BAB II KAJIAN PUSTAKA. Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KONSEP PENDIDIKAN. Imam Gunawan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara yang berkembang dengan jumlah penduduk besar, wilayah

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU ( Studi kasus di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta ) T E S I S

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang isinya disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Negara Indonesia merupakan suatu sistem

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. generasi mendatang. Dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan. pendidikan itu merupakan suatu tuntutan dan keharusan.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari pengetahuan dan ketrampilan baru sehingga dapat diperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

BAB 1 PENDAHULUAN. menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual membutuhkan SDM yang terdidik.

Abstrak. Kata kunci : Tujuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Undang-undang pendidikan menyebutkan bahwa pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. membangun banyak ditentukan oleh kemajuan pendidikan. secara alamiah melalui pemaknaan individu terhadap pengalaman-pengalamannya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang secara merata dan menyeluruh, dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembentukan kepribadian manusia Indonesia seutuhnya, diperlukan proses

No membangun kurikulum pendidikan; penting dan mendesak untuk disempurnakan. Selain itu, ide, prinsip dan norma yang terkait dengan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan

PENDAHULUAN. Kondisi kehidupan dan tingkat kesejahteraan nelayan di Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebersamaan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia {human resources), pada

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian atau kedewasaan manusia seutuhnya baik secara mental,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks

2014 IMPLEMENTASI MEDIA TIGA DIMENSI PADA PEMBELAJARAN MENGHIAS KAIN DI SMP NEGERI 3 LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, budaya serta nilai-nilai yang positif yang ada dari satu generasi ke

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. memanusiakan dirinya dan orang lain. Melalui pendidikan pula manusia mudah

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui (learning to know), belajar berbuat (learning to do), belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum.

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)

I. PENDAHULUAN. watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia memerlukan berbagai macam pengetahuan dan nilai. Terkait

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. pihak, dan ditingkatkan melalui berbagai macam kegiatan, mulai dari

BAB 1 PENAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

DAMPAK TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA, KESEMPATAN BELAJAR DAN AKTIVITAS BERORGANISASI TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP KECAMATAN BLORA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran penting bagi manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang, sehingga setiap siswa memerlukan orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

I. PENDAHULUAN. Setiap anak diberikan berbagai bekal sejak lahir seperti berbagai aspek

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. potensi-potensi diri agar mampu bersaing dan bermanfaat bagi dirinya, keluarga,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003, telah di gariskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Nelayan Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat. Menurut Abdul Syani (2007:30) bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak dalam kehidupan.supaya dapat menjelaskan pengertian masyarakat secara umum, maka perlu ditelaah tentang ciri-ciri dari masyarakat itu sendiri. Menurut Soerjono Soekanto dalam Syani (2007:30), menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok yaitu: 1) Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis, angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama. 2) Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu 13

juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai keinginankeinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut. 3) Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan. 4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya. Nelayan di dalam Ensiklopedia Indonesia digolongkan sebagai pekerja, yaitu orang-orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai mata pencahariannya. Dalam kamus besar Indonesia pengertian nelayan adalah orang yang mata pencaharian utama dan usaha menangkap ikan di laut. Nelayan dikenal sebagai masyarakat yang lekat dengan kemiskinan. Kebutuhan dasar manusia seperti pangan, sandang dan papan pun terkadang sulit untuk dipenuhi secara sehat apalagi sempurna. Apalagi tentang pendidikan dan kesehatan, mungkin sangat jauh dari sempurna (Kalyanamitra, 2005). Kemiskinan, rendahnya pendidikan dan pengetahuan nelayan serta kurangnya informasi sebagai akibat keterisolasian pulau-pulau kecil merupakan karakteristik dari masyarakat pulau-pulau kecil (biasanya nelayan). Persoalan pendidikan ini tidak terlepas dari kemiskinan yang melingkupi masyarakat nelayan (Sulistyowati, 2003). Pekerjaan sebagai nelayan tidak diragukan lagi adalah pekerjaan yang sangat berat. Mereka yang menjadi nelayan tidak dapat membayangkan pekerjaan lain yang lebih mudah, 14

