BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) menurut Sony Keraf dan Robert Haryono (1995) adalah teori yang menjelaskan konflik yang terjadi antara pihak manajemen perusahaan selaku agen dengan pemilik perusahaan selaku principal. Principal ingin mengetahui berbagai informasi dari aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan, terutama aktivitas dari manajemen terhadap investasi atau dana yang diinvestasikan oleh pemilik perusahaan kepada perusahaan tersebut. Dengan melihat laporan pertanggung jawaban yang telah dibuat manajemen, principal dapat memperoleh hasil informasi yang dibutuhkan sekaligus menjadi bahan untuk menilai sejauh mana kinerja manajemen apakah meningkat atau menurun. Tapi yang sering terjadi dalam membuat laporan pertanggung jawaban adalah kecendrungan manajemen melakukan berbagai tindakan dalam membuat laporan pertanggung jawaban, hal ini dilakukan manajemen agar laporan tersebut terlihat baik dan memuaskan. Untuk meminimalisir tindak kecurangan yang dilakukan manajemen dalam membuat laporan pertanggung jawaban dan laporan tersebut lebih bisa dipercaya, maka diperlukan adanya pemeriksaan terhadap laporan tersebut oleh pihak ketiga yaitu auditor independen. 9
10 Teori keagenan ini digunakan auditor sebagai pihak independen untuk membantu auditor memahami konflik kepentingan yang muncul antara principal dan manajemen. Principal selaku investor bekerja sama dan menandatangani kontrak kerja dengan manajemen atau agen untuk menginvestasikan keuangan mereka. Dengan adanya auditor yang independen diharapkan tidak akan terjadi lagi adanya kecurangan dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Sehingga dapat menjadi bahan evaluasi kinerja manajemen yang akan menghasilkan informasi yang relevan dan berguna untuk investor dan kreditor dalam mengambil keputusan. 2. Teori Penetapan Tujuan Merupakan bagian dari teori motivasi yang dikemukakan oleh Edwin Locke pada tahun 1978. Teori ini menegaskan bahwa individu dengan tujuan yang lebih spesifik dan menantang, kinerjanya akan lebih baik dibandingkan dengan tujuan yang tidak jelas, seperti tujuan mudah yang spesifik atau tidak ada tujuan sama sekali. Terdapat dua kategori tindakan yang diarahkan oleh tujuan (goal-directed action) yaitu : a. No-consciously goal directed b. Consciously goal directed atau purposeful actions Teori penetapan tujuan mengasumsikan bahwa ada suatu hubungan langsung antara definisi dari tujuan yang spesifik dan terukur dengan kinerja, jika manajer mengetahui apa sebenarnya tujuan yang ingin dicapai oleh mereka, maka mereka akan lebih termotivasi untuk mengerahkan usaha yang dapat meningkatkan kinerja
11 mereka. Tujuan yang memiliki tantangan biasanya diimplementasikan dalam output dengan level yang spesifik yang harus dicapai. Dengan adanya tujuan yang jelas dari seorang auditor dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya, yaitu memberikan jasa audit yang berkualitas, maka dipastikan seorang auditor akan berusaha meningkatkan kompetensi dan juga independensi yang harus ada dalam diri seorang auditor (Nadhiroh, 2010). 3. Teori Atribusi Merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori ini mengacu pada bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau diri sendiri. Fritz Heider (1958) mengatakan bahwa perilaku seseorang itu bisa disebabkan karena faktor-faktor internal (disebut atribusi internal) dan dapat pula disebabkan oleh faktor eksternal (atribusi eksternal). Faktor-faktor internal misalnya kemampuan, pengetahuan, dan usaha, sedangkan faktor eksternal bisa berupa kesempatan dan juga lingkungan. Perilaku yang disebabkan oleh hal-hal yang bersifat internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi dari diri individu yang bersangkutan. Perilaku yang dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat eksternal dilihat sebagai hasil dari tekanan situasi atau keadaaan tertentu yang memaksa seseorang melakukan perbuatan tertentu. Pengaruh perilaku seseorang inilah yang diyakini dapat membuat seorang auditor untuk berlaku independen atau sebaliknya. Misalnya pengaruh eksternal yaitu kondisi sosial, tidak jarang ditemui kasus auditor yang berlaku curang dengan jalan
12 mau melakukan keinginan klien yang tidak benar hanya kompensasi yang diberikan klien lebih besar jika auditor memenuhi keinginan klien dibandingkan melaporkan apa yang sebenarnya terjadi (Menezes, 2008). 4. Kualitas Audit a. Pengertian Audit Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Audit menurut ASOBAC (A statement of Basic Auditing Concepts) dalam Haryono Yusuf (2002) adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi-asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadiankejadian ekonomi secara obyektif untuk meningkatkan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. b. Standar Audit Arens (2008:42) menyatakan bahwa standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis. Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas professional seperti Kompetensi dan Independensi, persyaratan pelaporan, dan bukti (dalam Hanny dkk, 2011).
