JAKARTA 80 230 471 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 51 231 472 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 44 232 473 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 48 233 474 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 48 234 476 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 49 235 477 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 49 236 479 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 49 237 480 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 54 238 481 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 53 239 482 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 48 240 485 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 48 241 486 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 47 242 487 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 48 243 488 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 48 244 489 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 48 245 490 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 48 246 493 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 48 247 494 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 48 248 495 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 48 249 496 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 48 250 497 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 48 251 498 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 54 252 500 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 50 253 501 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 45 IV-59

Tabel 4.55 KRL Jabodetabek (lanjutan) 254 502 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 47 255 503 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 48 256 505 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 46 257 506 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 50 258 507 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 49 259 508 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 48 260 512 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 48 261 513 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 49 262 514 KRL EKONOMI AC JAKARTA BEKASI 45 263 515 KRL EKONOMI AC BEKASI JAKARTA 54 264 535 CIUJUNG SERPONG TANAHABANG 40 265 536 CIUJUNG TANAHABANG MANGGARAI 11 266 539 CIUJUNG MANGGARAI TANAHABANG 10 267 540 CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 41 268 557 CIUJUNG MANGGARAI TANAHABANG 56 269 558 CIUJUNG TANAHABANG SERPONG 56 Sumber : Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Selain kelas ekonomi, layanan kereta api juga melayanai kelas bisnis dan eksekutif dengan dengan tempat duduk yang bisa diatur, pendingin udara, hiburan audio-visual, dan layanan makanan pada beberapa jenis kereta Kelas Komersial Jenis dan Tujuan: Purwojaya: Gambir-Cilacap Malang Ekspres: Surabaya Kota-Malang Cantik Ekspres: Surabaya Kota-Jember Bangunkarta: Pasar Senen-Jombang Senja Utama & Fajar Utama: Pasar Senen-Yogyakarta-Surakarta- Semarang Kelas Satwa Jenis dan Tujuan: Sancaka: Surabaya Kota-Yogyakarta Mutiara Timur: Surabaya Kota-Banyuwangi Lodaya: Bandung-Solo Balapan Gajayana: Gambir-Malang Kamandanu: Gambir-Semarang Tawang Bima: Jakarta Kota-Yogyakarta-Surabaya Gubeng Taksaka: Jakarta Kota-Yogyakarta Sembrani & Gumarang: Jakarta Kota-Surabaya Pasar Turi Turangga: Bandung-Surabaya Gubeng IV-60

Harina: Bandung-Semarang Tawang Rajawali: Semarang Tawang-Surabaya Pasar Turi Kelas Argo Jenis dan Tujuan: Argo Bromo Anggrek: Gambir-Surabaya Pasar Turi Argo Gede: Gambir-Bandung Argo Muria & Argo Sindoro: Gambir-Semarang Tawang Argo Lawu & Argo Dwipangga: Gambir-Yogyakarta-Solo Balapan Argo Wilis: Bandung-Surabaya Gubeng Argo Jati: Gambir-Cirebon B. Pulau Sumatera Pelayanan KA selain yang berada di Pulau Jawa juga terdapat di Pulau Sumatera, namun untuk Pulau Sumatera tidak menggunakan istilah daerah operasi sebagaimana yang digunakan untuk Pulau Jawa.Untuk pelayanan KA di Pulau Sumatera menggunakan istilah divisi regional. Disebabkan jaringan jalan kereta api di Pulau Sumatera belum semuanya tersambung dalam satu kesatuan, maka pembagiannya disesuaikan berdasarkan jaringan jalan kereta api yang ada. Jaringan jalan kereta api di Pulau Sumatera terdapat di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan serta Lampung. Oleh karena itu, pelayanan KA di Pulau Sumatera dibagi menjadi 3 (tiga) divisi regional. Adapun pembagian wilayah operasi tersebut adalah sebagai berikut : Divisi Regional (Divre) I Sumatera Utara Divisi Regional (Divre) II Sumatera Barat Divisi Regional (Divre) III Sumatera Selatan IV-61

Gambar 4.33. Jalur Kereta Api di Pulau Sumatera PRODUKSI LAYANAN KERETA API Energi Diesel Tabel 4.56Produksi KA Penumpang 2004 2005 2006 2007 2008 No. Kelas Pnp-KM Pnp-KM Pnp-KM Pnp-KM Pnp-KM (x 1.000) (x 1.000) (x 1.000) (x 1.000) (x 1.000) 1. Eksekutif 2.183.739 2.272.935 2.198.360 2.301.670 2.757.180 2. Bisnis 2.784.210 2.684.420 2.458.560 2.259.050 2.624.790 3. Ekonomi 4.504.940 4.570.158 5.559.640 5.532.390 6.544.710 4. Lokal Ekonomi 1.441.924 175.488 187.140 200.680 295.250 5. Lokal Bisnis 142.831 1.495.920 1.793.650 1.888.560 2.229.650 Jumlah 11.057.644 11.198.921 12.197.350 12.182.350 14.451.580 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.57Produksi KA Barang 2004 2005 2006 2007 2008 No. Jenis Ton-KM Ton-KM Ton-KM Ton-KM Ton-KM (x 1.000) (x 1.000) (x 1.000) (x 1.000) (x 1.000) 1. Negoisasi 3.927.658 3.899.729 4.086.400 3.933.770 4.783.790 2. Non Negoisasi 661.498 491.019 448.870 471.950 668.310 Jumlah 11.057.644 11.198.921 12.197.350 12.182.350 14.451.580 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 IV-62

Tabel 4.58 Produksi KM-Lok dan KM-KA No. Uraian 2004 2005 2006 2007 2008 1. KM-Sarana : a. KM-Lok 49.798.388 52.072.249 50.393.053 53.660.449 69.389.659 b. KM-KRD 6.365.562 5.876.085 4.954.101 4.916.626 7.856.179 c. KM-KRL 5.949.155 6.988.719 7.378.053 50.616.352 48.174.588 Jumlah 62.113.105 64.937.053 62.725.207 109.193.427 125.420.426 2. KM-KA : a. KM-KA Pnp 36.230.094 36.129.415 35.856.056 35.143.668 35.830.117 b. KM-KA Brg 10.327.540 9.925.512 10.016.149 9.808.616 10.250.816 c. KM-KA Dinas 814.376 925.311 1.341.394 1.461.987 1.487.646 Jumlah 47.372.010 46.980.238 47.213.599 46.414.271 47.568.579 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Konsumsi Energi Kereta Api Jenis sarana yang digunakan dalam pelayanan lintas kereta api berbeda-beda tergantung pada kapasitas dan jarak tempuh yang akan digunakan. Pada umumnya jenis kereta yang digunakan adalah KRDI, KRDE, LOKOMOTIF dan KRL. Masing-masing jenis kereta tersebut akan membutuhkan jumlah energi yang berlainan seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Sumber :Hasil Kajian Ditjen Perkeretaapian, 2009 Gambar 4.34. Jumlah Energi yang dibutuhkan oleh kereta api Catatan : IV-63

Untuk KRD konsumsi energi tidak memperhitungkan profil jalar KA yang dilewati mengingat jarak layanan KRD hanya terbatas pada angkutan perkotaan yang cenderung memiliki profil jalan yang datar. Besar daya riil yang digunakan pada lokomotif tergantung dari rangkaian KA yang ditarik, yaitu KA Penumpang atau KA Barang serta tergantung pada profil jalan rel yang dilewati (tingkat kelandaian). Semakin tinggi tingkat kelandaian jalan KA yang dilewati maka semakin besar pula konsumsi BBM yang digunakan Tabel 4.59Konsumsi Energi Spesifik Lokomotif NO KA Jenis KA Barang Dipo Induk Penumpang Lokomotif Liter/km) (Liter/km) 1 CC 201 Jatinegara (JNG) 2,62-2 - Bandung (BD) 2,88 2,68 3 - Cirebom (CN) 2,75-4 - Purwokerto (PWT) 2,57 2,47 5 - Yogjakarta (YK) 2,63-6 - Tanjung Karang (TNK) 2,63 2,47 7 - Kertapati (KPT) 2,51-8 CC 202 Tanjungkarang (TNK) 4,56 5,5 9 CC 203 Jatinegara (JNG) 2,45-10 - Bandung (BD) 2,46-11 BB 200 Semarang Poncol (SMC) 1,85-12 BB 203 Semarang Poncol (SMC) 2,54-13 - Kertapati (KPT) 3,09-14 BB 204 Padang (PD) - 4,97 15 BB 301 Bandung (BD) 2,41-16 - Madiun (MN) - 2,56 17 - Sidotopo (SDT) 2,66 2,56 18 BB302 Medan (MDN) 1,68-19 BB 303 Tanah Abang (THB) 2,88 2,02 20 - Jember (JR) 2,02 3,09 21 - Medang (MDN) 1,74-22 - Padang (PD) 2,86-23 - Solok (SLK) 2,36-24 BB 304 Tanah Abang (THB) 3,14 - IV-64

Tabel 4.59Konsumsi Energi Spesifik Lokomotif (lanjutan) NO KA Jenis KA Barang Dipo Induk Penumpang Lokomotif Liter/km) (Liter/km) 25 - Sidotopo (SDT) 2,57-26 BB 305 Jember (JR) - 2,82 27 BB 306 Medang (MDN) - - 28 - Padang (PD) - 3,32 29 - Tanah Abang (THB) - 2,27 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.60Konsumsi Energi Spesifik untuk KRD dan KRDE No Jenis Konsumsi BBM Ltr / Km) 1. a. KRD per unit 0,8 b. 1 (satu) set 2 (dua) unit KRD 1,6 c. 1 (satu) set 4 (empat) unit KRD 3,2 2. KRDE 1(satu) set 5 (lima) unit 2,4 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.61 Penggunaan HSD Depo Lokomotif untuk Kereta Api di Jawa Tahun Konsumsi HSD (liter) 2003 100.691.139 2004 97.074.731 2005 98.342.842 2006 99.025.382 2007 93.810.545 2008 96.332.084 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Konsumsi BBM Tahun 2007 Tabel 4.62Kebutuhan HSD untuk KA di Jawa No. Jawa KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Argo/Eksekutif 9.044.851 2,86 25,868,273 2 KA Eksekitif/Bisnis 4.082.861 2,76 11,268,696 3 KA Barang Hantaran 293.897 2,68 787,643 IV-65

Tabel 4.62Kebutuhan HSD untuk KA di Jawa (lanjutan) No. Jawa KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 4 KA Bisnis 3.005.326 2,65 7,964,114 5 KA Ekonomi 11.172.158 2,58 28,824,168 6 KRD Patas/Ekonomi 3.372.895 2,67 9,005,629 7 KA Barang 2.915.844 2,56 7,464,560 8 Dinas Lok/Rangkaian 1.385.137 1,95 2,701,018 Total Jawa 35.272.968 93.884.100 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.63Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Utara No. Divre I Sumatera Utara KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Eksekutif / Bisnis 823.235 2,52 2,074,552 2 KA Ekonomi 669.249 2,41 1,612,889 3 KA Skab 174.330 5,31 925,692 4 KA Barang Cepat 216.112 4,64 1,002,761 5 KA Barang Biasa 60.747 3,09 187,707 6 Dinas Lokomotif 14.066 1,85 26,022 Total Divre I 1.957.739 5.829.625 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.64Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Barat No. Divre II Sumatera Barat KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Ekonomi 237.642 2,74 651,140 2 KA Barang Skab 75.452 5,65 426,302 3 Dinas Lokomotif 183.599 1,95 358,018 Total Divre II 496.693 1.435.461 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 IV-66

Tabel 4.65Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Selatan No. Divre III Sumatera Selatan KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Komersil 1.027.563 2,73 2,805,247 2 KA Ekonomi Jarak Sedang 1.027.563 2,51 2,579,183 3 KA Ekonomi Lokal 289.835 3,09 895,590 4 KRD Ekonomi 988.326 3,20 3,162,644 5 KA Skab (Babaranjang) 3.081.173 5,50 16,946,453 6 KA Barang Cepat 2.272.410 4,97 11,293,878 Total Divre III 8.686.871 37.682.996 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Konsumsi BBM Tahun 2008 Tabel 4.66 Kebutuhan HSD untuk KA di Jawa No. Jawa KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Argo/Eksekutif 9.601.076 2,86 27,459,077 2 KA Eksekitif/Bisnis 4.333.942 2,76 11,961,679 3 KA Barang Hantaran 311.970 2,68 836,080 4 KA Bisnis 3.190.143 2,65 8,453,878 5 KA Ekonomi 11.859.205 2,58 30,596,749 6 KRD Patas/Ekonomi 3.580.315 2,67 9,559,442 7 KA Barang 3.095.158 2,56 7,923,603 8 Dinas Lok/Rangkaian 1.470.318 1,95 2,867,121 Total Jawa 35.272.968 99.657.629 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.67Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Utara No. Divre I Sumatera Utara KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Eksekutif / Bisnis 873.861 2,52 2.202.130 2 KA Ekonomi 710.405 2,41 1.712.076 3 KA Skab 185.051 5,31 982.619 4 KA Barang Cepat 229.402 4,64 1.064.428 5 KA Barang Biasa 64.482 3,09 199.251 IV-67

Tabel 4.67Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Utara (lanjutan) No. Divre I Sumatera Utara KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 6 Dinas Lokomotif 14.931 1,85 27.622 Total Divre I 2.078.133 6.188.125 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.68 Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Barat No. Divre II Sumatera Barat KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Ekonomi 252.257 2,74 691.183 2 KA Barang Skab 80.092 5,65 452.518 3 Dinas Lokomotif 194.890 1,95 380.035 Total Divre II 527.238 1.523.737 Sumber : Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.68Kebutuhan HSD untuk KA di Sumatera Selatan No. Divre III Sumatera Selatan KM-KA Energi Spesifik Kebutuhan Km l/km ribu liter 1 KA Komersil 1.090.755 2.73 2.977.760 2 KA Ekonomi Jarak Sedang 1.090.755 2.51 2.737.794 3 KA Ekonomi Lokal 307.659 3.09 950.666 4 KRD Ekonomi 1.049.105 3.20 3.357.135 5 KA Skab (Babaranjang) 3.270.654 5.50 17.988.598 6 KA Barang Cepat 2.412.155 4.97 11.988.410 Total Divre III 9.221.082 40.000.362 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.69Total Konsumsi HSD PT KA (Persero) Wilayah Konsumsi HSD dalam liter 2004 2005 2006 2007 2008 Jawa 95.821.359 95.028.905 95.500.935 93.884.100 99.657.629 Sumatera Utara 5.949.917 5.900.710 5.930.020 5.829.625 6.188.125 Sumatera Barat 1.465.081 1.452.965 1.460.182 1.435.461 1.523.737 Sumatera Selatan 38.460.569 38.142.495 38.331.957 37.682.996 40.000.362 Total Indonesia 141.696.925 140.525.076 141.223.094 138.832.182 147.369.853 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 IV-68

Energi Listrik Tabel 4.70Produksi KRL Jabodetabek Tahun 2008 No. Jenis Layanan KM-KRL 1 KRL KOMERSIAL 5.936 2 KRL EKONOMI AC 2.398 3 KRL EKONOMI 7.504 4 DINAS RANGKAIAN 257 5 DINAS LOK 576 Per hari 16.670 Tahun 2008 6.084.550 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.71Produksi KRL Tahun 2004-2008 Tahun Produksi KRL 2004 5.949.155 2005 6.988.719 2006 7.378.053 2007 6.038.956 2008 6.084.550 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Tabel 4.72Konsumsi Energi KRL Jabodetabek Tahun 2004-2008 Tahun Produksi KRL (KM KRL) Konsumsi Energi Listrik (KWH) 2004 5.949.155 38.550.524 2005 6.988.719 45.286.899 2006 7.378.053 47.809.783 2007 6.038.956 39.132.435 2008 6.084.550 39.427.884 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 Jumlah Armada Tabel 4.73Armada KRL non AC No. Jenis Mulai dipakai Jumlah tahun Armada Kebutuhan 1. Rheostatik 1976 110 92 2. BN - Holec 1994 52 16 3. Hitachi 1997 24 16 4. ABB Hyunda1 1992 0 0 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 IV-69

Tabel 4.74 Armada KRL AC No. Jenis Mulai dipakai tahun Jumlah Armada Kebutuhan 1. Hibah Seri 6000 2000 72 52 2. KRL - I 2003 8 8 3. JR 103 2004 16 12 4. TOKYU Seri 8000 2005 24 24 4. TOKYU Seri 8500 2006 56 48 5. Hibah Seri 1000 2007 30 24 6. Hibah Seri 5000 2007 30 24 7. TOKYU Seri 800 KCJ 2009 8 8 Sumber :Ditjen Perkeretaapian 2009, diolah Konsultan 2010 4.2. Kondisi Lingkungan Terkait Transportasi Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponenlingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan dayadukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal.pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangatmemprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapatberasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebutmerupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapatdisebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia perlu mendapatkan perhatian yang serius. 4.2.1. Kondisi Lingkungan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Konsumsi BBM di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam menurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar 412.275 KL; (2) Solar sebesar 259.764 KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak 86.607 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 4.906 unit; (3) Kendaraan barang sebanyak 16.050 unit; (4) Sepeda motor sebanyak 3.829.521 unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak 32.853 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 1.544 unit; (3) Bis sebanyak 93.568 unit; (4) Mobil barang sebanyak 97.765 unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan IV-70

Ton mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO 2 ), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.75 dan Gambar 4.35. Tabel 4.75. Emisi CO 2 di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (Ton) Wilayah - Propinsi Nangroe Aceh Darussalam EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Tahun 2006 511.442 474.724 986.165 2007 790.162 662.802 1.452.964 2008 865.728 688.359 1.554.086 2009 960.602 685.778 1.646.380 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000-2006 2007 2008 2009 PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 5.35. Emisi CO 2 di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (Ton) Berdasarkan Tabel 4.75 dan Gambar 4.35., data mengenai jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai 511.442 ton; (2) Tahun 2007, jumlah emisi gas mengalami peningkatan sebesar 54,50% sehingga jumlah emisi menjadi 790.162 ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan jumlah emisi terjadi lagi, yaitu sebesar 9,56%. Akibatnya, jumlah emisi pada tahun 2008 menjadi 865.728 ton; dan (4) Tahun 2009, jumlah emisi mengalami peningkatan lagi, peningkatan tersebut sebesar 10,96% dari tahun sebelumnya. Oleh karena hal tersebut, emisi gas menjadi 960.602 ton. IV-71

Jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Sumatera Utara yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar 474.724 ton; (2) Tahun 2007 jumlah emisi mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah emisi gas mencapai 39,62% dari tahun 2006. Hal ini mengakibatkan jumlah emisi pada tahun 2007 menjadi 662.802 ton; (3) Pada tahun 2008, jumlah emisi gas mengalami peningkatan sebesar 3,85% sehingga jumlah emisi mencapai 688.359 ton; dan (4) Pada tahun 2009, jumlah emisi mengalami sedikit penurunan. Penurunan tersebut hanya sebesar 0,37% dari tahun 2008. Penurunan tersebut mengakibatkan jumlah emisi menjadi 685.778 ton. 4.2.2 Kondisi Lingkungan di Propinsi Sumatera Utara Konsumsi BBM di Propinsi Sumatera Utara menurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar 1.222.485 KL; (2) Solar sebesar 865.677 KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Sumatera Utara menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak 374.558 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 21.217unit; (3) Kendaraan barang sebanyak 45.098 unit; (4) Sepeda motor sebanyak 4.200.014 unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di Sumatera Utara menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak 142.084 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 6.678 unit; (3) Bis sebanyak 108.702 unit; (4) Mobil barang sebanyak 274.706 unit.akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO 2 ), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Sumatera Utara akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.76. dan Gambar 4.36. Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel 4.76. Wilayah - Propinsi Sumatera Utara Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Utara EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL 2006 2.938.174 2.781.196 5.719.370 2007 2.456.208 2.233.341 4.689.549 2008 2.646.253 2.313.426 4.959.679 2009 2.848.391 2.285.386 5.133.777 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-72

