BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI Rumah Sakit. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dapat kita lihat betapa kompleksnya persoalan persoalan dalam kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a) Purwadhi (1994) dalam Husein (2006) menyatakan: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan data, serta

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM IFORMASI GEOGRAFI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Tinjauan pustaka merupakan acuan utama pada penelitian. beberapa studi yang pernah dilakukan yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

BAB 2 LANDASAN TEORI

Aplikasi Algoritma Dijkstra dalam Pencarian Lintasan Terpendek Graf

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Semakin cepat waktu yang ditempuh maka semakin pendek pula jalur yang

WEBGIS PENCARIAN RUTE TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITM A STAR (A*) (Studi Kasus: Kota Bontang)

Pencarian Jalur Terpendek dengan Algoritma Dijkstra

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem

1-1.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

APLIKASI PENCARIAN RUTE TERPENDEK DAERAH WISATA KOTA KEDIRI MENGGUNAKAN ALGORITMA DIJKSTRA SKRIPSI

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG

Implementasi Algoritma Dijkstra pada Peta Spasial

BAB I PENDAHULUAN. yang juga diterapkan dalam beberapa kategori game seperti real time strategy

BAB I PENDAHULUAN. dalam teori graf dikenal dengan masalah lintasan atau jalur terpendek (shortest

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014

Aplikasi Graf pada Persoalan Lintasan Terpendek dengan Algoritma Dijkstra

PENENTUAN RUTE TERPENDEK PADA OPTIMALISASI JALUR PENDISTRIBUSIAN BARANG DI PT. X DENGAN MENERAPKAN ALGORITMA FLOYD-WARSHALL

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12)

[Type the document title]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. AKAKOM yang akan melakukan Praktik Kerja Lapangan Yang dimana

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

IMPLEMENTASI ALGORITMA DIJKSTRA UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK MENUJU PELABUHAN BELAWAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

Pencarian Lokasi Fasilitas Umum Terdekat Berdasarkan Jarak dan Rute Jalan Berbasis SIG

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.2. Algoritma A* (A Star)

Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Algoritma Floyd-Warshall dalam Penentuan Lintasan Terpendek (Single Pair Shortest Path)

Penentuan Jarak Terpendek dan Jarak Terpendek Alternatif Menggunakan Algoritma Dijkstra Serta Estimasi Waktu Tempuh

BAB I Pendahuluan Latar Belakang Masalah

Perbandingan Algoritma Dijkstra Dan Algoritma Ant Colony Dalam Penentuan Jalur Terpendek

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENENTUAN JALUR JALAN OPTIMUM KODYA YOGYAKARTA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengembangan Aplikasi Pencarian Rute Terpendek Menggunakan

K NSEP E P D A D SA S R

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Informasi Geografis Pencarian Apotik terdekat di Kota Yogyakarta. Pada

PENENTUAN RUTE OPTIMAL PADA KEGIATAN PENJEMPUTAN PENUMPANG TRAVEL MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM

ALGORITMA DIJKSTRA UNTUK MENCARI LINTASAN TERPENDEK DAN OPTIMALISASI KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH DI KOTA PONTIANAK

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Analisis Pengimplementasian Algoritma Greedy untuk Memilih Rute Angkutan Umum

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN ALGORITMA DIJKSTRA DAN FLOYD-WARSHALL DALAM PEMILIHAN RUTE TERPENDEK JALAN

Pengukuran Beban Komputasi Algoritma Dijkstra, A*, dan Floyd-Warshall pada Perangkat Android

IMPLEMENTASI HIERARCHICAL CLUSTERING DAN BRANCH AND BOUND PADA SIMULASI PENDISTRIBUSIAN PAKET POS

By. Y. Morsa Said RAMBE

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah masyarakat dengan aktivitas yang tinggi, mobilitas menjadi hal yang penting.