13 Standar Auditing dalam Haryono Yusuf (2002) menurut SPAP yang disahkan per 1 Agustus 1994 (SA Seksi 150) : Standar auditing berbeda dengan prosedur auditing. Prosedur menyangkut langkah yang harus dilaksanakan, sedangkan Standar berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu pelaksanaan serta dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan menggunakan prosedur yang bersangkutan. Jadi, berlainan dengan prosedur auditing, standar auditing mencakup mutu professional (Professional Qualities) auditor independen dan pertimbangan (judgment) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyususnan laporan auditor. Standar audit yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut : 1) Standar Umum a) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, Independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c) Dalam melaksanakan audit dan penyusunan laporan keuangannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2) Standar Pekerjaan Lapangan a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
14 b) Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. 3) Standar Pelaporan a) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. b) Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang didalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya. c) Pengungkapan informatif dalam laporan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau seusia asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan audit harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit, jika ada dan tingkat tanggung jawab yang dipikul.
15 c. Pengertian Kualitas Audit De Angelo mendefinisikan Kualitas Audit sebagai kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan Kualitas Audit adalah : a) Meningkatkan pendidikan profesionalnya, b) Mempertahankan Independensi dalam sikap mental, c) Dalam melaksanakan pekerjaan audit menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama, d) Melakukan perencanaan pekerjaan audit dengan baik, e) Memahami struktur pengendalian intern klien dengan baik, f) Memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten, g) Membuat laporan audit yang sesuai dengan kondisi klien atau sesuai dengan hasil temuan. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit a) Kompetensi Dalam setiap melakukan kegiatan audit, auditor akan menemukan adanya suatu kendala dalam menentukan waktu untuk mengeluarkan hasil audit yang akurat dan sesuai dengan aturan yang diterapkan. Secara general, kompetensi sendiri dapat
16 dipahami sebagai sebuah kombinasi antara keterampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur, dan dievaluasi. Dalam sejumlah literature, kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe, yakni soft competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitas dan keahlian dalam melaksanakan tugasnya sebagai auditor. Kompetensi adalah karakteristik dari karyawan yang mengkontribusikan kinerja pekerjaan yang berhasil dan pencapaian hasil organisasi (Sinnott, 2002). Kompetensi auditor adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit dengan benar (Rai,2008). Dalam melakukan audit seorang auditor harus memiliki mutu personal yang baik, pengetahuan yang memadai, serta keahlian khusus dibidangnya. Kompetensi berkaitan dengan keahlian professional yang dimiiki oleh auditor sebagai hasil dari pendidikan formal, ujian professional maupun keikutsertaan dalam pelatihan seminar, symposium (Suraida, 2005). b) Pengalaman Kerja Pengalaman kerja menurut SPAP (2001), dalam standar umum pertama PSA no 4, yaitu dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya,
17 yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktik audit. Pengalaman kerja auditor adalah pengalaman yang dimiliki auditor dalam melakukan audit yang dilihat dari segi lamanya bekerja sebagai auditor dan banyaknya tugas pemeriksaan yang telah dilakukan. Pengalaman menurut Mulyadi (2002), seorang auditor harus mempunyai pengalaman dalam kegiatan auditnya, pendidikan formal dan pengalaman kerja dalam profesi akuntan merupakan dua hal penting dan saling melengkapi. Pemerintah mensyaratkan pengalaman kerja sekurang-kurangnya tiga tahun sebagai akuntan dengan reputasi baik di bidang audit bagi akuntan yang ingin memperoleh izin praktik dalam profesi akuntan publik. Menurut Arens (2004), sesuai dengan standar umum dalam Standar Profesional Akuntan Publik bahwa auditor disyaratkan memiliki pengalaman kerja yang cukup dalam profesi yang ditekuninya, serta dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis dan berpengalaman dalam bidang industri yang digeluti. c) Etika Menurut S.Munawir (1984), Etika adalah suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindaknya seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan yang terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang. Kode Etik Akuntan Indonesia dapat diartikan.