Ton 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Utara PREMIUM M. SOLAR - 2006 2007 2008 2009 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.36. Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 4.76. dan Gambar 4.36., jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium dan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Sumatera Utara tampak seimbang. Data mengenai jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di Propinsi Sumatera Utara yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai 2.938.174 ton; (2) Tahun 2007, jumlah emisi gas mengalami penurunan sebesar 16,40% sehingga jumlah emisi menjadi 2.456.208 ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan jumlah emisi terjadi lagi, yaitu sebesar 7,74%. Akibatnya, jumlah emisi pada tahun 2008 menjadi 2.646.253 ton; dan (4) Tahun 2009, jumlah emisi mengalami peningkatan lagi, peningkatan tersebut sebesar 7,64%. Oleh karena hal tersebut, emisi gas menjadi 2.848.391 ton. Jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Sumatera Utara yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar 2.781.196 ton; (2) Tahun 2007 jumlah emisi mengalami penurunan. Penurunan jumlah emisi gas mencapai 19,70% dari tahun 2006. Hal ini mengakibatkan jumlah emisi pada tahun 2007 menjadi 2.233.341 ton; (3) Pada tahun 2008, jumlah emisi gas mngalami peningkatan sebesar 3,58% sehingga jumlah emisi mencapai 2.313.426 ton; dan (4) Pada tahun 2009, jumlah emisi mengalami penurunan kembali. Penurunan tersebut sebesar 1,21%. Penurunan mengakibatkan jumlah emisi menjadi 2.285.386 ton. Di Propinsi Sumatera Utara juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Medan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil IV-73

pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. Sisingamangaraja, Jl. Gatot Subroto, dan Jl. Yos Sudarso. Karbon Monoksida (CO) Tabel 4.77. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Medan Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Sisingamaraja 27813 29623 25718 28099 Gatot Subroto 17621 35052 21431 19145 Yos Sudarso 32099 34481 28004 38386 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Nilai Harian CO Kota Medan ug/m 3 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 Pagi Siang Sore Malam Sisingamaraja Gatot Subroto Yos Sudarso Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 5.37. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Medan Hasil pemantauan parameter CO di Kota Medan menunjukkan konsentrasi di ketiga lokasi sangat tinggi dan sangat perlu penanganan prioritas, bahkan di Jl. Gatot Subroto dan Jl. Yos Sudarso sudah melebihi ambang batas. Di Jl. Yos Sudarso konsentrasi CO pada pagi, siang hari melebihi ambang batas kemudian menurun pada sore hari dan malam hari konsentrasi CO mencapai puncak tertinggi melebihi ambang batas konsentrasi, yaitu sebesar 38386 ug/m 3 sedangkan di Jl. Gatot Subroto pada pagi hari konsentrasi CO mencapai titik terendah dengan nilai 17621 ug/m 3 dan terjadi peningkatan pada siang hari melebihi ambang batas dengan nilai sebesar 35052 ug/m 3 kemudian terus menurun pada sore dan malam hari. Di Jl. Sisingamangaraja konsentrasi CO sudah mendekati nilai ambang batas sehingga butuh IV-74

kehati-hatian jangan sampai melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Konsentrasi saat pagi hari sebesar 27813 ug/m 3, lalu meningkat pada siang hari, selanjutnya menurun pada sore hari dan sedikit menigkat lagi pada malam hari. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Tabel 4.78. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Medan Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Sisingamaraja 460.69 25.7 119 25.7 Gatot Subroto 189.46 155.38 198 25.7 Yos Sudarso 25.7 25.7 888 63.24 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Nilai Harian SO 2 Kota Medan ug/m 3 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Pagi Siang Sore Malam Sisingamaraja Gatot Subroto Yos Sudarso Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.38. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Medan Hasil pemantauan di Jl. Sisingamangaraja menunjukkan konsentrasi SO 2 yang konstan pada pagi dan siang hari kemudian meningkat tajam pada sore hari di angka 888 ug/m 3 dan terjadi penurunan tajam pada malam hari. Pada lokasi pemantauan di Jl. Gatot Subroto terjadi penurunan konsentrasi SO 2 dari pagi hingga malam hari. Sementara di Jl. Yos Sudarso ada sedikit penurunan konsentrasi SO 2 pada siang hari kemudian meningkat pada sore hari dan selanjutnya menurun kembali pada malam hari. IV-75

Hidro Karbon (HC) Tabel 4.79. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Medan Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Sisingamaraja 144 157 141 154 Gatot Subroto 163 144 145 143 Yos Sudarso 180 175 167 158 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Nila Harian HC Kota Medan ug/m 3 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Pagi Siang Sore Malam Axis Title Sisingamaraja Gatot Subroto Yos Sudarso Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.39. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Medan Gambar 4.39. dan Tabel 4.81. menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi HC di Kota Medan sudah di atas ambang batas baku mutu. Konsentrasi HC di Jl. Sisingamangaraja meningkat pada siang hari kemudian menurun pada sore hari mencapai angka terendah 141 ug/m 3 dan terjadi peningkatan pada malam hari. Konsentrasi HC di Jl. Gatot Subroto pada pagi hari berada di atas ambang batas kemudian menurun pada siang hari dan seditkit meningkat pada sore hari kemudian terjadi penurunan pada malam hari. Konsentrasi HC di Jl. Yos Sudarso pada pagi hari mencapai puncak tertinggi berada di atas ambang batas pada angka 180 ug/m 3 kemudian terus menurun sampai dengan malam hari. Namun pada umumnya seluruh lokasi pemantauan sangat butuh perhatian untuk penanganan secepatnya agar tidak melebihi ambang batas baku mutu. IV-76

Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel 4.80. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Medan Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Sisingamaraja 8.39 8.39 11 8.39 Gatot Subroto 18.45 44.46 29 47.47 Yos Sudarso 46.91 67.01 69 98.75 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 120 100 80 Nilai Harian NO 2 Kota Medan ug/m 3 60 40 20 Sisingamaraja Gatot Subroto Yos Sudarso 0 Pagi Siang Sore Malam Axis Title Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.40. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Medan Konsentrasi NO 2 di semua lokasi pemantauan Kota Medan berada di bawah ambang batas. Di Jl. Gatot Subroto polanya tidak banyak berubah dari pagi hingga malam hari. Di Jl. Gatot Subroto polanya tidak banyak berubah dari pagi hingga malam hari. Di Jl. Yos Sudarso terjadi peningkatan konsentrasi NO 2 pada siang hari dan menurun pada sore hari kemudian meningkat pada malam hari. Sementara konsentrasi NO 2 di Jl. Sisingamangaraja terus meningkat dari pagi hingga malam hari dan mencapai angka tertinggi dengan nilai sebesar 98,75 ug/m 3 dan konsentrasi NO 2 yang terendah terdapat di Jl. Gatot Subroto sepanjang hari dengan nilai sebesar 8,39 ug/m 3. 4.2.3 Kondisi Lingkungan di Propinsi Riau Konsumsi BBM di Propinsi Riau menurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar IV-77

Ton 628.390 KL; (2) Solar sebesar 567.395 KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi Riau menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak 450.120 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 25.497 unit; (3) Kendaraan barang sebanyak 47.501 unit; (4) Sepeda motor sebanyak 3.933.238 unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di Propinsi Riau menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak 170.748 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 8.025 unit; (3) Bis sebanyak 138.608 unit; (4) Mobil barang sebanyak 289.344 unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO 2 ), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Riau akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.81 dan Gambar 4.41. Karbon Dioksida (CO 2 ) Riau Wilayah - Propinsi Tabel 4.81. Emisi CO 2 di Propinsi Riau EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Tahun 2006 804.294 1.062.442 1.866.736 2007 1.186.562 1.439.343 2.625.905 2008 1.341.945 1.596.001 2.937.947 2009 1.464.148 1.497.922 2.962.070 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi Riau 1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000-2006 2007 2008 2009 PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.41. Emisi CO 2 di Propinsi Riau IV-78

Berdasarkan Tabel 4.64. dan Gambar 4.28., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di propinsi Riau mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama 4 tahun terakhir. Data mengenai jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di Propinsi Riau yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai 804.294 ton; (2) Tahun 2007, jumlah emisi gas mengalami peningkatan sebesar 47,53% sehingga jumlah emisi menjadi 1.186.562 ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan jumlah emisi terjadi lagi, yaitu sebesar 13,09%. Akibatnya, jumlah emisi pada tahun 2008 menjadi 1.341.945 ton; dan (4) Tahun 2009, jumlah emisi mengalami peningkatan lagi, peningkatan tersebut sebesar 9,10%. Oleh karena hal tersebut, emisi gas menjadi 1.464.148 ton. Jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Riau yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar 1.062.442 ton; (2) Tahun 2007 jumlah emisi mengalami peningkatan sebesar 35,47% dari tahun 2006. Hal ini mengakibatkan jumlah emisi pada tahun 2007 menjadi 1.439.343 ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan emisi kembali terjadi. Peningkatan mencapai 10,88% sehingga jumlah emisi mencapai 1.596.001 ton; dan (4) Pada tahun 2009, jumlah emisi mengalami penurunan. Penurunan tersebut sebesar 6,14% dari tahun 2008. Penurunan tersebut mengakibatkan jumlah emisi menjadi 1.497.922 ton. 4.2.4 Kondisi Linkungan di Propinsi Sumatera Selatan Konsumsi BBM di Propinsi Sumatera Selatan menurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar 594.153 KL; (2) Solar sebesar 478.018 KL. Adapun jumlah kendaraan yang ada di Propinsi DI Yogyakarta menurut Kepolisian Republik Indonesia pada tahun 2007 adalah: (1) Mobil penumpang sebanyak 301.955 unit; (2) Bis sebanyak 63.891 unit; (3) Truk sebanyak 99.861 unit; (4) Sepeda motor sebanyak 850.639 unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO 2 ), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Sumatera Selatan akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.82 dan Gambar 4.42. IV-79

Ton Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel 4.82. Wilayah - Propinsi Sumatera Selatan Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Selatan EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL 2006 992.405 1.024.396 2.016.801 2007 1.123.794 1.060.361 2.184.155 2008 1.306.105 1.257.108 2.563.213 2009 1.384.377 1.261.968 2.646.345 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Selatan 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000-2006 2007 2008 2009 PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.42. Emisi CO 2 di Propinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Tabel 4.82. dan Gambar 4.42., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di propinsi Sumatera Selatan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama 4 tahun terakhir. Data mengenai jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di Sumatera Selatan yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai 992.405 ton; (2) Tahun 2007, jumlah emisi gas mengalami peningkatan sebesar 13,24% sehingga jumlah emisi menjadi 1.123.794 ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan jumlah emisi terjadi lagi, yaitu sebesar 16,22%. Akibatnya, jumlah emisi pada tahun 2008 menjadi 41.306.105 ton; dan (4) Tahun 2009, jumlah emisi mengalami peningkatan lagi, peningkatan tersebut sebesar 5,99% dari tahun sebelumnya. Oleh karena hal tersebut, emisi gas menjadi 1.384.377 ton. Data tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Sumatera Selatan yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar 1.024.369 IV-80

ton; (2) Tahun 2007 jumlah emisi mengalami peningkatan sebesar 3,51% dari tahun 2006. Hal ini mengakibatkan jumlah emisi pada tahun 2007 menjadi 1.060.361 ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan emisi kembali terjadi. Peningkatan mencapai 18,55% sehingga jumlah emisi mencapai 1.257.108 ton; dan (4) Pada tahun 2009, jumlah emisi meningkat lagi sebesar 0,39% dari tahun 2008. Peningkatan mengakibatkan jumlah emisi menjadi 1.261.968 ton. Di Propinsi Sumatera Selatan juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Palembang oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. Lemang Lebar Daun, Jl. AKP Cek Agus, dan Jl. HM. Ryacudu. Karbon Monoksida (CO) Tabel 4.83. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Palembang Nama Jalan g/m3 Pagi Siang Sore Malam Lemang Lebar Daun 11430 12573 12573 10287 AKP Cek Agus 8001 13716 16002 10287 HM. Ryacudu 11430 13716 11430 6858 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 20000 15000 Nilai Harian CO Kota Palembang ug/m 3 10000 5000 0 Pagi Siang Sore Malam Lemang Lebar Daun AKP Cek Agus HM. Ryacudu Axis Title Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.43. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Palembang Gambar 4.43. dan Tabel 4.83. menunjukkan bahwa konsentrasi CO di Kota Palembang masih berada di bawah ambang batas udara ambient yang diperbolehkan. Hasil pemantauan di setiap lokasi menunjukkan pola yang hampir sama, yaitu konsentrasi selalu IV-81

meningkat di siang hari dan menurun di saat malam hari. Peningkat konsentrasi saat siang sampai sore hari terjadi di Jalan AKP Cek Agus, sedangkan di Jalan HM. Ryacudu terjadi penurunan nilai konsentrasi dari siang ke sore hari yaitu senilai 16.002 ig/m 3 dan konsentrasi CO yang terendah terdapat di Jalan HM. Ryacudu saat malam hari dengan nilai 6.858 ig/m 3. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Tabel 4.84. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Lemang Lebar Daun 25.7 25.7 25.7 25.7 AKP Cek Agus 25.7 25.7 25.7 25.7 HM. Ryacudu 25.7 25.7 25.7 25.7 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 30 Nilai Harian SO 2 Kota Palembang ug/m 3 25 20 15 10 5 Lemang Lebar Daun AKP Cek Agus HM. Ryacudu 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.44. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang Gambar 4.44. dan Tabel 4.84. menunjukkan konsentrasi SO 2 di setiap lokasi pemantauan di Kota Palembang masih berada di level aman atau di bawah baku mutu yang diperbolehkan. Hidro Karbon (HC) Tabel 4.85. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Palembang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Lemang Lebar Daun 11 138.5 138.1 11 AKP Cek Agus 11 23.1 11 148.7 HM. Ryacudu 11 157.4 151.2 159.4 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-82

ug/m 3 200 150 100 50 0 Nilai Harian HC Kota Palembang Lemang Lebar Daun AKP Cek Agus HM. Ryacudu Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.45. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Palembang Gambar 4.45. dan Tabel 4.85. menunjukkan pola konsentrasi HC yang sangat berbeda dengan pola yang biasa ditemukan di kota-kota sebelumnya. Pada pemantauan di Jalan Lemang Lebar Daun pada pagi hari sangat rendah, yaitu sebesar 11,00 ig/m 3, namun konsentrasi ini meningkat tajam di siang dan sore hari, kemudian konsentrasi HC menurun tajam pada malam hari atau sama dengan konsentrasi saat pagi harinya. Kondisi menunjukkan bahwa jalan raya Lemang Lebar Daun lebih padat pada saat siang dan sore hari. Sementara saat pagi dan malam hari tidak banyak aktivitas masyarakat di jalan raya. Konsentrasi HC di Jlan AKP Cek Agus terjadi sedikit peningkatan pada siang hari kemudian menurun pada sore hari. Selanjutnya terjadi peningkatan konsentrasi yang sangat tajam pada malam hari, yaitu hampir sama dengan batas yang diperbolehkan. Konsentrasi HC di Jalan HM. Ryacudu memiliki pola peningkatan konsentrasi dari saat siang sampai malam harinya dan nilai ini sudah melebihi ambang batas baku mutu yang disyaratkan. Konsentrasi tertinggi ditemukan di Jalan HM. Ryacudu saat malam hari, yaitu senilai 159,40 ig/m 3. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel 4.86. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Lemang Lebar Daun 14 21.81 25 21.19 AKP Cek Agus 24.45 36.12 37 46.45 HM. Ryacudu 10.75 55.69 35 46.37 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-83

ug/m3 60 50 40 30 20 10 0 Nilai Harian NO 2 Kota Palembang Lemang Lebar Daun AKP Cek Agus HM. Ryacudu Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.46. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Palembang Gambar 4.46. dan Tabel 4.86. menunjukkan bahwa konsentrasi NO 2 masih berada jauh di bawah ambang batas baku mutu. Pola konsentrasi ditemukan hampir sama di Jalan Demang ebar Daun dan Jalan AKP Cek Agus. Sedangkan konsentrasi NO 2 di lokasi Jalan HM. Mayjend. Ryacudu saat siang hari mengalami kenaikan, kemudian menurun pada sore hari dan naik kembali pada malam hari. Konsentrasi NO 2 tertinggi terdapat di Jalan HM. Mayjend. Ryacudu senilai 55,69 ig/m 3 dan yang terendah di Jalan Demang Lebar Daun, yaitu senilai 10,75 ig/m 3. 4.2.5 Kondisi Linkungan di Propinsi DKI Jakarta Konsumsi BBM di Propinsi DKI Jakarta menurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar 1.814.463 KL; (2) Solar sebesar 781.762 KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi DKI Jakarta menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak 4.634.988 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 262.545 unit; (3) Kendaraan barang sebanyak 387.107 unit; (4) Sepeda motor sebanyak 10.324.502 unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di Propinsi DKI Jakarta menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak 1.758.226 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 82.638 unit; (3) Bis sebanyak 2.149.373 unit; (4) Mobil barang sebanyak 2.357.978 unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO 2 ), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi DKI Jakarta akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.87 dan Gambar 4.47. IV-84

Ton Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel 4.87. Emisi CO 2 di Propinsi DKI Jakarta Wilayah - Propinsi DKI Jakarta EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL 2006 5.867.513 3.010.186 8.877.700 2007 4.225.190 2.137.077 6.362.267 2008 4.506.628 2.322.692 6.829.320 2009 4.227.699 2.063.851 6.291.550 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi DKI Jakarta 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000-2006 2007 2008 2009 PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.47. Emisi CO 2 di Propinsi DKI Jakarta Berdasarkan Tabel 4.87. dan Gambar 4.47., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di propinsi DKI Jakarta yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai 5.867.513 ton; (2) Tahun 2007, jumlah emisi gas mengalami penurunan sebesar 27,99% sehingga jumlah emisi menjadi 4.225.190 ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan jumlah emisi terjadi, yaitu sebesar 6,66%, akibatnya jumlah emisi pada tahun 2008 menjadi 4.506.628 ton; dan (4) Tahun 2009, jumlah emisi mengalami penurunan lagi, penurunan tersebut sebesar 6,19%. Oleh karena hal tersebut, emisi gas menjadi 4.227.699 ton. Data tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi DKI Jakarta yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar 3.010.186 ton; (2) Tahun 2007 jumlah emisi mengalami penurunan sebesar 29,00% dari tahun 2006. Hal ini mengakibatkan jumlah emisi pada tahun 2007 menjadi 2.137.077 ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan emisi terjadi. Peningkatan mencapai 8,68% sehingga jumlah emisi IV-85

mencapai 2.322.692 ton; dan (4) Pada tahun 2009, jumlah emisi menurun sebesar 11,14%. Penurunan mengakibatkan jumlah emisi menjadi 2.063.851 ton. Di Propinsi DKI Jakarta juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Jakarta Pusat oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. Merdeka Barat, Jl. Mas Mansyur, dan Jl. Gerbang Pemuda. Karbon Monoksida (CO) Tabel 4.88. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Merdeka Barat 26286 21717 24003 18288 Jl. Jati Biru 25416 22860 25146 22860 Jl. Gerbang Pemuda 22860 13716 21573 11430 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 30000 25000 Nilai Harian CO Kota Jakarta Pusat ug/m 3 20000 15000 10000 5000 Jl. Merdeka Barat Jl. Jati Biru Jl. Gerbang Pemuda 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.48. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Dari Gambar 4.48. dan Tabel 4.88. terlihta di Jl. Merdeka Barat dan Jl. Jati Baru menunjukkan pola konsentrasi CO yang sama yaitu terjadi penurunan konsentrasi CO pada siang hari kemudian meningkat pada sore hari dan menurun pada malam hari. Sedangkan di Jl. Gerbang Pemuda menunjukkan pola konsentrasi CO yang terus menurun dari pagi sampai malam hari. Konsentrasi CO tertinggi terjadi pada agi hari di Jl. Merdeka Barat IV-86

dengan nilai sebesar 26286 ug/m 3 dan yang terendah terjadi di Jl. Gerbang Pemuda saat malam hari dengan nilai sebesar 11430 ug/m 3. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Tabel 4.89. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Merdeka Barat 25.7 57.99 394.67 25.7 Jl. Jati Biru 25.7 25.7 25.7 25.7 Jl. Gerbang Pemuda 25.7 70.71 189.13 30.89 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Nilai Harian SO 2 Kota Jakarta Pusat ug/m 3 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Pagi Siang Sore Malam Jl. Merdeka Barat Jl. Jati Biru Jl. Gerbang Pemuda Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.49. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Gambar 4.49. dan Tabel 4.89. menunjukkan adanya peningkatan cuku tajam di lokasi Jl. Merdeka dari siang ke sore hari. Konsentrasi ini merupakan nilai tertinggi yang ditemukan di Kota ini, yaitu senilai 558,27 ug/m 3. Secara keseluruhan konsentrasi SO 2 di ketiga lokasi pemantauan berada di bawah ambang batas konsentrasi SO 2. Hidro Karbon (HC) Tabel 4.90. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat IV-87

Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Merdeka Barat 188.8 183.4 157.2 152.4 Jl. Jati Biru 170.8 184 186.6 169.9 Jl. Gerbang Pemuda 146.7 146.3 149.1 146.8 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Nilai Harian HC Kota Jakarta Pusat ug/m 3 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Pagi Siang Sore Malam Jl. Merdeka Barat Jl. Jati Biru Jl. Gerbang Pemuda Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.50. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Secara umum konsentrasi di Jl. Gerbang Pemuda merupakan konsentrasi HC tertinggi di antara ketiga lokasi pemantauan. Terdapat nilai yang meningkat dari pagi, siang dan paling tinggi pada saat sore hari, yaitu sebesar 169,22 ug/ 3. Untuk Jl. Jati Baru, konsentrasi meningkat pada siang dan sore hari serta menurun drastis pada saat malam hari. Konsentrasi setiap waktu di jalan ini masih memenuhi baku mutu yang diperbolehkan. Untuk lokasi pemantauan Jl. Merdeka Barat, konsentrasi paling rendah terjadi pada saat pagi hari, yaitu hanya 1 ug/m 3 dan meningkat tajam pada saat siang hari, menurun tidak berarti pada sore hri. Konsentrasi menurun pada saat malam hari, dari nilai 164,7 ug/m 3 di sore hari menjadi 73 ug/m 3. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel 4.91. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Merdeka Barat 49.75 58.4 16.86 40.23 Jl. Jati Biru 31.7 29.27 63.27 43.32 IV-88

Jl. Gerbang Pemuda 32.03 35.01 57.63 45.09 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 70 Nilai Harian NO 2 Kota Jakarta Pusat ug/m 3 60 50 40 30 20 10 Jl. Merdeka Barat Jl. Jati Biru Jl. Gerbang Pemuda 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.51. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Jakarta Pusat Konsenrasi NO 2 di ketiga lokasi pemantauan di Kota Jakarta Pusat berada di bawah ambang batas. Di Jl. Gerbang pemuda terjadi penurunan konsentrasi NO 2 pada siang dan sore hari kemudian meningkat pada malam hari, sementara di Jl. Merdeka Barat konsentrasi NO 2 terus menurun dari pagi sampai dengan malam hari. Konsentrasi NO 2 di Jl. Jati Baru menurun pada siang hari kemudian meningkat pada sore dan malam hari, Konsentrasi NO 2 tertinggi terdapat di Jl. Gerbang Pemuda pada pagi hari di angka 65,92 ug/m 3 dan yang terendah terdapat di Jl. Jati Baru pada siang hari di angka 23,55 ug/m 3. 4.2.6 Kondisi Linkungan di Propinsi Jawa Barat Konsumsi BBM di Propinsi Jawa Baratmenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar 3.512.845 KL; (2) Solar sebesar 1.651.096 KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi Jawa Barat menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak 405.048 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 22.944 unit; (3) Kendaraan barang sebanyak 11.436 unit; (4) Sepeda motor sebanyak 3.128.221 unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di PropinsiJawa Barat menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak 153.650 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 7.222 unit; (3) Bis sebanyak 175.381 unit; (4) Mobil barang sebanyak 69.660 unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon IV-89

Ton Dioksida (CO 2 ), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Jawa Barat akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.91 dan Gambar 4.52. Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel 4.92. Wilayah - Propinsi Jawa Barat Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Barat EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL 2006 5.557.678 2.979.195 8.536.872 2007 7.015.663 3.599.883 10.615.546 2008 7.600.279 4.008.496 11.608.775 2009 8.184.928 4.358.894 12.543.822 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Barat 9,000,000 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000-2006 2007 2008 2009 PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.52. Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan Tabel 4.92. dan Gambar 4.39., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di propinsi Jawa Barat yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai 5.557678 ton; (2) Tahun 2007, jumlah emisi gas mengalami peningkatan sebesar 26,23% menjadi 7.015.663 ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan kembali terjadi, yaitu sebesar 8,33% dan jumlah emisi pada tahun 2008 menjadi 7.600.279 ton; dan (4) Tahun 2009, jumlah emisi meningkat lagi sebesar 7,69% menjadi 8.184.928 ton. IV-90

Jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar tergolong lebih rendah dibandingkan dengan jumlah emisi bakar premium. Data tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Jawa Tengah yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar 2.979.197 ton; (2) Tahun 2007 jumlah emisi mengalami peningkatan sebesar 20,83%. Hal ini mengakibatkan jumlah emisi pada tahun 2007 menjadi 3.599.883 ton; (3) Pada tahun 2008, peningkatan emisi kembali terjadi. Peningkatan mencapai 11,35% sehingga jumlah emisi mencapai 4.008.496 ton; dan (4) Pada tahun 2009, jumlah emisi meningkat lagi sebesar 8,74% dari tahun 2008. Peningkatan mengakibatkan jumlah emisi menjadi 4.358.894 ton. Di Propinsi Jawa Barat juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Bandung oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. Gatot Subroto, Jl. Diponegoro, dan Jl. Soekarno Hatta. Karbon Monoksida (CO) Tabel 4.93. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Bandung Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Gatot Subroto 16002 19431 14859 16002 Jl. Dipenogoro 19431 19431 18288 20574 Soekarno-Hatta 8001 13716 17145 17145 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 25000 Nilai Harian CO Kota Bandung 20000 ug/m 3 15000 10000 5000 Jl. Gatot Subroto Jl. Dipenogoro Soekarno-Hatta 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.53. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Bandung IV-91

Gambar 4.53. dan Tabel 4.95. menunjukkan konsentrasi CO di Kota bandung di bawah baku mutu udara ambient. Di lokasi pemantauan Jalan gatot Subroto terjadi peningkatan pada siang hari kemudian menurun di sore hari dan meningkat sedikit saat malam hari. Sedangkan di Jalan Diponegoro menunjukkan konsentrasi yang konstan dari pagi sampai dengan siang hari selanjutnya sedikit menurun di sore hari dan meningkat kembali pada malam hari. Berbeda dengan konsentrasi CO di Jalan Soekarno Hatta menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi CO dari pagi hari ke siang hari kemudian konstan pada sore dan malam hari. Konsentrasi CO tertinggi ditunjukkan di Jalan Diponegoro pada malam hari, yaitu sebesar 20.574 ig/m 3 dan konsentrasi CO terendah berada di Jalan Soekarno Hatta saat pagi hari, yaitu sebesar 8001 ig/m 3. Sulfur Dioksida (SO2) Tabel 4.94. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Gatot Subroto 118.78 25.7 26 25.7 Jl. Dipenogoro 191.68 25.7 26 38.11 Soekarno-Hatta 25.7 25.7 26 25.7 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 250 Nilai Harian SO 2 Kota Bandung 200 ug/m 3 150 100 50 Jl. Gatot Subroto Jl. Dipenogoro Soekarno-Hatta 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.54. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan KotaBandung Secara umum konsentrasi SO 2 di Kota Bandung masih berada jauh di bawah ambang batas, bahkan di beberapa lokasi angkanya sangat kecil. Kecenderungan konsentrasi SO 2 IV-92

meninggi pada saat pagi hari, konsentrasi tertinggi ditemukan di Jalan Diponegoro pada angka 19.168 ig/m 3, namun selain itu konsentrasi SO 2 ditemukan dengan konsentrasi kecil, hanya sebesar 25,7 ig/m 3. Hidro Karbon (HC) Tabel 4.95. Konsentrasi HC di Tepi Jalan KotaBandung Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Gatot Subroto 205.5 215.7 214 215.3 Jl. Dipenogoro 205.5 275.1 211 191.7 Soekarno-Hatta 204.7 200.6 238 225.3 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 300 Nilai Harian HC Kota Bandung ug/m 3 250 200 150 100 50 Jl. Gatot Subroto Jl. Dipenogoro Soekarno-Hatta 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.55. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Bandung Data konsentrasi HC di Kota Bandung memperlihatkan bahwa untuk setiap jalan dan waktu yang diukur ternyata melebihi baku mutu yang ditentukan. Pada waktu pagi konsentrasi dapat dikatakan konstan, begitu pula untuk sore dan malam hari tidak terlalu jauh berubah, namun pada siang hari konsentrasi HC meningkat, terutama di Jalan Gatot Subroto meningkat cukup tajam dengan nilai 275,1 ug/m 3. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel 4.96. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Gatot Subroto 33.28 36.21 22 32.74 Jl. Dipenogoro 103.2 101.55 101 78.95 Soekarno-Hatta 80.62 110.9 81 86.66 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-93

120 Nilai Harian NO 2 Kota Bandung ug/m 3 100 80 60 40 20 Jl. Gatot Subroto Jl. Dipenogoro Soekarno-Hatta 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.56. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Bandung Gambar 4.56. dan Tabel 4.98. menunjukkan konsentrasi NO 2 di Kota Bandung masih berada di lokasi aman. Di lokasi pemantauan Jalan Gatot Subroto dan Jalan Soekarno Hatta memiliki pola konsentrasi yang sama. Terjadi peningkatan konsentrasi NO 2 pada siang hari kemudian turun di sore hari dan meningkat pada malam hari. Konsentrasi NO 2 di Jalan Diponegoro menunjukkan konsentrasi yang tidak banyak berubah pada pagi, siang, dan sore hari kemudian menurun pada malam hari. Konsentrasi NO 2 tertinggi terdapat di Jalan Diponegoro pada pagi hari dengan nilai sebesar 103,2 ig/m 3 dan yang terendah terdapat di Jalan Gatot Subroto dengan nilai sebesar 22 ig/m 3. 4.2.7 Kondisi Linkungan di Propinsi Jawa Tengah Konsumsi BBM di Propinsi Jawa Tengahmenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar 2.283.637 KL; (2) Solar sebesar 1.440.586 KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi DI Yogyakarta menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak 1.032.715 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 58.497 unit; (3) Kendaraan barang sebanyak 97.955 unit; (4) Sepeda motor sebanyak 11.274.057 unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di Propinsi DI Yogyakarta menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak 391.748 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 18.412 unit; (3) Bis sebanyak 198.557 unit; (4) Mobil barang sebanyak 596.670 unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon IV-94

Ton Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2),serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Jawa Tengah akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.80 dan Gambar 4.57. Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel 4.97. Wilayah - Propinsi Jawa Tengah Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Tengah EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL 2006 4.206.768 3.089.003 7.295.771 2007 4.503.387 2.970.908 7.474.295 2008 4.772.379 3.255.452 8.027.832 2009 5.320.875 3.803.148 9.124.023 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 6,000,000 5,000,000 4,000,000 Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Tengah 3,000,000 2,000,000 1,000,000 PREMIUM M. SOLAR - 2006 2007 2008 2009 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.57. Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Tengah Berdasarkan Tabel4.99. dan Gambar 4.57., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di propinsi Jawa Tengah tergolong tinggi. Data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tentang emisi di propinsi Jawa Tengah yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai 4.206.768 ton; (2) Tahun 2007 mencapai 4.503.387 ton; (3) Tahun 2008 sebesar 4.772.379 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 5.320.875 ton. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah emisi dari kendaraan berbahan bakar premium di propinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama 4 tahun terakhir. Pada tahun 2007 peningkatan mencapai IV-95

7,05%. Pada tahun 2008, jumlah emisi mengalami peningkatan 5,97%, dan pada tahun 2009, peningkatan jumlah emisi terjadi sebesar 11,49%. Sedangkan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar tergolong lebih rendah dibandingkan dengan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium. Data tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Jawa Tengah yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar 3.089.003 ton; (2) Tahun 2007 sebesar 2.970.908 ton; (3) Tahun 2008 mencapai 3.255.452 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 3.803.148 ton. Berdasarkan data tersebut, pada tahun 2007, terjadi penurunan jumlah emisi sebesar 3,82%. Sedangkan pada tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah emisi gas, yaitu mencapai 9,58%. Pada tahun 2009, peningkatan jumlah emisi kembali terjadi. Peningkatan tersebut sejumlah 16,82%. Di Propinsi Jawa Tengah juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Semarang oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. Sudirman, Jl. Majapahit, serta Jl. Setiabudi. Karbon Monoksida (CO) Tabel 4.98. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Semarang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Sudirman 37719 36576 37719 19413 Jl. Majapahit 22860 20574 24003 24003 Jl. Setiabudi 22860 25146 30861 22860 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 40000 35000 30000 Nilai Harian CO Kota Semarang ug/m 3 25000 20000 15000 10000 5000 0 Pagi Siang Sore Malam Jl. Sudirman Jl. Majapahit Jl. Setiabudi IV-96

Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.58. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Semarang Gambar 4.58. dan Tabel 4.100. di bawah ini menunjukkan bahwa konsentrasi CO di Kota Semarang telah melewati ambang batas yang diperbolehkan. Nilai konsentrasi CO di Kota Semarang termasuk yang tertinggi ke-tiga setelah Kota Bekasi dan Medan. Konsentrasi ini terlihat di jalan Jenderal Sudirmanpada pagi, siang, dan sore hari. Konsentrasi CO ini mencapai puncak tertinggi pada pagi dan sore hari di angka 37.719 ig/m 3 kemudian pada malam hari menurun cukup tajam mencapai angka terendah 20.574 ig/m 3. Di lokasi Jalan Majapahit konsentrasi CO terjadi penurunan pada siang hari kemudian meningkat pada sore dan konstan pada malam hari. Sementara konsentrasi CO di Jalan Setiabudi terjadi peningkatan pada siang hari dan terus meningkat hingga sedikit melebihi ambang batas, yaitu sebesar 30.861 ig/m 3 pada sore hari dan menurun kembali saat malam hari. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Tabel 4.99. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Sudirman 300.37 232.87 230 277.12 Jl. Majapahit 249.49 118.29 216 255.97 Jl. Setiabudi 379.03 144.41 49 143.73 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 400 350 300 Nilai Harian SO 2 Kota Semarang ug/m 3 250 200 150 100 50 Jl. Sudirman Jl. Majapahit Jl. Setiabudi 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.59. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang IV-97

Konsentrasi SO 2 di ketiga lokasi pemantauan memiliki pola yang berbeda-beda. Gambar 4.59. menjelaskan kondisi kualitas udara jalan raya di Jalan Jenderal Sudirman di mana terlihat bahwa terjadi penurunan konsentrasi SO 2 dari padi hari ke siang dan sore hari, namun sebaliknya meningkat pada malam hari. Konsentrasi SO 2 di kota ini termasuk tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi SO 2 di kota lain. Hidro Karbon (HC) Tabel 4.100. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Semarang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Sudirman 202.1 239.8 232 195.7 Jl. Majapahit 189 205 216 187 Jl. Setiabudi 178 196.4 204 174.1 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 300 250 Nilai Harian HC Kota Semarang ug/m 3 200 150 100 50 Jl. Sudirman Jl. Majapahit Jl. Setiabudi 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.60. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Semarang Gambar 4.60. dan Tabel 4.102. di bawah ini menunjukkan bahwa konsentrasi HC di Kota Semarang telah melewati ambang batas yang diizinkan. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan prioritas penanganan seperti penurunan tingkat kemacetan perlu segera dilakukan. Secara umum terjadi pola yang serupa pada setiap lokasi pemantauan, yaitu terjadi peningkatan pada siang hari. Konsentrasi tertinggi terjadi pada siang hari di Jalan Jenderal Sudirman, yaitu sebesar 239,8 ug/m 3. Konsentrasi HC di Jl. Majapahit dan Jl. Setiabudi meningkat pada siang hari dan meningkat lagi pada sore hari. Konsentrasi selalu menurun saat malam hari untuk setiap lokasi pemantauan. Berbeda halnya dengan Jl. Sudirman, konsentrasi IV-98

meningkat pada siang hari kemudian menurun sedikit pada sore hari dan semakin menurun saat malam hari. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel 4.101. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Sudirman 136.48 118.91 138 175.11 Jl. Majapahit 131.21 79.06 47 94.54 Jl. Setiabudi 144.57 119.79 111 149.52 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Nilai Harian NO 2 Kota Semarang ug/m 3 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Jl. Sudirman Jl. Majapahit Jl. Setiabudi Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.61. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Semarang Gambar 4.61. dan Tabel 4.103. di bawah ini menunjukkan pola konsentrasi NO 2 yang berbeda-beda untuk setiap lokasi pemantauan. Konsentrasi NO 2 di Jalan Jenderal Sudirman menurun pada siang hari kemudian meningkat pada sore dan malam hari. Sedangkan di Jalan Majapahit dan Jalan Setia Budi konsentrasi NO 2 menurun pada siang dan sore hari dan meningkat pada malam hari. Konsentrasi NO 2 tertinggi terdapat di Jalan Jenderal Sudirman, dengan nilai 175,11 ig/m 3 dan yang terendah terdapat di Jalan Majapahit, dengan nilai 47 ig/m 3. 5.2.8 Kondisi Linkungan di Propinsi DI Yogyakarta Konsumsi BBM di Propinsi DI Yogyakartamenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar 396.490 KL; (2) Solar sebesar 113.335 KL. Adapun jumlah kendaraan yang ada di Propinsi IV-99

Ton DI Yogyakarta menurut Kepolisian Republik Indonesia pada tahun 2007 adalah: (1) Mobil penumpang sebanyak 194.272 unit; (2) Bis sebanyak 36.921 unit; (3) Truk sebanyak 84.572 unit; (4) Sepeda motor sebanyak 1.901.862 unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi DI Yogyakarta akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.102 dan Gambar 4.62. Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel 4.102. Emisi CO 2 di Propinsi DI Yogyakarta Wilayah Propinsi DI Yogyakarta EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL 2006 776.219 282.800 1.059.019 2007 818.426 271.950 1.090.376 2008 855.856 278.731 1.134.586 2009 923.821 299.205 1.223.026 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi DIYogyakarta 1,000,000 900,000 800,000 700,000 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000-2006 2007 2008 2009 PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.62. Emisi CO 2 di Propinsi DI Yogyakarta Berdasarkan Tabel4.104. dan Gambar 4.62., jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar premium di DI Yogyakarta mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama 4 tahun terakhir. Data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tentang emisi di propinsi D.I Yogyakarta yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai 776.219 ton; (2) Tahun 2007 mencapai 818.426 ton; (3) Tahun 2008 sebesar 855.856 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 923.821 ton. Dari data tersebut, dapat IV-100

disimpulkan bahwa peningkatan jumlah emisi dari kendaraan berbahan bakar premium pada tahun 2007 mencapai 5,44% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, jumlah emisi mengalami peningkatan 4,57%, dan pada tahun 2009, peningkatan jumlah emisi terjadi sebesar 7,94% dari tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar tergolong lebih rendah dibandingkan dengan jumlah emisi emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium. Data tentang jumlah yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi D.I Yogyakarta yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar 282.800 ton; (2) Tahun 2007 sebesar 271.950 ton; (3) Tahun 2008 mencapai 278.731 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 299.205 ton. Berdasarkan data tersebut, pada tahun 2007, terjadi penurunan jumlah emisi sebesar 3,84% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah emisi gas, yaitu mencapai 2,49% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2009, terjadi peningkatan jumlah emisi kembali terjadi. Peningkatan tersebut sejumlah 7,34% dari tahun sebelumnya. Di Propinsi DI Yogyakarta juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Yogyakarta oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. HOS Cokroaminoto, Jl. Brigjend. Katamso, serta Jl. Urip Sumoharjo. Karbon Monoksida (CO) Tabel 4.103. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. HOS Cokroaminoto 10287 12573 16002 10287 Jl. BrigJeb Katamso 9144 13716 14859 8001 Jl. Jend. Sudirman 11430 10287 11430 18288 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-101

