BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah menimbang: kurikulum sekaligus yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Pasal 1 Ayat (2) Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013.

Keterampilan proses sains menurut Rustaman (2003, hlm. 94), terdiri dari : melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum memainkan peran yang sangat penting dalam Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Hal-hal yang diperhatikan dalam proses belajar yaitu penggunaan sebuah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kini, dan pendidikan berkualitas akan muncul ketika pendidikan di sekolah juga

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan adalah investasi masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter atau insan kamil (Wibowo, 2012:19). Menurut Undang-Undang RI

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 19 orang siswa mendapat nilai di bawah 65 atau 47,5%. Sedangkan nilai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan jaman paradigma pendidikaan juga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. IPA merupakan mata pelajaran yang mempelajari tentang alam.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajara Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific. 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

Sementara itu, Forrest W. Parkay dan Beverly Hardeastle Stanford dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Rini Andini, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran tematik merupakan kegiatan pembelajaran dengan

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pendidikan di Indonesia sudah semakin berkembang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang dibutuhkan dalam belajar. Jika sebelumnya pembelajaran

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan peraturan bersama Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan dimana hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ilmu yang mempelajari benda-benda beserta fenomena dan

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa komponen. Dalam prosesnya, siswa dituntut untuk meningkatkan kompetensinya dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada lembaga pendidikan formal merupakan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran berakar pada pihak pendidik. Anshari (1979:15) mengemukakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ida Rosita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang sekolah dasar mata pelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktif dan pendekatan keterampilan proses, guru berperan sebagai fasilitator dan

BAB I PENDAHULUAN. mandiri dan membentuk siswa dalam menuju kedewasaan. Pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana yang sangat penting

I. PENDAHULUAN. jenjang pendidikan menengah, sehingga tanggung jawab para pendidik di

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ery Nurkholifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. pertama dan utama adalah pendidikan. Pendidikan merupakan pondasi yang

Transkripsi:

A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Mengacu pada UU No. 20 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005, Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Dalam tujuan pendidikan nasional sesuai dengan penjelasan Pasal 35 UU No. 20 tahun 2003, standar kompetensi lulusan dirumuskan sebagai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik yang harus dipenuhinya atau dicapainya dari suatu pendidikan tertentu. Sejalan dengan peraturan tersebut di atas, tujuan mata pelajaran di SD/MI salah satunya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Berdasarkan landasan hukum tersebut di atas, disebutkan bahwa sikap yang dimiliki peserta didik dapat dijadikan salah satu tolak ukur keberhasilan suatu pembelajaran yang dilakukan, sikap ilmiah khususnya dalam pembelajaran IPA merupakan salah satu aspek penting yang harus dimiliki oleh siswa dan tidak boleh luput dari penilaian seorang guru. Sikap termasuk kedalam ranah afektif dalam klasifikasi belajar yang dikelompokan oleh Benyamin S. Bloom. Bloom (dalam Wahab, 2013: hlm. 59) mengelompokan hasil belajar kedalam tiga ranah atau domain, yaitu...(1) kognitif, (2) afektif, dan (3) psikomotor... Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai jarang sekali mendapatkan perhatian, penilaian hasil belajar afektif