Rancang Bangun Aplikasi Web Pencarian Rute Terpendek Antar Gedung di Kampus Menggunakan Algoritma Floyd-warshall

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENENTUAN JALUR JALAN OPTIMUM KODYA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN ALGORITMA DIJKSTRA

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. informasi geografi seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 2.1 Tabel Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Elvira Firdausi Nuzula, Purwanto, dan Lucky Tri Oktoviana Universitas Negeri Malang

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki enam kemampuan berikut dalam mengangani data yang bereferensi geografis :

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENCARIAN JARAK TERPENDEK MENUJU RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS DENGAN METODE DIJKSTRA

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

IMPLEMENTASI METODE DIJKSTRA DALAM MOBILE APLIKASI PENCARIAN SPBU TERDEKAT DI KOTA PALEMBANG. Vina Meitasari 1, Ali Nurdin 1, Aryanti 1

BAB 2 LANDASAN TEORI

Penerapan Algoritma A* (A Star) Sebagai Solusi Pencarian Rute Terpendek Pada Maze

LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA II TRANSFORMASI PROYEKSI DAN DIGITASI ON SCREEN

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2015

Nur Meita Indah Mufidah

PENDISTRIBUSIAN BARANG FARMASI MENGGUNAKAN ALGORITMA DIJKSTRA (STUDI KASUS : PT. AIR MAS CHEMICAL)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENENTUAN ARAH TUJUAN OBJEK DENGAN TABU SEARCH

SISTEM INFORMASI NAVIGASI DARAT DENGAN VISUALISASI TIGA DIMENSI

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENENTUAN JALUR JALAN OPTIMUM KODYA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN ALGORITMA DIJKSTRA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. terletak pada objek, pemodelan, studi kasus, dan bahasa pemrograman.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN MADRASAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS FASILITAS UMUM BERBASIS WEB (STUDI KASUS DI KOTA YOGYAKARTA)

BAB I. I.1.Latar Belakang PENDAHULUAN

Transkripsi:

16 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Geografis 2.1.1 Sistem Sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan objek, ide, yang saling terkait untuk mencapai suatu tujuan tertentu [14]. Sistem adalah elemen-elemen yang saling terintegrasi dengan maksud yang sama dalam mencapai suatu tujuan. Dari definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah objek, ide serta elemen-elemen yang saling berhubungan dan berintegrasi satu sama lain untuk menyelesaikan suatu sasaran sehingga mengeluarkan output untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2.1.2 Informasi Informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang memiliki arti bagi si penerima dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau mendatang [7]. Informasi adalah data yang telah dikelola sehingga data tersebut menjadi berarti dan berharga bagi sang penerima data. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa informasi adalah data-data yang telah diolah sehingga memiliki arti dan berharga bagi sang penerima data sehingga bermanfaat bagi pengambilan keputusan untuk saat ini ataupun mendatang.

17 2.1.3 Sistem Informasi Sistem Informasi merupakan sistem yang mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan informasi dari semua sumber dan menggunakan berbagai media untuk menampilkan informasi [14]. Sistem informasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem di dalam suatu organisasi yang merupakan kombinasi dari orang-orang, fasilitas, teknologi, media prosedur-prosedur dan pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan jalur komunikasi penting, memproses tipe transaksi rutin tertentu, memberi sinyal kepada manajemen dan yang lainnya terhadap kejadiankejadian internal dan eksternal yang penting dan menyediakan suatu dasar informasi untuk pengambilan keputusan. 2.1.4 Geografi Menurut Erastothenes geografi berasal dari kata geographica yang berarti penulisan atau penggambaran mengenai bumi. Geografi tidak hanya menjawab apa dan dimana yang ada di atas muka bumi, tapi juga tempat lainnya, kadang diartikan dengan lokasi pada ruang. 2.1.5 Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis atau Geographic Information System (GIS) merupakan sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan data-data berhubungan dengan posisi-posisinya di muka bumi (Prahasta, 2009) [14]. Sedangkan yang dimaksud dengan Sistem Informasi Geografis, yaitu pemasukan, manajemen data (penyimpanan data dan pemanggilan kembali), pengolahan data analis, serta pengembangan produk dan pencetakan (Aronoff, 1989) [3].

