I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

I. PENDAHULUAN. kondisi sosial budaya dan politik suatu negara berkembang untuk menuju sistem

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

I. PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

I. PENDAHULUAN. kereta api, maka di butuhkan pula keamanan dan kenyamanan kereta api. Masalah

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

I. PENDAHULUAN. Munculnya gelombang reformasi di akhir dekade 90-an yang ditandai dengan

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuann hukum, maka hilanglah sifat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, kekeliruan atau kekurangtepatan maupun dampak lain yang meresahkan masyarakat dalam penegakan hukum akan cepat mendapat reaksi masyarakat. Tugas pokok dan fungsi POLRI untuk tercapainya polisi yang profesional, bermoral dan modern, Polri harus menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (Undang Undang No. 2 tahun 2002 Tentang POLRI). Penyidik merupakan pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (Pasal 1 KUHAP). Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik harus memiliki pengetahuan yang mendukung karena pelaksanaan penyidikan bertujuan memperoleh kebenaran yang lengkap. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu penguasaan beberapa pengetahuan tambahan disamping pengetahuan tentang hukum pidana dan hukum acara pidana Pelaksanaan tugas tersebut di atas merupakan suatu rangkaian dalam pemeriksaan tersangka sehingga pemeriksaan terhadap tersangka dapat memperoleh hasil yang maksimal sehingga dapat diajukan tuntutan oleh jaksa. Apabila proses penahanan yang dilakukan penyidik POLRI dalam

jangka waktu yang telah ditentukan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu jika dalam waktu 20 hari pemeriksaan belum selesai dan atau belum cukup bukti, maka penyidik POLRI dapat mengajukan penambahan penahanan kepada pihak kejaksaan. Penyidikan dilaksanakan setelah diketahui bahwa suatu peristiwa yang terjadi merupakan tindak pidana, yang mana tindak pidana diketahui melalui laporan, pengaduan, tertangkap tangan dan diketahui langsung oleh petugas. Terhadap pelaku tindak pidana yang disidik dan telah mempunyai bukri yang cukup, penyidik berhak untuk melakukan penahanan sebagai tindak lanjut dari penyidikan. Penahanan pada dasarnya merupakan suatu tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia karena ditahannya seseorang sudah tentu mengurangi kemerdekaan atau kebebasan diri seorang tersebut. Namun perlu disadari bahwa penahanan terhadap seseorang perlu dilakukan karena orang tesebut telah melakukan suatu tindak pidana. Penahanan yang dilakukan terhadap seseorang yang diduga telah melakukan suatu tindak pidana dengan disengaja maupun tidak sengaja maka orang tersebut layak untuk ditahan oleh pihak yang berwenang dan penahanan yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk menahan seseorang harus berdasarkan pada bukti yang cukup. Penahanan hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 KUHAP yang menerangkan : 1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan. 2. Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.

3. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan Alasan diajukan perpanjangan penahanan yang selama ini terjadi dikarenakan penyidik POLRI dalam melakukan penyidikan terhadap suatu tindak pidana kesulitan dalam mencari barang bukti yang cukup atau saksi-saksi yang kuat agar penyidikan dapat diselesaikan tepat dengan waktunya. Tindak pidana terhadap tubuh dalam KUHP disebut dengan penganiayaan, namun secara definitif dalam KUHP tidak disebutkan arti dari penganiayaan tersebut. Penganiayaan dalam kamus umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai perlakuan yang sewenang-wenang, penyiksaan dan lain-lain. Sedangkan menurut yurisprudensi, arti penganiyaan adalah perbuatan dengan sengaja yang menimbulkan rasa tidak enak, rasa sakit atau luka. Selanjutnya dalam Pasal 351 ayat (4) masuk dalam pengertian penganiayaan adalah perbuatan sengaja merusak kesehatan orang. Dalam KUHP itu sendiri telah menjelaskan dan mengatur tentang macam-macam dari penganiayaan beserta akibat hukum apabila melakukan pelanggaran tersebut, pasal yang menjelaskan tentang masalah penganiayaan ini sebagian besar adalah Pasal 351 KUHP sampai dengan Pasal 355 KUHP, dan masih banyak pula pasal pasal lain yang berhubungan dengan pasal tersebut yang menjelaskan tentang penganiayaan. Kejahatan terhadap tubuh atau penganiayaan dapat diartikan dengan kesengajaan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain dengan ancaman hukuman yang beraneka ragam sesuai dengan bentuk dari penganiayaan tersebut. Dapat dikatakan bahwa ada perumusan secara material, hal tersebut terlihat dalam Pasal 351 KUHP yang tidak menunjuk pada perbuatan tertentu seperti mengambil atau mencuri.

Akan tetapi perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain, tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan untuk menambah keselamatan badan. Sementara dalam ilmu pengetahuan hukum pidana atau doktrin, penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain. Berdasarkan doktrin diatas bahwa setiap perbuatan yang dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh merupakan penganiayaan yang terhadap pelakunya diancam pidana. Undang - Undang tidak memberikan ketentuan apakah yang dimaksud dengan : penganiayaan, namun menurut yurispudensi penganiayaan yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, luka, at aupun merusak kesehatan. Semuanya ini harus dilakukan dengan sengaja dan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan. (R.Soesilo.KUHP:211) 1 Dengan kata lain untuk menyebut sesorang telah melakukan penganiayaan, maka orang tersebut harus mempunyai kesengajaan dalam melakukan suatu perbuatan untuk membuat rasa sakit pada orang lain atau luka pada tubuh orang lain ataupun orang itu dalam perbuatannya merugikan orang lain (Pasal 351 KUHP). Dari uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk membahas dan mengambil judul skripsi tentang : Analisis Yuridis Terhadap Pelaksanan Penahanan Oleh Kepolisian Republik Indonesia Dalam Tindak Pidana Penganiayaan. 1 R.Soesilo,Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, POLITEIA, Bogor, 1974, hal.211

