BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara, karena itu di

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang besar. Perubahan tersebut membawa dampak, yaitu munculnya problema-problema terutama dalam lingkungan pada

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. yang suprime dan menentukan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Menurut Yesmil Anwar dan Adang dalam bukunya Sistem Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang benar-benar menjunjung

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai khalifah (pemimpin). Manusia merupakan makhluk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan.

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Anak dan Perlindungan Hukum Bagi Anak

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN YANG MENGHILANGKAN NYAWA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Van Hamel, Tindak pidana adalah kelakuan orang (menselijke

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. melanggar hukum, termasuk anak bisa melakukan tindakan yang melawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D

Lex et Societatis, Vol. II/No. 7/Ags/2014. PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus. materiil spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum sendiri. Secara teoritis-konseptual, dalam kehidupan sebuah negara yang berdaulat, berbagai karakteristik kebangsaan secara historis, sosio kultural dan ideologi serta politik, akan selalu melekat erat dan mewarnai karakter sistem hukum yang berlaku di Negara tersebut. Dalam konteks ke-indonesiaan, karakteristik kebangsaan Indonesia yang berbhineka tunggal ika, merupakan pula karakter dari sistem hukum Indonesia. 1 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat). Sebagai negara hukum maka Indonesia selalu menjunjung tinggi hak asasi manusia. Selalu menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 2 Masyarakat kita terdiri dari beberapa susunan, dari anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Anak sebagai generasi muda inilah yang nantinya diharapkan mampu membawa masa depan bangsa ke arah yang lebih baik dan 1 Natangsa Surbakti, 2001, Kembang Setaman Kajian Hukum Pidana, Surakarta: Muhammadiyah University Press, hal. 9. 2 Bambang Waluyo, 2008, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 33. 1

2 menjadi tumpuan bagi generasi sebelumnya. Oleh karena itu dalam usaha menciptakan kelangsungan hidup bangsa diperlukan adanya suatu pembinaan terhadap arah secara kontinyu demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya. Berbicara mengenai anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai objek pelaksana pembangunan berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. Perlindungan Anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur, materiil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 3 Adapun yang dimaksud dengan hukum anak adalah sekumpulan peraturan hukum, yang mengatur tentang anak. Adapun hal-hal yang diatur dalam hukum anak itu, meliputi: Sidang pengadilan anak, Anak sebagai pelaku tindak pidana, Anak sebagai korban tindak pidana, Kesejahteraan Anak, Hak-hak Anak, Pengangkatan Anak, Anak Terlantar, Kedudukan Anak, Perwalian, Anak Nakal, dan lain sebagainya. 4 Dalam hukum pidana telah ada peraturan hukum yang mengatur secara khusus tentang Peradilan Anak, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dirumuskan dalam Pasal 1 butir 1 undang-undang tersebut, bahwa yang dimaksud dengan anak yaitu: 3 Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo, hal. 1. 4 Darwan Prinst, 2003, Hukum Anak Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 1.

3 Orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Jadi anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) tahun sampai berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin. 5 Anak melakukan tindak pidana yakni apabila melanggar ketentuan dalam peraturan hukum pidana yang ada. Ketentuan tersebut misalnya, melangggar pasal-pasal yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan hukum pidana lainnya yang tersebar di luar KUHP, seperti tindak pidana narkotika, tindak pidana ekonomi, dan lain sebagainya. 6 Sanksi pidana terhadap Anak Nakal, menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, meliputi pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan, sedangkan pidana tambahan dapat berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi. Selain pidana, anak yang melakukan pidana juga dapat diberikan tindakan dikembalikan kepada orang tua, diserahkan kepada Negara, atau departemen sosial. 7 Perilaku anak yang menyimpang bahkan melanggar hukum cukup kompleks dan beragam. Perilaku menyimpang anak yang sering terjadi adalah penggunaan obat-obatan terlarang, tindak kekerasan, pelecehan seksual dan lain sebagainya. Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah kecenderungan 5 Ibid, hal. 2. 6 Ibid, hal. 24. 7 Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Bandung: Refika Aditama, hal. 31.