2 kurang mendapatkan perhatian dari guru, terutama bila peserta didik telah memiliki penguasaan kognitif yang tinggi. Hal ini tercermin dari penilaian yang dilakukan mayoritas guru. Pentingnya sikap khususnya sikap ilmiah seorang siswa dalam pembelajaran IPA semata-mata bukan hanya tuntutan Kurikulum yang tertulis pada Kurikulum saja, melainkan sebagai bagian dari kompetensi yang harus dicapai secara utuh juga sebagai modal menjadi manusia yang sadar akan lingkungan, ilmu pengetahuan, dan masyarakat. Dengan kurangnya penilaian terhadap ranah afektif ini khususnya yang berhubungan dengan sikap ilmiah, menimbulkan beberapa permasalahan, salah satunya adalah tidak terbentuknya sebuah perilaku peserta didik yang sesuai dengan sikap yang diharapkan, peserta didik cenderung terbiasa dengan pembelajaran yang berorientasi hasil belajar pada ranah kognitif sehingga peserta didik merasa tidak perlu untuk memiliki sikap-sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang manusia yang telah menjalani proses pendidikan. Dalam penelitian ini peneliti membatasi penelitian pada sikap ilmiah yang akan ditingkatkan pada peserta didik, hal ini disebabkan oleh kondisi yang terjadi di lapangan setelah peneliti melakukan observasi lapangan yang dilakukan sejak awal bulan Februari 2014 hingga pertengahan Maret 2014. Berdaasarkan catatan lapangan peneliti, peneliti menemukan beberapa gejala yang dirasa perlu untuk mendapatkan perlakuan dan perhatian khusus. Yaitu mengenai permasalah sikap ilmiah siswa kelas IV SDN 6 Cibogo di kecamatan Lembang Kab.Bandung Barat. Pada kondisi di lapangan ditemukan beberapa kondi siswa, diantaranya: (1) sikap ingin tahu siswa yang rendah, hal ini tercermin dari rendahnya jumlah siswa yang mau bertanya dan kegiatan mencari tahu yang sangat jarang sekali dirasa oleh peneliti saat melakukan pembelajaran bersama siswa. Siswa cenderung pasif dan hanya mendengarkan bagaimana guru menjelaskan atau menyampaikan materi pembelajaran. (2) Siswa tidak terbiasa untuk melakukan kerja sama bersama orang lain, sehingga saat peneliti melakukan kegiatan pembelajaran

3 dengan mengelompokan siswa, pembelajaran biasanya terhambat oleh sikap-sikap siswa yang sulit menerima rekannya, sehingga waktu tersita untuk membuat kondisi pembelajaran menjadi kembali kondusif, (3) siswa tidak terbiasa untuk melakukan kegiatan ilmiah, pembelajaran yang menyenangkan sulit sekali terbentuk saat siswa harus melakukan kegiatan yang berbasis ilmiah. Siswa cenderung merasa tidak senang, merasa kesulitan, melakukan kegiatan dengan tidak sungguh-sungguh dan mencerminkan sikap yang kurang bertanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan. (4) siswa mudah sekali mengeluh dan berkata tidak bisa terhadap kegiatan pembelajaran yang tidak biasa dilakukan siswa, sehingga jika pembelajaran menuntut siswa melakukan proses penalaran hasil pembelajaran cenderung rendah. (5) mayoritas siswa terkesan asal mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, sehingga tugas yang dibuat oleh siswa tidak selalu memuaskan. dan (6). Dalam beberapa kasus sering ditemukan siswa bersikap tidak jujur dalam mengerjakan tugasnya. Hal ini dibuktikan dari jawaban siswa yang hampir sama persis dengan temannya, terutama dalam evaluasi yang mengharuskan siswa untuk mengungkapkan pikiran dan pemahamannya mengenai teori pembelajaran yang dilakukan. Setelah peneliti melakukan observasi dengan beberapa cara diantaranya, melakukan pembelajaran langsung dengan siswa, melakukan wawancara dan memberikan pertanyaan langsung kepada siswa, melakaukan wawancara dengan beberapa guru yang berhubungan dengan kelas yang bersangkutan, dan melalui catatan lapangan peneliti. Peneliti menyimpulkan beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab timbulnya permasalahan tersebut di atas. Diantaranya; (1) Guru tidak terbiasa menyajikan pembelajaran dengan kegiatan berbasis metode ilmiah, (2) Guru sulit untuk memahami cara penggunaan perangkat atau alat yang mendukung kegiatan berbasis metode ilmiah sehingga pembelajaran didominasi oleh metode ceramah dan penugasan, (3) Mayoritas siswa tidak memahami atau asing dengan kata percobaan, penemuan atau menyimpulkan, mayoritas siswa

