BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu hal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah berusaha untuk mewujudkan pendidikan yang kedepan diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan dalam Tujuan dan Fungsi Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Republik Indonesia tentang sistem pendidikan Nasional pasal 3 No. 20 Tahun 2003 yang berbunyi Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003). Sekolah merupakan lembaga yang membimbing serta mengarahkan para siswa untuk menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki para siswa. Agar fungsi dan tujuan pendidikan bisa berjalan dengan baik, sekolah membuat tata tertib dan peraturan. Pada lingkungan sekolah anak dituntut untuk dapat disiplin, dalam hal ini anak diharapkan bertingkah laku sesuai dengan peraturan dan tata tertib yang ada di sekolah (Sonita, 2013). 1
Disiplin siswa merupakan salah satu faktor essensial untuk menunjang kegiatan-kegiatan di sekolah. Melalui disiplin di sekolah siswa dibantu untuk tumbuh menjadi orang yang bertanggung jawab, memiliki kontrol diri, mampu dan mau berperan sebagai anggota keluarga, pekerja dan warga negara (Yuliejantiningsih, 2012) Harapan bahwa siswa akan mematuhi peraturan sekolah harus diungkapkan terus-menerus. Misalnya: kebiasaan mencoret-coret dan melakukan perusakan lain harus dibenahi segera sehingga siswa lain tidak memperoleh gagasan bahwa perilaku buruk adalah suatu yang lazim dan diterima. Di pihak lain, peraturan hendaknya ditegakan dengan tegas dan adil; penerapan kaku kebijakan toleransi nol sering terbukti kontraproduktif (Skiba, dalam Slavin, 2009). Sekolah menerapkan peraturan supaya para siswa disiplin dan teratur, akan tetapi pada kenyataannya masih ada ketidakdisiplinan yang dilakukan siswa. Dari beberapa berita di media masa menunjukan gambaran mengenai tindakan mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh siswa, yaitu: (1) Membolos, puluhan pelajar di kota Tangerang terjaring razia (http://kabar6.com). (2) Pelajar pesta miras, pemkot Tangerang kecolongan (http://bantenposnews.com). (3) Pelajar SMP Tawuran usai UN, satu tewas (http://m.antaranews.com). (4) Ketahuan coreti seragam, siswa dihukum mencat tembok (http://bumianoa.com). 2
Dari hasil diatas, peneliti juga mewawancarai guru BK di SMA PGRI 117 Karang Tengah Tangerang, guru BK mengungkapkan masih ada ketidakdisiplinan siswa yang dilakukan antara lain: terlambat masuk sekolah, siswa tidak masuk tanpa keterangan atau alpa, berpakaian tidak rapih, berkelahi di sekolah, tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR), mengobrol dengan teman saat guru menjelaskan, bermain HP saat kegiatan belajar mengajar (KBM), tidak memakai atribut, memakai aksesoris yang tidak diperkenankan oleh sekolah. Dalam perilaku buruk siswa pada kategori ini menyebabkan kesulitan dan persoalan bagi guru dan pengurus sekolah. Masalah perilaku yang serius tidak terbagi dengan merata dikalangan siswa atau sekolah. Kebanyakan siswa yang teridentifikasi mempunyai masalah perilaku yang parah adalah pria; sebanyak 3 hingga 8 kali lebih banyak anak laki-laki daripada anak perempuan diperkirakan mempunyai masalah perilaku yang serius (Perkins & Borden; dalam Slavin, 2011). Menurut Maman Surahman (dalam Sonita, 2013) Salah satu penyebab timbulnya masalah disiplin karena faktor lingkungan yaitu lingkungan bergaul siswa. Pada masa remaja, pengaruh dari teman sebaya paling kuat karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman sebaya sebagai kelompok, maka hal itu dapat dipahami bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 1993). 3