Nilai Harian CO Kota Yogyakarta ug/m 3 20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Pagi Siang Sore Malam Jl. HOS Cokroaminoto Jl. BrigJeb Katamso Jl. Jend. Sudirman Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.63. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Konsentrasi CO di Kota Yogyakarta masih berada dalam posisi aman. Pola konsentrasi CO yang sama ditunjukkan pada Gambar 4.63. untuk lokasi pemantauan Jl. HOS Cokroaminoto dan Jl. Brigjend. Katamso. Peningkatan konsentrasi CO pada siang hari sampai dengan sore hari kemuidian menurun pada malam hari. Sementara Konsentrasi CO di Jl. Jenderal Sudirman terjadi penurunan dari pagi ke siang hari kemudian meningkat pada sore dan malam hari. Konsentrasi CO tertinggi terdapat di Jl. Jenderal Sudirman di malam hari, yaitu sebesar 18288 ug/m 3 dan konsentrasi Co terendah terdapat di Jl. Brigjend. Katamso di malam hari dengan nilai sebesar 8001 ug/m 3. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Tabel 4.104. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. HOS Cokroaminoto 25.7 25.7 82.31 128.46 Jl. BrigJeb Katamso 200.09 53.6 127.37 118.51 Jl. Jend. Sudirman 37.23 78.19 122.45 123.68 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-102

Nilai Harian SO 2 Kota Yogyakarta 250 200 ug/m 3 150 100 50 Jl. HOS Cokroaminoto Jl. BrigJeb Katamso Jl. Jend. Sudirman 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.64. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Gambar 4.64. dan Tabel 4.104 Menunjukkan bahwa konsentrasi SO 2 di Kota Yogyakarta masih dalam taraf aman. Konsentrasi SO 2 tertinggi terdaat di Jl. HOS Cokroaminoto pada pagi hari dengan nilai 200,09 ug/m 3 dan konsentrasi terendah dengan nilai 25,7 ug/m 3. Hidro Karbon (HC) Tabel 4.105. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. HOS Cokroaminoto 177 198.3 248.6 186.7 Jl. BrigJeb Katamso 198 189.7 137.5 160.5 Jl. Jend. Sudirman 165.5 178.4 175.4 171.2 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-103

Nilai Harian HC Kota Yogyakarta ug/m 3 300 250 200 150 100 50 Jl. HOS Cokroaminoto Jl. BrigJeb Katamso Jl. Jend. Sudirman 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.65. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Gambar 4.65. dan Tabel 4.105. menunjukkan konsentrasi HC yang berada di atas ambang batas. Konsentrasi HV di Jl. HOS Cokroaminoto meningkat pada siang hari dan mencapai angka tertinggi pada sore hari di angka 248,6 ug/m 3 kemudian menurun pada malam hari. Konsentrasi HC di Jl. Brigjend. Katamso terjadi penurunan pada siang hari dan mencapai angka terendah pada sore hari di angka 137,5 ug/m 3 dan meningkat di malam harinya. Konsentrasi HC di Jl. Jenderal Sudirman terjadi sedikit peningkatan pada siang hari dan terjadi penurunan konsentrasi pada sore dan malam hari. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel 4.106. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. HOS Cokroaminoto 160.1 149.4 129.97 178.73 Jl. BrigJeb Katamso 50.26 49.69 189.9 32.13 Jl. Jend. Sudirman 138.66 39.51 172.57 41.37 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-104

ug/m 3 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Nilai Harian NO 2 Kota Yogyakarta Jl. HOS Cokroaminoto Jl. BrigJeb Katamso Jl. Jend. Sudirman Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.66. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Yogyakarta Gambar 4.66. dan Tabel 4.106. menunjukkan bahwa konsentrasi NO 2 di Kota Yogyakarta masih berada di daerah yang aman, namun nilai ini merupakan nilai tertinggi NO 2 jika dibandingkan dengan konsentrasi di kota-kota lain yang diukur. Perbedaan pola konsentrasi NO 2 terlihat pada ketiga lokasi, di Jl. Urip Sumohardjo terjadi penurunan konsentrasi NO 2 pada siang dan sore hari kemudian meningkat pada malam hari. Sedangkan di Jalan HOS Cokroaminoto terjadi peningkatan konsentrasi NO 2 dari pagi ke siang hari dan meningkat tajam pada sore hari mencapai nilai tertinggi, yaitu 189,9 ug/m 3 kemudian terjadi penurunan konsentrasi NO 2 pada malam hari dengan nilai terendah sebesar 32,13 ug/m 3. Di Jl. Brigjend. Katamso terjadi penurunan konsentrasi NO 2 dari pagi hari ke siang hari dan meningkat pada sore hari kemudian terjadi penurunan pada malam hari. 4.2.9 Kondisi Linkungan di Propinsi Jawa Timur Konsumsi BBM di Propinsi Jawa Timurmenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar 3.013.800 KL; (2) Solar sebesar 1.794.774 KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi Jawa Timur menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak 696.171 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 39.434 unit; (3) Kendaraan barang sebanyak 74.232 unit; (4) Sepeda motor sebanyak 7.505.621 unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di PropinsiJawa Timur menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak 264.084 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 12.412 unit; (3) Bis sebanyak 80.132 unit; (4) Mobil barang sebanyak 452.169 unit. Akibat dari konsumsi IV-105

Ton energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Jawa Timur akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.107 dan Gambar 4.67. Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel 4.107. Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Timur Wilayah - Propinsi Jawa Timur EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL 2006 5.583.103 3.993.274 9.576.377 2007 5.905.497 3.848.356 9.753.853 2008 6.337.518 4.194.363 10.531.882 2009 7.022.154 4.738.205 11.760.358 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Timur 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000-2006 2007 2008 2009 PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.67. Emisi CO 2 di Propinsi Jawa Timur Berdasarkan Tabel 4.107. dan Gambar 4.67., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar premium maupun berbahan bakar solar di propinsi Jawa Timur tergolong tinggi. Data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tentang emisi di propinsi Jawa Timur yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai 5.583.103 ton; (2) Tahun 2007 mencapai 5.905.497 ton; (3) Tahun 2008 sebesar 6.337.518 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 7.022.154 ton. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa IV-106

peningkatan jumlah emisi dari kendaraan berbahan bakar premium dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tahun 2007, peningkatan jumlah emisi gas di propinsi Jawa Timur mencapai 5,78% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2008, jumlah emisi mengalami peningkatan 7,31%, dan pada tahun 2009, peningkatan jumlah emisi terjadi sebesar 10,80% dari tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar tergolong lebih rendah dibandingkan dengan jumlah emisi tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium. Data yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Jawa Timur yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar 3.993.274 ton; (2) Tahun 2007 sebesar 3.848.356 ton; (3) Tahun 2008 mencapai 4.194.363 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 4.738.205 ton. Berdasarkan data tersebut, pada tahun 2007, terjadi penurunan jumlah emisi sebesar 3,63% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah emisi gas, yaitu mencapai 8,99% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2009, peningkatan jumlah emisi kembali terjadi. Peningkatan tersebut sejumlah 12,97% dari tahun sebelumnya. Di Propinsi Jawa Timur juga telah dilakukan pengukuran kualitas udara perkotaan yaitu di Kota Surabaya oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berikut disajikan hasil pengukuran Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC), serta Nitrogen Dioksida (NO 2 ). Lokasi pemantauan berada di Jl. Kusuma Bangsa, Jl. Raya Darmo, dan Jl. Undaan. Karbon Monoksida (CO) Tabel 4.108. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Surabaya Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Basuki Rahmat 30385 35243 31814 29337 Jl. Gubernur Suryo 13526 28194 25718 35528 Jl. Undaan 23717 24479 17145 13430 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-107

Nilai Harian CO Kota Surabaya ug/m 3 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 Jl. Basuki Rahmat Jl. Gubernur Suryo Jl. Undaan 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.68. Konsentrasi CO di Tepi Jalan Kota Surabaya Dari Gambar 4.68. dan Tabel 4.108. terlihat di dua lokasi pemantauan terjadi peningkatan konsentrasi CO yang melebihi ambang batas, yaitu di Jalan Basuki Rahmat dan Jalan Gubernur Suryo. Di Jalan Basuki Rahmat pada pagi, siang, dan malam hari konsentrasi CO melebihi ambang batas dan sedikit menurun di bawah ambang batas pada malam hari. Di Jalan Gubernur Suryo konsentrasi CO pada pagi hari cukup rendah selanjutnya naik pada siang hari terus turun pada sore hari dan konsentrasi CO naik melebihi ambang batas pada malam hari. Sedangkan di Jalan Undaan ada peningkatan konsentrasi dari pagi ke siang hari kemudian menurun pada sore dan malam hari. Konsentrasi CO tertinggi terdapat di Jalan Gubernur Suryo puncaknya terjadi malam hari dengan nilai sebesar 35528 ug/m 3, sedangkan konsentrasi CO terendah terdapat di Jl. Undaan terjadi di malam hari, yaitu sebesar 13430 ug/m 3. Sulfur Dioksida (SO 2 ) Tabel 4.109. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Basuki Rahmat 600 196.85 113 613.17 Jl. Gubernur Suryo 754.41 739.55 63 202.74 Jl. Undaan 701.13 796.36 922 871.3 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-108

Nilai Harian SO 2 Kota Surabaya ug/m 3 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Pagi Siang Sore Malam Jl. Basuki Rahmat Jl. Gubernur Suryo Jl. Undaan Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.69. Konsentrasi SO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya Gambar 4.69. dan Tabel 4.109. menunjukkan konsentrasi SO 2 di ketiga lokasi peantauan memiliki pola yang berbeda-beda. Konsentrasi SO 2 di Jl. Basuki Rahmat terjadi penurunan pada siang dan sore hari kemudian meningkat pada malam hari. Konsentrasi SO 2 di Jl. Undaan terjadi penurunan pada siang dan sore hari kemudian meningkat pada malam hari. Sementara pada Jalan Gubernur Suryo terjadi peingkatan konsentrasi SO 2 pada siang dan sore hari kemudian turun pada malam hari. Konsentrasi SO 2 melebihi ambang batas terjadi di Jl. Gubernur Suryo pada sore hari dengan nilai 922 ug/m 3 dan yang terendah terjadi di Jl. Undaan pada sore hari dengan nilai 63 ug/m 3. Hidro Karbon (HC) Tabel 4.110. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Surabaya Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Basuki Rahmat 256 239 291 219 Jl. Gubernur Suryo 185 192 180 147 Jl. Undaan 313 190 273 192 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-109

Nilai Harian HC Kota Surabaya ug/m 3 350 300 250 200 150 100 50 Jl. Basuki Rahmat Jl. Gubernur Suryo Jl. Undaan 0 Pagi Siang Sore Malam Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.70. Konsentrasi HC di Tepi Jalan Kota Surabaya Gambar 4.70. dan Tabel 4.110. menunjukkan konsentrasi HC di Kota Surabaya sudah sangat kritis terlihat dari hampir setiap waktu pengukuran sudah melebihi ambang batas baku mutu yang disyaratkan. Konsentrasi HC tertinggi terjadi di Jl. Gubernur Suryo pada pagi hari dengan nilai 313 ug/m 3, sudah 2 kali lebih tinggi dari ambang batas baku mutu. Konsentrasi HC terendah terjadi di Jl. Undaan pada malam hari di angka 147 ug/m 3, dan konsentrasi ini sudah hampir mendekati nilai baku mutu. Dari keadaan konsentrasi HC di atas, maka tindakan prioritas penanganan sangat diperlukan. Kinerja lalu lintas di tiga lokasi di atas harus lebih diefektifkan. Dalam jangka panjang perlu dilakukan pengurangan jumalah kendaraan bermotor pribadi dan diganti dengan penyediaan trasportasi massal. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Tabel 4.111. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya Nama Jalan ug/m3 Pagi Siang Sore Malam Jl. Basuki Rahmat 157.62 49.77 51 59.37 Jl. Gubernur Suryo 97.07 28.04 35 26.48 Jl. Undaan 42.53 66.4 43 53.05 Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-110

Nilai Harian NO 2 Kota Surabaya ug/m 3 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Pagi Siang Sore Malam Jl. Basuki Rahmat Jl. Gubernur Suryo Jl. Undaan Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.71. Konsentrasi NO 2 di Tepi Jalan Kota Surabaya Pola yang berbeda ditunjukkan pada konsentrasi NO 2 di Kota Surabaya. Di Jl. Basuki Rahmat konsentrasi NO 2 terjadi penurunan dari pagi ke siang hari dan meningkat di sore dan malam harinya. Sementara di Jl. Undaan konsentrasi NO 2 menurun pada siang hari dan meningkat di sore hari kemudian terjadi penurunan pada malam hari. Konsentrasi NO 2 mencapai puncak tertinggi di Jl. Basuki Rahmat dengan nilai sebesar 157,62 ug/m 3 dan yang terendah terdapat di Jl. Undaan dengan nilai sebesar 28,04 ug/m 3. 4.2.10 Kondisi Linkungan di Propinsi Kalimantan Timur Konsumsi BBM di Propinsi Kalimantan Timurmenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar 475.825 KL; (2) Solar sebesar 245.821 KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi Kalimantan Timur menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak 303.012 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 17.164 unit; (3) Kendaraan barang sebanyak 71.063 unit; (4) Sepeda motor sebanyak 3.001.002 unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di PropinsiKalimantan Timur menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak 144.944 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 5.402 unit; (3) Bis sebanyak 89.962 unit; (4) Mobil barang sebanyak 432.864 unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Kalimantan Timur akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.112. dan Gambar 4.72. IV-111

Ton Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel 4.112. Emisi CO 2 di Propinsi Kalimantan Timur Wilayah - Propinsi EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Kalimantan Timur 2006 1.016.226 834.213 1.850.439 2007 951.214 760.009 1.711.223 2008 1.015.473 793.531 1.809.005 2009 1.108.672 648.968 1.757.640 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 1,200,000 1,000,000 800,000 Emisi CO 2 di Kalimantan Timur 600,000 400,000 200,000 PREMIUM M. SOLAR - 2006 2007 2008 2009 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.72. Emisi CO 2 di Propinsi Kalimantan Timur Berdasarkan Tabel4.112. dan Gambar 4.72., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar premium di Propinsi Kalimantan Timur tergolong tinggi apabila dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia bagian timur. Data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tentang emisi di propinsi Kalimantan Timur yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai 1.016.226 ton; (2) Tahun 2007 mencapai 951.214 ton; (3) Tahun 2008 sebesar 1.015.473 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 1.108.672 ton. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2007, jumlah emisi gas di propinsi Kalimantan Timur mengalami penurunan. Penurunan jumlah emisi tersebut mencapai 6,40% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2008, jumlah IV-112

emisi mengalami peningkatan 6,75%, dan pada tahun 2009, peningkatan jumlah emisi terjadi sebesar 9,18% dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar tergolong lebih rendah dibandingkan dengan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium. Data tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Kalimantan Timur yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar 5834.213 ton; (2) Tahun 2007 sebesar 760.009 ton; (3) Tahun 2008 mencapai 793.531 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 648.968 ton. Berdasarkan data tersebut, pada tahun 2007, terjadi penurunan jumlah emisi sebesar 8,89% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah emisi gas, yaitu mencapai 4,41% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2009, penurunan jumlah emisi kembali terjadi. Penurunan tersebut sejumlah 18,22% dari tahun sebelumnya. 4.2.11 Kondisi Linkungan di Propinsi Gorontalo Konsumsi BBM di Propinsi Gorontalomenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar 77.188 KL; (2) Solar sebesar 28.018 KL. Adapun jumlah kendaraan yang ada di Propinsi DI Yogyakarta menurut Kepolisian Republik Indonesia pada tahun 2007 adalah: (1) Mobil penumpang sebanyak 25.777 unit; (2) Bis sebanyak 11.216 unit; (3) Truk sebanyak 5.300 unit; (4) Sepeda motor sebanyak 70.251 unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Gorontalo akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.115 dan Gambar 4.73. Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel 4.113. Emisi CO 2 di Propinsi Gorontalo Gorontalo Wilayah - Propinsi EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL 2006 105.036 52.982 158.019 2007 143.428 74.707 218.135 2008 159.770 78.775 238.545 2009 179.849 73.969 253.817 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-113

Ton 200,000 180,000 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 - Emisi CO 2 di Gorontalo 2006 2007 2008 2009 PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.73. Emisi CO 2 di Propinsi Gorontalo Berdasarkan Tabel4.115. dan Gambar 4.73., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di Propinsi Gorontalo tergolong rendah apabila dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia. Walaupun demikian, emisi gas yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium di propinsi ini dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tentang emisi di propinsi Gorontalo yaitu sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai 105.036 ton; (2) Tahun 2007 mencapai 143.428 ton; (3) Tahun 2008 sebesar 159.770 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 179.849 ton. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah emisi pada tahun 2007 yaitu sebesar 36,55%, sedangkan pada tahun 2008 yaitu mengalami peningkatan 11,39% dan pada tahun 2009, peningkatan terjadi sebesar 12,57% dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar tergolong lebih rendah dibandingkan dengan jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium. Data tentang jumlah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Gorontalo yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar 52.982 ton; (2) Tahun 2007 sebesar 74.707 ton; (3) Tahun 2008 mencapai 78.775 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 73.969 ton. Peningkatan jumlah emisi pada tahun 2007 mencapai 41,00% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, peningkatan yang terjadi mencapai 5,44% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2009, terjadi penurunan jumlah emisi. Penurunan tersebut sejumlah 6,10% dari tahun sebelumnya. 4.2.12 Kondisi Linkungan di Propinsi Sulawesi Utara Konsumsi BBM di Propinsi Sulawesi Utaramenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar IV-114

Ton 229.777 KL; (2) Solar sebesar 115.022 KL. Adapun jumlah kendaraan yang ada di Propinsi DI Yogyakarta menurut Kepolisian Republik Indonesia pada tahun 2007 adalah: (1) Mobil penumpang sebanyak 54.981 unit; (2) Bis sebanyak 69.179 unit; (3) Truk sebanyak 39.181 unit; (4) Sepeda motor sebanyak 324.477 unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Sulawesi Utara akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.114 dan Gambar 4.74. Karbon Dioksida (CO 2 ) Tabel 4.114. Emisi CO 2 di Propinsi Sulawesi Utara Wilayah - Propinsi EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL Sulawesi Utara 2006 343.948 237.740 581.688 2007 442.308 323.644 765.952 2008 472.832 344.695 817.527 2009 535.380 303.659 839.039 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 600,000 500,000 400,000 Emisi CO 2 di Sulawesi Utara 300,000 200,000 100,000 PREMIUM M. SOLAR - 2006 2007 2008 2009 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.74. Emisi CO 2 di Propinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Tabel4.116. dan Gambar 4.74, tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar premium dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Data dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tentang emisi di propinsi Sulawesi Utara yaitu IV-115

sebagai berikut: (1) Pada tahun 2006 mencapai 343.948 ton; (2) Tahun 2007 mencapai 442.308 ton; (3) Tahun 2008 sebesar 472.832 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 535.380 ton. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah emisi pada tahun 2007 yaitu sebesar 28,60%, sedangkan pada tahun 2008 yaitu mengalami peningkatan 6,90% dan pada tahun 2009, peningkatan terjadi sebesar 13,23% dari tahun sebelumnya. Sedangkan data tentang emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Sulawesi Utara yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar 237.740 ton; (2) Tahun 2007 sebesar 323.644 ton; (3) Tahun 2008 mencapai 344.695 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 303.659 ton. Peningkatan jumlah emisi pada tahun 2007 mencapai 36,13% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, peningkatan yang terjadi mencapai 6,50% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2009, terjadi penurunan jumlah emisi. Penurunan tersebut sejumlah 11,90% dari tahun sebelumnya. 5.2.13 Kondisi Linkungan di Propinsi Papua Konsumsi BBM di Propinsi Papuamenurut catatan kementerian ESDM untuk sektor transportasi khususnya transportasi darat pada tahun 2009 adalah: (1) Premium sebesar 161.696 KL; (2) Solar sebesar 63.646 KL. Adapun jumlah kendaraan berbahan bakar Premium yang ada di Propinsi Papua menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan pribadi sebanyak 195.178 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 11.056 unit; (3) Kendaraan barang sebanyak 11.450 unit; (4) Sepeda motor sebanyak 1.987.352 unit. Sedangkan jumlah kendaraan berbahan bakar solar yang ada di PropinsiPapua menurut Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah: (1) Kendaraan Pribadi sebanyak 74.039 unit; (2) Kendaraan umum sebanyak 3.480 unit; (3) Bis sebanyak 63.251 unit; (4) Mobil barang sebanyak 69.748 unit. Akibat dari konsumsi energi oleh kendaraan tersebut akan mengeluarkan beberapa unsur kimia meliputi Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida(CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), serta Hidro Karbon (HC). Jumlah pengeluaran CO 2 di Propinsi Papua akibat sektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 4.115 dan Gambar 4.75. Karbon Dioksida (CO 2 ) Papua Wilayah - Propinsi Tabel 4.115. Emisi CO 2 di Propinsi Papua EMISI CO2 (Ton) PREMIUM M. SOLAR TOTAL 2006 265.172 137.703 402.875 2007 299.463 166.354 465.817 2008 336.003 187.911 523.914 2009 376.751 168.026 544.777 Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 IV-116