18 1. Sebagai suatu sistem prinsip-prinsip moral dan pelaksanaan peraturan yang memberikan pedoman kepada akuntan dalam berhubungan dengan klien, masyarakat dan akuntan lain sesama profesi. 2. Suatu alat atau sarana untuk memberikan keyakinan kepada klien, pemakai laporann keuangan dan masyarakat pada umumnya tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan oleh akuntan. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Kongres VII Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta pada tahun 1998 terdiri dari (Haryono Yusuf, 2002:11) : 1. Prinsip Etika 2. Aturan Etika 3. Interprestasi Etika Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika yang mengatur pelaksanaan pemberi jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan aturan etika merupakan interprestasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh himpunan yang telah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Kode etika ini dibuat bertujuan untuk mengatur hubungan antara : 1. Auditor dengan rekan sekerjanya. 2. Auditor dengan atasannya.
19 3. Auditor dengan auditan (objek pemeriksanya) 4. Auditor dengan masyarakat. Pengertian etika menurut Firdaus (2005:37) adalah perangkat prinsip moral atau nilai. Masing-masing orang memiliki perangkat nilai, sekalipun tidak dapat diungkapkan secara eksplisit. Prinsip-prinsip yang berhubungan dengan karakteristik nilai-nilai sebagian besar dihubungkan dengan perilaku etis yaitu kejujuran, integritas, mematuhi janji, loyalitas, keadilan, kepedulian kepada orang lain, menghargai orang lain, menjadi warga yang bertanggung jawab, mencapai yang terbaik, dan ketanggunggugatan (Firdaus, 2005:38). 6. Penelitian Terdahulu Penelitian Nungky Nurmalita Sari (2011) tentang pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Objektivitas, Integritas, dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit. Berdasarkan penelitian yang terdahulu, terdapat pengaruh positif antara variabel Kompetensi, Pengalaman Kerja, Etika dan Independensi. Semakin tingi pula tingkat Kompetensi yang dimiliki auditor maka semakin tinggi pula tingkat auditor dalam menghasilkan Kualitas Audit yang akurat. Variabel Pengalaman Kerja menunjukkan bahwa semakin banya pengalaman auditor melakukan kegiatan audit maka tingkat auditor dalam menghasilkan Kualitas Audit semakin akurat. Variabel Etika dan Independensi menunjukkan bahwa semakin tinggi auditor menjaga sikap tidak terpengaruh oleh pihak lain dalam mengambil keputusan maka semakin akurat tingkat Kualitas Audit yang dihasilkan.
