INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1973 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1972 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 -

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1977

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Tentang: PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA REPUBLIK INDONESIA MALAYSIA. PERJANJIAN PERSAHABATAN.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR

PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONESIA KE KONFERENSI TINGKAT TINGGI ISLAM DI LAHORE

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONEESIA KE KOPERENSI KEPENDUDUKAN DUNIA DI BUKHAREST

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1961 TENTANG PEMBUATAN PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG KONTINGEN GARUDA DALAM MISI PERDAMAIAN DI LEBANON PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN

Assamu alaikumwr. Wb. Yang Mulia Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Para Ketua Delegasi. Yang terhormat Wakil Presiden Jusuf Kalla.

BAB 20: SEJARAH PERANG DINGIN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Globalisasi. 1. Pengertian Globalisasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

Menteri Keuangan RI KLASIFIKASI MENURUT ORGANISASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA

NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016

buku. Kalian dapat memfotokopi gambar tersebut sebelum menempelkannya. Setelah selesai, kumpulkan hasil kerja kalian kepada guru.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

perdagangan, industri, pertania

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1966 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya

Sambutan Presiden RI pada ASIAN PARLIAMENTARY ASSEMBLY, Bandung-Jabar, Selasa, 08 Desember 2009

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Konferensi Asia Afrika: Pentingnya Diplomasi dalam Menggalang Ingatan Dunia

PIAGAM KERJASAMA PARTAI DEMOKRAT DAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

Sayidiman Suryohadiprojo. Jakarta, 24 Juni 2009

Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MULAI BERLAKU : 3 September 1981, sesuai dengan Pasal 27 (1)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG LEMBAGA PERSAHABATAN ANTAR BANGSA DI INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

Transkripsi:

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1973 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk-petunjuk pengarahan bagi Delegasi Pemerintah Republik Indonesia ke Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke- XXVIII di New York. Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 ; 2. Keputusan Presiden RI Nomor 150 Tahun 1973 M E N G I N S T R U K S I K A N. Kepada : Menteri Luar Negeri/Ketua Delegasi Pemerintah Republik Indonesia. Untuk : PERTAMA : Mempergunakan petunjuk-petunjuk pengarahan sebagaimana terlampir pada Instruksi Presiden ini sebagai Iandasan dan pedoman dalam menghadapi masalah-masalah yang dibahas pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsabangsa ke-xxviii di New York. KEDUA ; Memberikan laporan kepada Presiden tentang perkembangan Sidang selama berlangsungnya Sidang tersebut. KETIGA : Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Presiden. KEEMPAT : Instruksi Presiden ini berlaku selama Delegasi Pemerintah Republik Indonesia menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-xxviii di New York. Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 14 September 1973.

PREDIDEN REPUBLlK INDONESIA, ttd S O E H A R T O JENDERAL TNI. LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1973 PETUNJUK UMUM UNTUK DELEGASI INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA E-XXVIII UMUM 1. Pemerintah Republik Indonesia telah memutuskan mengirimkan Delegasi untuk ikut serta dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-xxviii, yang diselenggarakan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York mulai tanggal 18 September 1973 ; 2. Keikut sertaan Indonesia dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa tahun ini ditandai : Pertama, dalam rangka pembangunan nasional, dengan masa akhirnya REPELITA ke-i dan persiapan untuk memasuki REPELITA ke-ii ; Kedua, dalam arena internasional, dengan meningkatnya peranan Indonesia dalam percaturan politik dunia, untuk terus ikut serta daiam penciptaan serta pemeliharaan perdamaian dunia dalam rangka pelaksanaan Politik luar negeri yang bebas dan aktif. 3. Peranan Indonesia daiam arena interasional diantaranya adalah sebagai berikut :

