BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih vitamin, mineral, asam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan yang digolongkan masa preadolescence adalah usia 9 11 tahun untuk

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB V HASIL PENELITAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

KONSUMSI SUPLEMEN MAKANAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN PADA REMAJA SMA ISLAM AL AZHAR 3 JAKARTA SELATAN TAHUN 2005

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

Melewatkan sarapan dapat menyebabkan defisit zat gizi dan tidak dapat mengganti asupan zat gizi melalui waktu makan yang lain (Ruxton & Kirk, 1997;

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. gizi tubuh berperan dalam media transportasi dan eliminasi produk sisa metabolisme.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pertumbuhan penduduk lansia yang sangat cepat terjadi pada abad 21.

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. sebelum berangkat melakukan aktivitas sehari-hari (Utter dkk, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola diet di negara maju dan berkembang (The State of Food and

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga remaja (Depkes RI, 1999). dengan cepat dan berbeda pada setiap individunya (Nanik, 2012) dalam

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat. bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak khususnya anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa,

METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi maka selera terhadap produk teknologi pangan

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

01/04/2012. Psikologi Lingkungan Sekolah Pilihan Terhadap Makanan

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. Kalsium adalah mineral yang paling banyak kadarnya dalam tubuh manusia

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan kelompok peralihan dari masa anak-anak. menuju dewasa dan kelompok yang rentan terhadap perubahanperubahan

STATUS GIZI REMAJA, POLA MAKAN DAN AKTIVITAS OLAH RAGA DI SLTP 2 MAJAULENG KABUPATEN WAJO

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran asupan...,rindu Rachmiaty, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan era globalisasi saat ini telah. memberikan dampak peningkatan urbanisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan ( 2013)

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suplemen makanan merupakan produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunnyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. Suplemen makanan dapat berupa produk padat meliputi tablet, tablet hisap, tablet efervesen, tablet kunyah, serbuk, kapsul lunak, granula, pastiles, atau produk cair berupa tetes, sirup, larutan (BPOM, 2004). Fenomena yang berkembang akhir-akhir ini, orang tua bersaing untuk mencerdaskan anaknya dengan berusaha mendapatkan pendidikan yang berkualitas tinggi serta menjaga kesehatan tubuh anaknya. Akibatnya para orang tua menjadi panik dengan berlomba-lomba mempertinggi kualitas anaknya dengan memberikan bermacam jenis makanan dan berbagai produk suplemen makanan yang ditawarkan. (Gsianturi, 2003). Gencarnya promosi para produsen yang memanfaatkan peluang keuntungan yang sangat besar ini melalui berbagai media, tentunya membuat para konsumen tergiur untuk mencoba mengonsumsi suplemen makanan yang merupakan bagian dari gaya hidup modern, terutama di perkotaan. Wahlqvist (2002) menyebutkan bahwa meningkatkan penggunaan suplemen makanan mungkin disebabkan oleh perubahan pola makan dan gaya hidup, di mana 1

2 saat ini masyarakat cenderung lebih menyukai jenis makanan yang praktis, siap saji, berkadar lemak tinggi yang banyak beredar di pasaran (Ramadani, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada anak SD, diperoleh bahwa 40% anak tidak makan sayur, 20% tidak makan buah dan 36% makan snack (Worthington, 2000). Pada bulan Mei tahun 2003, harian The New York Times melaporkan bahwa sebanyak 70% masyarakat Amerika mengonsumsi suplemen makanan. Sementara itu, majalah Nutraceutical edisi Mei Juni 2002 menyampaikan data bahwa total konsumsi suplemen makanan di seluruh dunia tahun 2001 diperkirakan 50,6 miliar dollar AS. Hal ini mendorong pertumbuhan industri yang cepat disektor ini, sehingga dapat dipahami kalau beberapa industri farmasi justru mengandalkan produk suplemen makanan sebagai tulang punggung usahanya (Republika, 2003 dalam Pertiwi, 2007). Hasil penelitian Temasek Polytechnic School of Bussiness ditemukan bahwa sebesar 98% orang dewasa di Singapura mengonsumsi suplemen (Food Fact Asia, 2000 dalam Sariasih, 2006). Penelitian yang dilakukan Bristow, et.al (1997) di Inggris dan Skotlandia dengan sampel sebanyak 15.275 anak usia 4-12 tahun menunjukkan 15,9% anak mengonsumsi suplemen makanan. Pada tahun 2000 Puslitbang Farmasi Depkes RI telah melakukan survey konsumsi suplemen makanan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebesar 78.1% wanita mengonsumsi suplemen makanan (Ramadani, 2005). Penelitian yang dilakukan Sudiyanto, dkk (2001) yang melibatkan para ibu yang memiliki balita di kota Jakarta Timur, menemukan bahwa tingginya persentase ibu yang memberikan suplemen makanan pada anak balitanya mencapai 90.1%.