Ton 400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 - Emisi CO 2 di Propinsi Papua 2006 2007 2008 2009 PREMIUM M. SOLAR Sumber: Kementerian ESDM 2009 diolah oleh Konsultan 2010 Gambar 4.75. Emisi CO 2 di Propinsi Papua Berdasarkan Tabel 4.115. dan Gambar 4.75., tampak bahwa emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar premium di propinsi Papua yaitu: (1) Pada tahun 2006 mencapai 265.172 ton; (2) Tahun 2007 mencapai 299.463 ton; (3) Tahun 2008 sebesar 336.003 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 376.751 ton. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah emisi pada tahun 2007 yaitu sebesar 12,932%, sedangkan pada tahun 2008 yaitu mengalami peningkatan 12,20% dan pada tahun 2009, peningkatan terjadi lagin, yaitu sebesar 12,13% dari tahun sebelumnya. Sedangkan data tentang emisi yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar solar di propinsi Papua yaitu sebagai berikut: (1) pada tahun 2006 sebesar 402.875 ton; (2) Tahun 2007 sebesar 465.817 ton; (3) Tahun 2008 mencapai 523.914 ton; dan (4) Tahun 2009 mencapai 544.77 ton. Peningkatan jumlah emisi pada tahun 2007 mencapai 20,40% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, peningkatan yang terjadi mencapai 12,96% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2009, terjadi penurunan jumlah emisi. Penurunan tersebut sejumlah 10,58% dari tahun sebelumnya. IV-117

STATISTIK KONSUMSI ENERGI TRANSPORTASI DAN LINGKUNGAN 5.1. TINJAUAN UMUM Penyediaan energi di masa depan merupakan permasalahan yang senantiasa menjadi perhatian semua bangsa dikarenakan kesejahteraan manusia dalam kehidupan modern sangat terkait dengan jumlah dan mutu energi yang dimanfaatkan. Bagi Indonesia yang merupakan salah satu negara sedang berkembang, penyediaan energi merupakan faktor yang sangat penting dalam mendorong pembangunan. Seiring dengan meningkatnya pembangunan terutama pembangunan di sektor industri, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan energi terus meningkat. Sampai saat ini, minyak bumi masih merupakan sumber energi yang utama dalammemenuhi kebutuhan di dalam negeri. Selain untuk memenuhi kebutuhan energi di dalamnegeri, minyak bumi juga berperan sebagai komoditi penghasil penerimaan negara dan devisa. Peranan minyak bumi yang besar tersebut terus berlanjut, sedangkan cadangan semakin menipis. Di lain pihak konsumsi energi minyak bumi sangat sulit untuk diperkirakan, sebagai akibat banyaknya faktor tak menentu yang berpengaruh. Selain itu, produksi bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan melalui teknologi transformasi di dalam negeri, tidak mencukupi kebutuhannya.menyadari kebergantungan yang sangat besar kepada minyak bumi tersebut, maka sejak beberapa waktu yang lalu telah dilakukan upaya untuk menekan pertumbuhan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan menggunakan bahan bakar non-minyak untuk memenuhi energi di dalam negeri. Penyediaan energi non-minyak untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri terus dikembangkan, namun sampai saat ini belum banyak berperan. Pemanfaatan energi nonminyak yang sudah berhasil antara lain adalah batubara dan gas bumi sebagai bahan bakar di pembangkit listrik. Sistem penyediaan kebutuhan energi, baik sebelum maupun setelah melalui teknologi tranformasi sampai ke pemakai akhir dapat diperlihatkan pada gambar berikut. VI - 1

Sumber: Kementerian SDM, Jakarta, 1996 Gambar 5.1. Skema Sistem Penyediaan Energi 5.1.1. Konsep Dasar Dalam mengaplikasikan statistika terhadap permasalahan sains, industri, atau sosial, pertama yang dilakukan adalah mempelajari populasi.makna populasi dalam statistika dapat berarti populasi benda hidup, benda mati, ataupun benda abstrak. Populasi juga dapat berupa pengukuran sebuah proses dalam waktu yang berbeda-beda, yakni dikenal dengan istilah deret waktu. Melakukan pendataan (pengumpulan data) dinamakan sensus.sebuah sensus tentu memerlukan waktu dan biaya yang tinggi.untuk itu, dalam statistika seringkali dilakukan pengambilan sampel (sampling), yakni sebagian kecil dari populasi, yang dapat mewakili seluruh populasi.analisis data dari sampel nantinya digunakan untuk menggeneralisasi seluruh populasi.ada dua macam statistika, yaitustatistika deskriptif danstatistika inferensial.statistika deskriptif berkenaan dengan deskripsi data, misalnya dari menghitung rata-rata dan varians dari data mentah; mendeksripsikan menggunakan tabel-tabel atau grafik sehingga data mentah lebih mudah dibaca dan lebih bermakna. Sedangkan statistika inferensial lebih dari itu, misalnya melakukan pengujian hipotesis, melakukan prediksi observasi masa depan, atau membuat model regresi. 5.1.2. Pengolahan dan Analisis Data Ada beberapa cara dalam pengolahan dan analisis data stastika, yaitu antara lain: VI - 2

A. Time Series Analysis (Analisis Deret Waktu) Analisis data deret waktu pada dasarnya digunakan untuk melakukan analisis data yang mempertimbangkan pengaruh waktu. Data yang dikumpulkan secara periodik berdasarkan urutan waktu, bisa dalam jam, hari, minggu, bulan, kuartal dan tahun, bisa dilakukan analisis menggunakan metode analisis data deret waktu. Analisis data deret waktu tidak hanya bisa dilakukan untuk satu variabel (Univariate) tetapi juga bisa untuk banyak variabel (Multivariate). Selain itu pada analisis data deret waktu bisa dilakukan peramalan data beberapa periode ke depan yang sangat membantu dalam menyusun perencanaan ke depan. Beberapa bentuk analisis data deret waktu dapat dikelompokkan ke dalam beberapa katagori: 1. Metode Pemulusan (Smoothing) Metode pemulusan dapat dilakukan dengan dua pendekatan yakni Metode Perataan (Average) dan Metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing). Pada metode rataan bergerak dapat digunakan untuk memuluskan data deret waktu dengan berbagai metode perataan, diantaranya: (1) rata-rata bergerak sederhana (simple moving average), (2) rata-rata bergerak ganda dan (3) rata-rata bergerak dengan ordo lebih tinggi. Untuk semua kasus dari metode tersebut, tujuannya adalah memanfaatkan data masa lalu untuk mengembangkan sistem peramalan pada periode mendatang. Pada metode pemulusuan eksponensial, pada dasarnya data masa lalu dimuluskan dengan cara melakukan pembotan menurun secara eksponensial terhadap nilai pengamatan yang lebih tua. Atau nilai yang lebih baru diberikan bobot yang relatif lebih besar dibanding nilai pengamatan yang lebih lama. Beberapa jenis analisis data deret waktu yang masuk pada katagori pemulusan eksponensial, diantaranya: (1) pemulusan eksponensial tunggal, (2) pemulusan eksponensia tunggal: pendekatan adaptif, (3) pemulusan eksponensial ganda: metode Brown, (4) metode pemulusan eksponensial ganda: metode Holt, (5) pemulusan eksponensial tripel: metode Winter. Pada metode pemulusan eksponensial ini, sudah mempertimbangkan pengaruh acak, trend dan musiman pada data masa lalu yang akan dimuluskan. Seperti halnya pada metode rataan bergerak, metode pemulusan eksponensial juga dapat digunakan untuk meramal data beberapa periode ke depan. VI - 3

2. Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) Seperti halnya pada metode analisis sebelumnya, model ARIMA dapat digunakan untuk analisis data deret waktu dan peramalan data. Pada model ARIMA diperlukan penetapan karakteristik data deret berkala seperti: stasioner, musiman dan sebagainya, yang memerlukan suatu pendekatan sistematis, dan akhirnya akan menolong untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai model-model dasar yang akan ditangani. Hal utama yang mencirikan dari model ARIMA dalam rangkan analisis data deret waktu dibandingkan metode pemulusan adalah perlunya pemeriksaan keacakan data dengan melihat koefisien autokorelasinya. Model ARIMA juga bisa digunakan untuk mengatasi masalah sifat keacakan, trend, musiman bahkan sifat siklis data data deret waktu yang dianalisis. 3. Analisis Deret Berkala Multivariate Model ARIMA digunakan untuk analisis data deret waktu pada katagori data berkala tunggal atau sering dikatagorikan model-model univariate. Untuk data dengan katagori deret berkala berganda (multiple), tidak bisa dilakukan analisis menggunakan model ARIMA, oleh karena itu diperlukan model-model multivariate. Model-model yang masuk kelompok multivariate analisisnya lebih rumit dibandingkan dengan model-model univariate. Pada model multivariate sendiri bisa dalam bentuk analisis data bivariat (yaitu, hanya data dua deret berkala) dan dalam bentuk data multivariate (yaitu data terdiri lebih dari dua deret berkala). Model-model multivariate diantaranya: (1) model fungsi transfer, (3) model analisis intervensi (intevention analysis), (4) Fourier Analysis, (5) analisis Spectral dan (6) Vector Time Series Models. B. Analisis Regresi Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali dijumpai hubungan antara suatu variabel dengan satu atau lebih variabel lain. Sebagai contoh di bidang transportasi ada pemakaian dan jenis BBM yang berhubungan dengan konsumsi BBM, jumlah BBM yang dipergunakan dan sebagainya.secara umum ada dua macam hubungan antara dua atau lebih variabel, yaitu bentuk hubungan dan keeratan hubungan.bila ingin mengetahui bentuk hubungan dua variabel atau lebih, digunakan analisis regresi.bila ingin melihat keeratan hubungan, digunakan analisis korelasi. Analisis regresi adalah teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan diantara variabel-variabel.penerapannya dapat dijumpai secara luas di banyak bidang seperti teknik, ekonomi, manajemen, ilmu-ilmu biologi, ilmu-ilmu sosial, dan ilmu-ilmu pertanian.pada saat ini, analisis regresi berguna dalam menelaah VI - 4

hubungan dua variabel atau lebih, dan terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna, sehingga dalam penerapannya lebih bersifateksploratif. Analisis regresi dikelompokkan dari mulai yang paling sederhana sampai yang paling rumit, tergantung tujuan yang berlandaskan pengetahuan atau teori sementara, bukan asal ditentukan saja. 1. Regresi Linier Sederhana Regresi linier sederhana bertujuan mempelajari hubungan linier antara dua variabel. Dua variabel ini dibedakan menjadi variabel bebas (X) dan variabel tak bebas (Y). Variabel bebas adalah variabel yang bisa dikontrol sedangkan variabel tak bebas adalah variabel yang mencerminkan respon dari variabel bebas. 2. Regresi Linier Berganda Regresi linier berganda seringkali digunakan untuk mengatasi permasalahan analisis regresi yang melibatkan hubungan dari dua atau lebih variabel bebas.pada awalnya regresi berganda dikembangkan oleh ahli ekonometri untuk membantu meramalkan akibat dari aktivitas-aktivitas ekonomi pada berbagai segmen ekonomi. Misalnya laporan tentang peramalan masa depan perekonomian di jurnal-jurnal ekonomi (Business Week, Wal Street Journal, dll), yang didasarkan pada model-model ekonometrik dengan analisis berganda sebagai alatnya. Salah satu contoh penggunaan regresi berganda dibidang pertanian diantaranya ilmuwan pertanian menggunakan analisis regresi untuk menjajagi antara hasil pertanian (misal: produksi padi per hektar) dengan jenis pupuk yang digunakan, kuantitas pupuk yang diberikan, jumlah hari hujan, suhu, lama penyinaran matahari, dan infeksi serangga. 3. Regresi Kurvilinier Regresi kurvilinier seringkali digunakan untuk menelaah atau memodelkan hubungan fungsi variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X) yang tidak bersifat linier. Tidak linier bisa diartikan bilamana laju perubahan Y sebagai akibat perubahan X tidak konstan untuk nilai-nilai X tertentu.kondisi fungsi tidak linier ini (kurvilinier) seringkali dijumpai dalam banyak bidang.misal pada bidang pertanian, bisa diamati hubungan antara produksi padi dengan taraf pemupukan Phospat. Secara umum produksi padi akan meningkat cepat bila pemberian Phospat ditingkatkan dari taraf rendah ke taraf sedang. Tetapi ketika pemberian dosis Phospat diteruskan hingga taraf tinggi, maka tambahan dosis Phospat tidak lagi diimbangi kenaikan hasil, sebaliknya terjadi penurunan VI - 5

hasil.untuk kasus-kasus hubungan tidak linier, prosedur regresi sederhana atau berganda tidak dapat digunakan dalam mencari pola hubungan dari variabel-variabel yang terlibat.dalam hal ini, prosedur analisis regresi kurvilinier merupakan prosedur yang sesuai untuk digunakan. 4. Regresi Dengan Variabel Dummy (Boneka) Analisis regresi tidak saja digunakan untuk data kuantitatif (misal: dosis pupuk), tetapi juga bisa digunakan untuk data kualitatif (misal: musim panen). Jenis data kualitatif tersebut seringkali menunjukkan keberadaan klasifikasi (kategori) tertentu, sering juga dikatagorikan variabel bebas (X) dengan klasifikasi pengukuran nominal dalam persamaan regresi. Sebagai contoh, bila ingin meregresikan pengaruh kondisi kemasan produk dodol nenas terhadap harga jual. Pada umumnya, cara yang dipakai untuk penyelesaian adalah memberi nilai 1 (satu) kalau kategori yang dimaksud ada dan nilai 0 (nol) kalau kategori yang dimaksud tidak ada (bisa juga sebaliknya, tergantung tujuannya). Dalam kasus kemasan ini, bila kemasannya menarik diberi nilai 1 dan bila tidak menarik diberi nilai 0. Variabel yang mengambil nilai 1 dan 0 disebut variabel dummy dan nilai yang diberikan dapat digunakan seperti variabel kuantitatif lainnya. 5. Regresi Logistik (Logistic Regression) Bila regresi dengan variabel bebas (X) berupa variabel dummy, maka dikatagorikan sebagai regresi dummy. Regresi logistik digunakan jika variabel terikatnya (Y) berupa variabel masuk katagori klasifikasi.misalnya, variabel Y berupa dua respon yakni gagal (dilambangkan dengan nilai 0) dan berhasil (dilambangkan dengan nilai 1).Kondisi demikian juga sering dikatagorikan sebagai regresi dengan respon biner. Seperti pada analisis regresi berganda, untuk regresi logistik variabel bebas (X) bisa juga terdiri lebih dari satu variabel. C. Analisis Path (Path Analysis) dan Analisis SEM Analisis Path pada dasarnya ingin melihat hubungan kausalitas antara kejadian satu dan kejadian lain. Hubungan kausalitas yang ingin dilihat besa berupa hubungan langsung maupun tidak langsung.pendekatan analisis yang digunakan pada analisis path tidak berbeda dengan analisis regresi ganda.hanya sedikit berbeda pada perhitungan pendugaan koefisiennya.pada saat ini jenis analisis ini berkembang pada bidang sosial,seperti psikologi, pendidikan, dan lain-lain. Apabila peubah yang akan dilihat pola hubungannya berupa peubah laten (tak terukur), seperti peubah prestasi, kecemasan dan lainnya, maka lebih cocok menggunakan analisis SEM. Untuk jenis peubah laten ini, tidak cocok digunakan analisis path. VI - 6

D. Analisis Peubah Ganda Analisis peubah ganda dilakukan karena peubah yang digunakan relatif banyak. Beberapa hal yang melatari analisis ini diantaranya antar peubah satu dengan peubah lain ada korelasi dan tidak ada keinginan untuk melihat pola hubungan antara peubah bebas dan peubah tak bebas. Bisanya analisis ini digunakan untuk mereduksi peubah yang cukup banyak menjadi peubah yang lebih sederhana tapi tidak meninggalkan informasi peubah asalnya.selain itu melalui analisis peubah ganda juga bisa dilihat pengelompokan objek berdasarkan kemiripan peubah-peubah peubah-peubah penyusunnya. Beberapa jenis analisis yang masuk katagori analisis peubah ganda diantaranya: Analisis Komonen Utama (Pricipal Component Analysis), Analisis Gerombol (Cluster Analysis), Analisis Faktor (Factor Analysis), Korelasi Kanonik, Analisis Biplot, Analisis Diskriminan (Discriminant Analysis) dan Multidimension Scalling. E. Conjoint Analysis Conjoint analysis, bisanya banyak digunakan pada bidang riset pemasaran.sebagai contoh bila suatu perusahaan ingin mengeluarkan produk baru, maka melalui analisis ini bisa dilihat tentang preferensi konsumennya. Untuk bidang pertanian, analisis ini bisa digunakan oleh pelaku agribisnis baik skala kecil maupun besar yang akan meluncurkan produk agribisnisnya. 5.2. STATISTIK ENERGI TRANSPORTASI INDONESIA Secara umum perubahan konsumsi energi pada sektor transportasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: teknologi, efisiensi atau alasan ekonomi. Oleh sebab itu untuk mempermudah dalam perhitungannya digunakan cara analisis regresi dalam hal ini analisis regresi linier berganda yang dalam perhitungannya melibatkan hubungan dari dua atau lebih variabel bebas. Dalam studi ini dalam menghitung total konsumsi energi yang digunakan di Indonesia digunakan formula sebagai berikut: E(T) = f (E TU ) +f (E TD ) + f (E KA )+ f (E TL ) Dimana: E TU = f(konsumsi energi (km/liter), jumlah pesawat per jenis(unit), jarak tempuh (km/tahun), frekuensi penerbangan) E TD = f(konsumsi energi spesifik (km/liter), jumlah kend per jenis, panjang jalan, luas wilayah) VI - 7

