1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua pihak, yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan pihak pengguna jasa atau konsumen. Para pihak tersebut terikat oleh suatu perjanjian, yaitu perjanjian pengangkutan. Sebelum menyelenggarakan pengangkutan, terlebih dahulu harus ada perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpang. Terlaksananya pengangkutan melalui udara karena adanya perjanjian antara pihak pengangkut dan penumpang. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (UU Penerbangan) dengan jelas menyebutkan, perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau mengirim kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa lainnya. 1 Secara teoritis, perjanjian pengangkutan merupakan suatu perikatan dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain sedangkan pihak lainnya, menyanggupi untuk membayar ongkosnya. 2 Ketentuan tentang pengangkutan tersebut juga berlaku di dalam kegiatan pengangkutan atau transportasi udara, dalam hal ini pengangkut atau maskapai penerbangan berkewajiban untuk mengangkut penumpang dengan aman dan selamat sampai di tempat tujuan secara tepat waktu, dan sebagai 1 Pasal 1 angka 29 UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2 R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya, Bandung, 1995, Hal. 69
2 konpensasi dari pelaksanaan kewajibannya tersebut maka perusahaan penerbangan mendapatkan bayaran sebagai ongkos penyelenggaran pengangkutan dari penumpang. Secara teoritis hubungan hukum menghendaki adanya kesetaraan diantara para pihak, akan tetapi dalam prakteknya hubungan hukum tersebut sering berjalan tidak seimbang terutama dalam hubungan hukum antara produsen dan konsumen, hal ini pun terjadi dalam hubungan hukum antara konsumen atau penumpang tidak mendapatkan hak-haknya dengan baik. Sehubungan dengan itu, diperlukan suatu perlindungan hukum bagi konsumen dalam kegiatan penerbangan khususnya terhadap bagasi. Unsur terpenting dalam perlindungan hukum bagi pemakai jasa angkutan udara serta jenis-jenis angkutan lainnya adalah unsur keselamatan angkutan dan tanggung jawab pengangkut. 3 Namun sering kita temui dalam sistem pengangkutan udara, kerugian yang di alami penumpang salah satunya kehilangan ataupun kerusakan bagasi penumpang. Seringkali bagasi yang di bawa penumpang yang diangkut pihak maskapai penerbangan, tidak sampai lagi ke tangan pemiliknya saat tiba di bandara yang dituju. Seringkali kehilangan atau kerusakan bagasi penumpang tidak di tanggapi serius dan hanya terkesan lambat penanganannya, bahkan banyak kasus kehilangan bagasi sampai berlarut-larut dan menempuh jalur hukum dan tidak menemukan titik temu antar penumpang dan maskapai penerbangan. 1984, hal.163 3 E. Suherman, Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara, Penerbit Alumni, Bandung,
3 Terjadinya kerusakan dan kehilangan bagasi tidak dengan sendirinya merupakan tanggung jawab dari pengangkut, tetapi harus memenuhi persyaratanpersyaratan. Dokumen pengangkutan dalam pengangkutan udara terdiri dari 4 : 1. Tiket penumpang pesawat udara; 2. Pas masuk pesawat udara (boarding Pass); 3. Tanda pengenal bagasi (baggage identification/claim tag) ; dan 4. Surat muatan udara (airways bill) Hilangnya bagasi milik penumpang dalam menggunakan jasa maskapai penerbangan sudah banyak terjadi, salah satunya adalah kasus yang di alami oleh Aripin Sianipar sebagai Konsumen, bertempat tinggal di Jalan Sei Serayu, Nomor 39, Medan. Aripin Sianipar menggunakan jasa pengangkutan udara dari PT. Lion Mentari Airlines, dari Jakarta menuju Medan pada tanggal 20 November 2011 dengan menggunakan Pesawat Terbang Lion Air dengan Nomor Penerbangan JT 204. Saat tiba di Medan kopernya hilang. dimana menurut keterangan bagasi tersebut berisi barang-barang berharga dengan nilai kurang lebih Rp.25.600.000,00. Aripin lalu menggugat Lion Air dan dikabulkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Medan. Hal ini dikabulkan BPSK Kota Medan dan menghukum Lion Air 60 persen dari nilai barang yang hilang dengan asumsi 40 persen harga barang hilang karena penyusutan nilai barang. Lion Air tidak terima dengan putusan BPSK Kota Medan tersebut lalu mengajukan banding ke Pengadilan Negeri (PN) Medan dan kasasi. Pihak Lion Air berkebaratan dengan dalih berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan 4 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, pasal 150