3 Pemberian multivitamin atau suplemen makanan bisa jadi bermanfaat bagi tumbuh kembang anak. Tetapi hati-hati tak semua anak pasti memerlukan suplemen. The American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan sebaiknya orangtua berkonsultasi terlebih dulu dengan dokter anak sebelum memberikan suplemen. Syarat pemberian multivitamin yang tepat ialah tidak melebihi dosis yang dianjurkan atau Recommended Daily Allomance (RDA), untuk melengkapi kebutuhan nutrisi anak yang tidak bisa dipenuhi hanya dengan makanan sehari-hari. Secara alami vitamin sebenarnya ada yang bisa diproduksi sendiri oleh tubuh, misalnya vitamin K, dan ada pula vitamin yang tidak diproduksi tubuh. Pemberian vitamin tambahan dari luar tubuh memang bisa dilakukan, dengan catatan vitamin tersebut memang dibutuhkan anak, apabila tidak dikhawatirkan akan menimbulkan efek samping. Kekhawatiran orangtua akan perkembangan anak terlihat dari seringkali orang tua mengandalkan pemberian multivitamin terutama pada anak yang sulit makan. Orangtua pun menyiasatinya dengan memberikan vitamin penambah nafsu makan. Menurut Nancy Showen, M.D seorang pakar gizi dari Children's Hospital, Oakland, California, mengatakan vitamin bukan ditujukan untuk menambah nafsu makan. Jika kondisi anak tidak sehat, tentu anak akan menjadi kurang nafsu makan. Sembuhkan sakitnya terlebih dahulu, setelah pulih baru bisa dibantu dengan pemberian vitamin (Zoelandari, 2007).. Banyak faktor yang melatarbelakangi seseorang untuk mengonsumsi suplemen makanan. Diantaranya yaitu yang berasal dari internal maupun eksternal anak. Faktor internal anak merupakan karakteristik anak yang meliputi jenis kelamin, tingkat pengetahuan gizi, status gizi, body image, kebiasaan makan menu seimbang,

4 pola aktivitas fisik, konsumsi buah dan sayur. Menurut Lyle et.al, 1998; Foote et.al, 2003; Ishihara et.al, 2003 dan McNaughtom, 2005 konsumsi suplemen banyak dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain faktor (umur, jenis kelamin, pendapatan dan pendidikan), faktor karakteristik (BMI atau indeks Massa Tubuh, kebiasaan makan, dan penyakit yang diderita) dan faktor gaya hidup (status merokok dan aktivitas olahraga). Jenis kelamin mempengaruhi penggunaan suplemen makanan. The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) di United State tahun 1999 2000, menemukan sebanyak 46,9% pria dan 56,7% wanita mengonsumsi suplemen makanan (Radimer et.al, 2004). National Diet and Nutrition Survey di UK pada tahun 2003 juga menemukan bahwa sebanyak 29% pria dan 40% wanita dalam rentang usia 19 64 tahun dilaporkan sebagai pengguna suplemen makanan (McNaughton, 2005). Penelitian longitudinal Lee, et.al 2002, terhadap 192 pasangan ibu dan anak perempuannya yang berusia 5 tahun, 44,4% anak mengonsumsi suplemen. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa ibu yang mengonsumsi suplemen, anak perempuannya juga mengonsumsi suplemen. Faktor umur pada penelitin Lyle et.al (1998) dengan jumlah responden sebanyak 2152 orang dewasa di Beaver-Dam Winconsin antara tahun 1988-1990 menyatakan bahwa semakin meningkatnya umur maka konsumsi suplemen makanan juga cenderung meningkat. Body Mass Index atau yang lebih dikenal dengan Indeks Massa Tubuh berpengaruh terhadap konsumsi suplemen makanan. Penelitian Messerer et.al (2001), Foote et.al (2003) menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan obesitas mengonsumsi suplemen makanan lebih dibandingkan dengan laki-laki dan

