BAB 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data

dokumen-dokumen yang mirip
MENINGKATKAN KUALITAS BOOM TOP CASTING UNIT HYDRAULIC EXCAVATOR KELAS 13 TON PADA PRODUKSI ALAT BERAT di PT. XYZ

MENINGKATKAN KUALITAS BOOM TOP CASTING UNIT HYDRAULIC EXCAVATOR KELAS 13 TON PADA PRODUKSI ALAT BERAT di PT. XYZ LAPORAN TUGAS AKHIR

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING PADA PROSES QUENCHING TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA AISI 4140

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB III METODE PENELITIAN

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai

BAB IV PENGUJIAN MECHANICAL TEST.

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

11 BAB II LANDASAN TEORI

Proses Pengecoran Hingga Proses Heat Treatment Piston Di PT. Federal Izumi Manufacturing NAMA : MUHAMMAD FAISAL NPM : KELAS : 4IC04

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KETANGGUHAN DENGAN PROSES HEAT TREATMENT PADA BAJA KARBON AISI 4140H

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

R. Hengki Rahmanto 1)

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH UKURAN PASIR TERHADAP POROSITAS DAN DENSITAS PADA PENGECORAN ALUMINIUM SILIKON (95% Al- 5% Si) DENGAN METODE PENGECORAN EVAPORATIF

BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS CETAKAN RING, CONE DAN BLADE

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK MEKANIS DAN KOMPOSISI KIMIA ALUMUNIUM HASIL PEMANFAATAN RETURN SCRAP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

SKRIPSI PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADA PROSES EVAPORATIVE CASTING TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO ALUMUNIUM SILIKON (AL-7%SI) Oleh :

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PENGARUH TEKANAN INJEKSI PADA PENGECORAN CETAK TEKANAN TINGGI TERHADAP KEKERASAN MATERIAL ADC 12

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi

PENGARUH PROSES QUENCHING DAN TEMPERING

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

Perbandingan Kekerasan dan Kekuatan Tekan Paduan Cu Sn 6% Hasil Proses Metalurgi Serbuk dan Sand Casting

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

PRESENTASI TUGAS AKHIR PENGARUH SIFAT MEKANIK TERHADAP PENAMBAHAN BUBBLE GLASS, CHOPPED STRAND MAT DAN WOVEN ROVING PADA KOMPOSIT BENTUK POROS

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

Woro Sekar Sari1, FX. Kristianta2, Sumarji2

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

METALURGI FISIK. Heat Treatment. 10/24/2010 Anrinal - ITP 1

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Persiapan Spesimen

ANALISIS DESAIN MOBILE STAND VOLVO FH16-SST45 MENGGUNAKAN CATIA V5

TUGAS SARJANA KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PRODUK CORAN PADUAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI KOMPOSISI TEMBAGA

TI-2121: Proses Manufaktur

ANALISIS DESAIN MOBILE STAND VOLVO FH16-SST45 MENGGUNAKAN CATIA V5

ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN

STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis,

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai

1.2. Tujuan 1. Mahasiswa memahami Heat Tratment secara umum 2. Mahasiswa memahami dan mengetahui cyaniding secara umum

BAB III METODE PENELITIAN. oleh pengelola program studi sampai dinyatakan selesai yang direncanakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang

BAB II DASAR-DASAR MANUFAKTUR PRODUK

ANALISA SIFAT MEKANIK PERMUKAAN BAJA ST 37 DENGAN PROSES PACK CARBURIZING, MENGGUNAKAN ARANG KELAPA SAWIT SEBAGAI MEDIA KARBON PADAT

RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam,

STUDI PENGARUH TEMPERATUR DAN GETARAN MEKANIK VERTIKAL TERHADAP PEMBENTUKAN SEGREGASI MAKRO PADA PADUAN EUTEKTIK Sn Bi

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

ABSTRAK Baja paduan ( alloy steel ) adalah baja yang terdiri dari beberapa unsur paduan di antaranya Nickel, Chromium, Mangan, Molebdenum, Silicon dll