18 2.1.5.1 Subsistem Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem sebagai berikut: a. Data Input Bertugas mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggungjawab dalam mengkonversikan atau mentransformasikan format-format yang digunakan oleh perangkat SIG. b. Data Output Bertugas menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data spasial baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, report, peta, dan sebagainya. c. Data Management Mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sehingga mudah dipanggil kembali, diupdate dan diedit. d. Data Manipulation dan Analysis Menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Serta melakukan manipulasi dalam penggunaan fungsi-fungsi dan operator logika untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Data Manipulation & Analysis Data Input SIG Data Output Data Management Gambar 2.1.5.1: Ilustrasi Subsistem SIG Sumber (Eddy P. 2009. Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar, Informatika, Bandung.)

19 2.1.5.2 Komponen Sistem Informasi Geografis Secara umum SIG bekerja berdasarkan integrasi 5 Komponen, yaitu: Hardware, software, data, manusia dan metode. a. Hardware (perangkat keras) SIG membutuhkan hardware atau perangkat komputer yang memiliki spesifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan sistem informasi lainnya untuk menjalankan software-software SIG, seperti kapasitas Memori (RAM), Hard disk, Prosesor serta VGA Card. Hal tersebut disebabkan karena data-data yang digunakan dalam SIG baik data vektor maupun data raster penyimpanannya membutuhkan ruang yang besar dan dalam proses analisanya membutuhkan memori yang besar dan prosesor yang cepat. b. Software (perangkat lunak) Sebuah software SIG harus menyediakan fungsi dan tools yang mampu melakukan penyimpanan data, analisis dan menampilkan informasi geografis. Dengan demikian elemen yang harus terdapat dalam komponen software SIG adalah: Tools untuk melakukan input dan transformasi data geografis Sistem manajemen basis data Tool yang mendukung query geografis, analisis dan visualisasi Graphical User Interface (GUI) untuk memudahkan akses pada tool geografi c. Data Hal yang merupakan komponen penting dalam SIG adalah data. Secara dasar SIG bekerja dengan dua tipe model data geografis yaitu model data vektor dan model data raster. Data Spasial Model data ini terdiri dari gambaran nyata suatu wilayah yang terdapat di permukaan bumi, biasanya ditampilkan dalam bentuk peta, grafik dalam format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat vektor (x,y) atau dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.

20 Gambar 2.1.5.2: Pelabuhan Belawan Sumber (http://www.maps.google.co.id ) Data Non Spasial (Atribute) Data non spasial adalah data berbentuk tabel dimana tabel tersebut berisi informasiinformasi yang dimiliki oleh objek dalam data spasial. Data tersebut berbentuk data tabular yang saling terintegrasi dengan data spasial yang ada d. Manusia Teknologi SIG tidaklah menjadi bermanfaat tanpa manusia yang mengelola sistem dan membangun perencanaan yang dapat diaplikasikan sesuai kondisi dunia nyata. Sama seperti pada Sistem Informasi lain, pemakai SIG pun memiliki tingkatan tertentu dari tingkat spesialis teknis yang mendesain dan memelihara sistem sampai pada pengguna yang menggunakan SIG untuk menolong pekerjaan mereka sehari-hari. e. Metode SIG yang baik memiliki keserasian antara rencana desain yang baik dan aturan dunia nyata, dimana metode, model dan implementasi akan berbeda-beda untuk setiap permasalahan.

21 2.2 Peta Peta adalah suatu alat peraga untuk menyampaikan suatu ide berupa sebuah gambar mengenai tinggi rendahnya suatu daerah (Topografi), penyebaran penduduk jaringan jalan dan hal lainnya yang berhubungan dengan kedudukan dalam ruang [14]. 2.2.1 Proyeksi Peta Proyeksi Peta adalah prosedur matematis yang memungkinkan hasil pengukuran yang dilakukan di permukaan bumi fisis bisa digambarkan diatas bidang datar (peta). Karena permukaan bumi fisis tidak teratur maka akan sulit untuk melakukan perhitungan-perhitungan langsung dari pengukuran. Untuk itu diperlukan pendekatan secara matematis (model) dari bumi fisis tersebut[11]. Gambar 2.2.1a Proyeksi Peta dari Permukaan Bumi ke Bidang Datar Sumber (Ira Mutiara. 2004. Pengukuran dan Pemetaan Kota, Surabaya.) Proyeksi peta terdiri atas 3 jenis yaitu : a. Proyeksi Azimuthal Bidang proyeksi yang digunakan adalah bidang datar. Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus terhadap bidang proyeksi. b. Proyeksi Kerucut (Conic)