5 perempuan yang underweight. Begitu juga Ishihara et.al (2003) dan Lyle et.al (1998), pada penelitian mereka, orang yang mengonsumsi suplemen adalah mereka yang memiliki BMI rendah. Kebiasan makan juga mempengaruhi konsumsi suplemen makanan, pada masa ini umumnya anak kurang atau di dapati kesulitan menerima sayuran. Penelitian Frankle et.al (1993) dalam Pratiwi (2007) menyatakan bahwa terdapat ketidakyakinan dalam diri seseorang akan kecukupan zat gizi yang sudah didapat dari makanan yang dikonsumsi mereka. Aktivitas fisik terhadap konsumsi supelemen makanan, menurut penelitian yang dilakuakan oleh Lyle et.al, 1998; Ishihara et.al, 2003; Foote et.al, 2003; McNaughton, 2005, mengatakan pengguna suplemen makanan melakukan aktivitas fisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan suplemen. Suplemen makanan berpengaruh terhadap penyakit infeksi, pada anak-anak di antaranya digunakan untuk pencegahan sakit flu umum, meningkatkan nafsu makan anak, memperkaya kemampuan kognitif dan meningkatkan pertumbuhan (Pelchant et.al, 1986 dalam Ishardini, 2002). Alasan utama seseorang mengonsumsi suplemen adalah untuk mencegah pilek dan penyakit lainnya serta untuk melengkapi zat-zat yang tidak ada dalam makanan (Schutz et.al, 1982 dalam Saputri 2005). Pengetahuan tentang gizi dan suplemen makanan dapat mempengaruhi konsumsi suplemen. Penelitian oleh Hayati, dkk (2002) memperlihatkan bahwa sebagian besar responden yang mengonsumsi suplemen makanan memiliki pengetahuan gizi yang baik. Menurut Ramadani (2005), remaja yang mengonsumsi

6 suplemen makanan jauh lebih banyak yang berpengetahuan rendah yaitu sebesar 70,4%. Pendidikan mempengaruhi konsumsi suplemen makanan. Penelitian oleh Lyle (1998), menyebutkan penggunaan suplemen makanan lebih tinggi pada orangorang yang mengecam pendidikan formal lebih dari 12 tahun. Hal serupa juga ditemui pada penelitian yang dilakukan oleh Balluz (2000). Dengan kata lain semakin tinggi pendidikan, penggunaan suplemen makanan semakin meningkat. Pekerjaan berpengaruh terhadap konsumsi suplemen makanan, menurut penelitian Hardinsyah (2002) pada 738 wanita dewasa di Jakarta dan Depok, yaitu pengguna suplemen makanan terbanyak ditemui pada responden yang bekerja sebagai karyawan swasta/bumn dan wiraswasta yaitu sebesar 45,5%. Penelitian oleh Bristow (1997) terhadap anak usia 4 12 tahun di Inggris dan Skotlandia menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ayah dengan konsumsi suplemen pada anak. Berbagai gangguan gizi pada usia remaja sering terjadi kekurangan energi protein, anemia dan defisiensi berbagai vitamin. Selain itu masalah gizi lebih ditandai dengan tingginya angka obesitas pada remaja sering terjadi terutama di kotakota besar (Moehji, 2003). Penelitian Padmiari terhadap 80 anak SD di Denpasar tahun 2004, menyebutkan sekitar 75% konsumsi energi anak-anak tersebut berasal dari jajanan yang diistilahkan sebagai street food (makanan jalanan) berupa aneka macam fast food, jajanan pasar hingga snack ringan. Sementara itu, hanya 25% konsumsi energi anak-anak berasal dari makanan pokok berupa nasi, daging, sayuran, dan pelengkapnya.