a). Keikut sertaan Indonesia sejak januari 1973 sebagai anggota Komisi Internasional untuk Pengawasan Gencatan Senjata di Vietam (ICCS), bersama dengan Polandia, Hongaria dan Kanada : dan setelah Kanada pada tanggal 31 juli 1973 keluar dari ICCS, maka mulai bulan September 1973, bersama Polandia, Hongaria dan Iran Indonesia ikut serta secara aktif dalam usaha-usaha mendatangkan perdamaian diwilayah Asia Tenggara, karena perdamaian dan keamanan di kawasan ini mempunyai pengaruh yang positif pada pembangunan nasional Indonesia ; b). Keikut sertaan Indonesia sebagai anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk priode 1973-1974 (dua tahun) ; Di dalam Dewan Keamanan, ialah Dewan yang diserahi tanggungjawab utama untuk memelihara perdamaian dan keamanan dunia, Indonesia selayaknya duduk untuk ikut memberi sumbangan pemikiran. c). Berhasilnya Indonesia untuk menduduki seorang warganya pada jabatan pimpinan ECAFE sejak juli 1973, ialah jabatan Excecutive Secretary ECAFE, dengan demikian didalam badan ini Indonesia ikut mempunyai suara yang menentukan untuk menjadikan ECAFE suatu sarana yang ampuh untuk membantu bangsa-bangsa Asia pada umumnya dalam usaha melaksanakan pembangunan ekonomi negaranya masing-masing ; Kesemuanya itu meminta tanggungjawab sepenuhnya dari warga-warga Indonesia yang telah mendapat kehormatan negara dan bangsanya untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut diatas. 4. Peranan Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dan keputusan Pemerintah untuk mengirim Delegasi ke Sidang Majelis Umum PBB ke XXVIII ini, tidaklah terlepas dari pelaksanaan Sapta Krida Kabinet Pembangunan, Dalam pada itu, peranan yang dilakukan Indonesia dalam gelanggang Internasional, sungguh erat hubungannya dengan Krida pertama yang menyangkut pemeliharaan dan peningkatan stabilitas politik, terutama aspek politik luar negeri, yang akan mempengaruhi langsung atau tidak langsung stabilitas politik atau stabilitas keamanan dalam negeri. Dalam rangka mengusahakan ketahanan nasional dan untuk kelancaran pembangunan, maka keamanan dan stabilitas politik di dunia pada umumnya dan Asia Tenggara khususnya adalah sangat penting. 5. Indonesia ikut bertanggungjawab menciptakan perdamaian dunia yang berperi kemanusiaan dan adil sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang- Undang Dasar 1945. Garis-garis Besar Haluan Negara menentukan pula bahwa dalam melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif, hendaknya kita dapat meningkatkan peranan dalam membantu bangsa-bangsa yang memperjuangkan kemerdekaannya, mengembangkan kerjasama dengan semua

negara untuk maksud-maksud damai, serta mendorong kerjasama yang harmonis antara semua negara, baik yang telah maju maupun yang sedang berkemhang. 6. Peranan Indonesia dalam melaksanakan kebijaksanaan politik luar negeri ditekankan kepada kepentingan bersama, ialah saling butuh-membutuhkan antara semua negara dalam konfigurasi dunia dewasa ini, tanpa adanya penentuan politik oleh dua atau lebih kekuatan besar dunia dan bagi Indonesia tanpa membahayakan falsafah Negara Indonesia dan pembangunan nasional. BEBERAPA PERMASA LAHAN INTERNASIONAL. 1. Jerman Timur - Jerman Barat. Pendekatan Jerman Timur - Jerman Barat telah merupakan hal yang positif dengan telah ditanda-tanganinya Perjanjian Dasar kerjasama antara kedua negara tersebut. Phenomena diatas jelas berpengaruh terhadap berkurangnya ketegangan-ketegangan di Eropah, yang menuju pula kepada peningkatan hubungan baik antara Timur dan Barat. Kita harapkan hal itu tercermin pula dalam parsidangan Majelis Umum PBB ke-xxviii ini. 2. Korea Utara- Korea Selatan. Usaha-uasah kedua negara ini kearah suatu pengertian bersama dalam aspekaspek politik yang tertentu, yang dilaksakan atas inisiatif mereka sendiri, patut kita puji. Apabila kita dapat mendorong mereka agar mereka melanjutkan usaha-usaha pendekatan diri sejalan dengan yang dilakukan oleh JermanTimur Jerman Barat, maka akan tampak titik-titik terang dimana kita dapat mengharapkan datangnya perdamaian dan keamanan di wilayah mereka. perdamaian dan keamanan itu perlu pula untuk kelancaran pembangunan nasional kita. 3. Netralisasi Asia Tenggara. Gagasan yang telah dilancarkan oleh Negara-negara ASEAN, telah ditanggapi secara positif oleh negara di wilayah lain. Pelaksanaan Netralisasi ini sangat erat hubungannya dengan usaha pemeliharaan perdamaian dan keamanan di wilayah Asia Tenggara, yang akan berpengaruh pula pada kestabiian politik dan ekonomi di wilayah tersebut. 4. Non-Alignment. Non-Alignment merupakan dasar daripada pelaksanaan politik bebas dan aktif dari Indonesia yang sumbernya berpokok pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan utama dari Non-Alignment ialah mengusahakan terciptanya perdamaian dunia dan adanya hidup berdampingan secara damai. Sikap Indonesia terhadap

