BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (natural science) yang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

Jurnal Titian Ilmu Vol. IX, No. 1, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB I PENDAHULUA N A.

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia. Manusia yang berkualitas memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang berlaku di jenjang sekolah menengah adalah kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada kegiatan pelaksanaan penelitian, sampel diberi perlakuan (treatment)

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara

BAB I PENDAHULUAN. IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk,

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. sudah dapat kita rasakan. Menurut pandangan ini, bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa sehingga pembelajaran

I. PENDAHULUAN. rendah hingga makhluk hidup tingkat tinggi. Biologi tidak hanya terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

Penggunaan Inquiry Lab dalam Pembelajaran IPA Berbasis Inquiry Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB V ANALISA. Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip dasar pembelajaran IPA antara lain adalah prinsip keterlibatan, prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Laharja Ridwan Mustofa, 2013

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN METODE INKUIRI DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang Sekolah Menengah Atas. (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. batin, cerdas, sehat, dan berbudi pekerti luhur. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 10 BANJARMASIN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, maupun prinsip-prinsip saja tetapi juga

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan ilmu yang dipandang sebagai proses, produk, dan sikap. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami dan menemukan sendiri apa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis dan terus menerus terhadap suatu gejala alam sehingga menghasilkan produk tertentu. Maka dari itu, sudah selayaknya pembelajaran fisika di kelas diselenggarakan sesuai dengan esensi sains itu sendiri, yaitu mampu mengembangkan produk, proses, serta sikap siswa secara seimbang. Bukan hanya itu, pembelajaran sains harusnya merupakan suatu proses aktif. National Science Research Council (1996: 20) menyatakan bahwa pembelajaran sains merupakan sesuatu yang siswa lakukan, bukan sesuatu yang dilakukan oleh siswa. Dalam proses belajar fisika, siswa mendeskripsikan objek dan kejadian, mengajukan pertanyaan, mendapatkan pengetahuan, membangun penjelasan tentang fenomena alam, menguji penjelasan tersebut dalam berbagai cara yang berbeda, serta mengkomunikasikan pendapat mereka kepada yang lainnya. Fisika merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. 1

2 Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Departemen Pendidikan Nasional dalam Sugiharto (2008) menyatakan bahwa pembelajaran fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan sebuah kurikulum yang menuntut suatu kegiatan pembelajaran yang bersifat student centered. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai fasilitator. Anak didik diharuskan untuk mendapatkan prinsip dan pengalaman proses ilmiah yang lebih banyak. Studi pendahuluan yang penulis lakukan kepada 36 siswa kelas VIII yang akan dijadikan objek penelitian di salah satu SMP Negeri di kota Bandung pada tanggal 20 April 2011 menunjukkan bahwa 83,33% siswa menyatakan fisika bukan merupakan pelajaran yang mereka senangi, 86,67% siswa merasa kesulitan dalam memahami konsep fisika, 75,00% siswa menyukai fisika disampaikan dengan metode praktikum, dan 72,22% siswa mengganggap bahwa dengan metode praktikum, mereka bisa lebih mengerti konsep fisika yang mereka anggap abstrak. Tuntutan KTSP tersebut sulit untuk diwujudkan jika siswa masih dibiasakan belajar secara tradisional, yaitu belajar dengan pendekatan teacher-