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Untuk mengetahui supaya jelas dan terarah penulisan skripsi ini, maka yang menjadi permasalahan dan ruang lingkup skripsi ini, sebagai berikut : 1. Permasalahan Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah proses pelaksanaan penahanan oleh penyidik POLRI dalam tindak pidana penganiayaan? b. Apakah yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan penahanan oleh penyidik POLRI dalam tindak pidana penganiayaan? 2. Ruang Lingkup Untuk menghindari penyimpangan dalam penulisan skripsi ini, maka perlu diadakan pembatasan dalam ruang lingkup hukum pidana. Dari penjelasan di atas penulis hanya membatasi penelitian tentang pelaksanaan penahanan oleh penyidik POLRI dalam tindak pidana penganiayaan. Adapun lingkup penelitian hanya terbatas pada Kepolisian Kota Bandar Lampung. C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan 1. Tujuan Penulisan Sesuai dengan permasalahan yang telah diajukan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah :

a. Untuk mengetahui suatu pelaksanaan penahanan dan syarat sahnya suatu penahanan yang dilakukan oleh POLRI terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan. b. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor penghambat penyidik POLRI dalam melakukan penahanan terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan. 2. Kegunaan Penulisan Kegunaan dari penulisan ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis antara lain : a. Kegunaan teoritis dari penulisan ini untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pidana terutama Hukum Pidana tentang Pelaksanaan Penahanan oleh Penyidik POLRI terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan. b. Kegunaan praktis dari penulisan ini adalah : Untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata 1 Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dan sebagai bahan refrensi dan diharapkan agar hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan Mahasiswa Fakultas Hukum khususnya Mahasiswa Universitas Lampung. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka Teoritis adalah konsep konsep yang sebenarnya yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan mengadakan identifikasi terhadap dimensi dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti ( Soerjono Soekanto, 1986 : 124 ). 2 2 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, 1986, hal.124

Penegakan hukum dalam pelaksanaan penahanan oleh penyidik POLRI dalam tindak pidana penganiayaan ini mengacu pada : 1. Tata Cara Penahanan Adapun tata cara penahanan yang dilakukan penyidik POLRI dalam melakukan penahanan terhadap tersangka/terdakwa antara lain : a. Dengan surat perintah penahanan dari penyidik/penuntut umum/hakim yang berisi : 1. Identitas tersangka. 2. Menyebut alasan penahanan. 3. Uraian singkat kejahatan yang dilakukan 4. Menyebut dengan jelas ditempat mana tersangka ditahan (Pasal 21 butir (2) KUHAP). b. Menyerahkan tembusan surat perintah penahanan kepada keluarga tersangka. Penahanan atas diri tersangka dan terdakwa dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Tersangka atau terdakwa harus dengan bukti yang cukup ada dugaan keras bahwa tersangka telah melakukan suatu tindak pidana. b. Adanya kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif

atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, menurut Soerjono Soekanto antara lain : 3 1. Faktor hukumnya sendiri ( Undang-Undang ), 2. Faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang membetuk maupun menerapan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum, yakni pihak pihak yang membentuk menerapkan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Berdasarkan kelima faktor di atas tersebut, maka penulis menganggap sangat tepat apabila kelima faktor menurut Soerjono Soekanto diatas di gunakan sebagai faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penahanan oleh penyidik POLRI dalam tindak pidana penganiayaan. 2. Konseptual Untuk menghindari terjadinya perbedaan pemahaman terhadap istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, maka akan diberikan penjelasan istilah antara lain : a. Analisis Yuridis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan menurut hokum atau secara hukum. ( Kamus Besar Bahasa Indonesia). 3 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal.5

b. Pelaksanaan adalah suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai, dan sikap. (Susilo 2007:174) c. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1 butir (21) KUHAP). d. POLRI merupakan alat negara yang berperan dalam memilihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpiliharanya keamanan dalam negara. (Pasal 5 ayat (1) UU No.2 Tahun 2002). e. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilakukan setiap orang atau subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundangundangan (Sudarto, 1986:25). f. Penganiayaan adalah kejahatan terhadap tubuh atau badan. (Tri Andresman, 2009:129). E. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut : 1. Pendahuluan Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang penulisan, permasalahan serta ruang lingkupnya. Selain itu menerangkan tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis, dan konseptual serta sistematika penulisan.

2. Tinjauan Pustaka Bab ini merupakan pengantar pemahaman terhadap pengertian yuridis terhadap pelaksanaan penahanan oleh penyidik kepolisian republic indonesia dalam tindak pidana penganiayaan. 3. Metode Penelitian Pada bab ini menjelaskan mengenai langkah langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah yang berkaitan dengan sudut pandang penulis, sumber dan jenis data, penentuan populasi, metode pengumpulan dan pengolahan data serta analisa data. 4. Pembahasan Hasil Penelitian Pada bab ini merupakan jawaban dari permasalahan dalam skripsi ini, yang akan menjelaskan bagaimana Penyidik kepolisian Republik Indonesia melakukan pelaksanaan penahanan dalam tindak pidana penganiayaan. 5. Penutup Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini, yang memuat dan menguraikan beberapa kesimpulan serta saran dari penulisan skripsi ini dalam kaitannya dengan permasalahan yang dibahas.