4 makin maraknya tindak pidana pembunuhan berencana yang tidak hanya dilakukan orang dewasa, tetapi juga telah dilakukan oleh anak. Tindak pidana pembunuhan berencana tersebut telah diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP). Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Batasan anak nakal yang dapat diperkarakan dan dipertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukannya dalam sidang peradilan adalah seorang anak yang minimal berumur 8 (delapan) hingga 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Namun demikian anak pada umur tersebut cenderung belum memiliki stabilitas emosional yang memadai sebagaimana orang dewasa. Oleh karenanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukannya masih dapat dikategorikan sebagai kenakalan anak atau kenakalan remaja. Agar dapat terwujudnya suatu tata cara pemeriksaan anak di depan Pengadilan diperlukan beberapa lembaga dan perangkat hukum yang mengatur tentang anak serta dapat menjamin pelaksanaanya dengan berasaskan keadilan, salah satunya adalah perangkat undang-undang tentang tata cara pemeriksaan anak. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang di dalamnya diatur mengenai tata cara pemeriksaan anak di Pengadilan, diharapkan mampu menjamin perlindungan hak-hak anak dalam keseluruhan proses pemeriksaan di Pengadilan.

5 Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Penulis membatasi masalah pada penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak yang terjadi di Pengadilan Negeri Sragen dan Pengadilan Negeri Surakarta. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak di bawah umur? 2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan? 3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi hakim dalam menerapan sanksi pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak di bawah umur.

6 2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan. 3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi hakim dalam menerapkan sanksi pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan. Berdasarkan permasalahan di atas, maka manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian hukum ini sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran yang nyata dan memberikan sumbangan pemikiran dalam pengetahuan mengenai hukum pidana, khususnya tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, serta kendala-kendala yang dihadapi hakim dalam menerapkan sanksi pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan. 2. Manfaat Praktis Memberikan manfaat untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh.

7 D. Kerangka Pemikiran Suatu tindakan yang merugikan orang lain atau tindakan yang melawan hukum ada yang disebut tindak pidana. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana serta tindak pidana merupakan pelanggaran terhadap norma atau kaidah sosial yang telah ada dalam masyarakat. Hukum menurut Subekti, melayani tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban, syarat-syarat pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Ditegaskan selanjutnya, bahwa adil itu kiranya dapat digambarkan sebagai suatu keadaan keseimbangan yang membawa ketentraman dihati orang, dan jika dilanggar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan. 8 Perbuatan yang diancam dengan hukum pidana adalah perbuatan yang secara mutlak harus memenuhi syarat formal, yaitu dengan mencocokan dengan rumusan undang-undang yang telah ditetapkan yaitu Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) dan peraturan-peraturan lain yang berdimensi pidana dan memiliki unsur material yaitu bertentangan dengan cita-cita mengenai pergaulan masyarakat atau dengan kata pendek suatu sifat melawan hukum atau tindak pidana. 9 Perbuatan menghilangkan nyawa dirumuskan dalam bentuk aktif dan abstrak. Bentuk aktif, artinya mewujudkan perbuatan itu harus dengan gerakan 8 Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 41. 9 Moeljatno, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Yogyakarta: Bina Aksara, hal. 20.

8 dari sebagian anggota tubuh, tidak boleh diam atau pasif, walaupun sekecil apapun, misalnya memasukkan racun pada minuman. Disebut abstrak, karena perbuatan ini tidak menunjuk bentuk kongkret tertentu. Oleh karena itu dalam kenyataan secara kongkret, perbuatan ini dapat beraneka macam wujudnya, misalnya menembak, mengampak, memukul, membacok, meracun, dan lain sebagainya yang tidak terbatas banyaknya. 10 Pembunuhan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mulai Pasal 338, 339 dan 340 KUHP. Pembunuhan biasa diatur dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Sementara itu, Pembunuhan dengan rencana lebih dulu atau disingkat dengan pembunuhan berencana, adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 KUHP yang rumusannya adalah: Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencara terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun. 11 Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, bahwa ancaman pidana untuk anak pelaku tindak pidana ditentukan setengah dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa dan tidak boleh lebih dari 10 tahun. 10 Adami Chazawi, 2002, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 58-59. 11 Ibid, hal. 80.