3 centered yang berkonsentrasi pada transmisi informasi dan keahlian pada siswa secara searah (Ali, 2009: 44). Metode pembelajaran tradisional hanya memusatkan perhatian pada penyampaian konsep terus-menerus tanpa memperhatikan apakah siswa paham pada proses kemunculan suatu konsep tersebut. Guru juga cenderung jarang menyelenggarakan kegiatan eksperimen di laboratorium pada siswa atau kualitas eksperimen yang diselenggarakan kurang memberi pengalaman ilmiah lebih banyak pada siswa. Jika metode pembelajaran yang diterapkan hanyalah metode konvensional dengan porsi kegiatan eksperimen yang sedikit atau kurang memberi pengalaman ilmiah yang banyak, tidak mustahil output-nya hanya menjadi penghafal-penghafal rumus asing semata dan membuat mata pelajaran fisika menjadi semakin dikultuskan sebagai mata pelajaran yang menakutkan. Suatu model pembelajaran dibutuhkan dalam proses pembelajaran fisika sehingga menjadi proses pembelajaran yang aktif serta mampu mentransfer fisika sebagai sesuatu yang bukan hanya berisi produk (konsep, teori, hukum, persamaan, dll), tetapi juga bisa memberikan pengalaman ilmiah. Salah satu model pembelajaran yang bisa memfasilitasi itu semua adalah model inkuiri laboratorium terbimbing. Berkaitan dengan implikasi inkuiri dalam belajar dan pembelajaran, penelitian sebelumnya menegaskan bahwa inkuiri melibatkan siswa dalam pembelajaran aktif dengan memberikan mereka kesempatan untuk berpikir tentang dunia di sekitar mereka (Ali, 2009: 43). National Research Council (Wenning, 2005: 10) memberi fakta sedemikian rupa penelitian menunjukkan bahwa membantu siswa dalam membangun pemahaman intelektual melalui inkuiri adalah cara yang paling efektif dalam membawa siswa mempelajari konten

4 pengetahuan secara benar dan susunan yang luas dari keterampilan proses intelektual. Lebih jauh, mereka mengindikasikan bahwa metode ceramah tidak efektif dalam membangun konsepsi awal, keterampilan proses sains, dan dalam penanaman sikap serta nilai yang benar. Hofsein, Shore, dan Kipnis dalam Ali (2009: 43) menemukan bahwa jika dirancang dengan benar, kegiatan laboratorium sains mempunyai potensial untuk memainkan peranan penting dalam mencapai keterampilan kognitif seperti berpikir ilmiah dan kegiatan tersebut mempunyai kapasitas untuk memungkinkan siswa memahami proses ilmiah. Pada sisi lain, penelitian pada umumnya menyatakan pula bahwa inkuiri dipandang suatu cara mengajar sains yang rumit dan sulit. Penelitian menunjukkan bahwa selalu terdapat kebingungan tentang bagaimana menerapkan inkuiri dalam pembelajaran sains dan bagaimana menggunakan inkuiri secara efektif dalam konteks kelas nyata (Wee, Shepardson, Fast & Harbor dalam Ali, 2009: 43). National Research Council mengira bahwa salah satu faktor kenapa guru gagal untuk menerapkan pembelajaran berbasis inkuiri adalah karena persiapan guru yang kurang (Wenning, 2005: 11). Menurut Lawson yang dalam Ali (2009: 43), terdapat tiga masalah penting dalam penerapan strategi inkuiri di kelas, yaitu: (1) guru harus memahami benar tentang sifat-sifat inkuiri ilmiah; (2) guru harus memahami struktur keilmuan yang diajarkannya; dan (3) guru harus menguasai teknik-teknik inkuiri. Fajarudin (2009) menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa. Meskipun keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri terbimbing cukup tinggi, tapi masih ada hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran ini

5 terutama masalah pengelolaan kelas dan pemahaman siswa yang masih kurang terhadap perannya dalam sebuah kelas inkuiri. Pada penelitian ini, peneliti menerapkan model inkuiri laboratorium terbimbing untuk meningkatkan prestasi belajar dan Keterampilan Proses Sains pada siswa SMP. Sesuai dengan pendapat Weening (2005a: 3) Semua guru sains harus mempunyai pemahaman menyeluruh tentang hirarki dan hubungan antara berbagai praktek pedagogi dan proses inkuiri jika mereka hendak mengajar sains secara efektif, maka dari itu peneliti mengadaptasi model inkuiri laboratorium yang diambil dari jurnal Levels of Inquiry: Hierarchies of Phedagogical Practices and Inquiry Processes. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh implementasi model inkuiri laboratorium terbimbing terhadap prestasi belajar dan Keterampilan Proses Sains siswa pada satu kelas. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merasa sangat perlu untuk melakukan suatu penelitian dalam rangka membuktikan bahwa dengan perencanaan dan persiapan yang matang serta pelaksanaan yang sesuai dengan syntax yang ada, model inkuiri laboratorium terbimbing bisa diterapkan secara efektif dalam kelas fisika serta dapat memberikan peningkatan prestasi belajar dan Keterampilan Proses Sains siswa SMP. Judul penelitian yang akan penulis lakukan adalah Penerapan Model Inkuiri Laboratorium Terbimbing pada Pembelajaran Fisika dalam Meningkatkan Prestasi Belajar dan Keterampilan Proses Sains pada Siswa SMP. Penelitian ini akan menghasilkan suatu model inkuiri laboratorium terbimbing yang efektif dan teruji. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan guru

