DEJA 1 DAN DEJA 2 : VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI TOLERAN JENUH AIR Suhartina, Purwantoro, dan Novita Nugrahaeni Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak km 8, Kotak Pos 66 Malang 65101 balitkabi@litbang.deptan.go.id RINGKASAN Agroekosistem utama produksi kedelai di Indonesia adalah lahan sawah. Pertanaman kedelai musim kemarau (MK) pada lahan sawah sering dihadapkan dengan curah hujan yang tinggi di akhir musim hujan, sehingga sering menimbulkan genangan (kondisi jenuh air). Kondisi tanah jenuh air (tergenang) akibat air sisa penanaman padi atau air hujan, menurut Sumarno dkk. 1988; Adisarwanto dkk. 1989; Adie 1997; Tames 2001; Rodiah dan Sumarno 1993; Tampubolon dkk. 1989 menyebabkan penurunan produktivitas kedelai berkisar antara 20-75%. Kelebihan air di lapang yang menyebabkan genangan umumnya sukar dikelola sehingga perlu diupayakan varietas kedelai yang toleran jenuh air. Hingga saat ini, di Indonesia, belum tersedia varietas unggul kedelai yang khusus dilepas untuk tujuan toleran kondisi tanah jenuh air. Namun terdapat varietas unggul lama yang berindikasi toleran terhadap kondisi tanah jenuh air yaitu varietas Kawi (dilepas tahun 1998). Varietas Kawi berukuran biji kecil (10 g/100 biji) dan memiliki umur masak dalam (88 hari). Varietas tersebut perlu diperbaiki ukuran biji dan umur masaknya menjadi genjah (<80 hari). Pada tahun 2005, Tim Pemulia Balitkabi (Ir. Suhartina, MP., Purwantoro, SP., Dr. Gatut Wahyu Anggoro Santoso, Dr. Novita Nugrahaeni, dan Dr. Titik Sundari) mulai merakit varietas kedelai toleran kondisi tanah jenuh air. Melalui proses seleksi bertahap dan lingkungan seleksi yang sesuai yaitu kedelai ditanam pada kondisi jenuh air dengan Teknik Budidaya Jenuh Air (TBJA). Teknik budidaya jenuh air (TBJA) dilakukan dengan cara menanam benih kedelai pada bedengan selebar 1,6 m dengan jarak tanam antar baris 40 cm dan dalam baris 15 cm, dua tanaman per lubang. Kondisi jenuh diciptakan melalui penggenangan pada saluran drainase dengan cara mengatur tinggi permukaan air di dalam saluran drainase 3-5 cm di bawah permukaan tanah. Penggenang dilakukan pada saat tanaman kedelai berumur 14 hari (fase V2) hingga fase polong masak fisiologis (fase R7). Monitoring ketinggian air tanah di dalam plot percobaan dan saluran drainase, dilakukan dengan cara mengamati tinggi permukaan air dari permukaan tanah pada saluran drainase dan tinggi air di dalam pipa paralon/pvc
(diameter 5 cm dan panjang pipa paralon 50 cm) yang dipasang di tengah-tengah plot percobaan hingga fase masak (Gambar 1 a-d). Pada tahun 2011 telah diperoleh 13 galur harapan kedelai toleran kondisi tanah jenuh air. Ke 13 galur harapan tersebut dan dua varietas pembanding, yaitu Grobogan (biji besar, umur genjah) dan Kawi (biji kecil, umur sedang, toleran jenuh air) diuji daya adaptasinya di delapan sentra produksi kedelai yaitu di Malang, Pasuruan, dan Banyuwangi (Jawa Timur), serta Midang (Nusa Tenggara Barat) pada MK1 dan MK2 tahun 2010-2011. Hasil uji adaptasi menunjukkan bahwa terdapat dua galur harapan (GH) yang diunggulkan sebagai calon varietas unggul toleran jenuh air yaitu GH Tgm/Anj-750 merupakan hasil persilangan tunggal antara varietas unggul Tanggamus dengan Anjasmoro, dan GH Sib/LJT-137 merupakan hasil persilangan tunggal antara varietas unggul Sibayak dengan Lokal Jawa Tengah. a. b. c. d. Gambar 1. (a) Cara pemasangan pipa paralon menggunakan bor, (b) Posisi pipa paralon yang sudah terpasang di tengah-tengah bedengan, (c) Keragaan pipa paralon yang terisi air sebagai indikator kandungan air/tinggi muka air di bedengan, dan (d) Keragaan tanaman pada umur 19 hari (5 hari setelah penggenangan).
Pada tahun 2017, DEJA 1, asal galur Tgm/Anj-750, dan DEJA 2, asal galur Sib/LJT-137, telah dilepas secara resmi oleh pemerintah Indonesia sebagai varietas unggul baru melalui SK Mentan No. 338/Kpts/TP.030/5/2017 dan 339/Kpts/TP.030/5/2017. Kedua varietas tersebut berpotensi hasil tinggi dan toleran terhadap cekaman jenuh air mulai umur 14 hari (fase V2) hingga fase masak (fase R7). Pada kondisi tercekam kondisi tanah jenuh air, DEJA 1 dan DEJA 2 mampu memberikan hasil biji rata-rata 2,39 t/ha dan 2,38 t/ha, dengan potensi hasil masing-masing 2,87 t/ha dan 2,75 t/ha. DEJA 1 memiliki umur masak genjah (79 hari), berukuran biji sedang (12,9 g/100 biji), agak tahan hama ulat grayak, tahan hama penggerek polong dan pengisap polong, serta agak tahan penyakit karat daun, dengan kandungan protein 39,6% dan lemak 17,3%. DEJA 2 memiliki umur masak genjah (80 hari), berukuran biji besar (14,8 g/100 biji), agak tahan hama penggerek polong dan pengisap polong, agak tahan penyakit karat daun, dengan kandungan protein 37,9% dan lemak 17,2%. DEJA 1 dan DEJA 2 terbukti memiliki ukuran biji yang lebih besar (12,9-14,58 g/100 biji ) dan umur masak lebih genjah (79-80 hari) dibanding varietas unggul Kawi (83 hari). Dengan demikian DEJA 1 dan DEJA 2 ini mampu menjawab risiko kelebihan air terhadap kedelai yang ditanam pada akhir musim kemarau dan mengantisipasi adanya perubahan ilklim global, serta sekaligus untuk mengusahakan peningkatan produktivitas dan mempercepat swasembada kedelai.