4 tidak bisa menjelaskan apakah yang biasanya dilakukan dalam kegiatan percobaan (eksperiment). (4) Perangkat atau alat yang dapat menunjang proses pembelajaran, yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan aktivitas, hasil belajar siswa masih tertutup rapat dan dalam keadaan disegel (masih dalam kondisi baru), yang membuktikan bahwa alat yang sudah ada beberapa tahun lalu ini jarang sekali digunakan, (5) Siswa tidak pernah dibiasakan untuk memperhatikan sikap saat proses pembelajaran secara membudaya, sehingga hasil belajar yang menjadi orientasi siswa adalah hasil belajar pada ranah kognitif saja. Dengan mempertimbangkan kondisi di atas, maka peneliti memilih suatu tindakan yang dimaksudkan dapat mengurangi atau memperbaiki kondisi tersebut. Tindakan yang akan dilakukan peneliti adalah melakukan pembelajaran dengan penerapan pendekatan saintifik, peneliti memilih pendekatan saintifik karena pendekatan ini dirasa cocok untuk mengurangi atau memperbaiki permasalahan yang terjadi, alasan peneliti memilih tindakan tersebut karena mengacu pada pengertian pendekatan yang dikemukakan oleh Sulistyorini (2007, hlm. 13) mengutarakan bahwa pendekatan mengandung sejumlah komponen atau unsur, yaitu: tujuan, pola, metode atau teknik, sumber-sumber yang digunakan, dan prinsip-prinsip. Sehingga berdasarkan pengertian pendekatan tersebut di atas peneliti menganggap pendekatan cenderung bersifat lebih luas, sehingga saat akan melakukan tindakan, peneliti tidak harus terpaku pada satu jenis metode atau teknik saja. Sehingga penerapan tindakan saintfik dirasa lebih cocok dalam meningkatkan sikap ilmiah siswa, dengan siswa dihadapkan pada berbagai kondisi pembelajaran. Hal ini sejalan dengan metode yang dikemukakan oleh Slameto untuk mengubah sikap, yaitu:...dengan mengubah komponen kognitif dari sikap yang bersangkutan. Caranya dengan memberi informasi-informasi baru mengenai objek sikap, sehingga komponen kognitif menjadi luas. Hal ini akhirnya akan merangsang komponen afektif dan komponen tingkah lakunya... (Slameto, 2013, hlm. 191)

5 Selain itu pendekatan saintifik juga merupakan pendekatan yang digunakan dalam Kurikulum 2013 yang merupakan Kurikulum yang dicanangkan oleh pemerintah yang digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Oleh karena itu pendektan saintifik juga dirasa memiliki hubungan erat dengan sikap ilmiah yang ingin ditingkatkan oleh peneliti karena pendekatan ini diyakini dapat meningkatkatkan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dengan bersama-sama diajak untuk berprilaku ilmiah dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik. Sudarwan (dalam Majid, 2014, hlm. 194) mengemukakan bahwa pendekatan scientific bercirikan penonjolan dimensi pengamamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti merasa perlu untuk melakukan tindakan, yang akan direalisasikan dalam penelitian tindakan kelas dengan judul, Penerapan Pendekatan Saintifik pada Konsep IPA dalam Tema Berbagai Pekerjaan untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah Siswa Sekolah Dasar (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 6 Cibogo Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat). B. Rumusan Masalah Secara umum, permasalahan yang akan dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimanakah penerapan pendekatan saintifik terkait konsep IPA dalam tema berbagai pekerjaan untuk meningkatkan sikap ilmiah siswa kelas IV SDN 6 cibogo Kab. Bandung Barat.? Permasalahan di atas secara rinci dijabarkan ke dalam pertanyaan berikut ini :