forum Non-Alignment adalah conform dengan sikap-sikap kita di konferensi Lusaka maupun Aljazair yang lalu. Hendaklah Ini dipakai sebagai pegangan penyelesaian masalah-masalah dunia yang menyangkut kepentingan negaranegara non-aligned. 5. Situasi Timur Tengah. Pendirian Indonesia tetap, agar diusahakan penyelesaian masalahnya tanpa mengurangi hak bangsa Arab - Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri. Masalah ini seharusnya sangat penting untuk mendapat penyelesaian segera, sebab terkatung-kutungnya masalah ini mengakibatkan kejadian-kejadian yang tidak diharapkan, seperti peristiwa "Black September pembajakanpembajakan udara yang dimaksudkan untuk menentang Israel, kemungkinan tirnbuinya terror, dan sebagainya. 6. Konperensi Perlucutan Senjata Sedunia. Guna membendung arus persenjataan, konvensionil maupun moderen termasuk persenjataan nuklir, kita merasa perlu adanya konperensi di mana duduk negarawan-negarawan dari negara-negara nuklir maupun non-nuklir guna bersepakat mengadakan pelucutan senjata. Indonesia sendiri telah duduk sebagat anggota "Komite Khusus Perlucutan Senjata" bersama dengan 30 negara anggota lainnya dari Asia, Afrika, Latin Amerika dan beberapa negara-negara Sosialis. Sehubungan dengan masalah ini, kita dapat melihat betapa banyaknya dana yang dapat disisihkan dan dapat digunakan untuk membantu pembangunan ekonomi negara-negara sedang berkembang, apabila perlucutan senjata dapat dilaksanakan. Untuk itu perlu dimobilisasikan pendapat umum dunia yang dapat menuju kearah terciptanya kaitan ("link") antara Dasawarsa Perlucutan Senjata ("Disarmament Decade") dan Dasawarsa Pembangunan Kedua ("Second UN Development Decade"). 7. Penggunaan Dasar Laut dan Samudra semata-mata untuk maksud-maksud damai. Kermajuan teknologi dewasa ini membuat kita harus bersikap waspada terhadap hasil-hasilnya yang dapat disalah gunakan. Sehubungan dengan itu maka masalah penggunaan dasar laut dan samudera semata-mata untuk maksud damai menjadi perhatian kita sejak semula. Lebih-lebih karena mengingat bahwa Indonesia adalah suatu gugusan kepulauan yang besar, serta laut sekitarnya pada umumnya merupakan sumber ekonomi bagi Indonesia. 8. Dekolonisasi. Politik Luar Negeri RI yang bersifat bebas aktif anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, tetap melanjutkan dukungannya kepada setiap usaha untuk mempercepat proses dekolonisasi. Atas dasar ini Indonesia memberikan dukungannya kepada gerakan-gerakan kemerdekaan yang murni, tetapi tidak dapat nembenarkan usaha-usaha untuk