6 menjadi tidak ragu dalam menerapkan model inkuiri dalam proses pembelajaran fisika secara efektif. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana peningkatan prestasi belajar dan Keterampilan Proses Sains siswa setelah diterapkan model inkuiri laboratorium terbimbing pada pembelajaran fisika?. Rumusan masalah tersebut diuraikan ke dalam dua pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dalam pembelajaran fisika? 2. Bagaimana peningkatan Keterampilan Proses Sains siswa setelah diterapkan model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dalam pembelajaran fisika? C. Batasan Masalah Penelitian ini berkonsentrasi pada peningkatan aspek prestasi belajar dan Keterampilan Proses Sains (KPS). Batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. peningkatan prestasi belajar siswa dilihat dari nilai gain berdasarkan hasil tes prestasi belajar berupa tes kognitif yang diberikan sebelum (pretest) dan sesudah kegiatan pembelajaran (posttest); 2. peningkatan Keterampilan Proses Sains dilihat dari nilai gain berdasarkan hasil tes Keterampilan Proses Sains yang dilakukan sebelum (pretest) dan sesudah kegiatan pembelajaran (posttest).

7 D. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu: 1. mengetahui bagaimana peningkatan prestasi belajar jika model inkuiri laboratorium terbimbing diterapkan pada siswa SMP dalam mata pelajaran fisika; 2. mengetahui bagaimana peningkatan Keterampilan Proses Sains jika model inkuiri laboratorium terbimbing diterapkan pada siswa SMP dalam mata pelajaran fisika. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang pembelajaran fisika dengan penerapan model pembelajaran Inkuiri Laboratorium Terbimbing untuk meningkatkan prestasi belajar dan Keterampilan Proses Sains (KPS) siswa di SMP. 2. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar dan Ketrampilan Proses Sains (KPS) siswa. 3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang baik dalam rangka perbaikan proses pembelajaran fisika.

8 F. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel bebas dari penelitian ini adalah model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing. 2. Variabel terikat dari penelitian ini adalah prestasi belajar dan Keterampilan Proses Sains (KPS) siswa. G. Definisi Operasionl 1. Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Terbimbing Inkuiri laboratorium terbimbing dicirikan dengan adanya pengenalan masalah oleh guru dan beberapa pertanyaan arahan yang menunjukkan jalan menuju prosedur. Inkuiri laboratorium terbimbing mungkin didahului dengan aktivitas pre-lab seperti penjelasan guru tentang masalah yang hendak diteliti dan diskusi. Langkah pembelajaran inkuri, merupakan suatu siklus yang dimulai dari: a. Observasi atau pengamatan terhadap berbagai fenomena alam; b. Mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang dihadapi; c. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban; d. Mengumpulkan data yang terkait dengan pertanyaan yang diajukan; e. Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data. Keterlaksanaan dari langkah-langkah tersebut diukur dengan lembar observasi yang diisi ketika proses pembelajaran berlangsung. Indikasi keberhasilan dari penerapan model inkuiri laboratorium terbimbing dalam penelitian ini bisa teramati disaat siswa bisa melakukan praktikum secara