E KA = f(konsumsi energi spesifik (km/liter), jumlah KA (unit), efektif operasi(%), jarak tempuh (km/tahun)) E TL = f(konsumsi energi (km/liter), jumlah kapal per jenis, jarak tempuh (km/tahun)) 5.2.1. Produksi, Impor dan Ekspor Bahan Bakar Minyak di Indonesia Data mengenai produksi, impor dan ekspor bahan bakar minyak yang merupakan data yang di up-date hingga tahun 2008.Tabel 5.1 menunjukkan jumlah produksi, ekspor dan impor bahan bakar minyak.jenis bahan bakar minyak tersebut terdiri dari minyak mentah dan gas.satuan yang digunakan adalah dalam satuan barrel minyak yang disingkat menjadi bbl. Konversi satuan Barrel Minyak antara lain 42 US gallon, 158.9873 liter, atau 34.97231575 Imperial (UK) gallon. Tahun Tabel 5.1 Produksi, Impor, dan Ekspor bahan bakar minyak di Indonesia Ribu Barel Penyediaan dan Permintaan Minyak Mentah Produksi Ekspor Impor Pertumbuhan (%) Ribu Barel Pertumbuhan (%) Ribu Barel Pertumbuhan (%) Input Kilang Minyak Ribu Ribu Barel bph 1990 533.562 3,8 288.317-0,9 46.225 64,8 273.838 750 1991 581.233 8,9 330.495 14,6 55.361 19,8 284.785 780 1992 550.668-5,3 293.069-11,3 56.521 2,1 301.067 825 1993 557.661 1,3 283.280-3,3 54.435-3,7 295.731 810 1994 588.364 5,5 323.976 14,4 64.209 18,0 310.655 851 1995 586.264-0,4 301.810-6,8 69.287 7,9 327.499 897 1996 582.660-0,6 283.740-6,0 69.037-0,4 341.615 936 1997 576.963-1,0 289.093 1,9 71.163 3,1 333.747 914 1998 568.782-1,4 280.365-3,0 72.476 1,8 339.709 931 1999 545.579-4,1 285.400 1,8 84.692 16,9 342.242 938 2000 517.489-5,1 223.500-21,7 78.615-7,2 360.232 987 2001 489.306-5,4 241.612 8,1 117.168 49,0 361.396 990 2002 456.026-6,8 218.115-9,7 124.148 6,0 357.971 981 2003 419.255-8,1 189.095-13,3 137.127 10,5 358.519 982 2004 400.554-4,5 178.869-5,4 148.490 8,3 366.033 1.003 2005 386.483-3,5 159.703-10,7 164.007 10,4 357.656 980 2006 367.049-5,0 134.960-15,5 116.232-29,1 333.136 913 2007 348.348-5,1 135.267 0,2 115.812-0,4 330.027 904 2008 357.501 2,6 134.872-0,3 83.982-27,5 307.023 841 Sumber: Ditjen Minyak dan Gas, 2009 (diolah konsultan, 2010) VI - 8

5.2.2. Konsumsi Energi dari Sumber Primer Per-Sektor di Indonesia Data konsumsi energi dari sumber primer per sektor di Indonesia merupakan data yang di up-date hingga tahun 2008.Tabel 5.2dan Tabel 5.3 menunjukkan jumlah konsumsi energi dari sumber primer per sektor di Indonesia. Sektor yang didefinsikan antara lain sektor transportasi, sektor industri, sektor rumah tangga dan sektor komersil. VI - 9

Tabel 5.2 Konsumsi Energi dari sumber primer per sektor Sektor 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Industri 192.914.655 196.972.955 192.803.789 225.141.109 216.377.677 218.766.597 233.511.599 258.567.087 304.611.465 Rumah Tangga 84.963.563 89.023.979 86.568.222 88.669.268 90.689.214 89.065.250 84.529.554 87.706.652 84.558.012 komersil 19.218.814 20.005.525 20.315.203 20.967.212 23.989.565 24.819.117 24.786.114 26.494.973 27.615.169 Transportasi 139.178.658 148.259.584 151.498.823 156.232.909 178.374.391 178.452.407 170.127.492 179.144.177 191.256.615 Lainnya 29.213.878 30.585.607 29.998.546 28.445.436 31.689.809 29.102.166 25.936.873 24.912.051 24.842.951 Total 465.489.568 484.847.650 481.184.583 519.455.934 541.120.656 540.205.537 538.891.632 576.824.940 632.884.212 Pemanfaatan Energi Lain 40.393.109 48.524.092 48.534.290 48.317.775 62.375.806 54.352.435 64.786.077 64.759.190 111.963.006 Sumber : Kementerian ESDM, 2009 Tabel 5.3. Konsumsi Energi dari sumber primer per sektor (dengan biomassa) Sector 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Industri 251.895.942 252.158.714 245.108.900 275.308.517 263.294.377 262.687.070 280.187.757 300.675.120 348.846.902 Rumah Tangga 296.573.110 301.347.223 303.032.794 309.046.165 314.114.684 313.772.025 312.715.871 319.333.000 316.802.417 Komersil 20.670.389 21.449.843 21.752.300 22.397.122 25.412.327 26.234.764 26.194.683 27.896.499 29.009.688 Transportasi 139.178.658 148.259.584 151.498.823 156.232.909 178.374.391 178.452.407 170.127.492 179.144.177 191.256.615 Lain-lain 29.213.878 30.585.607 29.998.546 28.445.436 31.689.809 29.102.166 25.936.873 24.912.051 24.842.951 VI - 10

Tabel 5.3. Konsumsi Energi dari sumber primer per sektor (dengan biomassa) (lanjutan) Sector 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Konsumsi Energi 737.531.977 753.800.971 751.391.363 791.430.149 812.885.588 810.248.432 815.162.676 851.960.847 910.758.573 Pemanfaatan Energi Lain 40.393.109 48.524.092 48.534.290 48.317.775 62.375.806 54.352.435 64.786.077 64.759.190 111.963.006 Sumber :Kementerian ESDM, 2009 VI - 11

5.2.3. Kebutuhan Domestik untuk ProdukMinyak Olahan Per-Sektor di Indonesia Data mengenai kebutuhan domestik untuk minyak olahan per sektor serta persentase kebutuhan disektor transportasi dapat dilihat pada Tabel 5.4. Persentase kebutuhan sektor transportasi terhadap total menunjukkan bahwa sektor transportasi mendominasi dalam pemakaian bahan bakar minyak. Data kebutuhan domestik untuk produk minyak didasarkan dari data penjualan bahan bakar minyak per sektor yang didapatkan dari direktorat minyak dan gas. Tabel 5.4 kebutuhan domestik untuk produk minyak olahan per sektor di Indonesia Tahun Industri Rumah Tangga Transportasi Pembangkit Listrik Total Presentase konsumsi oleh Sektor Transportasi terhadap Total 1990 7.019.198 7.754.150 13.640.797 4.143.840 32.557.985 41,897 1991 7.363.507 7.987.709 14.866.798 5.353.963 35.571.977 41,794 1992 8.305.290 8.458.825 15.823.094 5.868.796 38.456.005 41,146 1993 9.018.651 8.532.505 16.743.602 6.814.424 41.109.182 40,730 1994 10.288.521 8.803.801 18.730.929 3.831.182 40.733.227 45,984 1995 10.532.628 9.144.789 20.431.059 2.968.660 42.833.029 47,699 1996 10.532.628 9.682.468 22.830.439 3.330.646 46.376.181 49,229 1997 10.920.394 9.877.947 24.851.924 5.898.560 51.548.825 48,210 1998 10.482.037 10.054.697 23.697.437 4.378.608 48.612.779 48,747 1999 11.561.024 11.856.202 24.076.018 4.334.221 51.827.465 46,454 2000 12.147.262 12.409.142 26.296.349 5.008.292 55.861.045 47,075 2001 12.601.790 12.251.213 27.838.920 5.040.994 57.732.914 48,220 2002 12.338.287 11.625.175 28.376.526 6.505.117 58.845.105 48,222 2003 11.197.083 11.704.403 29.043.166 7.852.355 59.797.007 48,570 2004 13.494.759 11.787.354 31.962.117 6.796.916 64.041.146 49,909 Sumber: Ditjen Minyak dan Gas, 2009 (diolah konsultan 2010) 5.2.4. Konsumsi Energi Oleh Sektor Transportasi di Indonesia Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa konsumsi energi di bidang transportasi dari tahun 2000 sampai tahun 2008 merupakan pengkonsumsi terbesar, karena rata-rata menghabiskan sekitar 50% dari total konsumsi energi di Indonesia. konsumsi energi pada tahun 2008 merupakan konsumsi terbesar selama 8 tahun terakhir yaitu 31.694.187 kiloliter dari 60.223.610 kiloliter total energi yang dikonsumsi di Indonesia, diikuti konsumsi pada tahun 2004, yaitu 31.962.117 kiloliter dari 64.041.146 VI-12

kiloliter energi yang digunakan di Indonesia. Data mengenai konsumsi energi oleh sektor transportasi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.5 Tabel 5.5 Konsumsi energi sektor transportasi di Indonesia Total konsumsi energi Total konsumsi energi transportasi Presentase konsumsi oleh Sektor Transportasi terhadap Total Gas Bahan Bakar Minyak Avgas Avtur Premium Bio Premium Pertamax Bio Pertamax Pertamax Plus Bio Solar Kerosone ADO IDO Fuel Oil Electricity Total 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 KILOLITER 55861045 57732914 58845105 59797007 64041146 63877286 58575330 60717020 60223610 KILOLITER 26296349 27838920 28376526 29043166 31962117 31869540 28868633 31165081 32694187 % 47,07457 48,220189 48,222407 48,5696 49,90872 49,89182 49,28463 51,32841 54,28799 SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) SBM (energi unit) 174 139 118 108 85 43 42 49 124 20 19 19 20 19 17 19 12 11 7085 8680 9409 11365 14361 13682 14303 14845 15526 70274 74043 77642 80109 89380 96863 92901 98847 108702 0 0 0 0 0 0 9 326 257 0 0 0 2163 2841 1450 2947 2752 1736 0 0 0 0 0 0 0 58 94 0 0 0 626 710 579 748 921 669 0 0 0 0 0 0 1408 5692 6029 28 28 26 26 27 25 22 22 18 60754 64493 63463 61126 70259 65262 57259 55233 57813 320 309 292 254 234 193 105 57 34 498 519 498 404 425 304 314 269 194 27 30 33 33 34 34 41 52 50 139180 148260 151500 156234 178375 178452 170118 179135 191257 Sumber: Kementerian ESDM, 2009 (diolah konsultan, 2010) VI-13

5.2.5. Konsumsi Bahan Bakar Per Moda Transportasi Secara umum berdasarkan moda transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak dan gas, dari tahun 2006 sampai tahun 2009 konsumsi terbesar adalah bahan bakar untuk moda transportasi darat, yaitu kendaraan bermotor roda 2 dan truk. Konsumsi bahan bakar untuk kendaraan bermotor roda 2 paling besar adalah pada tahun 2009, yaitu sekitar 13 juta kiloliter, sedangkan konsumsi oleh truk paling besar adalah pada tahun 2007, yaitu sekitar 9 juta kiloliter. Konsumsi bahan bakardari tahun 2006 sampai tahun 2009 paling sedikit adalah bahan bakar untuk moda transportasi udara, yaitu avgas dan avtur. Sedangkan penggunaan bahan bakar untuk moda kereta api listik kurang lebih mencapai angka 40 juta Kilo Watt Hour (KWH) tiap tahunnya sejak 2006-2008. Data konsumsi bahan bakar per moda transportasi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Konsumsi bahan bakar per moda transportasi Satuan Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Moda Darat Motor Kilo liter 9.384.786,03 12.366.754,23 12.614.089,32 13.114.051,66 Mobil Penumpang Kilo liter 6.525.212,91 8.411.025,96 8.579.246,48 8.920.800,54 Bus Kilo liter 4.155.682,46 5.061.600,71 5.162.832,72 5.266.089,38 Truk Kilo liter 7.297.391,53 9.062.016,33 8.118.640,55 8.281.013,36 Moda Laut Kilo liter 4.046.698,35 3.416.950,64 3.649.665,13 4.130.049,09 Moda kereta api High Diesel Speed (HDS) Kilo Liter 141.223 138.832 147.370 - Energi Listrik KWH 47.809.783 39.132.435 39.427.884 - Moda Udara Avgas Kilo liter 3,39 2,221 2,003 1,687 Avtur Kilo liter 2428,078 2520,04 2635,67 2760,678 Sumber : Kementerian ESDM, 2009 (diolah konsultan, 2010) 5.2.6. Konsumsi Energi Per Moda Transportasi Secara umum berdasarkan moda transportasi konsumsi energi terbesar dari tahun 2006 sampai tahun 2009 adalah moda transportasi darat, yaitu kendaraan bermotor roda 2 dan truk. Konsumsi energi kendaraan bermotor roda 2 paling besar adalah pada tahun 2009, yaitu sekitar 76 juta Setara Barrel Minyak (SBM), sedangkan konsumsi energi oleh truk paling besar adalah pada tahun 2007, yaitu hampir 59 juta SBM. Diikuti konsumsi energi oleh moda transportasi laut, yaitu hampir mencapai 27 juta SBM.Sedangkan konsumsi energi untuk moda kereta api kurang lebih mencapai angka 25 ribu SBM tiap tahunnya sejak 2006-2008. Konsumsi energi paling sedikit dari tahun 2006 sampai tahun 2009 adalah untuk moda transportasi udara, yaitu avgas dan avtur sebesar kurang lebih VI-14

25 ribu Setara Barrel Minyak (SBM), pada tahun 2009. Data konsumsi bahan bakar per moda transportasi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Konsumsi energi per moda transportasi Moda Darat Satuan Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Motor SBM 54.686.727,18 72.063.157,60 73.504.420,78 76.417.785,46 Mobil Penumpang SBM 38.023.513,49 49.012.463,42 49.992.712,69 51.983.005,67 Bus SBM 26.958.235,17 32.834.997,28 33.491.697,20 34.161.531,18 Truk SBM 47.338.746,14 58.786.004,39 52.666.252,37 53.719.577,41 Moda Laut 26.251.246,78 22.166.024,43 23.675.661,41 26.791.949,51 Moda kereta api High Diesel Speed (HDS) SBM 141.223 138.832 147.370 - Energi Listrik SBM 151.230 123.782 124.717 - Moda Udara Avgas SBM 19,10 12,51 11,28 9,50 Avtur SBM 14303,39 14845,12 15526,28 16262,68 Sumber : Kementerian ESDM, 2009 (diolah konsultan, 2010) 5.2.7. Konsumsi Gasoline di Indonesia Konsumsi Gasoline di Indonesia sebagian besar didapat dari konsumsi moda angkutan darat yang menggunakan bensin premium. Jumlah konsumsi gasoline di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 22.034.852 kl.provinsi Jawa Timur memiliki konsumsi gasoline terbsar yaitu, 3.075.894 kl. Dari Tabel 5.8 dapat dilihat konsumsi gasoline di Indonesia. Tabel 5.8. Konsumsi Gasoline di Indonesia No. Sektor 2006 2007 2008 2009 Transportasi Darat 1 Nangroe Aceh Darussalam 190.127 304.757 310.852 317.069 2 Sumatera Utara 1.254.260 1.437.679 1.466.433 1.525.090 3 Sumatera Barat 282.295 373.048 380.509 395.729 4 Riau Kepulauan 169.809 317.637 323.990 336.949 5 Riau Daratan 334.643 406.358 414.485 431.064 6 Sumatera Selatan 421.105 563.503 574.773 597.764 7 Jambi 210.477 333.781 340.457 354.075 8 Bengkulu 95.981 176.852 180.389 187.605 9 Bangka Belitung 84.162 123.587 126.059 131.101 VI-15

Tabel 5.8. Konsumsi Gasoline di Indonesia (lanjutan) No. Sektor 2006 2007 2008 2009 Transportasi Darat 1 Nangroe Aceh Darussalam 190.127 304.757 310.852 317.069 2 Sumatera Utara 1.254.260 1.437.679 1.466.433 1.525.090 3 Sumatera Barat 282.295 373.048 380.509 395.729 4 Riau Kepulauan 169.809 317.637 323.990 336.949 5 Riau Daratan 334.643 406.358 414.485 431.064 6 Sumatera Selatan 421.105 563.503 574.773 597.764 7 Jambi 210.477 333.781 340.457 354.075 8 Bengkulu 95.981 176.852 180.389 187.605 9 Bangka Belitung 84.162 123.587 126.059 131.101 10 Lampung 388.221 500.677 510.690 531.118 11 Banten 422.782 655.274 668.379 695.114 12 DKI Jakarta 2.531.293 3.712.304 3.786.550 3.938.012 13 Jawa Barat 2.272.635 2.719.538 2.773.929 2.884.886 14 Jawa Tengah 1.885.405 2.139.608 2.182.400 2.269.696 15 DI Yogyakarta 332.534 544.144 555.027 577.228 16 Jawa Timur 2.228.270 2.899.599 2.957.591 3.075.894 17 Bali 474.694 547.684 558.637 580.983 18 Nusa Tenggara Barat 151.593 200.856 204.873 213.068 19 Nusa Tenggara Timur 95.588 150.517 153.527 159.668 20 Kalimantan Barat 212.375 289.419 295.207 307.015 21 Kalimantan Tengah 116.435 171.406 174.834 181.827 22 Kalimantan Selatan 246.960 316.181 322.505 335.405 23 Kalimantan Timur 422.621 555.711 566.826 589.499 24 Sulawesi Tengah 135.521 159.428 162.617 169.121 25 Gorontalo 25.483 53.867 54.945 57.143 26 Sulawesi Utara 120.866 168.604 171.976 178.855 27 Sulawesi Selatan 564.969 593.614 605.486 629.705 28 Sulawesi Tenggara 52.773 75.963 77.482 80.581 29 Maluku 45.038 59.318 60.505 62.925 30 Maluku Utara 199 329 335 349 31 Irianjaya Barat 140.883 226.539 231.069 240.312 Transportasi Laut - - - - Kereta Api - - - - Transportasi Udara - - - - Sumber : Kementerian ESDM, 2009 (diolah konsultan 2010) VI-16

5.3. STATISTIK ENERGI TRANSPORTASI DARAT Prakiraan kebutuhan energi di sektor transportasi darat diproyeksikan berdasarkanintensitas energi per jenis kendaraan yang mengkonsumsi energi.data yang diperlukan pada sektor transportasiadalah: - Jumlah energi spesifik yang digunakan; - Jumlah kendaraan per jenis; - Panjang jalan; dan - Luas wilayah. E TD = a.x 1 + b.x 2 + c.x 3 + d.x 4 Dimana: E TD a,b,c,d X 1, X 2, X 3, X 4 X 1 X 2 X 3 = total energi transportasi darat = koefisien = variabel = jumlah energi spesifik yang digunakan, dalam kilometer/liter (km/liter) = jumlah kendaraan per jenis, dalam unit = panjang jalan, dalam kilometer (km) X 4 = luas wilayah, dalam kilometer persegi (km 2 ) Berdasarkan data ketersediaan pasokan bahan bakar, jumlah kendaraan bermotor, panjang jalan, jumlah penduduk dan data pendukung lainnya.dilakukan uji statistika untuk mengetahui formula kebutuhan energi transportasi darat yang berbasis jalan. Dengan melakukan berbagai variasi data, uji statistika menggunakan model multiple regresi dengan jumlah bahan bakar sebagai variabel terikat.data yang menunjukkan jumlah penduduk dan panjang jalan, serta jumlah pasokan premium dan solardapat dilihat pada Tabel 5.9, Tabel 5.10, dan Tabel 5.11. VI-17

Tabel 5.9. Jumlah Penduduk dan Panjang Jalan Wilayah - Propinsi Jumlah Penduduk Panjang Jalan Nasional Provinsi Kab/Kota Total Nangroe Aceh Darussalam 4.363.500 1.783 1.702 15.197 18.682 Sumatera Utara 13.248.400 2.098 2.752 32.114 36.964 Sumatera Barat 4.828.000 1.200 1.131 15.459 17.790 Riau Daratan + Kep. Riau + Batam 6.821.800 1.126 1.796 18.520 21.442 Sumsel-Jambi-Bengkulu 11.723.700 2.846 4.503 23.114 30.463 Bangka Belitung 1.138.100 531 511 2.666 3.708 Lampung 7.491.900 1.004 2.355 11.544 14.903 Kalimantan Barat 4.319.100 1.575 628 10.808 13.011 Kalimantan Selatan-Tengah 5.581.900 2.591 1.670 17.290 21.551 Kalimantan Timur 3.164.800 1.540 1.442 6.804 9.786 Sulawesi Utara-Tengah-Gorontalo-Barat 7.811.500 4.219 3.673 26.008 33.900 Sulawesi Selatan-Tenggara 8.956.200 2.872 1.305 32.387 36.564 Maluku + Malut 2.314.500 1.443 1.585 4.358 7.386 Papua + Irian Jaya Barat 2.841.400 2.303 1.873 9.118 13.294 Nusa Tenggara Barat 4.434.000 602 1.416 5.329 7.347 Nusa Tenggara Timur 4.619.700 1.273 2.627 16.497 20.397 Bali 3.551.000 502 840 6.018 7.360 Jawa Timur 37.286.200 1.899 1.439 33.689 37.027 Jawa Tengah + DIY 36.366.500 1.467 3.240 28.616 33.323 Jawa Barat 41.501.500 1.141 2.141 22.397 25.679 DKI Jakarta + Banten 19.005.800 612 1.497 8.849 10.958 Sumber :Statistik Indonesia Tabel 5.10 Pasokan Premium dan Jumlah Kendaraan Wilayah - Propinsi Pasokan Premium (KL) Kendaraan Berbahan Bakar Premium (unit) Pribadi Umum Barang S. Motor Nangroe Aceh Darussalam 412.275 86.607 4.906 16.050 3.829.521 Sumatera Utara 1.222.485 374.558 21.217 45.098 4.200.014 Sumatera Barat 513.677 214.457 12.148 42.614 2.712.310 Riau Daratan + Kep. Riau + Batam 870.925 450.120 25.497 47.501 3.933.238 VI-18