4 Nomor 77 Tahun 2011, Lion Air maksimal mengganti Rp 4 juta. Tapi Mahkamah Agung bergeming dan menilai Permenhub itu tidak sesuai dengan rasa keadilan: Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 234/Pdt.G/2012/PN.Mdn., tanggal 13 Juni 2013 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, oleh Karena itu permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. Lion Mentari Airlines, tersebut harus ditolak; 5 Menurut Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 tahun 2011 jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat, ditetapkan sebagai berikut: kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp.200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per kg dan paling banyak Rp.4.000.000,00 (empat juta rupiah) per penumpang; dan kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnya bentuk, ukuran dan merk bagasi tercatat. Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan kewajiban pelaku usaha yaitu memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Sehingga Pelaku usaha dalam hal ini Lion Air wajib memberikan ganti kerugian kepada konsumen. Tanggung jawab maskapai penerbangan menjadi sorotan dalam kasus kehilangan ataupun kerusakan bagasi penumpang dalam sistem pengangkutan udara di Indonesia. Maskapai penerbangan berkewajiban mengangkut penumpang dan bagasi dengan aman, utuh dan selamat sampai tujuan, berarti adanya 5 Putusan MA Perkara Nomor 167 K/Pdt.Sus-BPSK/2014, hal. 14
5 kewajiban pengangkut yang belum terpenuhi. Peristiwa hukum tersebut merupakan permasalahan yang dihadapi perusahaan maskapai penerbangan dan penumpang sebagai pengguna jasa maskapai penerbangan. Disamping itu Peraturan tentang ganti kerugian yang diberikan oleh Menteri Perhubungan dalam Permenhub No. 77 tahun 2011 kurang melindungi hak-hak konsumen dalam menggunakan jasa angkutan udara. Ini dapat kita lihat pada Putusan Mahkamah Agung yang menolak Kasasi yang dilakukan oleh pihak PT. Lion Mentari Airlines terhadap putusan Pengadilan Negeri Medan yang menolak keberatan terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang memutuskan PT. Lion Mentari Airlines mengganti kerugian melebihi nominal yang telah ditentukan oleh Permenhub No. 77 tahun 2011, dalam Putusan MA Perkara Nomor 167 K/Pdt.Sus-BPSK/2014. Masalah mengenai bagasi penumpang sangat menarik dan mendasar karena sering kali dijumpai adanya kasus-kasus yang merugikan penumpang. Bagasi berdasarkan terminology pada pengangkutan udara ada 2 macam yaitu bagasi tercatat dan bagasi kabin. 6 Bagasi tercatat dan bagasi kabin dibedakan sebagai berikut: - Bagasi tercatat adalah barang penumpang yang diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan pesawat udara yang sama. - Bagasi Kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam pengawasan penumpang sendiri. 6 Lihat Pasal 1 angka 24 dan angka 25 Undang-undang Penerbangan
6 Dari segi hukum, khususnya Hukum Perlindungan Konsumen masalah perlindungan hukum terhadap bagasi penumpang erat kaitannya mempunyai hubungan hukum dengan penumpang maupun pengangkut. Hubungan hukum tersebut menimbulkan suatu hak dan kewajiban antara pengangkut dengan penumpang selaku pemilik bagasi. dengan demikian antar pengangkut dengan penumpang mendapat jaminan kepastian hukum tentang kedudukan hukum serta hak dan kewajibannya. Banyaknya hal-hal lain yang membuat penumpang merasa dirugikan seperti keterlambatan jadwal penerbangan, kehilangan dan kerusakan barang yang diangkut dengan pesawat terbang dan sebagainya. 7 Banyak pengangkut yang mengabaikan masalah bagasi milik penumpang sehingga penumpang angkutan udara merasa tidak nyaman mengenai barang barang bawaan mereka. Setiap Kerugian yang dialami oleh penumpang merupakan masalah hukum khususnya merupakan tanggung jawab perusahaan penerbangan atau pengangkut terhadap penumpang dan pemilik barang baik sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan maupun sebagai konsumen. Sejatinya perlindungan bagi konsumen dimaksudkan untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh rakyat. Keberpihakan pada konsumen sebenarnya merupakan wujud nyata ekonomi kerakyatan. 8 7 Wagiman, Refleksi dan Implemantasi Hukum Udara: Studi Kasus Pesawat Adam Air, Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta Vol. 25,2006, hal. 13 8 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal 2.