ANALISA LANJUT PERUBAHAN SIFAT MEKANIK BAHAN PEWTER DENGAN REDUKSI 50% PADA PROSES PENGEROLAN BAHAN

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

ISSN hal

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI

Transkripsi:

BAB 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data Bab ini akan membahas mengenai pengumpulan dan pengolahan data, dimulai dari identifikasi dan analisis kerusakan boom top casting, proses improvement dan hasil dari improvement. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung dan wawancara kepada pihak yang berwenang yang berkaitan dengan proses pembuatan dan penggunaan boom top casting. 4.1 Proses Pembuatan Boom Top Casting Boom top casting di PT XYZ adalah produk yang dibuat melalui proses casting, dimana proses pembuatan boom top casting dijelaskan pada flow process diagram berikut : Melting Molding Pouring (Normalizing) 950 0 C (2 H) Heat Treatment Degating Shake Out Finishing & Machining Gambar 1. Flow Process Diagram pembuatan Boom Top Casting 1. Melting Dari diagram alir diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: Melting adalah proses peleburan (logam berubah dari padat ke cairan) logam pada temperatur tertentu yang dilakukan pada furnace (tungku perapian). Logam yang dilebur berasal dari bongkahan logam paduan, scrap logam, logam utama. Dimana cakupan proses melting berupa peleburan logam, pemurnian leburan penyesuaian kimia hasil peleburan dan penuangan hasil peleburan ke dalam ladle (tungku penghantar cairan ke proses berikutnya).

Gambar 2. Melting Process 2. Molding Molding adalah proses yang digunakan untuk membuat produk dengan menggunakan mold, dimana mold tersebut terbuat dari pasir yang dicampur dengan resin dan katalis dengan komposisi tertentu sehingga pasir menjadi keras. 3. Pouring Gambar 3. Mold Pouring adalah proses penuangan logam cair ke dalam mold dengan menggunakan media ladle sebagai alat pengangkut dan penuang logam cair. Proses pouring (penuangan logam cair) dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi, selain itu pouring juga dapat menggunakan bantuan menghampakan udara di dalam mold atau menekan logam cair dengan gas.

Gambar 4. Pouring Process dan Ladle 4. Shake Out Shake Out adalah proses pemisahan logam coran yang terdapat didalam molding box dengan cara menggetarkan molding box sehingga pasir yang menyelubungi logam coran yang berada di dalam box keluar dari cetakan. 5. Degating Gambar 5. Shack Out Process Degating adalah proses menghilangkan gating (saluran pengisian yang terdiri dari head, runner, sprue, gate dan riser) dari logam coran. Dalam proses penghilangan gating dari logam coran, digunakan alat bantu pemotong seperti : gouging torch, cutting torch, band saw.

Gambar 6. Degating Process 6. Heat Treatment (Normalizing) Proses pemanasan logam coran pada temperatur 830 o C - 950 o C sesuai dengan standar PT XYZ dan ditahan pada temperatur tersebut hingga waktu tertentu kemudian didinginkan dengan udara normal. Fungsi dari proses normalizing adalah memperhalus butiran kristal, menaikan sedikit kekerasan / keuletannya, menaikan machinability. 7. Finishing dan Machining Gambar 7. Normalizing Process Finishing adalah proses yang bertujuan untuk menghasilkan dimensi yang akurat, menyelesaikan bentuk dan menyelesaikan permukaan logam coran sehingga logam coran sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Selain itu, proses finishing berguna untuk menghilangkan sisi tajam hasil dari proses casting dan menghasilkan permukaan logam coran yang halus. Gambar 8. Finishing dan Machining Process