sesuai kemampuan yang mereka miliki. Keterampilan sebagai nelayan amat sederhana dan hampir sepenuhnya dapat dipelajari dari orang tua mereka sejak mereka masih anak-anak. Apabila orang tua mereka mampu, mereka pasti akan berusaha menyekolahkan anak setinggi mungkin sehingga tidak harus menjadi nelayan seperti orang tua mereka, tetapi kebanyakan mereka tidak mampu membebaskan diri dari profesi nelayan. Turun-temurun adalah nelayan (Mubyarto, 1989). Hampir setiap tahun jumlah anak-anak nelayan di seluruh wilayah Indonesia yang putus sekolah mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah anak nelayan putus sekolah tersebut dipicu oleh terus memburuknya kemiskinan keluarga mereka. Memburuknya kemiskinan nelayan tersebut terjadi seiring dengan terus menurunnya pendapatan melaut mereka (Suhana, 2006). Masyarakat nelayan sendiri secara geografis adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan berkembang dikawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut (Kusnadi, 2009:27). Sedangkan menurut M. Khalil Mansyur mengatakan bahwa masyarakat nelayan dalam hal ini bukan berarti mereka yang dalam mengatur hidupnya hanya mencari ikan di laut untuk menghidupi keluarganya akan tetapi juga orang-orang yang integral dalam lingkungan itu. Masyarakat nelayan dalam konteks penelitian ini yaitu masyarakat yang tinggal menetap didaerah pinggir pantai dan bermata pencaharian sebagai nelayan yakni dengan menangkap ikan dilaut dengan menggunakan alat tangkap seperti jaring, pancing,dll. Dari beberapa definisi masyarakat nelayan dan definisi nelayan yang telah disebutkan diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa: 1) Masyarakat nelayan adalah kelompok manusia yang mempunyai mata pencaharian menangkap ikan laut. 15

2) Masyarakat nelayan bukan hanya mereka yang mengatur kehidupannya hanya bekerja dan mencari ikan di laut, melainkan mereka yang juga tinggal disekitar pantai walaupun mata pencaharian mereka adalah bercocok tanam dan berdagang. Jadi pengertian nelayan secara luas adalah sekelompok manusia yang mempunyai mata pencaharian pokok mencari ikan di laut dan hidup di daerah pantai, bukan mereka yang bertempat tinggal di pedalaman, walaupun tidak menutup kemungkinan mereka juga mencari ikan di laut karena mereka bukan termasuk komunitas orang yang memiliki ikatan budaya masyarakat pantai. 2.2 Pengertian Pendidikan Secara etimologi pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogiek yang artinya ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak (Ekosusilo, 1993:12). Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan potensi-potensi pembawaan baik itu berupa jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan budaya. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan beberapa pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan. Menurut H. M. Arifin (1996:11) : Pendidikan adalah usaha melestarikan, mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspeknya dan jenisnya kepada generasi penerus. Zuhairini juga mengkatatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha manusia untuk membimbing anak yang belum dewasa ketingkat kedewasaan, dalam arti sadar dan mampu memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dan berdiri diatas kaki sendiri. 16

Dari beberapa pengertian pendidikan diatas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai aktivitas dan usaha manusia yang sadar, yang dilakukan oleh orang dewasa kepada generasi penerus (si terdidik) terhadap perkembangan pribadinya baik jasmani maupun rohani untuk mencapai tingkat kedewasaan berfikir dan bertindak. Pengertian pendidikan menurut jenisnya adalah sebagai berikut: 1) Pendidikan formal: kegiatan pendidikan yang sistematis, berstruktur, bertingkat dan berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya termasuk kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi dan latihan professional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus. 2) Pendidikan informal: proses yang berlangsung sepanjang usia, sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari (keluarga, tetangga,lingkungan pergaulan, dsb). 3) Pendidikan non formal: setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis. Diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas (kursus) untuk tujuan belajar tertentu. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang kedua setelah lembaga pendidikan informal (keluarga). Tugas dan tanggung jawab sekolah adalah mengusahakan kecerdasan pikiran dan pemberian berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkat dan jenis sekolah masing-masing. Tujuan dari pendidikan formal mencakup tiga aspek yaitu: 1) Aspek kognitif meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah dengan menggunakan akal keterampilan mental. 17

2) Aspek afektif mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan sikap, nilai, minat dan apresiasi terhadap nilai-nilai kebudayaan. 3) Aspek psikomotor meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan keterampilan manual dan motorik. Tugas sekolah tidak hanya membuat manusia yang mempunyai akal dan pikiran yeng tinggi dengan memberikan berbagai macam ilmu pengetahuan, melainkan juga bertugas mempengaruhi anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, berkepribadian yang utuh dan bertanggung jawab dan trampil dalam berbuat(ekosusilo, 1993:74). Dalam bab II pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepeda Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan yang telah dirumuskan berdasarkan landasan pancasila dan UUD 1945 pada dasarnya adalah manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya yang dimaksudkan disini adalah pertama, manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, berbudi pekerti luhur. Ketiga, memiliki pengetahuan dan keterampilan. Keempat, sehat jasmani dan rohani. Kelima, kepribadian mantab dan mandiri. Dan keenam, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan(latif, 2009:12-13). 18