20 Penelitian Andini Ika Setyorini (2011) tentang Pengaruh Kompleksitas Audit, Tekanan Anggaran Waktu, dan Pengalaman Auditor terhadap Kualitas Audit dengan variabel Moderating Pemahaman Terhadap Sistem Informasi. Menunjukkan bahwa tekanan anggaran waktu mempunyai pengaruh negatif terhadap Kualitas Audit karena auditor menganggap bahwa adanya batasan waktu dalam kegiatan audit, maka temuan sebagai bukti audit kurang maksimal dan akan menurunkan Kualitas Audit yang dihasilkan. Variabel Pengalaman Kerja menunjukkan bahwa pengalaman mempunyai pengaruh positif terhadap Kualitas Audit karena semakin banyaknya pengalaman auditor, maka kejadian yang ada dalam kegiatan audit dapat dipahami oleh auditor, sehingga akan meningkatkan Kualitas Audit. Sukriah dkk, (2009) juga melakukan penelitian tentang pengaruh pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman kerja, objektivitas, dan kompetensi berpengaruh kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Dengan demikian, semakin banyak pengalaman kerja, semakin objektif auditor melakukan pemeriksaan dan semakin tinggi tingkat kompetensi yang dimiliki auditor, maka semakin baik kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukannya. Sedangkan untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Alim dkk, (2007) menyatakan bahwa interaksi independensi dan etika auditor mempengaruhi kualitas audit. Dalam menghasilkan audit yang berkualitas, akuntan publik harus menyadari adanya tanggung jawab kepada publik, kepada klien, dan
21 kepada sesama praktisi, termasuk perilaku terhormat, bahkan jika hal tersebut berarti melakukan pengorbanan atas kepentingan pribadi. Sehingga hasil audit akan lebih berkualitas. Ashton (1991) dalam Mayangsari (2003) meneliti auditor dari berbagai tingkat jenjang dan partner sampai staf dengan melakukan dua pengujian. Pengujian pertama dilakukan dengan membandingkan antara pengetahuan auditor mengenai frekuensi dampak kesalahan dalam laporan keuangan (error effect) pada lima industri dengan frekuensi archival. Pengujian kedua dilakukan dengan membandingkan pengetahuan auditor mengenai sebab (error cause) dan akibat kesalahan pada industri manufaktur dengan frekuensi archival sebab kesalahan dan akibat kesalahan pada laporan keuangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan auditor mengenai (error effect) pada berbagai tingkatan pengalaman, tidak dapat dijelaskan oleh lama pengalaman atau pengalaman mengaudit pada industri tertentu atau jumlah klien yang sudah mereka audit. Selain itu pengetahuan auditor yang mempunyai pengalaman yang sama mengenai sebab dan akibat, menunjukkan perbedaan yang besar. Singkatnya, auditor yang mempunyai tingkatan pengalaman yang sama, belum tentu pengetahuan yang sama dimiliki pula. Jadi, ukuran keahlian tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan suatu keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki unsur lain disamping pengalaman, misalnya pengetahuan. Selanjutnya pada penelitian ini akan menggunakan variabel pengetahuan dan pengalaman untuk mengukur kompetensi.
22 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahuu No Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 Nungky Nurmalita sari (2011) 2 Andini Ika Setyorini (2011) Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Objektivitas, Integritas, dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit Pengaruh Kompleksitas Audit, Tekanan Anggaran Waktu, dan Pengalaman Auditor terhadap Kualitas Audit dengan variabel moderating 3 Sukriah dkk, (2009) Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Integritas, dan Kompetensi terhadap Kualitas Audit Terdapat pengaruh positif antara variabel Kompetensi, Pengalaman Kerja, Etika, dan Independensi. Semakin tinggi tingkat Kompetensi yang dimiliki auditor maka semakin tinggi pula tingkat auditor dalam menghasilkan Kualitas Audit yang akurat. Menunjukkan bahwa Tekanan Anggaran Waktu mempunyai pengaruh negatif terhadap Kualitas Audit karena auditor menganggap bahwa adanya batasan waktu dalam kegiatan audit, maka temuan ini sebagai bukti audit kurang maksimal dan akan menurunkan Kualitas Audit yang dihasilkan. Dalam penelitian ini menunjukkan semakin banyak pengalaman kerja semakin objektif auditor melakukan pemeriksaan dan semakin tinggi tingkat kompetensi yang dimiliki auditor, maka semakin baik kualitas audit yang dihasilkan. Sedangkan untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. 4 Alim dkk, (2007) Interaksi Independensi dan Etika auditor mempengaruhi Kualitas Audit Dalam menghasilkan audit yang berkualitas, akuntan publik harus menyadari adanya tanggung jawab kepada publik, kepada klien, dan kepada sesama praktisi, termasuk perilaku terhormat. Sehingga hasil audit akan lebih berkualitas. 5 Ashton (1991) dalam Mayangsari (2003) Meneliti tingkat Auditor dari berbagai tingkat jenjang dan partner sampai staf dengan menggunakan variabel pengetahuan dan pengalaman untuk mengukur kompetensi. Auditor yang mempunyai tingkat pengalaman yang sama, belum tentu pengetahuan yang sama dimiliki pula. Jadi, ukuran keahlian tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbanganpertimbangan lain dalam pembuatan suatu keputusan yang baik.