Machining adalah proses yang berguna untuk menghasilkan ukuran dimensi yang presisi sesuai dengan kebutuhan pada logam coran. Tiap ukuran logam coran memiliki standard dimensi yang ditentukan oleh specification. Ukuran specification inilah yang harus di jaga agar saat proses perakitan, komponen bisa dipasang dengan tepat dan tidak mengganggu kinerja unit. Contoh machining : drilling, milling, dll. 4.2 Analisa Crack Boom Top Casting 4.2.1 Penggunaan Boom Top Casting Pada Unit Hydraulic Excavator Boom top casting yang terpasang pada unit hydraulic excavator kelas 13 ton digunakan untuk proses skidding, bunching, loading dan unloading kayu pada daerah kerja foresty. Pada proses tersebut akan terdapat beban yang dapat mengakibatkan boom top casting crack, proses yang dapa mengakibatkan coom top casting crack yaitu unbalanced operation dan side hitting operation. Unbalanced operation adalah proses kerja tidak seimbang pada unit hydraulic excavator ketika mengangkat benda yang panjang. Proses ini dapat mengakibatkan momen punter pada boom top casting yang dapat mengakibatkan crack. Crack dapat terjadi ketika unbalanced operation sering terjadi ketika excavator beroperasi. Sedangkan side hitting operation adalah proses kerja pada unit hydraulic excavator yang mengakibatkan terjadinya beban dari samping, proses ini terjadi ketika unit digunakan untuk merapikan kayu pada mobil pengangkut kayu dengan cara memukulkan unit ke kayu sehigga kayu rata. Gambar 9. Unbalanced and Side Hitting Operation 4.2.2 Pengaruh Kerja Unit Terhadap Crack Proses kerja unit yang tidak sesuai dengan prosedur akan mengakibatkan rack pada salah satu komponen unit, salah satu komponen unit tersebut adalah boom top casting. Crack dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satu faktor tersebut adalah proses produksi yang kurang bagus. Untuk mengetahui apakah pengaruh crack tersebut, maka penulis membuat analisa crack menggunakan FTA (Failure Tree Analysis) dan untuk menguatkan FTA tersebut penulis juga membuat Fish Bone Diagram untuk membantu dalam melakukan analisa. FTA dan Fish Bone Diagram dijelaskan pada diagram berikut:

Defect Porosity Inclusion CASTING Mechanical properties Low strength Low hardness CRACK PROBLE M OPERATION Dimension Abnormal operation Out of Thickness Unblance operation Side hitting Gambar 10. Failure Tree Analysis Diagram Crack Boom Top Casting

Gambar 11. Fish Bone Diagram Dari diagram diatas didapat beberapa faktor yang mengakibatkan crack pada boom top casting. Untuk memastikan penyebab tersebut, penulis melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut: 1. Pengujian Sifat Mekanik Boom Top Casting Untuk mengetahui apakah sifat mekanik berpengaruh terhadap material boom top casting maka dilakukan pengujian sifat material dengan cara melakukan pengujian kekerasan material. Dari pengetesan tersebut didapat data sebagai berikut: Gambar 12. Posisi Uji Kekerasan Hasil uji kekerasan sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Uji Kekerasan

Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil dari tes mekanik berupa tes kekerasan terhadap boom top casting terdapat satu titik pengujian dengan kekerasan rata-rata cukup tinggi yaitu pada posisis C3 sebesar 40,1 HRC (371 HB, Tensile Strength 127,8 kg/mm 2 (1250 N/mm 2 )) dimana standar kekerasan untuk proses normalizing adalah 160 HB (2 HRC, Tensile Strength 56.2 kg/mm 2 (551 N/mm 2 )). 2. Pengujian Komposisi Kimia Boom Top Casting Pengujian komposisi kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia yang terdapat pada boom top casting sesuai atau tidak dengan standar yang ada. Hasil dari pengujian komposisi kimia ditunjukkan pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Hasil Uji Tes Kimia Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa komposisi kimia yang terkandung di dalam boom top casting sesuai dengan standar yang ada dan tidak terdapat kandungan kimia yang lain yang tidak sesuai dengan standar. Oleh karena itu, kandungan kimia bukan faktor yang mengakibatkan crack pada boom top casting.