2.3 Lingkungan Sosial, Budaya, dan Pendidikan Anak Lingkungan sekitar tempat tinggal anak sangat mempengaruhi perkembangan pribadi anak. Disitulah anak itu memperoleh pengalaman bergaul dengan teman-teman diluar rumah dan sekolah. Kelakuan anak harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan itu. Penyimpangan akan segera mendapat teguran agar disesuaikan. Lingkungan sekitar rumah memberikan pengaruh sosial pertama kepada anak diluar keluarga. Disini ia mendapat pengalaman untuk mengenal lingkungan sosial baru yang berlainan dengan yang dikenalnya di rumah. Kata-kata yang diucapkan, tindakan yang diambil, cara-cara memperlakukan orang lain berbeda dengan apa yang telah dikenalnya. Di lingkungan ini ia berkenalan dengan kelompok yang lebih besar dan dengan pola kelakuan yang berbeda. Namun ada pula yang dipelajarinya di rumah yang dapat digunakan dalam lingkungan ini, dan ada yang perlu mengalami perubahan dan penyesuaian. Dengan mengalami konflik disana-sini anak itu lambat laun mengenal kode kelakuan lingkungan itu dan turut memelihara dan mempertahankannya. Dengan demikian sosialisasi anak senantiasa diperluas.dalam lingkungan itu ia dapat mempelajari hal-hal yang baik. Akan tetapi ia dapat juga mempelajari kelakuan yang buruk, bergantung pada sifat kelompoknya(nasution, 2010:154-155) 2.4 Teori Pilihan Rasional Menurut Friedman dan Hechter dalam Ritzer dan Goodman (2004:357-358) Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor. Aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud. Artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakannya tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan itu. Aktor pun dipandang mempunyai pilihan (atau nilai, 19

keperluan). Teori pilihan rasional tak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor. Meski teori pilihan rasional berawal dari tujuan atau maksud aktor, namun teori ini memperhatikan sekurang-kurangnya dua pemaksa utama tindakan. Pertama adalah keterbatasan sumber. Aktor mempunyai sumber yang berbeda maupun akses yang berbeda terhadap sumber daya yang lain. Bagi aktor yang mempunyai sumber daya yang besar, pencapaian tujuan mungkin relatif mudah. Tetapi, bagi aktor yang mempunyai sumber daya yang sedikit, pencapaian tujuan mungkin sukar atau mustahil sama sekali. Berkaitan dengan keterbatasan sumber daya ini adalah pemikiran tentang biaya kesempatan (opportunity cost) atau biaya yang berkaitan dengan rentetan tindakan berikutnya yang sangat menarik namun tak jadi dilakukan. Dalam mengejar tujuan tertentu, aktor tentu memperhatikan biaya tindakan berikutnya yang sangat menarik yang tak jadi dilakukan itu. Seorang aktor mungkin memilih untuk tidak mengejar tujuan yang bernilai sangat tinggi bila sumber dayanya tak memadai, bila peluang untuk mencapai tujuan itu mengancam peluangnya untuk mencapai tujuan berikutnya yang sangat bernilai. Aktor dipandang berupaya mencapai keuntungan maksimal, dan tujuan mungkin meliputi penilaian gabungan antara peluang untuk mencapai tujuan utama dan apa yang telah dicapai pada peluang yang tersedia untuk mencapai tujuan kedua yang paling bernilai. Sumber pemaksa kedua atas tindakan aktor individual adalah lembaga sosial. Seperti dinyatakan Friedman dan Hechter dalam Ritzer dan Goodman (2004:357-358) aktor individual biasanya akan : 20

Merasakan tindakannya diawasi sejak lahirnya hingga mati oleh aturan keluarga dan sekolah; hukum dan peraturan; kebijakan tegas; gereja; sinagoge dan mesjid; rumah sakit dan pekuburan. Dengan membatasi rentetan tindakan yang boleh dilakukan individu, dengan dilaksanakannya aturan permainan meliputi norma, hukum, agenda, dan aturan pemungutan suara secara sistematis mempengaruhi akibat sosial (Friedman dan Hechter, 1988:202). Hambatan kelembagaan ini menyediakan baik sanksi positif maupun sanksi negatif yang membantu mendorong aktor untuk melakukan tindakan tertentu dan menghindarkan tindakan yang lain(ritzer dan Goodman, 2004:357-358). 21