Tabel 5.10 Pasokan Premium dan Jumlah Kendaraan (lanjutan) Wilayah - Propinsi Pasokan Premium (KL) Kendaraan Berbahan Bakar Premium (unit) Pribadi Umum Barang S. Motor Nangroe Aceh Darussalam 412.275 86.607 4.906 16.050 3.829.521 Sumatera Utara 1.222.485 374.558 21.217 45.098 4.200.014 Sumatera Barat 513.677 214.457 12.148 42.614 2.712.310 Riau Daratan + Kep. Riau + Batam 870.925 450.120 25.497 47.501 3.933.238 Sumsel-Jambi-Bengkulu 1.069.100 682.056 38.635 44.720 8.269.536 Bangka Belitung 187.678 104.823 5.938 22.724 1.298.621 Lampung 582.226 160.003 9.063 22.104 2.802.142 Kalimantan Barat 340.153 537.886 30.468 33.872 1.999.989 Kalimantan Selatan-Tengah 562.351 278.208 15.759 53.467 3.390.274 Kalimantan Timur 475.825 303.012 17.164 71.063 3.001.002 Sulawesi Utara-Tengah-Gorontalo-Barat 583.734 912.825 51.706 52.959 4.866.163 Sulawesi Selatan-Tenggara 844.326 375.741 21.284 92.350 3.237.575 Maluku + Malut 150.115 66.661 3.776 2.841 1.977.614 Papua + Irian Jaya Barat 235.936 195.178 11.056 11.450 1.987.352 Nusa Tenggara Barat 272.977 155.766 8.823 11.186 1.598.962 Nusa Tenggara Timur 177.144 328.658 18.617 10.632 999.752 Bali 634.480 582.803 33.012 96.455 4.799.892 Jawa Timur 3.013.800 696.171 39.434 74.232 7.505.621 Jawa Tengah + DIY 2.680.127 1.032.715 58.497 97.955 11.274.057 Jawa Barat 3.512.845 405.048 22.944 11.436 3.128.221 DKI Jakarta + Banten 2.876.659 4.634.988 262.545 387.107 10.324.502 Sumber :Kementerian ESDM, 2009 Tabel 5.11 Pasokan Solar dan Jumlah Kendaraan Kebutuhan Kendaraan Berbahan Bakar Diesel (unit) Wilayah - Propinsi Solar (KL) Pribadi Umum Bis Barang Nangroe Aceh Darussalam 259.764 32.853 1.544 93.568 97.765 Sumatera Utara 865.677 142.084 6.678 108.702 274.706 Sumatera Barat 302.691 81.351 3.824 770.052 259.574 Riau Daratan + Kep. Riau + Batam 734.457 170.748 8.025 138.608 289.344 Sumsel-Jambi-Bengkulu 769.815 258.730 12.160 253.280 272.399 Bangka Belitung 188.552 39.763 1.869 43.619 138.415 VI-19

Tabel 5.11 Pasokan Solar dan Jumlah Kendaraan (lanjutan) Kebutuhan Kendaraan Berbahan Bakar Diesel (unit) Wilayah - Propinsi Solar (KL) Pribadi Umum Bis Barang Lampung 428.390 60.695 2.853 79.253 134.640 Kalimantan Barat 206.585 204.041 9.590 90.489 206.325 Kalimantan Selatan-Tengah 347.296 105.535 4.960 315.333 325.680 Kalimantan Timur 245.821 114.944 5.402 89.962 432.864 Sulawesi Utara-Tengah-Gorontalo-Barat 856.159 346.269 16.275 563.858 322.591 Sulawesi Selatan-Tenggara 1.318.902 142.533 6.699 506.279 562.531 Maluku + Malut 82.250 25.287 1.189 49.094 17.308 Papua + Irian Jaya Barat 91.020 74.039 3.480 63.251 69.748 Nusa Tenggara Barat 116.715 59.088 2.777 93.671 68.136 Nusa Tenggara Timur 117.487 124.672 5.860 90.111 64.765 Bali 272.962 221.079 10.391 67.898 587.534 Jawa Timur 1.794.774 264.084 12.412 80.132 452.169 Jawa Tengah + DIY 1.553.922 391.748 18.412 198.557 596.670 Jawa Barat 1.651.096 153.650 7.222 175.381 69.660 DKI Jakarta + Banten 1.328.446 1.758.226 82.638 2.149.373 2.357.978 Sumber :Kementerian ESDM, 2009 Formulasi kebutuhan bahan bakar dilakukan dengan cara coba-coba dengan memperhatikan beberapa alternatif pemasangan variabel bebas yang sesuai. Hasil analisis tidak selalu menunjukkan korelasi yang positif antar variabel, sebagai misal dalam pencarian formulasi kebutuhan BBM jenis premium, diberikan data Kendaraan Umum, Kendaraan Barang, Sepeda Motor, Jumlah Penduduk dan Total Panjang Jalan, memberikan hasil sebagai berikut. VI-20

Tabel 5.12. Hasil Analisis Regresi (1) Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1.992 a.983.978 1.55967E5 a. Predictors: (Constant), Total Panjang Jalan (km), Kend. Umum (unit), Jumlah Penduduk (jiwa), Sepeda Motor (unit), Kend. Barang (unit) ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 2.158E13 5 4.316E12 177.418.000 a Residual 3.649E11 15 2.433E10 Total 2.194E13 20 a. Predictors: (Constant), Total Panjang Jalan (km), Kend. Umum (unit), Jumlah Penduduk (jiwa), Sepeda Motor (unit), Kend. Barang (unit) b. Dependent Variable: Kebutuhan Premium (KL) Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) 57585.430 80115.940.719.483 Kend. Umum (unit).530 2.376.028.223.826 Kend. Barang (unit) 3.742 1.613.288 2.320.035 Sepeda Motor (unit) -.030.023 -.083-1.347.198 Jumlah Penduduk (jiwa).081.004.943 19.665.000 Total Panjang Jalan (km) -2.699 4.249 -.028 -.635.535 a. Dependent Variable: Kebutuhan Premium (KL) Sumber : Hasil uji di atas menunjukkan tanda (-) pada variabel Sepeda Motor dan Total Panjang Jalan, hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut berpengaruh dan mempunyai besaran nilai yang hampir sama dengan variabel lainnya, sehingga perlu dipilih salah satu variabel dari variabel-variabel yang hampir sama tersebut. Langkah selanjutnya adalah memodifikasi besaran variabel dengan cara penggabungan beberapa jenis variabel yang dianggap mempunyai kesamaan, yaitu kendaraan umum, kendaraan pribadi dan sepeda motor menjadi kendaraan penumpang, selanjutnya kendaraan penumpang, kendaraan barang dan panjang jalan menjadi variabel bebas, atau beberapa modifikasi data yang mempunyai kemiripan. Setelah dilakukan beberapa VI-21

kali uji multiple regresi dengan variabel terikatnya kebutuhan premium didapatkan hasil yang paling memenuhi kriteria seperti berikut. Tabel 5.13. Hasil Analisis Regresi (2) Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1.736 a.541.460 7.69694E5 a. Predictors: (Constant), Kend. Penumpang, Total Panjang Jalan (km), Kend. Barang (unit) b. Dependent Variable: Kebutuhan Premium (KL) ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 1.187E13 3 3.958E12 6.680.004 a Residual 1.007E13 17 5.924E11 Total 2.194E13 20 a. Predictors: (Constant), Kend. Penumpang, Total Panjang Jalan (km), Kend. Barang (unit) b. Dependent Variable: Kebutuhan Premium (KL) Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) -313423.353 380737.925 -.823.422 Kend. Barang (unit).248 4.068.019.061.952 Total Panjang Jalan (km) 24.262 19.310.255 1.256.226 Kend. Penumpang.172.096.595 1.783.092 a. Dependent Variable: Kebutuhan Premium (KL) Sumber : Uji di atas mendapatkan formula kebutuhan energi premium yang dipengaruhi oleh faktor kendaraan penumpang (kendaraan pribadi, kendaraan umum dan sepeda motor), kendaraan barang dan panjang jalan yang terdapat pada suatu wilayah. Berdasarkan hasil di atas maka kebutuhan energi dari premium suatu wilayah dapat diformulasikan sebagai berikut : E PR = 0,248 X1 + 0,172 X2 + 24,262 X3 313.423,353 dengan : VI-22

E PR X 1 X 2 X 3 : Kebutuhan Energi Premium Wilayah (kiloliter) : Jumlah Kendaraan Barang (unit) : Jumlah Kendaraan Penumpang (unit) : Panjang Jalan Total (kilometer) Seperti halnya uji kebutuhan premium pada bagian di atas, maka uji kebutuhan solar juga menggunakan uji multiple regresi. Dengan pola pengujian yang sama yaitu dengan mengkaji beberapa data variabel bebas, maka didapatkan hasil yang dianggap sebagai formula kebutuhan solar di suatu wilayah sebagai berikut ini. Tabel 5.14. Hasil Analisis Regresi (3) Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1.838 a.703.650 3.36595E5 a. Predictors: (Constant), Kendaraan Pribadi Umum, Total Panjang Jalan (km), Kendaraan Barang (unit) ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 4.553E12 3 1.518E12 13.395.000 a Residual 1.926E12 17 1.133E11 Total 6.479E12 20 a. Predictors: (Constant), Kendaraan Pribadi Umum, Total Panjang Jalan (km), Kendaraan Barang (unit) b. Dependent Variable: Kebutuhan Solar (KL) Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model B Std. Error Beta t Sig. 1 (Constant) -274497.508 167937.802-1.635.121 Total Panjang Jalan (km) 37.052 6.836.717 5.420.000 Kendaraan Barang (unit).277.545.239.508.618 Kendaraan Pribadi Umum.315.702.211.449.659 a. Dependent Variable: Kebutuhan Solar (KL) Uji di atas mendapatkan formula kebutuhan solar yang dipengaruhi oleh faktor kendaraan penumpang (kendaraan pribadi, kendaraan umum), kendaraan barang dan panjang jalan yang terdapat pada suatu wilayah. VI-23

Berdasarkan hasil di atas maka kebutuhan solar suatu wilayah dapat diformulasikan sebagai berikut : E SL = 0,277 X1 + 0,315 X2 + 37,052 X3 274.497,508 dengan : E SL X 1 X 2 X 3 : Kebutuhan Energi Solar Wilayah (kiloliter) : Jumlah Kendaraan Barang (unit) : Jumlah Kendaraan Penumpang (unit) : Panjang Jalan Total (kilometer) 5.3.1. Konsumsi Bahan Bakar untuk Mobil Penumpang di Indonesia Data konsumsi bahan bakar oleh mobil penumpang didapatkan dari hasil survai lapangan dan survai instansional. Survai lapangan berupa survai wawancara mengenai rata-rata konsumsi bahan bakar perhari sedangkan survai instansional untuk mendapatkan data jumlah mobil penumpang dan juga data total konsumsi bahan bakar oleh sektor transportasi.dari data yang didapat dapat diketahui bahwa jumlah konsumsi energi yang dipakai oleh mobil penumpang dari tahun 2006 hingga 2007 mengalami paningkatan. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya jumlah mobil penumpang yang ada di Indonesia. Jumlah konsumsi energi tahun 2009 di Indonesia mencapai 8.920.801 kl/tahun. Untuk konsumsi energi terbesar terdapat pada Provinsi DKI Jakarta yang mencapai 2.781.690 k/tahunl dan yang terkecil adalah Provinsi Maluku Utara (156 kl/tahun). Data konsumsi enrgi untuk moda mobil penumpang dapat dilihat pada Tabel 5.15. Tabel 5.15.Jumlah konsumsi energi mobil penumpang No Provinsi Tahun (kilo liter) 2006 2007 2008 2009 1 Nangroe Aceh Darussalam 62.948 79.206 80.790 82.406 2 Sumatera Utara 518.794 565.336 576.643 599.708 3 Sumatera Barat 43.773 48.934 49.913 51.910 4 Riau Kepulauan 75.481 75.748 77.263 80.353 5 Kodya Batam - - - - 6 Riau Daratan 213.220 268.009 273.369 284.304 7 Sumatera Selatan 239.566 330.641 337.254 350.744 8 Jambi 52.915 70.683 72.097 74.981 9 Bengkulu 21.781 31.396 32.024 33.305 10 Bangka Belitung 9.442 9.812 10.009 10.409 11 Lampung 74.520 80.233 81.837 85.111 12 Banten 96.229 187.497 191.247 198.897 VI-24

Tabel 5.15.Jumlah konsumsi energi mobil penumpang (lanjutan) No Provinsi Tahun (kilo liter) 2006 2007 2008 2009 13 DKI Jakarta 1.553.101 2.622.256 2.674.701 2.781.690 14 Jawa Barat 1.190.929 1.265.479 1.290.788 1.342.420 15 Jawa Tengah 236.723 282.177 287.820 299.333 16 DI Yogyakarta 84.557 127.637 130.189 135.397 17 Jawa Timur 809.388 821.247 837.672 871.179 18 Bali 247.351 262.647 267.900 278.616 19 Nusa Tenggara Barat 40.138 54.745 55.839 58.073 20 Nusa Tenggara Timur 49.688 87.327 89.074 92.637 21 Kalimantan Barat 91.027 143.457 146.326 152.179 22 Kalimantan Tengah 64.063 98.409 100.377 104.392 23 Kalimantan Selatan 95.253 119.330 121.717 126.586 24 Kalimantan Timur 130.290 193.810 197.686 205.593 25 Sulawesi Tengah 60.648 61.608 62.840 65.354 26 Gorontalo 5.357 28.226 28.790 29.942 27 Sulawesi Utara 36.261 50.170 51.174 53.221 28 Sulawesi Selatan 338.689 338.701 345.475 359.294 29 Sulawesi Tenggara 13.107 17.083 17.424 18.121 30 Sulawesi Barat - - - - 31 Maluku 26.447 26.722 27.256 28.346 32 Maluku Utara 80 147 150 156 33 Irianjaya Barat 43.450 62.354 63.601 66.145 34 Papua (Irianjaya) - - - - Total 6.525.213 8.411.026 8.579.246 8.920.801 Sumber : Ditjen Hubdat, Ditjen Migas 2009, (diolah konsultan 2010) Tabel 5.16.Jumlah konsumsi energi mobil penumpang No Provinsi Tahun (kilo liter) 2006 2007 2008 2009 1 Nangroe Aceh Darussalam 62.948 79.206 80.790 82.406 2 Sumatera Utara 518.794 565.336 576.643 599.708 3 Sumatera Barat 43.773 48.934 49.913 51.910 4 Riau Kepulauan 75.481 75.748 77.263 80.353 5 Kodya Batam - - - - 6 Riau Daratan 213.220 268.009 273.369 284.304 7 Sumatera Selatan 239.566 330.641 337.254 350.744 8 Jambi 52.915 70.683 72.097 74.981 9 Bengkulu 21.781 31.396 32.024 33.305 10 Bangka Belitung 9.442 9.812 10.009 10.409 11 Lampung 74.520 80.233 81.837 85.111 12 Banten 96.229 187.497 191.247 198.897 VI-25

Tabel 5.16.Jumlah konsumsi energi mobil penumpang (lanjutan) No Provinsi Tahun (kilo liter) 2006 2007 2008 2009 13 DKI Jakarta 1.553.101 2.622.256 2.674.701 2.781.690 14 Jawa Barat 1.190.929 1.265.479 1.290.788 1.342.420 15 Jawa Tengah 236.723 282.177 287.820 299.333 16 DI Yogyakarta 84.557 127.637 130.189 135.397 17 Jawa Timur 809.388 821.247 837.672 871.179 18 Bali 247.351 262.647 267.900 278.616 19 Nusa Tenggara Barat 40.138 54.745 55.839 58.073 20 Nusa Tenggara Timur 49.688 87.327 89.074 92.637 21 Kalimantan Barat 91.027 143.457 146.326 152.179 22 Kalimantan Tengah 64.063 98.409 100.377 104.392 23 Kalimantan Selatan 95.253 119.330 121.717 126.586 24 Kalimantan Timur 130.290 193.810 197.686 205.593 25 Sulawesi Tengah 60.648 61.608 62.840 65.354 26 Gorontalo 5.357 28.226 28.790 29.942 27 Sulawesi Utara 36.261 50.170 51.174 53.221 28 Sulawesi Selatan 338.689 338.701 345.475 359.294 29 Sulawesi Tenggara 13.107 17.083 17.424 18.121 30 Sulawesi Barat - - - - 31 Maluku 26.447 26.722 27.256 28.346 32 Maluku Utara 80 147 150 156 33 Irianjaya Barat 43.450 62.354 63.601 66.145 34 Papua (Irianjaya) - - - - Total 6.525.213 8.411.026 8.579.246 8.920.801 Sumber : Ditjen Hubdat, Ditjen Migas 2009, (diolah konsultan 2010) 5.3.2. Konsumsi Bahan Bakar untuk Bus di Indonesia Konsumsi bahan bakar untuk Bus pada tahun 2009 meningkat 2% (4.388.911 kl/tahun) dari tahun 2008 (4.302.854 kl/tahun). Konsumsi energi bus ini merupakan konsumsi energi yang terkecil di bandingkan konsumsi energi bahan bakar angkutan darat yang ada di Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah bus yang ada di Indonesia masih jauh lebih rendah daripada moda angkutan lain seperti mobil penumpang, truck dan sepeda motor. Konsumsi bahan bakar untuk bus di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.17. VI-26

Tabel 5.17 Jumlah konsumsi energi Bus No Provinsi Tahun (dalam Kilo liter) 2006 2007 2008 2009 1 Nangroe Aceh Darussalam 79.609,42 104.012,59 106.092,84 108.214,70 2 Sumatera Utara 204.874,50 297.352,73 303.299,78 309.365,78 3 Sumatera Barat 120.093,03 127.801,28 130.357,31 132.964,45 4 Riau Kepulauan 52.454,88 27.383,76 27.931,44 28.490,06 5 Kodya Batam - - - - 6 Riau Daratan 126.725,08 129.995,48 132.595,39 135.247,30 7 Sumatera Selatan 153.465,35 256.522,37 261.652,81 266.885,87 8 Jambi 39.850,88 52.672,79 53.726,24 54.800,77 9 Bengkulu 4.546,99 7.556,23 7.707,35 7.861,50 10 Bangka Belitung 66.225,60 62.893,15 64.151,01 65.434,03 11 Lampung 298.080,90 64.745,16 66.040,06 67.360,86 12 Banten 155.526,50 169.378,25 172.765,82 176.221,13 13 DKI Jakarta 1.185.195,88 1.583.909,47 1.615.587,66 1.647.899,41 14 Jawa Barat 472.846,55 548.383,30 559.350,97 570.537,99 15 Jawa Tengah 190.039,44 280.061,58 285.662,81 291.376,07 16 DI Yogyakarta 32.835,22 60.642,74 61.855,60 63.092,71 17 Jawa Timur 146.715,40 140.258,55 143.063,72 145.925,00 18 Bali 29.499,30 36.253,63 36.978,70 37.718,27 19 Nusa Tenggara Barat 36.253,44 57.938,46 59.097,23 60.279,17 20 Nusa Tenggara Timur 68.852,14 122.634,89 125.087,59 127.589,34 21 Kalimantan Barat 46.150,60 55.447,15 56.556,09 57.687,21 22 Kalimantan Tengah 77.807,05 81.794,68 83.430,57 85.099,18 23 Kalimantan Selatan 76.843,09 71.625,05 73.057,55 74.518,70 24 Kalimantan Timur 105.621,51 107.276,42 109.421,95 111.610,39 26 Sulawesi Tengah 43.846,72 62.664,66 63.917,95 65.196,31 28 Gorontalo 13.201,32 22.516,12 22.966,44 23.425,77 29 Sulawesi Utara 59.582,75 95.951,27 97.870,30 99.827,70 25 Sulawesi Selatan 147.888,51 216.820,04 221.156,44 225.579,57 27 Sulawesi Tenggara 62.436,90 122.641,46 125.094,29 127.596,17 31 Maluku 15.114,65 30.032,20 30.632,84 31.245,50 32 Maluku Utara 52,20 277,04 282,58 288,23 33 Irianjaya Barat 43.446,68 64.158,24 65.441,40 66.750,23 34 Papua (Irianjaya) - - - - Total 4.155.682 5.061.601 5.162.833 5.266.089 Sumber : Ditjen Hubdat, Ditjen Migas 2009, (diolah konsultan 2010) VI-27