menunggangi gerakan-gerakan itu guna kepentingan pihak luar. MASALAH-MASALAH EKONOMI/SOSIAL. 1. krisis moneter yang melanda dunia sejak beberapa tahun belum juga nampak mereda dan penderitaan negara-negara di dunia terutama negara berkembang bertambah lagi dengan timbulnya krisis pangan dunia. Hal ini telah menimbulkan akibat-akibat yang merugikan bagi proses pembangunan di negara-negara berkembang indonesia tidak terkecuali. Dalam usaha mengatasi masalah-masalah tersebut khususnya dalam rangka perombakan sistim moneter (rnelalui Komite 20 IMF) dan perdagangan dunia (melalui Multilateral Trade Negotiations"), perlu selalu diperjuangkan dan ditegaskan prinsip bahwa negara-negara berkembang harus diikut sertakan secara penuh, efektif dan secara terus-menerus agar dengan demikian kepentingan negara-negara berkembang dapat terjalin dan terpenuhi. Dibidang pangan, hendaknya pengalaman timbulnya krisis Pangan dunia dewasa ini lebih dapat meyakinkan negara-negara maju untuk lebih memperhatikan permasalahan dan mencari jalan penanggulangannya dengan mempererat kerjasarna dengan negara-negara berkembang. Agar bantuan-bantuan ditingkatkan untuk mengusahakan program-program swasembada pangan dan program-program pertanian pada umumnya di negara-negara berkembang. 2. Di dalam pelaksanaan strategi pembangunan internasional, dikonstatir, adanya kekurangan-kekurangan baik dalam bidang perdagangan, arus bantuan keuangan ke negara-negara berkembang dan lain-lain. Dalam hubungan ini terutama di usahakan cara-cara sedemikian rupa agar negara-negara maju melaksanakan commitment nya supaya mencapai dan kalau dapat memperbesar target bantuan keuangan sebesar 1% dari GNP-nya. Bantuan-bantuan yang tidak direalisasikan dalam sesuatu tahun hendaknya dapat digeser secara kumulatif untuk tahun-tahun berikutnya, sehingga untuk seluruh dasawarsa kedua jumlah bantuan tetap mencapai 10% GNP. 3. Disamping itu untuk mengatasi jurang perbedaan yang semakin menyolok antara negara-negara berkembang, perlu diusahakan usaha-usaha untuk memperkecil Technologocal gap. Usaha-usaha tersebut diusahakan pada kenyataan adanya keadaan détente yang makin cerah sehingga dengan demikian dana-dana yang besar yang sebelumnya digunakan untuk bidang militer dapat dialihkan kepada penggunaan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi alat pendorong dalam akselerasi pembangunan ekonomi dan sosial di negara-negara berkembang. 4. Mengenai persoalan kemelaratan masal dan pengangguran, dikehendaki segera adanya tindakan-tindakan untuk menanggulangi serta bantuan dari

negara-negara maju dengan syarat-syarat lunak dengan maksud untuk meningkatkan kemampuan negara berkembang guna menanggulangi kemelaratan masal dan pengagguran di negaranya. Akan tetapi tindakantindakan kearah itu memerlukan indikator-ndikator sosial yang jelas guna untuk menentukan kriteria mengenai proverty line. Untuk itu diperlukan penelitian yang lebih seksama. PENUTUP. Walaupun petunjuk umum ini merupakan pedoman pokok bagi Delegasi Indonesia pada sidang Majelis Umum PBB Ke-XXVIII, namun mengenai masalahmasalah yang tertentu sebagai mata acara Sidang, hendaknya Delegasi Indonesia berpegang pada instruksi Menteri Luar Negeri yang khusus diberikan untuk itu. Untuk menggalang kekuatan diantara negara-negara sedang berkembang, hendaknya dipelihara hubungan baik kita dengan negara-negara ASEAN dan negara-negara Non BIok, dengan mengadakan kerjasama untuk kepentingan bersama. Dalam memperjuangkan tercapainya usaha-usaha untuk memperkecil "technological gap" yang menyangkut strategi pembangunan internasional, hendaknya selalu diingat realitas keadaan Indonesia dalam hubungannya dengan negara-negara maju diantara yang termasuk dalam kelompok IGGI. sehingga jangan sampai rnelibatkan diri ke dalam aliran dan tuntutan yang ekstrim. Dalam hal-hal prinsipil yang perlu ditanggapi oleh pimpinan Negara, hendaknya Delegasi berhubungan dengan Menteri Luar Negeri, untuk selanjutnya dilaporkan dan dimintakan petunjuk dari Kepala Negara. Masalah-masalah yang keputusannya diserahkan kepada kebijaksanaan Delegasi, hendaknya dibahas bersama, sehingga keputusan yang diambil adalah hasil daripada suatu musyawarah dan mufakat. Jakarta 14 September 1973.