3. Pengukuran Tebal Boom Top Casting Proses pengecekan ini dilakukan untuk memastikan tebal boom top casting sesuai dengan standar atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah faktor crack boom top casting berasal dari ketebalan yang tidak sesuai standar (tipis). Karena semakin tipis material maka akan semakin mudah material tersebut crack karena terkena beban dari luar part. Untuk mengetahui tebal boom top casting dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 3. Hasil Pengukuran Tebal Unit No Spec Standard S/N Actual Pictures RH LH RH LH 1 J11182 S1 (Arm 2.4 + Bucket) 24.7 25.3 2 J11183 S1 (Arm 2.4 + Bucket) 25 ± 2 24.4 24.7 3 J11194 S46 (Arm 3.0 + FLG) 24 24.4 Dari tabel hasil pengukuran tebal di atas, ketebelan bukan merupakan faktor penyebab boom top casting mengalami crack karena tebal boom top casting tidak melebihi atau kurang dari standar yang ditentukan untuk part tersebut yaitu 25±2 mm.

4. Stress Test Stress Test dilakukan untuk mengetahui beban terbesar yang terdapat pada boom top casting ketika unit melakukan pekerjaan yang sebenarnya. Unit dibuat seolah-olah bekerja sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan di lapangan seperti skidding, bunching, loading dan unloading kayu. Untuk mengetahui beban terbesar tersebut dipasangkan strain gauge di titik-titik tertentu pada Boom Top Casting. Hasil dari pengujian stress test dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4. Stress Test Result Hitting Side Face at 90 Test Condition 300 mm 400 mm 500 mm Material Gauge number SCSiMn1H SS400 Criteria (N/mm2) LEFT RIGHT LEFT RIGHT LEFT RIGHT 40M Boom Top σmax 350 327.4 22.4 364.4 31.7 397.5 38.7 σmin -385-24.7-335.5-40.1-359.0-46.9-290.4 σw(s/ M) 190/240 210.5 153.0 245.2 166.0 274.2 144.9 Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat nilai stress test yang melebihi batas maksimum yang diijinkan. Batas tersebut terdapat pada titik 40M, 40M dapat diartikan bahwa posisi yang dilakukan test terdapat pada titik 40 yang mana pemasangan alat stress test terdapat pada material langsung. Berikut adalah posisi-posisi yang terdapat pada stress test boom top casting:

Gambar 13. Posisi Stress Test Untuk lebih memahami hasil stress test di atas maka dilakukan pembuatan grafik hasil stress test. Berikut adalah grafik hasil dari proses stress test : Gambar 14. Hasil Stress Test

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa masih terdapat beban berlebih yang dihasilkan dari pengujian stress test, dimana masih terdapat nilai yang melebihi batas maksimum dan minimum yang diijinkan untuk material boom top casting. Batas maksimum yang diijinkan adalah 245 N/mm 2 untuk material SCSiMn1H tanpa proses IQT. 5. Analisa Boom Top Casting Menggunakan FEM (Finite Element Analysis) Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah analisa crack menggunakan FEM, FEM adalah sebuah software yang memiliki fungsi untuk mengetahui daerah mana yang mengalami beban kritis jika benda diberikan beban dari beberapa titik. Apabila beban tersebut kritis akan ditandai dengan warna merah sedangkan beban yang tidak kritis akan berwarna biru. Pada kasus crack ini, dilakukan analisa menggunakan FEM seperti terlihat pada gambar di bawah ini: Gambar 4.14 FEM Analysis