9 mandiri setelah terlebih dahulu diberikan pertanyaan arahan dan penjelasan singkat dari guru sebelum praktikum dilakukan. Di akhir praktikum siswa juga bisa menjawab Lembar Kerja Siswa yang diberikan dengan jawaban yang tepat yang didapat selama praktikum. 2. Keterampilan Proses Sains (KPS) Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsipprinsip, hukum-hukum, dan teori-teori sains baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik, maupun keterampilan sosial. Pemahaman konsep fisika tidak hanya hasilnya saja yang diutamakan tetapi proses mendapatkan konsep sangat penting untuk membangun pengetahuan siswa. Tabel 1.1. di bawah ini menjelaskan indikator dari masing-masing keterampilan aspek sains yang dijadikan variabel dalam penelitian. Tabel 1.1 Indikator Keterampilan Proses Sains No 1 2 Keterampilan Proses Sains (KPS) Merumuskan Hipotesis Merencanakan Percobaan Indikator Kemampuan membuat perkiraan atau jawaban sementara yang beralasan (logis) untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Termasuk kemampuan mengajukan pertanyaan apa, bagaimana dan mengapa, bertanya untuk meminta penjelasan dan mengajukan pertanyaan hipotesa. Kebenaran hipotesa akan diuji melalui percobaan Kemampuan menentukan obyek yang akan diteliti, alat dan bahan yang akan digunakan, variabel atau faktor-faktor yang perlu diperhatikan, langkahlangkah percobaan yang akan ditempuh serta cara mencatat dan mengolah data untuk menarik kesimpulan

10 No 3 Keterampilan Proses Sains (KPS) Melakukan Percobaan 4 Berkomunikasi 5 Menerapkan konsep Indikator Kemampuan yang merupakan rekapitulasi dari seluruh keterampilan proses, dimulai dari penentuan masalah sampai cara-cara melakukan penelitian dan keterampilan menggunakan alat/bahan. Jenis keterampilan ini tidak dapat diukur hanya dengan bentuk tes tertulis tetapi juga dengan observasi dan lisan Kemampuan mendiskusikan dan menyampaikan hasil penemuannya kepada orang lain, baik secara lisan maupun tertulis berupa gambar, model, tabel, diagram dan grafik yang dikemas dalam bentuk laporan penelitian, paper atau karangan ilmiah Kemampuan menerapkan konsep yang telah dikuasai untuk memecahkan masalah tertentu, atau menjelaskan suatu peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki Instrumen yang digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains siswa adalah tes pilihan ganda beralasan sebelum dan setelah siswa melakukan eksperimen serta lembar observasi aktivitas yang dipegang guru selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian ini, seorang siswa dikatakan meningkat dalam keterampilan proses sains jika gain ternormalisasi dari hasil pre-test dan post-test memenuhi kategori sedang. 3. Prestasi Belajar Siswa Prestasi Belajar adalah tingkat keberhasilan yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Adapun dalam penelitian ini yang dimaksud prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan peserta didik setelah menempuh proses pembelajaran tentang materi tertentu, yakni tingkat penguasaan kognitif

11 yang dapat diukur dengan tes tertentu dan diwujudkan dalam bentuk nilai atau skor. Indikator prestasi belajar siswa adalah indikator tiap materi pembelajaran. Jika setelah mempelajari suatu materi, seorang siswa bisa memenuhi tuntutan indikator pada materi tersebut, maka siswa tersebut telah memperoleh prestasi belajar yang baik. Pada penelitian ini, aspek kognitif dibatasi pada kemampuan kognitif tingkat C2 sampai C5. Ketercapaian indikator tingkatan C2, yaitu comprehension (pemahaman), dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb. Di tingkat C3, yaitu application (penerapan), seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Di tingkat C4, yaitu Analysis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Dan di tingkat C5, yaitu synthesis (sintesis), seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Prestasi belajar siswa diukur dengan tes yang dilakukan sebelum proses pembelajaran (pre-test) dan tes yang dilakukan setelah proses pembelajaran (posttest). Dalam penelitian ini, seorang siswa dikatakan meningkat dalam prestasi

12 belajar jika gain ternormalisasi dari hasil pre-test dan post-test memenuhi kategori sedang. H. Hipotesis Penelitian Terdapat dua pertanyaan penelitian yang dikembangkan dari rumusan masalah pada penelitian ini. Maka dari itu, hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jika model pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing diterapkan di salah satu kelas di SMP Negeri pada mata pelajaran fisika, maka akan terjadi peningkatan prestasi belajar pada siswa di kelas tersebut; 2. Jika model pembelajaran inkuiri laboratorium terbmbing diterapkan di salah satu kelas di SMP Negeri pada mata pelajaran fisika, maka akan terjadi peningkatan Keterampilan Proses Sains pada siswa di kelas tersebut.