7 Perlindungan Konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 9 Penggolongan konsumen mengurut pengertian Konsumen dalam Pasal 1 angka 2 UUPK tidak terbatas pada bidang tertentu. Dengan demikian, perlindungan terhadap konsumen sangat luas di berbagai sektor perdagangan barang dan/atau jasa. Bila kita mengacu pada pengertian tersebut, perlindungan konsumen juga meliputi pemakai jasa angkutan udara. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan yang dimaksud dengan angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu kali perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. 10 Kegiatan pengangkutan udara merupakan hubungan hukum yang bersifat perdata akan tetapi mengingat transportasi udara telah menjadi kebutuhan masyarakat secara luas maka diperlukan campur tangan pemerintah dalam kegiatan pengangkutan udara yaitu menentukan kebijakan-kebijakan atau regulasi yang berhubungan dengan kegiatan pengangkutan udara sehingga kepentingan konsumen pengguna jasa transportasi udara terlidungi. Meskipun perjanjian pengangkutan pada hakekatnya harus tunduk pada pasal-pasal dari bagian umum dari hukum perjanjian KUHPerdata, akan tetapi oleh undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bertujuan untuk kepentingan umum membatasi kebebasan dalam hal membuat perjanjian pengangkutan yaitu 1987, hal. 10. 9 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Perlindungan Konsumen 10 K Martono, Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa, Alumni, Bandung,
8 meletakkan kewajiban khusus kepada pihaknya pengangkut yang tidak boleh disingkirkan dalam perjanjian. 11 Dengan banyaknya kasus hilang bagasi dan kurang berpihaknya aturan mengenai ganti kerugian terhadap bagasi penumpang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian perlindungan hukum konsumen terhadap Peraturan Menteri Perhubungan nomor 77 tahun 2011 mengenai ganti kerugian atas hilangnya bagasi milik Konsumen. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas adalah, sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perlindungan hukum konsumen terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 mengenai ganti kerugian kehilangan bagasi tercatat milik konsumen pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 167 K/Pdt.Sus-BPSK/2014? C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian tentunya memiliki tujuan, lebih-lebih penelitian dalam rangka penulisan suatu karya ilmiah khususnya skripsi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum konsumen terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 mengenai ganti kerugian kehilangan bagasi tercatat milik konsumen pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 167 K/Pdt.Sus-BPSK/2014 11 R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT.Citra Aditya, Bandung 1995, hal.71
9 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya pada hukum perlindungan konsumen dan hukum Angkutan Udara. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperjelas tanggung jawab perusahaan maskapai penerbangan terhadap penumpang yang mengalami kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat. E. Metode Penelitian Dalam rangka penulisan skripsi ini sebagai upaya untuk mendapatkan hasil yang bersifat objektif maka diperlukan adanya data dan informasi yang valid dan relevan serta berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Sebagai upaya dalam perolehan data yang valid, penulis mempergunakan metode penelitian yang berfungsi sebagai sarana dan pedoman dalam perolehan data serta untuk mengoperasionalkan tujuan penelitian, meliputi: 1. Jenis Penelitian Yang Digunakan Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian hukum. Penelitian hukum adalah metode penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi konsep dan asas-asas serta prinsip-prinsip perlindungan
10 konsumen yang digunakan untuk mengatur hak dan kewajiban pelaku usaha dalam menyediakan jasa kepada konsumen penggunanya. 2. Pendekatan Yang digunakan Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan perundangundangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) pendekatan perundang-undangan adalah suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian 12 yang dikaji seperti : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara dan pendekatan konseptual adalah suatu pendekatan yang dilakukan dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, sehingga peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. 13 3. Bahan Hukum Bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Bahan Hukum Primer : I. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 12 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Surabaya, 2005, hal.302. 13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2005, hal.135-136
11 II. III. Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan; Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. b. Bahan Hukum Sekunder : antara lain berupa tulisan-tulisan dari para pakar dengan permasalahan yang diteliti ataupun yang berkaitan dengan bahan hukum primer meliputi literatur-literatur yang berupa buku, jurnal, dan artikel-artikel dari internet. F. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan berisi uraian mengenai Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan dan Daftar Bacaan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Analisis yang membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu bagaimana perlindungan hukum konsumen terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 mengenai ganti kerugian kehilangan bagasi tercatat milik konsumen pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 167 K/Pdt.Sus- BPSK/2014. Bab III Penutup berisi kesimpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran-saran.