Gambar 15. Hasil Stress Test Dari hasil analisa diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat beban kritis pada satu titik di boom top casting. Beban tersebut ditunjukkan dengan warna merah yaitu 24 kg/mm 2 (240 N/mm 2 ) apabila beban diberikan dari samping, dan 25 kg/mm 2 (245 N/mm 2 ) apabila beban yang diterima di tidak seimbang (unbalance). 1. Analisa Hubungan Kekerasan terhadap Kekuatan Material Analisa ini dipergunakan untuk mengetahui hubungan kekerasan terhadap kekuatan material, apakah kekerasan yang dihasilkan dari proses heat treatment mempengaruhi kekuatan dari material yang dihasilkan ketika menahan beban yang diterima pada proses operasi unit. Berikut tabel hubungan kekerasan material terhadap kekuatan material pada boom top casting : Tabel 5. Hubungan Kekerasan Terhadap Kekuatan Material actual Standar

Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi kekerasan material maka semakin tinggi kekuatan material, dimana semakin tinggi kekuatan material maka material tersebut akan semakin getas. Tabel diatas menunjukkan bahwa kekerasan material boom top casting yang dilakukan proses normalizing lebih tinggi dari standar yang ditentukan. Jadi kekerasan dapat termasuk penyebab crack pada boom top casting yang diproduksi. 7. Analisa Proses pembuatan Boom Top Casting Tahap analisa akhir yang dilakukan adalah melakukan analisa proses pembuatan boom top casting, pada analisa ini dilakukan pengamatan bagaimana pengaruh setiap proses terhadap material boom top casting. Dari flow process diagram pembuatan boom top casting di atas, dari proses melting hingga degating tidak memiliki pengaruh besar terhadap crack boom top casting karena semua benda yang dibuat melalui proses casting akan dibuat seperti flow process di atas, perbedaan proses hanya terjadi pada proses heat treatment. Perbedaan tersebut terjadi karena setiap kebutuhan heat treatment part disesuaikan dengan penggunaan part di unit. Untuk boom top casting hydraulic excavator kelas 13 ton, proses heat treatment yang digunakan adalah normalizing, normalizing berfungsi untuk memperhalus butiran kristal, menaikan sedikit kekerasan/keuletannya, menaikan machinability. Sedangkan untuk boom top casting hydraulic excavator kelas 20 ton, 30 ton, dan 40 ton proses heat treatment yang digunakan adalah IQT (Induction Quenching Tampering). IQT berfungsi untuk menaikkan kekerasan material dan menaikkan keuletan material. Untuk mengetahui perbedaan heat treatment terhadap kekerasan boom top casting setiap kelas hydraulic excavator dapat melihat tabel berikut : No DESCRIPTION UNIT INFORMATION PC130F PC200 PC300 PC400 1 PART NUMBER 203-70- 61760 20Y-70-21730 207-70- 61164 208-70- 71160 2 DIMENSI A 304.7 512 729 765 B 141.7 168.5 156.1 177.8 C 268.7 382.5 396.7 458.5 D 120 194 240.6 280.7 E 285 342.5 464 499 F 348 454 506 545 G 226 310 320 355 H 61 72 93 95 I 42 38 60 70 J 274 357 409 431 K 70 90H8 110 120 L 25 30 50 30