5.3.3. Konsumsi Bahan Bakar untuk Truk di Indonesia Jumlah truck di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Oleh karena itu jumlah jumlah konsumsi bahan bakar untuk truck dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Jumlah konsumsi energi untuk truck pada tahun 2009 mencapai 8.281.013 kl/tahun, dimana Provinsi DKI Jakarta mempunyai konsumsi energi yang terbanyak yaitu 2.132.199 kl/tahun. Data konsumsi energi untuk moda truck dapat dilihat pada Tabel5.18. Tabel 5.18. Konsumsi bahan bakar untuk truk di Indonesia Tahun (dalam kilo liter) No Provinsi 2006 2007 2008 2009 1 Nangroe Aceh Darussalam 94.547 144.303 147.190 150.133 2 Sumatera Utara 730.930 769.443 294.312 300.198 3 Sumatera Barat 82.694 135.391 207.149 211.292 4 Riau Kepulauan 74.726 75.041 43.055 43.916 5 Kodya Batam - - - - 6 Riau Daratan 244.235 302.835 231.669 236.302 7 Sumatera Selatan 212.862 255.145 167.302 170.648 8 Jambi 118.337 213.395 217.663 222.016 9 Bengkulu 39.332 57.483 65.962 67.281 10 Bangka Belitung 36.567 79.639 52.221 53.265 11 Lampung 29.034 193.876 111.237 113.461 12 Banten 95.375 147.261 45.062 45.963 13 DKI Jakarta 1.317.610 2.049.403 2.090.391 2.132.199 14 Jawa Barat 613.807 741.379 756.206 771.330 15 Jawa Tengah 954.931 1.020.143 668.922 682.300 16 DI Yogyakarta 71.681 92.606 141.688 144.521 17 Jawa Timur 1.363.812 1.195.363 685.840 699.556 18 Bali 170.347 266.973 350.116 357.119 19 Nusa Tenggara Barat 54.666 91.949 93.788 95.664 20 Nusa Tenggara Timur 22.670 30.188 30.791 31.407 21 Kalimantan Barat 115.468 145.625 190.976 194.796 22 Kalimantan Tengah 82.061 99.077 113.691 115.965 23 Kalimantan Selatan 139.907 158.328 242.242 247.087 24 Kalimantan Timur 207.779 165.091 378.884 386.461 25 Sulawesi Tengah 70.059 110.312 168.778 172.154 26 Gorontalo 6.644 6.771 8.879 9.057 27 Sulawesi Utara 27.550 35.753 65.642 66.955 28 Sulawesi Selatan 234.876 375.194 430.535 439.145 29 Sulawesi Tenggara 18.911 33.185 60.927 62.146 VI-28

Tabel 5.18. Konsumsi bahan bakar untuk truk di Indonesia (lanjutan) Tahun (dalam kilo liter) No Provinsi 2006 2007 2008 2009 30 Sulawesi Barat - - - - 31 Maluku 40.510 40.510 26.563 27.094 32 Maluku Utara 342 393 400 408 33 Irianjaya Barat 25.122 29.961 30.560 31.171 34 Papua (Irianjaya) - - - - Total 7.297.392 9.062.016 8.118.641 8.281.013 Sumber : Ditjen Hubdat, Ditjen Migas 2009, (diolah konsultan 2010) 5.3.4. Konsumsi Enegi Bahan Bakar untuk Sepeda Motor di Indonesia Moda angkutan sepeda motor di Indonesia mengalami kenaikan jumlah yang sangat signifikan, terutama pada kota-kota besar di Indonesia. Selain karena harganya yang murah sepeda motor juga memiliki body yang kecil sehingga lebih mudah untuk berpergian. Dengan semakin meningkatnya jumlah sepeda motor yang ada di Indonesia maka, jumlah energi yang dikonsumsi semakin meningkat. Konsumsi energi oleh sepeda motor merupakan konsumsi terbesar angkutan darat yang ada di Indonesia. Pada tahun 2009 konsumsi energi di Indonesia mencapai 13.114.052 k/tahunl atau meningkat 3,96% dari tahun 2008 (12.614.089 kl/tahun). Provinsi Jawa Timur merupakan daerah konsumsi enrgi yang terbesar, yaitu mencapai 2.204.715 kl/tahun dan Provinsi Maluku Utara yang hanya mencapai 193 kl/tahun. Jumlah konsumsi enrgi untuk sepeda motor dapat dilihat pada Tabel 5.19. Tabel 5.19 Konsumsi energi sepeda motor di Indonesia No Provinsi Tahun (dalam Kiilo liter) 2006 2007 2008 2009 1 Nangroe Aceh Darussalam 127.180 225.551 230.062 234.663 2 Sumatera Utara 735.466 872.343 889.790 925.382 3 Sumatera Barat 238.523 324.113 330.596 343.820 4 Riau Kepulauan 94.328 241.889 246.727 256.596 5 Kodya Batam - - - - 6 Riau Daratan 121.423 138.348 141.115 146.760 7 Sumatera Selatan 181.538 232.862 237.520 247.020 8 Jambi 157.562 263.098 268.360 279.095 9 Bengkulu 74.200 145.457 148.366 154.300 10 Bangka Belitung 74.720 113.775 116.050 120.692 11 Lampung 313.701 420.444 428.853 446.007 12 Banten 326.554 467.777 477.132 496.218 13 DKI Jakarta 978.192 1.090.047 1.111.848 1.156.322 14 Jawa Barat 1.081.706 1.454.059 1.483.140 1.542.466 15 Jawa Tengah 1.648.682 1.857.431 1.894.579 1.970.362 VI-29

Tabel 5.19 Konsumsi enrgi sepeda motor di Indonesia (lanjutan) Tahun (dalam Kiilo liter) No Provinsi 2006 2007 2008 2009 16 DI Yogyakarta 247.977 416.508 424.838 441.831 17 Jawa Timur 1.418.883 2.078.352 2.119.919 2.204.715 18 Bali 227.343 285.037 290.737 302.367 19 Nusa Tenggara Barat 111.455 146.112 149.034 154.995 20 Nusa Tenggara Timur 45.900 63.190 64.453 67.032 21 Kalimantan Barat 121.348 145.962 148.881 154.837 22 Kalimantan Tengah 52.373 72.997 74.457 77.435 23 Kalimantan Selatan 151.707 196.851 200.788 208.819 24 Kalimantan Timur 292.331 361.902 369.140 383.906 25 Sulawesi Tengah 74.874 97.820 99.776 103.767 26 Gorontalo 20.126 25.642 26.154 27.201 27 Sulawesi Utara 84.605 118.434 120.803 125.635 28 Sulawesi Selatan 226.280 254.913 260.011 270.411 29 Sulawesi Tenggara 39.666 58.880 60.057 62.460 30 Sulawesi Barat - - - - 31 Maluku 18.591 32.597 33.249 34.579 32 Maluku Utara 118 182 185 193 33 Irianjaya Barat 97.434 164.185 167.469 174.167 34 Papua (Irianjaya) - - - - Total 9.384.786 12.366.754 12.614.089 13.114.052 Sumber : Ditjen Hubdat, Ditjen Migas 2009, (diolah konsultan 2010) 5.3.5. Intensitas Energi pada Moda Pribadi Moda pribadi merupakan moda yang dipergunakan sebagai sarana memenuhi kebutuhan pribadi. Moda pribadi yang dimaksud disini adalah mobil pribadi dan sepeda motor. Intensitas penggunaan moda pribadi cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan perkapita masing-masing masyarakat. Semakin tinggi pendapatannya semakin sering pula menggunakan moda pribadi. Dengan semakin tinggi tingkat penggunaan moda pribadi maka secara otomatis akan berakibat pada semakin tingginya intensitas keperluan energi. Untuk mengetahui intensitas energi penggunaan moda pribadi data yang diperlukan antara lain: - Tingkat pendapatan perkapita - Tingkat keseringan menggunakan moda pribadi - Jarak yang ditempuh dalam menggunakan moda pribadi - Jenis moda pribadi yang digunakan VI-30

Secara umum untuk memperoleh intensitas energi pada moda pribadi dapat dihitung adalah dengan cara: Intensitas energi moda pribadi = Konsumsi bahan bakar moda pribadi Jarak tempuh moda pribadi dalam 1 tahun 5.3.6 Efisiensi Rata-rata Bahan Bakar pada Mobil Pribadi dan Truk Ringan di Indonesia Efisiensi penggunaan energi atau BBM adalah salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi krisis BBM yang terjadi di Indonesia. Penghematan ini harus dimulai sejak dini berawal dari hal-hal yang mungkin terlihat kecil seperti hemat listrik (mematikan computer, AC, dan barang-barang elektronik lain bila tidak dipakai), mengurangi frekuensi penggunaan kendaraan pribadi, dan lain sebagainya. Untuk pemerintah sendiri, salah satu solusi untuk krisis BBM ini ialah dengan membuat batasan-batasan yang berkaitan dengan pemakaian BBM, terutama untuk sektor transportasi, karena pada sektor ini penghematan akan sangat besar. Sayangnya, kebijakan penghematan di sektor ini belum terlihat. Rencana kenaikan PPn BM untuk mobil super mewah, tak akan banyak berarti, karena mobil seperti itu tidak banyak dipakai oleh pemilik, lagi pula jumlahnya sangat sedikit. Hal lain yang dapat dilakukan juga ialah pengharusan pemakaian Pertamax untuk mobil kelas 2.500 cc ke atas, hal ini takkan memberatkan, karena pemilik mobil ber cc besar tersebut pada umumnya dari kalangan atas. Kebijakan semacam itu sangat dibutuhkan untuk menekan penghematan BBM. Penghematan energi juga dapat diterapkan pada penggunaan truk ringan. Penggunaan truk ringan akan lebih banyak mengeluarkan energi apabila tonase barang yang diangkut melebih dari yang disyaratkan, atau lebih sedikit dari yang disyaratkan. Oleh sebab itu untuk menghemat penggunaan energi dibidang angkutan barang terutama truk ringan salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan cara memperhitungkan jumlah barang yang akan diangkut apakah lebih efisien menggunakan truk ringan atau dengan truk yang lebih besar atau lebih kecil. Secara umum pemerintah telah berupaya membuat dua (2) strategi kebijakan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) antara lain yang pertama dengan efisiensi penggunaan bahan bakar minyak dan yang kedua dengan diversifikasi bahan bakar minyak. Dengan dua (2) strategi tersebut kemudian dilakukan beberapa cara antara lain: VI-31

1. Peningkatan penggunaan angkutan umum. Kebijakan ini dilakukan dengan cara pengembangan Angkutan Umum baik yang besifat reguler atau massal, peningkatan kualitas pelayanan Angkutan Umum dan tarif yang terjangkau; 2. Pengurangan kemacetan lalulintas. Kebijakan ini dilakukan dengan strategi pengurangan penggunaan kendaraan bermotor pribadi, mendorong penggunaan kendaraan tidak bermotor, penyuluhan dan penegakan hukum dan pengaturan lalulintas; 3. Teknologi kendaraan dengan strategi melaksanakan pengujian kendaraan pribadi, mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang hemat BBM. Dari beberapa hal diatas untuk menghitung efisiensi rata-rata penggunaan BBM untuk kendaraan mobil pribadi dan truk ringan diperlukan data sebagai berikut: - Jarak tempuh kendaraan pribadi / truk ringan - BBM yang digunakan oleh kendaraan pribadi/truk ringan Jumlah penumpang / barang yang diangkut 5.3.7. Intensitas Energi pada BUS Bus merupakan komponen transportasi yang penting dalam menyediakan kebutuhan mobilisasi masyarakat. Intensitas pengoperasian bus secara umum dipengaruhi oleh tingkat isian (load factor). Semakin tinggi tingkat isiannya semakin sering pula moda angkutan umum beroperasi. Dengan semakin sering moda angkutan umum beroperasi maka secara otomatis akan berakibat pada semakin tingginya intensitas keperluan energi. Untuk mengetahui intensitas energi angkutan umum maka diperlukan data sebagai berikut: - Tingkat okupansi (load factor) - Bahan bakar yang digunakan - Jarak yang ditempuh VI-32

5.4. STATISTIK ENERGI TRANSPORTASI LAUT Untuk mempercepat upaya pemulihan kembali perekonomian nasional, Indonesiamemerlukan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru. Sektor kelautan dan perikananmerupakan salah satu sumber yang bersifat comparative advantage sekaliguscompetitive advantage untuk menggerakkan perekonomian nasional. Prakiraan kebutuhan energi di sektor transportasi laut diproyeksikan berdasarkanintensitas energi per jenis armada laut yang mengkonsumsi energi.secara umum data yang diperlukan dalam memperkirakan jumlah energi yang dipergunakan oleh transportasi adalah: - Jumlah energi spesifik yang digunakan; - Jumlah kapal per jenis; - Jarak tempuh perjalanan suatu kapal. E TL = a.x 1 + b.x 2 + c.x 3 Dimana: E TL a,b,c X 1, X 2, X 3 X 1 X 2 X 3 = konsumsi energi transportasi laut = koefisien = variabel = konsumsi energi setiap satuan kapal, dalam kilometer/liter (km/liter) = jumlah kapal per jenis, dalam unit = jarak tempuh, dalam kilometer/tahun (km/tahun) Data tersebut belum tersedia diharapakan pada masa mendatang dapat disediakan data semacam itu untuk analisis konsumsi energi. Kebutuhan pasokan energi transportasi laut dipengaruhi oleh jumlah kapal operasional, jarak layanan, frekuensi pelayaran dan jumlah penumpang-barang terangkut. Untuk setiap kapal akan memberikan data yang berbeda, tergantung besaran mesin yang menunjang kapal tersebut. Pencarian formula sebaiknya melingkupi data tersebut yang terangkum dalam data series selama kurun waktu beberapa tahun, sehingga kebutuhan energi transportasi untuk moda laut dapat dibuat berdasarkan variabel-variabel yang terukur. Pada studi ini, kebutuhan energi moda laut dihitung berdasarkan pola hubungan antara jumlah kapal dengan pasokan energi nasional moda laut. VI-33

Tabel 5.20. Konsumsi Bahan Bakar Moda Laut dan Jumlah Kapal Tahun Bahan Bakar (kiloliter/tahun) Jumlah Kapal (unit/tahun) 2006 1.631.934 2.333 2007 1.802.854 2.534 2008 1.924.848 4.306 Sumber : Kementerian ESDM, 2009 Hasil pencarian formula konsumsi bahan bakar selanjutnya dibuat dengan penggambaran grafik hubungan kedua variabel tersebut. 1.950.000 1.900.000 1.850.000 y = 117,13x + 1E+06 R 2 = 0,7472 1.800.000 1.750.000 1.700.000 1.650.000 1.600.000-1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 Gambar 5.2. Hubungan Konsumsi Bahan Bakar dengan Jumlah Kapal Berdasarkan gambar di atas, maka konsumsi bahan bakar moda laut adalah : E TL = 117,13 X + 1.000.000 dengan : E TL : Energi Transportasi Moda Laut (kiloliter) VI-34

X : Jumlah Kapal (unit) 5.5. STATISTIK ENERGI TRANSPORTASI UDARA Transportasi udara memiliki keunggulan kecepatan dari moda transportasi lain. Jenis transportasi ini dapat menjadi sarana transportasi untuk wisatawan, pengusaha, dan masyarakat.transportasi udara di Indonesia perlu dikelola sesuai standar keselamatan penerbangan internasional, dan interkoneksi dengan moda transportasi lainnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Direktorat Transportasi BAPPENAS,hasil yang telah dicapai dalam pembangunan transportasi udara tahun 2009, antara lain: 1. pengembangan 14 bandar udara pada daerah rawan bencana dan daerah perbatasan agar mampu melayani pesawat udara sejenis F-27 atau Hercules C-130; 2. rehabilitasi dan pemeliharaan fasilitas landasan 2.881.925 m2, fasilitas terminal 17.842 m2, fasilitas bangunan 124.083 m2, dan fasilitas keselamatan penerbangan 77 paket; 3. pembangunan 15 bandara yang melayani penerbangan umum, di antaranya bandara Dobo, Saumlaki Baru, Seram Bagian Timur, Namniwel, Sam Ratulangi- Manado, Pengganti Dumatubun Langgur, Waghete Baru dan Muara Bungo, Bandara Internasional Minangkabau, Abdurahman Saleh Malang, Blimbingsari- Banyuwangi, Seko, Rampi, dan Hadinotonegoro Jember; 4. pembangunan bandara Medan Baru, Hasanuddin Makassar, Lombok Baru, serta terminal tiga Bandara Soekarno Hatta; 5. pembangunan dan peningkatan bandara di daerah perbatasan, terpencil, dan rawan bencana sebanyak 12 lokasi di Rembele, Silangit, Sibolga, Enggano, Rote, Ende, Naha, Manokwari, Sorong, Melongguane, Nunukan, dan Haliwen; serta (i) pemberian subsidi operasi angkutan udara perintis untuk 96 rute di 15 provinsi. Dalam kurun waktu 2005 2009, kinerja pelayanan transportasi udara terus mengalami peningkatan. Jumlah armada angkutan udara niaga berjadwal nasional yang beroperasi meningkat dari 214 unit menjadi 489 unit; jumlah penumpang pesawat 35nergy35e meningkat dari 28,8 juta orang menjadi 37,4 juta orang (29,8 persen); jumlah penumpang pesawat internasional meningkat dari 3,4 juta orang menjadi 3,9 juta orang (17,8 persen). Jumlah tersebut diperkirakan akan terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yang sampai dengan April 2009 jumlah penumpang 35nergy35e mencapai 41,1 juta orang dan penumpang internasional mencapai 4,5 juta orang, sedangkan angkutan barang sampai dengan April 2009 mencapai 372,1 ribu ton dan VI-35

angkutan barang internasional mencapai 46,7 ribu ton. Peningkatan jumlah penumpang baik 36nergy36e maupun internasional tersebut selaras dengan peningkatan jumlah wisatawan baik 36nergy36e maupun internasional. Jumlah wisatawan mancanegara mencapai 6,42 juta orang dengan devisa mencapai US$ 7,37 miliar. Dari total wisatawan mancanegara tersebut, 36nergy 67,5 persen menggunakan transportasi udara. Oleh karena itu, untuk menarik wisatawan mancanegara, selain promosi tempat daerah tujuan wisata dan jaminan keamanan di daerah tersebut, diperlukan adanya jaminan keselamatan penerbangan di wilayah udara Indonesia sesuai dengan standar keselamatan penerbangan Internasional yang telah ditetapkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization). Sumber: Departemen Perhubungan, 2009 (diolah) Gambar 5.3. Produksi angkutan penumpang udara 2005-2008 dan target 2009 Sumber: Departemen Perhubungan, 2009 (diolah) Gambar 5.4. Produksi angkutan barang udara 2005-2008 dan target 2009 VI-36