22 Bidang proyeksi yang digunakan adalah kerucut. Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah sumbu dari kerucut yang melalui pusat bumi. c. Proyeksi Silinder (Cylindrical) Bidang proyeksi yang digunakan adalah silinder. Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah sumbu dari silinder yang melalui pusat bumi. Gambar 2.2.1b Jenis Proyeksi Peta Sumber (Ira Mutiara. 2004. Pengukuran dan Pemetaan Kota, Surabaya.) 2.2.2 Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) Proyeksi UTM dibuat oleh US Army sekitar tahun 1940-an. Sejak saat itu proyeksi ini menjadi standar untuk pemetaan [11]. Sifat-sifat proyeksi UTM adalah : a. Proyeksi ini adalah proyeksi Transverse Mercator yang memotong bola bumi pada dua buah meridian, yang disebut dengan meridian standar. Meridian pada pusat zone disebut sebagai meridian tengah. b. Daerah di antara dua meridian ini disebut zone. Lebar zone adalah 6 sehingga bola bumi dibagi menjadi 60 zone.

23 Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, dimulai dari meridian 90 BT sampai meridian 144 BT dengan batas lintang 11 LS sampai 6 LU. Dengan demikian, wilayah Indonesia terdapat pada zone 46 sampai dengan zone 54. Pembagian Zone dapat dilihat melaui gambar berikut : Gambar 2.2.2a Peta Dunia Berproyeksi UTM Sumber (Ira Mutiara. 2004. Pengukuran dan Pemetaan Kota, Surabaya.) Gambar 2.2.2b Peta Indonesia Berproyeksi UTM Sumber (http://www.gistutorial.net/resources/data/download-indeks-zona-utm-indonesia.html)

24 Pada Sistem Informasi Geografis ini, peta yang digunakan adalah peta Kota Medan yang memiliki kordinat latitude 3 o 35 N dan longitude 98 o 40 E. Yang dimaksud dengan latitude adalah garis lintang yang melingkari bumi ditarik dari arah barat ke timur atau sebaliknya sejajar dengan garis khatulistiwa. Sedangkan longitude adalah garis bujur yang melingkari bumi ditarik dari kutub utara hingga kutub selatan atau sebaliknya. Jika diproyeksikan ke dalam kordinat (x.y) maka latitude adalah merupakan sumbu x sedangkan longitude merupakan sumbu y. 2.3 Algoritma Dijkstra 2.3.1 Definisi Algoritma Dijkstra Algoritma dijkstra digunakan untuk menetukan jarak terpendek pada sebuah graf berarah. Contoh penerapan algoritma dijkstra adalah lintasan terpendek yang menghubungkan dua lokasi,tempat berlainan tertentu (single-source single-destination shortest path problem). Algoritma ini ditemukan oleh seorang ilmuwan komputer berkebangsaan belanda yang bernama Edsger Dijkstra. Alfred V Aho, John E Hopcroft, Jeffrey D Ullman menyimpulkan cara kerja algoritma dijkstra adalah memakai strategi greedy dimana pada setiap langkah dipilih sisi dengan bobot terkecil yang menghubungkan sebuah simpul yang sudah terpilih dengan simpul lain yang belum terpilih [2]. Algoritma dijkstra membutuhkan parameter tempat asal dan tempat tujuan. Hasil akhir algoritma ini adalah jarak terpendek dari tempat asal ke tempat tujuan beserta rutenya. Proses untuk mendapatkan solusi optimum jalur terpendek adalah dengan menghitung jarak satu per satu sesuai dengan arah yang ditunjukkan oleh tiap-tiap sisi. Perhitungan dilakukan terhadap sisi graf yang memiliki jalur awal dan jalur akhir. Contoh pada gambar di bawah ini akan memberikan gambaran yang lebih mudah dipahami. Misalkan akan ditentukan jalur terpendek dari graf berarah dibawah ini dengan G = (V,E) dimana masing-masing lintasan memiliki nilai tidak negatif dan satu titik ditentukan sebagai titik awal. Masalahnya adalah bagaimana menentukan rute terpendek dari titik awal ke setiap titik (simpul) lainnya dalam V, dimana panjang lintasan adalah jumlah dari bobot lintasan yang dilalui.