7 Kelompok remaja menunjukkan fase pertumbuhan pesat adolescence growth spurt sehingga memerlukan zat-zat gizi relatif banyak (Moehji, 2003). Selain itu anak sekolah biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan (RSCM & PERSAGI, 2003). Berbagai penelitian menyebutkan bahwa di kota-kota besar, suplemen makanan lebih banyak dikonsumsi oleh tingkat golongan ekonomi menengah ke atas. Dipilihnya SD Islam Al-Husna sebagai lokasi penelitian adalah dengan pertimbangan bahwa sekolah tersebut merupakan sekolah dengan mayoritas siswa berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas, letak sekolah yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan, sehingga kecenderungan untuk mengonsumsi suplemen makanan relatif lebih besar. Selain itu, masih terbatasnya informasi yang berkaitan dengan fakto-faktor yang berhubungan konsumsi suplemen makanan pada usia anak sekolah dasar. 1.2 Perumusan masalah Suplemen makanan yang dikemas dalam bermacam-macam merek dengan manfaat untuk meningkatkan nafsu makan dan kecerdasan anak semakin gencar dipromosikan, baik melalui media cetak maupun televisi cenderung menyebabkan para ibu sebagai orang yang mempunyai peran cukup penting dalam memelihara kesehatan dan pertumbuhan anak akan terpacu untuk mencoba dan memilih yang terbaik untuk anaknya. Selain itu konsumen dapat memperoleh dan mengonsumsi suplemen makanan tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi karena suplemen makanan dijual secara bebas. Mengonsumsi suplemen makanan tidaklah salah, namun yang perlu diperhatikan adalah penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh.

8 Konsumsi yang berlebihan akan mengganggu pencernaan, menyebabkan diare dan keracunan (Guthrie, 1995). Informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen makanan pada anak sekolah belum banyak diketahui, oleh karena itu perlu untuk dilakukan penelitian tentang suplemen makanan ini. 1.3 Pertanyaan Penelitian Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan konsumsi suplemen makanan pada anak sekolah di SD Islam Al-Husna Bekasi Selatan Tahun 2008? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen makanan pada anak sekolah kelas IV dan V di SD Islam Al-Husnah Bekasi Selatan Tahun 2008. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Diperolehnya gambaran karakteristik sampel meliputi jenis kelamin, umur, status gizi (IMT), kebiasaan makan, aktivitas fisik, dan penyakit infeksi. 1.4.2.2 Diperolehnya gambaran konsumsi suplemen makanan pada anak sekolah yang meliputi : jenis, frekuensi, alasan tempat memperoleh dan sumber informasi. 1.4.2.3 Diperolehnya gambaran karakterisktik orang tua sampel meliputi pengetahuan gizi dan suplemen makanan, pendidikan, pekerjaan, dan konsumsi suplemen makanan pada ibu.

9 1.4.2.4 Diketahuinya hubungan antara faktor karakteristik sampel (jenis kelamin, umur, status gizi (IMT), kebiasaan makan, aktivitas fisik, dan panyakit infeksi) dengan konsumsi suplemen makanan. 1.4.2.5 Diketahuinya hubungan antara faktor karakteristik orang tua sampel (pengetahuan, pendidikan, pekerjaan dan konsumsi suplemen makanan Ibu) dengan konsumsi suplemen makanan pada anak 1.5 Manfaat Penelitian a. Bagi Institusi Memberikan informasi yang berguna bagi institusi dalam upaya memberikan pendidikan gizi yang sesuai guna menuju remaja yang sehat. Selain itu sebagai wujud penerapan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. b. Bagi Pembaca Menambah pengtahuan dan wawasan dalam melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan perilaku konsumsi suplemen dan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

10 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi makanan pada anak sekolah. Populasi yang diteliti adalah siswa kelas IV dan V yang bersekolah di SD Islam Al-Husna Bekasi Selatan tahun 2008. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 21 24 Mei 2008. Pemilihan lokasi di SD Islam Al-Husna Bekasi Selatan dengan pertimbangan bahwa sekolah tersebut merupakan sekolah dengan mayoritas siswa berasal dari tingkat golongan ekonomi menengah ke atas, letak sekolah yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan kesehatan sehingga kecenderungan untuk mengonsumsi suplemen makanan relatif lebih besar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dari data primer melalui kuesioner. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional, dimana variabel dependen dan independennya diamati dalam waktu bersamaan.