23 B. Rerangka Berpikir dan Hipotesis Dalam menghasilkan Kualitas Audit yang akurat, dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, maka auditor tersebut harus memiliki beberapa sikap sebagai dasar dalam pengambilan keputusan kegiatan auditnya. Sikap yang harus dimiliki auditor tersebut antara lain : Kompetensi, Pengalaman Kerja, dan Etika Auditor. 1. Pengaruh Kompetensi Terhadap Kualitas Audit Kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan audit yaitu pengetahuan dan kemampuan. Auditor harus memiliki pengetahuan untuk memahami entitas yang diaudit, kemudian auditor harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam tim serta kemampuan dalam menganalisa permasalahan. Christiawan (2002) dan alim dkk, (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi kompetensi auditor akan semakin baik kualitas hasil pemeriksaannya. Murtanto dan Gudono (1999) melakukan penelitian untuk mengungkap persepsi tentang karakteristik keahlian auditor dari perspektif manajer partner, senior/supervisor, dan mahasiswa auditing. Penelitian mereka juga mengklasifikasikan karakteristik tersebut ke dalam lima kategori yaitu (1) komponen pengetahuan, (2) ciri-ciri psikologis, (3) strategi penentuan keputusan, (4) kemampuan berpikir dan (5) analisa tugas. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah : Ha : Kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit 2. Pengaruh Pengalaman Kerja Terhadap Kualitas Audit
24 Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin lama masa kerja dan pengalaman yang dimiliki auditor maka akan semakin baik dan meningkat pula kualitas audit yang dihasilkan (Alim dkk, 2007). Hasil penelitian Herliansyah dkk, (2006) menunjukkan bahwa pengalaman mengurangi dampak informasi tidak relevan terhadap judgment auditor. Kidwel dkk, (1987) dalam Budi dkk, (2004) menemukan bahwa manajer dengan pengalaman kerja yang lebih lama mempunyai hubungan positif dengan pengambilan keputusan etis. Berbeda dengan penelitian yang dihasilkan oleh Budi dkk, (2004) bahwa pengalaman kerja tidak mempunyai pengaruh terhadap komitmen professional maupun pengambilan keputusan etis. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah : Ha : Pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap kualitas audit 3. Pengaruh Etika Auditor Terhadap Kualitas Audit Etika secara umum didefinisikan sebagai perangkat prinsip dan moral atau nilai. Dalam pengertian sempit, etika berarti seperangkat nilai atau prinsip moral yang berfungsi sebagai panduan untuk berbuat, bertindak atau berperilaku. Karena berfungsi sebagai panduan, prinsip-prinsip moral tersebut juga berfungsi sebagai kriteria untuk menilai benar atau salahnya perbuatan atau perilaku. Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan. Etika professional bagi praktik akuntan di Indonesia ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan disebut dengan Kode Etik Akuntan Indonesia.
25 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2009) menunjukkan kode etik berpengaruh terhadap kualitas audit. Demikian pula Sari (2011) etika berpengaruh terhadap kualitas audit. Sedangkan Alim dkk, (2007) membuktikan interaksi kompetensi dengan etika auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Namun, Gusti & Ali (2008) menyebutkan bahwa, etika tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Dengan demikian hipotesis yang dikemukakan adalah sebagai berikut : Ha : Etika Auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit Untuk memudahkan analisis dan menguji Hipotesis, maka dapat digambarkan dalam suatu bagan kerangka berpikir yang disajikan pada gambar 2.1 sebagai berikut
26 Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir KOMPETENSI X1 PENGALAMAN KERJA X2 KUALITAS AUDIT Y ETIKA AUDITOR X3 Variabel Independen Variabel Dependen