25 Gambar 2.3.1: Graf Langkah-langkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut: Jika titik awal S = {1}, D [2] = 10, D [3] =, D [4] = 30 dan D [5] = 100. Pada iterasi pertama untuk loop baris (4) - (8), w = 2 dipilih sebagai simpul dengan nilai D minimum. Kemudian kami menetapkan D [3] = min (, 10 +50) = 60. D (4) dan D (5) tidak berubah, karena dapat langsung mencapai tanpa melewati titik 2. Urutan nilai D setiap iterasi dari loop ditunjukkan pada Tabel 8.2.1. Tabel 2.3.1: Perhitungan Dijkstra pada gambar 2.3.1 Keterangan: 1. G = Graph 2. V = himpunan titik 3. E = himpunan garis 4. S = Simpul sumber (titik awal) 5. D = Jarak antara simpul misalkan D[2] adalah jarak antara simpul s dan simpul 2 6. W = simpul dengan nilai paling minimum

26 2.3.2 Pseudo Code Algoritma Dijkstra procedure Dijkstra ( INPUT m: matriks, a : simpul awal ) { Mencari Lintasan terpendek dari simpul awal a ke semua simpul lainnya. Masukan : matriks ketetanggaan (m) dari graph berbobot G dan simpul awal a Keluaran :Lintasan terpendek dari a ke semua simpul lainnya. } Kamus : s: array [1..n] of integer d: array [1..n] of integer i: integer Algoritma : { Langkah 0 (inisialisasi : ) } Traversal [1..n] s 1 0 dan d 1 m a1 { Langkah 1: } s 1 1 d a { Langkah 2,3,,n-1 : ) } Traversal { 2..n-1 } cari j sedemikian sehingga s j =0 dj= min {d1,d2,,dn } s j 1 { simpul j sudah terpilih } Perbaharui d, untuk i = 1,2,3,s.d.n dengan : d 1 (baru) = min (lama,d j +m ji }

27 2.3.3 Penelitian Terdahulu Algoritma Dijkstra Berikut terdapat 7 (tujuh) penelitian terdahulu yang telah dilakukan berkaitan dengan Algoritma Dijkstra : 1. Perbandingan Algoritma Greedy dan Dijkstra Untuk Menentukan Lintasan Terpendek. Lubis, Heni Syahriza [9] merupakan perbandingan cara kerja antara Algoritma Greedy dan Dijkstra dalam menentukan rute terpendek yang paling baik. Berdasarkan penelitiannya disimpulkan bahwa Algoritma Greedy tidak beroperasi secara menyeluruh terhadap semua fungsi alternatif yang ada sehingga lintasan terpendek hanya diperoleh dari vertex asal hingga vertex tujuan, sedangkan Algoritma Dijkstra beroperasi secara menyeluruh terhadap semua alternatif fungsi yang adasehingga lintasan terpendek tidak hanya diperoleh dari node sumber ke node tujuan saja, akan tetapi lintasan terpendek dapat diperoleh dari semua node. 2. Sistem Informasi Geografis untuk Pencairan Rute Terpendek pada Wilayah Kampus IPB Darmaga oleh Adisetya, Jiwa [1] merupakan Sistem Informasi Geografis yang membantu untuk mencari rute terpendek terhadap setiap fasilitas yang ada di wilayah kampus IPB Darmaga. SIG ini bekerja dengan menginputkan titik asal dan titik tujuan dimana user dapat memilih titik/lokasi awal yang akan ditempuhnya dan titik akhir yang ditujunya, kemudia user juga harus menginput beberapa titik acuan yaitu misalnya fasilitas-fasilitas apa saja yang berada disekitar jalan menuju titik tujuannya sehingga kemudian didapat rute terpendeknya dengan output berupa peta rute terpendek, informasi jarak titik yang dilalui, tampilan peta yang berada di sekitar titik acuan, tampilan peta fasilitas yang diingankan. 3. Simulasi Algoritma Dijkstra Pada Protokol Routing Open Shortest Path First oleh Suherman, Eman [16]. Dalam penelitiannya Eman menjelaskan bagaimana algoritma Dijkstra menentukan rute terpendek pada suatu topologi jaringan. Perangkat lunak yang dibangun dapat memberikan gambaran simulasi algoritma penentuan jalur terpendek. Dengan masukkan jumlah hop topologi jaringan dan biaya masing-masing rute pada rute