6 1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan saintifik dalam tema berbagai pekerjaan terkait konsep IPA siswa kelas IV SDN 6 cibogo Kab. Bandung Barat.? 2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran dengan Bagaimana perencanaan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan saintifik dalam tema berbagai pekerjaan terkait konsep IPA siswa kelas IV SDN 6 cibogo Kab. Bandung Barat.? 3. Bagaimanakah peningkatan sikap ilmiah siswa kelas IV SDN 6 Cibogo setelah menerapkan pendekatan saintifik pada konsep IPA dalam tema berbagai pekerjaan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti menetapan tujuan umum dalam penelitian ini, yaitu: Untuk mengetahui upaya peningkatan sikap ilmiah siswa melalui penerapan pendekatan saintifik pada konsep IPA dalam tema berbagai pekerjaan siswa kelas IV SDN 6 Cibogo Kabupaten Bandung Barat Selanjutnya tujuan umum tersebut dijabarkan pada tujuan khusus sebagai berikut: 1. Mengetahui perencanaan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan saintifik dalam tema berbagai pekerjaan terkait konsep IPA siswa kelas IV SDN 6 cibogo Kab. Bandung Barat.? 2. Mengetahui pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan saintifik dalam tema berbagai pekerjaan terkait konsep IPA siswa kelas IV SDN 6 cibogo Kab. Bandung Barat.? 3. Mengidentifikasi sejauh mana peningkatan sikap ilmiah siswa kelas IV SDN 6 Cibogo setelah menerapkan pendekatan saintifik pada konsep IPA dalam tema berbagai pekerjaan?

7 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya: 1. Secara Teoritis Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penerapan pendekatan saintifik dan mengenai sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran. 2. Secara Praktis a. Bagi Siswa Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar dengan pendekatan saintifik pada konsep IPA serta memiliki pembiasaan untuk meningkatakan sikap ilmiah yang diharapkan. b. Bagi Guru Memberikan informasi dan wawasan mengenai cara membelajarkan dengan pendekatan saintifik dan betapa pentingnya sikap ilmiah harus dimiliki oleh siswa serta mengetahui bagaimana cara mengambilan data dan pengukuran sikap ilmiah. c. Bagi Sekolah Meningkatkan kualitas pendidikan dan menambah sikap profesional guru khususnya di SDN 6 Cibogo pada pembelajaran IPA di kelas IV dengan menggunakan pendekatan saintifik. d. Bagi Peneliti Memperoleh ilmu dan pengalaman baru dalam keterampilan belajar mengajar di sekolah, khususya pada pembelajaran melalui pendekatan sainsifik. Serta memperoleh ilmu dan pengalaman dalam pengukuran sikap ilmiah siswa. E. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian diaatas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: Jika penerapan pendekatan saintifik diterapkan dengan tepat pada

8 konsep IPA dalam tema berbagai pekerjaan di kelas IV SDN 6 Cibogo maka sikap ilmiah siswa dapat meningkat. F. Penjelasan Istilah 1. Pendekatan Saintifik Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah memiliki tahap kegiatan pembelajaran berbasis ilmiah sepeti pengamatan, menanya, mengolah data, menalar, dan mengkomunikasikan. (Pedoman Kurikulum 2013) 2. Konsep IPA pada Tema Berbagai Pekerjaan Pembelajaran IPA di sekolah dasar dapat dipandang dari segi produk, proses, dan sikap. Berdasarkan Kurikulum 2013 pembelajaran dilakukan dengan pendekatan tematik integratif ehingga penyampaian konsep IPA tidak terpisah permata pelajaran, melainkan dipayungi oleh suatu tema pembelajaran, dalam penelitian ini pembelajaran dilakukan pada tema berbagai Pekerjaan dengan mengambil dua subtema pembelajaran yaitu :Jenis-jenis Pekerjaan dan Barang dan Jasa, dengan focus konsep IPA yang terkait sumber daya alam. 3. Sikap Ilmiah Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus dimiliki oleh peserta didik ketika kegiatan pembelajaran dan setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Peneliti melakukan pemilihan sikap-sikap ilmiah yang dirasa lebih penting untuk dimiliki peserta didik yaitu: sikap ingin tahu, sikap respek terhadap data/ fakta, sikap penemuan dan kreativitas, sikap ketekunan, dan sikap peka terhadap lingkungan sekitar.