DEJA 1 dan DEJA 2 : Varietas Unggul Baru Kedelai Toleran Jenuh Air DEJA 1 and DEJA 2 : the new soybean variety tolerant to saturated soil conditions Suhartina, Purwantoro, dan Novita Nugrahaeni Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak km 8, Kotak Pos 66 Malang 65101 balitkabi@litbang.deptan.go.id ABSTRACT DEJA 1 and DEJA 2 : the new soybean variety tolerant to saturated soil conditions. The main agroecosystem of soybean production in Indonesia is rice field. Soybean cultivation during the dry season in paddy fields often faces puddles (water saturated conditions) resulting from high rainfall at the end of the rainy season. The soil water saturated condition can causes a decrease in soybean productivity ranging from 20-75%. Excess water in the field that causes the puddle is generally difficult to manage, so it is necessary to sought soybean varieties that are tolerant to water saturated condition. To date, there is no soybean varieties that are specifically released by the Indonesian government with a tolerant advantage of water-saturated soil conditions. However, there are old high yielding varieties indicating tolerant to water-saturated soil conditions ie Kawi varieties (released in 1998). Kawi is soybean varieties with small seed size (10 g / 100 seeds) and late maturity (88 days). Indonesian Agency for Agricultural Research and Development Ministry of Agricultural (IAARD) through Indonesian Legume and Tuber Crops Research Institute (ILTERI) had been developed superior varieties of soybean tolerant soil saturated water conditions in 2017, and has been released with the name DEJA 1 and DEJA 2. DEJA 1 dan DEJA 2 had high yield potential and tolerant to water-saturated stress from 14 days (phase V2) to the maturity phase (phase R7). Under conditions of soil water saturated conditions, DEJA 1 and DEJA 2 were able to give average yields of 2.39 t/ha and 2.38 t/ha, with potential yields of 2.87 t/ha and 2.75 t/ha respectively. DEJA 1 has an early maturity (79 days), moderately resistant to common cut worm (Spodoptera litura), resistant to pod borer and pod sucking, as well as moderately resistant to leaf rust disease, with protein content of 39.6% and fat 17.3%. DEJA 2 has an early maturity (80 days), largesized seeds (14.8 g/100 seeds), moderately resistant to pod borer and pod sucking, moderately resistant to leaf rust disease, with protein content of 37.9% and fat 17.2%.
ABSTRAK DEJA 1 dan DEJA 2 : Varietas Unggul Baru Kedelai Toleran Jenuh Air. Agroekosistem utama produksi kedelai di Indonesia adalah lahan sawah. Pertanaman kedelai musim kemarau (MK) pada lahan sawah sering dihadapkan dengan curah hujan yang tinggi di akhir musim hujan, sehingga sering menimbulkan genangan (kondisi jenuh air). Kondisi tanah jenuh air (tergenang) akibat air sisa penanaman padi atau air hujan, menyebabkan penurunan produktivitas kedelai berkisar antara 20-75%. Kelebihan air di lapang yang menyebabkan genangan umumnya sukar dikelola sehingga perlu diupayakan varietas kedelai yang toleran jenuh air. Hingga saat ini, di Indonesia, belum tersedia varietas unggul kedelai yang khusus dilepas untuk tujuan toleran kondisi tanah jenuh air. Namun terdapat varietas unggul lama yang berindikasi toleran terhadap kondisi tanah jenuh air yaitu varietas Kawi (dilepas tahun 1998). Varietas Kawi berukuran biji kecil (10 g/100 biji) dan memiliki umur masak dalam (88 hari). Varietas tersebut perlu diperbaiki ukuran biji dan umur masaknya menjadi genjah (<80 hari). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi telah merakit varietas unggul kedelai toleran kondisi tanah jenuh air pada tahun 2016, dan telah dilepas dengan nama DEJA 1 dan DEJA 2. DEJA 1 dan DEJA 2 berpotensi hasil tinggi dan toleran terhadap cekaman jenuh air mulai umur 14 hari (fase V2) hingga fase masak (fase R7). Pada kondisi tercekam kondisi tanah jenuh air, DEJA 1 dan DEJA 2 mampu memberikan hasil biji ratarata 2,39 t/ha dan 2,38 t/ha, dengan potensi hasil masing-masing 2,87 t/ha dan 2,75 t/ha. DEJA 1 memiliki umur masak genjah (79 hari), berukuran biji sedang (12,9 g/100 biji), agak tahan hama ulat grayak (Spodoptera litura), tahan hama penggerek polong dan pengisap polong, serta agak tahan penyakit karat daun, dengan kandungan protein 39,6% dan lemak 17,3%. DEJA 2 memiliki umur masak genjah (80 hari), berukuran biji besar (14,8 g/100 biji), agak tahan hama penggerek polong dan pengisap polong, agak tahan penyakit karat daun, dengan kandungan protein 37,9% dan lemak 17,2%.