Finishing & Machining 3 Weight (Kg.) 62.9 136 299 400.82 4 Material SCSiMn1H SCSiMn1H SCSiMn1H SCSiMn1H 5 Heat Normalizing IQT IQT IQT Treatment 6 Hardness MIN 160 201 TO 248 TO 248 TO 255 HB 293 HB 293 HB Tabel 6. Compare Heat Treatment Process Dari tabel di atas dapat disimpulkan, kekerasan material akan berbeda dikarenakan pengaruh proses heat treatment yang berbeda. Pada tabel diatas kekerasan boom top casting hydraulic excavator kelas 13 ton memiliki kekerasan yang rendah dibandingkan kekerasan boom top casting kelas 20, 30, dan 40 ton sehingga dapat mengakibatkan boom top casting karena memiliki sifat getas dan tidak ulet. 4.3 Proses Perbaikan Dari hasil analisa diatas dapat diambil kesimpulan bahwa crack yang terjadi pada boom top casting dikarenakan proses heat treatment yang tidak cukup baik. Dimana proses heat treatment tersebut menghasilkan material yang memiliki kekuatan yang rendah sehigga ketika mendapat beban dari atas maupun samping mudah terjadi crack. Hal itu dapat dilihat dari proses-proses yang dilakukan untuk menganalisa crack pada boom top casting, seperti uji kekerasan material yang menghasilkan kekerasan material di suatu titik dengan rata-rata 40,1 HRC(σ max = 1254 N/mm 2 ), stress test yang melebihi batas maksimum elastisitas material yang dilakukan proses heat treatment (normalizing) yaitu σ max = 245-274 N/mm 2 ), FEM analisa yang terdapat titik berwarna merah (tegangan besar) yang dapat mengakibatkan crack pada boom top casting. Untuk meminimalisir crack yang dihasilkan oleh proses produksi yang kurang baik pada proses heat treatment maka dilakukan perbaikan proses heat treatment, dari proses normalizing ke proses IQT. Proses IQT dipilih pada boom top casting hydraulic excavator kelas 13 ton, karena apabila dilihat dari segi fungsi part tersebut memiliki kesamaan fungsi dengan hydraulic excavator kelas 20 sampai 40 ton. Berikut adalah flow process diagram pembuatan boom top casting setelah dilakukan perbaikan proses guna meningkatkan kulaitas boom top casting : Melting Molding Pouring NORMALIZING QUENCHING TEMPERING 950 0 C 820 0 C 820 0 C HEAT TREATMENT Degating Shake Out

Gambar 16. Flow Process Diagram pembuatan Boom Top Casting Dari flow process diatas dapat terlihat bahwa terjadi perubahan proses pembuatan boom top casting pada proses heat treatment, dari proses normalizing ke proses IQT (Induction Quenching Tempering). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan produk yang keras dan ulet sehingga ketika boom top casting digunakan dapat meminimalisir crack karena beban yang diberikan dari luar ketika unit bekerja. 4.3.1 Quenching dan Tempering Process Quenching adalah suatu teknik heat treatment yang dilakukan dengan memanaskan logam coran pada temperatur 50 o C diatas A3 atau 50 o C diatas Acm dan ditahan pada temperatur tersebut hingga waktu tertentu kemudian didinginkan secara cepat didalam air/ oli/polimer. Pendinginan secara cepat ini dilakukan untuk menghasilkan sifat logam coran yang keras dan getas. Sedangkan tampering adalah proses pemanasan kembali logam yang dilakukan proses quenching (sebelum mencapai temperature 50 75 o C) dengan pemanasan pada temperatur 400 700 o C, kemudian didinginkan pada temperatur udara normal / air / oli tergantung jenis material produk serta aplikasinya. Proses ini dilakukan untuk menghasilkan sifat yang ulet. Berikut adalah digram fasa untuk proses quenching dan tempering:

Gambar 17. Diagram Fasa 4.3.2 Proses IQT Boom Top Casting Boom top casting hydraulic excator kelas 13 ton dilakukan proses IQT dengan temperatur quenching 850 o C dan temperatur air yang digunakan untuk pencelupan boom top casting adalah 48 o C. Sedangkan untuk temperatur tempering adalah 520 o C dan temperatur air yang digunakan untuk pendinginan boom top casting pada proses tempering adalah 50 o C. Pada proses quenching temperatur 850 o C dijaga selama 2 jam untuk memastikan temeperatur tersebut merata hingga kedalam part sehingga ketika dilakukan proses pencelupan cepat kedalam air sebagai media pendinginan, kekerasan material yang dihasilkan merata hingga ke dalam part. Pada proses temepering temperatur 520 o C dijaga selama 4 jam untuk memastikan temeperatur tersebut merata hingga kedalam part sehingga ketika dilakukan proses pencelupan cepat kedalam air sebagai media pendinginan, keuletan material yang dihasilkan merata hingga ke dalam part. Proses pemanasan 4.4 Hasil Perbaikan Quenching Gambar 18. IQT Process Tempering Untuk mengetahui kulitas boom top casting setelah dilakukan proses perbaikan, maka part tersebut dilakukan proses pengujian yang berfungsi untuk mengetahui hasil dari proses perbaikan proses heat treatment tersebut berhasil ata tidak. Proses pegujian tersebut berupa FEM analysis, uji sifat mekanik material, dan stress test part. Hal ini sangat penting sebelum boom top casting digunakan oleh customer baik customer yang membeli unit hydraulic excavator baru atau mengganti boom top casting yang crack pada unit yang lama. 4.4.1 FEM Analysis FEM analysis digunakan untuk menganalisa boom top casting yang akan diperbaiki apakah proses perbaikan akan menghasilkan boom top casting yang sesuai dengan kebutuhan. Berikut adalah hasil dari FEM analysis boom top casting yang dikondisikan sesuai dengan proses perbaikan :

Gambar 19. FEM Analysis Dari gambar analysis FEM di atas dapat diketahui bahwa proses perbaikan yang dilakukan sudah sesuai, hal ini dapat dilihat dari gambar diatas dimana tegangan yang terjadi dibawah standar yang ditentukan yaitu 20 kg/mm 2 apabila boom top casting mendapatkan gaya dari samping (Side Hitting) dan 14 N/mm 2 apabila part mendapatkan gaya yang tidak seimbang ketika proses loading kayu (Unbalanced Operation). 4.4.2 Uji Kekerasan Pengujian ini dilakukan guna mengetahui apakah kekerasan yang dihasilkan setelah proses perbaikan heat treatment sesuai dengan standar yang ditentukan. Standar tersebut disesuaikan dengan fungsi part ketika digunakan pada unit hydraulic excavator, hasil uji kekerasan material dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 7. Hasil Uji Kekerasan

Dari hasil uji kekerasan boom top casting dapat diambil kesimpulan bahwa hasil proses IQT sesuai dengan yang diharapkan, dimana kekerasan material yang dihasilkan sesuai dengan standar proses IQT. Kekerasan yang dihasilkan adalah 238 HB (799,8 N/mm 2 ), dengan standar kekerasan 229-277 HB. 4.4.3 Stress Test Stress test setelah perbaikan proses produksi produk dilakukan guna memastikan produk yang dihasilkan tidak terjadi crack ketika digunakan customer di lapangan. Untuk mengetahui hasil stress test tersebut dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 8. Stress Test Test Condition Material SCSiMn1H SS400 Hitting Side Face at 90 300 mm 400 mm 500 mm LEFT RIGHT LEFT RIGHT LEFT RIGHT

Gauge number Criteria (N/mm2) 40M Boom Top σmax 350 202.4 4.7 228.9 26.3 264.3 46.8 σmin -385-26.2-237.8-40.4-245.5-49.7-276.8 σw(s/m) 190/240 126.3 107.7 149.9 121.5 177.6 143.9 Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat nilai stress test yang melebihi batas maksimum atau minimum yang diijinkan pada posisi 40M. Hal ini diakibatkan dari perubahan proses heat treatment yang dilakukan, proses heat treatment tersebut mengakibatkan boom top casting menjadi keras dan ulet. Berikut adalah posisi-posisi yang terdapat pada stress test boom top casting: Gambar 20. Stress Test Position

Berikut adalah grafik hasil stress test: Gambar 21. Hasil Stress Test Dari hasil stress test diatas dapat diambil kesimpulan bahwa proses perbaikan yang dilakukan sudah sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan. Dimana tidak terjadi beban yang melebihi batas maksimal dan minimum yang menjadi standart boom top casting setelah proses perbaikan dilakukan.