28 pada topologi jaringan yang diberikan, algoritma Dijkstra optimal menentukan rute terpendek tiap-tiap node pada topologi jaringan tersebut. 4. Pencarian Rute Terpendek Tempat Wisata Di Bali Dengan Menggunakan Algoritma Dijkstra oleh Joni Erawati Dewi, Luh [8]. Bagaimana algoritma Dijkstra menemukan rute terpendek dalam menuju tempat-tempat wisata di Bali. Algoritma Dijkstra cukup baik digunakan pada pencarian rute terpendek dari dan menuju suatu tempat wisata di Bali. Hasil yang diperoleh yaitu jarak terpendeknya 33.33 km dengan 9 titik jalur terpendek. 5. Pencarian Rute Terpendek Menggunakan Algoritma Dijkstra Dan Astar (A*) Pada SIG Berbasis Web Untuk Pemetaan Pariwisata Kota Sawahlunto oleh Okta Pugas, Diana [13]. Secara umum hasil pengujian pencarian rute terpendek antar objek wisata di Kota Sawahlunto dengan menggunakan algoritma Dijkstra dan A Star menghasilkan rute yang sama pada 5 kali sample pengujian. Namun terdapat perbedaan waktu proses pencarian rute terpendek antara algoritma Dijkstra dan A star. Algoritma A star memperoleh rute terpendek dengan waktu pencarian yang relatif lebih cepat daripada algoritma Dijkstra. 6. Perbandingan Algoritma Dijkstra, Bellman-Ford, dan Floyd-Warshall Untuk Mencari Rute Terpendek oleh Muliawatik Susani, Indriyani [10]. Disimpulkan bahwa dalam persoalan lintasan terpendek algoritma Dijkstra lebih efisien dibandingkan algoritma Bellman-Ford dan algoritma Floyd-Warshall jika dilihat dari sisi running time. 7. Perbandingan Algoritma Dijkstra dan Algoritma Ant Colony dalam Penentuan Jalur Terpendek oleh Ferdiansyah, Finsa [6]. Perbandingan algoritma koloni semutdengan Dijkstra menghasilkan jarak ter-pendek yang sama baik untuk rute jarakdekat, jarak menengah, maupun jarak jauh. Namun Algoritma koloni semut membutuhkan waktu rata-rata 16,326 detik untukmendapatkan jarak terpendek daripada algoritma Dijkstra yaitu 0,036 detik karena parameter yang digunakan Ant Colony lebih banyak dibandingkandengan Dijkstra.

29 Berdasarkan penelitian terdahulu di atas, dapat diambil kelemahan dan kekurangan dari algortima Dijkstra dibandingkan dengan algoritma lainnya sebagai berikut : 1. Kelebihan Algoritma Dijkstra Algoritma Dijkstra lebih cepat dalam mengeksekusi algoritmanya daripada algoritma Bellman-Ford, Algoritma Floyd-Warshall dan Algoritma Ant Colony. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menemukan rute terpendek lebih cepat. Selain itu algortima dijkstra beroperasi secara menyeluruh terhadap semua alternative fungsi yang ada sehingga lintasan terpendek tidak hanya diperoleh dari node awal dan akhir saja tetapi dapat diperoleh dari semua node yang ada. 2. Kekurangan Algoritma Dijkstra Algoritma Dijkstra tidak dapat menyelesaikan masalah lintasan terpendek dengan kasus graf yang berbobot negatif.