9 Anak yang melakukan tindak pidana atau dalam praktek sehari-hari di Pengadilan disebut sebagai anak yang sedang berhadapan dengan hukum, harus diperlakukan secara manusiawi, didampingi, disediakan sarana dan prasarana khusus. Sanksi yang diberikan kepada anak sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik anak, hubungan keluarga tetap dipertahankan artinya anak yang berhadapan dengan hukum kalau bisa tidak ditahan/dipenjarakan, apabila ditahan/dipenjarakan ia harus dimasukkan dalam ruang tahanan khusus anak dan tidak bersama orang dewasa. Untuk menjamin perlindungan terhadap anak-anak yang berhadapan dengan hukum ditetapkan sebagai kelompok anak yang membutuhkan perlindungan khusus. 12 Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan: Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Dari pasal tersebut jelas ditegaskan bahwa bukan hanya orang tua yang bertanggungjawab untuk melindungi anak-anak, akan tetapi Negara dan masyarakat pun harus berperan di dalamnya. E. Metode Penelitian Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis empiris yaitu pendekatan terhadap permasalahan penelitian dari 12 Radeen, 2010, Hak Anak, dalam http://radeeen.student.umm.ac.id/2010/07/29/hak-anak/ diakses Sabtu, 16 Juni 2012 Pukul 21:30 WIB.

10 aspek yuridis dan praktik hukum di masyarakat tentang penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak di bawah umur di Pengadilan Negeri Sragen dan Pengadilan Negeri Surakarta. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. 13 Penulis akan menggambarkan tentang penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, khususnya di dalam ruang lingkup wilayah hukum Pengadilan Negeri Sragen dan Pengadilan Negeri Surakarta. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini di Pengadilan Negeri Sragen dan Pengadilan Negeri Surakarta dengan pertimbangan bahwa di Kota tersebut ada kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak di bawah umur. 4. Jenis dan Sumber Data a. Data Primer Data yang berupa keterangan-keterangan yang bersumber dari pihakpihak yang terkait secara langsung dengan permasalahan yang diteliti. Pihak-pihak tersebut ialah Hakim Pengadilan Negeri Sragen dan Pengadilan Negeri Surakarta yang pernah mengadili dan memutus kasus tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak di bawah umur. 13 Ammirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 25.

11 b. Data Sekunder Dalam penelitian hukum data sekunder berupa bahan-bahan pustaka yang terdiri dari: 1) Bahan Hukum Primer meliputi: a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; c) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak; d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder meliputi sumber data secara langsung dari beberapa literatur, artikel, dokumen-dokumen, putusan hakim Pengadilan Negeri Sragen dan Pengadilan Negeri Surakarta mengenai kasus yang terkait, serta berbagai macam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

12 sekunder, misalnya kamus-kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya. 14 5. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Studi kepustakaan Dilakukan dengan cara mencari, mengumpulkan, mempelajari, dan mengutip bahan-bahan yang berupa buku-buku, makalah-makalah, peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. b. Wawancara (interview) Dalam hal ini berupa pengajuan pertanyaan terhadap pihakpihak yang secara langsung terkait dan wawancara dilakukan secara sistematis dan runtut serta memiliki nilai validitas dan reliabilitas. 15 6. Metode Analisis Data Setelah data terkumpul kemudian dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis, untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. 16 14 Bambang Sunggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal: 117. 15 Ammirudin dan Zainal Asikin, Op. Cit, hal. 82. 16 Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 57.

13 F. Sistematika Skripsi Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan, analisis, serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian serta sistematika skripsi. Bab II Tinjauan Pustaka berisi tentang tinjauan umum tentang tindak pidana, tinjauan umum tentang tindak pidana pembunuhan, tinjauan umum tentang anak serta tinjauan umum tentang peradilan anak. Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan berisi tentang faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan, serta kendala-kendala yang dihadapi hakim dalam menerapkan sanksi pidana terhadap anak di bawah umur sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan. Bab IV Penutup berisi tentang kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran sebagai tindak lanjut dari simpulan tersebut.