BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan trend global, saat ini banyak produk pangan yang berlabel kesehatan. Salah satu produk pangan kesehatan yang muncul di pasaran adalah makanan yang mengandung serat, dalam ilmu pangan dikenal sebagai dietary fiber. Salah satu pesan yang muncul dalam produk pangan berserat adalah kemampuannya untuk mengurangi kesulitan buang air besar (constipation) (Piliang dan Djojosoebagio, 1996). Serat pangan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Serat pangan meliputi selulosa, hemiselulosa, lignin, gum dan lignin. Meskipun tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, tetapi bakteri flora saluran pencernaan terutama dalam kolon, dapat merombak serat tersebut. Sumber utama serat pangan adalah sayuran dan buah-buahan, serta bijibijian dan kacang-kacangan. Jumlah serat pangan yang harus dikonsumsi oleh orang dewasa adalah 20 35 g/hari (Piliang dan Djojosoebagio, 1996). Biskuit crackers merupakan makanan kecil ringan yang sudah memasyarakat dan banyak dijumpai di pasaran. Hal ini setidaknya dapat dibuktikan dengan tersedianya biskuit crackers di hampir semua toko yang menjual makanan kecil di perkotaan maupun warung-warung di pelosok desa. Gambaran tersebut diatas menandakan bahwa hampir semua lapisan masyarakat sudah terbiasa menikmati biskuit crackers (David, 2008). 14
Pada umumnya biskuit crackers dibuat dengan bahan dasar tepung terigu. Harga tepung terigu terus meningkat karena biji gandum masih tergantung dari luar negeri (import), maka perlu dicarikan alternatif bahan yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu dan juga untuk meningkatkan kandungan gizi pada biskuit crackers. Salah satunya dengan mengganti sebagian bahan dasar (sebagai substitusi) dengan bahan lain yaitu bekatul (Kent, 1975). Bekatul sebagai hasil samping penggilingan padi diperoleh dari lapisan luar karyopsis beras. Nilai gizi bekatul sangat baik, mengandung vitamin B, vitamin E, asam lemak esensial, serat pangan, protein, oryzanol, dan asam ferulat. Produksi bekatul melimpah dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan pabrik-pabrik penggilingan padi jumlahnya cukup banyak, ekonomis sehingga tidak sulit mendapatkan bekatul. Disamping itu pemanfaatan bekatul hanya terbatas yaitu untuk pakan unggas (Kusharyanto dan Budiyanto,1995). Beberapa metode analisis serat yaitu metode serat kasar (crude fiber) secara gravimetri, metode deterjen Acid Detergent Fiber (ADF) dan Neutral Detergen Fiber (NDF), dan metode enzimatis (Joseph, 2002). Dalam hal ini peneliti memilih metode serat kasar (crude fiber), karena metode ini lebih mencerminkan kandungan serat kasar dalam makanan (Piliang dan Djojosoebagio, 1996). Menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) syarat mutu biskuit mengandung serat kasar maksimum 0,5%, kadar air maksimum 5%, kadar abu maksimum 1,6% dan tidak mengandung logam berbahaya. Pemanfaatan bekatul pada pembuatan tempe, diperoleh kadar serat kasar dengan substitusi bekatul sebanyak 4%, 8% dan 12% secara berturut-turut adalah 7,053%, 6,362% dan 15
7,855% (Setyowati, 2006). Selanjutnya penelitian pemanfaatan bekatul pada pembuatan keripik simulasi, diperoleh kadar air kerupuk dengan substitusi bekatul 5%, 10%, 15%, dan 20% berturut-turut adalah 2,16%, 2,40%, 2,86%, dan 2,52%. Kadar abu diperoleh secara berturut-turut adalah 2,23%, 2,35%, 2,80%, dan 3,01%. Hasil uji organoleptik menunjukan semakin banyak bekatul yang ditambahkan ke dalam keripik, menurunkan nilai kesukaan panelis terhadap rasanya (Damayanti dkk, 2006). Meskipun bekatul tersedia melimpah di Indonesia, namun pemanfaatannya untuk konsumsi manusia masih terbatas. Hal ini mendorong peneliti untuk mensubsitusi tepung terigu dengan bekatul pada pembuatan biskuit crackers, melakukan uji organoleptik terhadap rasa biskuit crackers yang dihasilkan serta menetapkan mutu yang terkandung didalamnya yaitu serat kasar, air, abu dan logam berbahaya. 16
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah bekatul dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan dalam substitusi tepung terigu pada biskuit crackers. 2. Apakah panelis suka mengkonsumsi biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul. 3. Apakah kadar serat kasar, kadar air, kadar abu dan kandungan logam berbahaya biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul memenuhi bagian dari syarat mutu biskuit menurut SNI. 1.3 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah di atas maka dibuat hipotesis analisis sebagai berikut: 1. Bekatul dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat pangan dalam substitusi tepung terigu pada biskuit crackers. 2. Panelis suka mengkonsumsi biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul. 3. Kadar serat kasar, kadar air, kadar abu dan kandungan logam berbahaya biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul memenuhi bagian syarat mutu biskuit menurut SNI. 17
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk memanfaatkan bekatul sebagai sumber serat pangan dalam substitusi tepung terigu pada biskuit crackers. 2. Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul. 3. Untuk mengetahui kadar serat kasar, kadar air, kadar abu dan kandungan logam berbahaya biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Pemanfaatan bekatul sebagai substitusi bahan dasar pembuatan biskuit crackers. 2. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan biskuit crackers. 18