Pada waktu anak-anak masuk sekolah, mereka belajar bahwa tingkah laku mereka dikendalikan oleh peraturan sekolah. Kegagalan berbuat sesuai dengan peraturan tersebut mendatangkan hukuman dan tidak dibenarkan oleh guru, walaupun kadang-kadang perbuatan itu mendapat persetujuan teman sebaya. Berbuat curang misalnya, selalu tidak dibenarkan guru dan selalu akan dihukum. Sebaliknya, bila kecurangan itu merupakan sesuatu yang dilakukan semua anak terutama bila perbuatan itu membantu teman sekelas yang sedang terjepit, berbuat curang lebih banyak disetujui daripada tidak disetujui oleh teman sebaya. Karena penerimaan teman sebaya jauh lebih penting bagi kebanyakan anak dibandingkan dengan persetujuan guru, anak-anak mengatasi masalah perbedaan antara peraturan sekolah dan standar teman sebaya dengan menyesuaikan diri dengan teman sebayanya (Hurlock, 2004). Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Beberapa remaja akan melakukan apapun agar dapat dimasukan sebagai anggota (Santrock, 2003). Santrock mengungkapkan bahwa konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Berdasarkan survey nasional terhadap remaja di Amerika, ditemukan bahwa remaja memiliki kecendrungan yang kuat untuk menjadi populer dan konformitas (Conger, dalam Yusuf, 2011). Dibandingkan yang tidak melakukan konformitas, tentu lebih banyak individu yang melakukan konformitas terhadap norma sosial. hal ini bisa dipahami karena adanya motif untuk disukai oleh orang 4
lain (normatif social influence), sehingga bisa diterima oleh lingkungan, dan adanya motif akan kepastian mengenai kebenaran akan perilaku yang hendak ditampilkan (informational social influence) (Sarwono & Eko, 2009). Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada remaja dapat menjadi positif atau negatif. Remaja terlibat dengan tingkah laku sebagai akibat dari konformitas yang negatif-menggunakan bahasa yang asal-salan, mencuri, coret mencoret, dan mempermainkan orang tua dan guru. Namun, banyak konformitas pada remaja yang tidak negatif dan keinginan untuk terlibat dalam dunia teman sebaya, misalnya berpakaian seperti teman-temannya dan ingin menghabiskan waktu dengan anggota dari perkumpulan (Santrock, 2003) Hubungan dengan kelompok teman sebaya mempunyai kontribusi yang sangat positif terhadap perkembangan kepribadian remaja. Namun di sisi lain, tidak sedikit remaja yang berperilaku menyimpang karena pengaruh teman sebaya (Yusuf, 2011). Dari latar belakang yang telah diuraian diatas, peneliti menjadi tertarik untuk mengetahui Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dengan Kedisiplinan Siswa Kelas XI SMA PGRI 117 Karang Tengah Tangerang 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan antara 5
konformitas teman sebaya dengan kedisiplinan siswa kelas XI SMA PGRI 117 Karang Tengah Tangerang? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain untuk mengetahui: 1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kedisiplinan siswa kelas XI SMA PGRI 117 Karang Tengah Tangerang. 2. Untuk mengetahui tingkat kedisiplinan siswa kelas XI SMA PGRI 117 Karang Tengah Tangerang. 3. Untuk mengetahui tingkat konformitas teman sebaya siswa kelas XI SMA PGRI 117 Karang Tengah Tangerang. 1.4. Manfaat Penelitan 1.4.1. Manfaat Teoritis Sebagai bahan kajian dalam mengembangkan Ilmu Psikologi Sosial dan Psikologi Pendidikan. Selain itu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 1.4.2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada siswa untuk lebih mengetahui bahwa konformitas tak hanya sekedar ikutikutan. mereka harus tahu alasan dan latar belakang perilaku yang 6
mereka pilih dan siswa harus berani untuk mengatakan tidak untuk perilaku negatif yang merugikan. Bagi pihak sekolah dapat membantu anak dalam mengatasi tekanan teman sebaya yang dialami para siswa. 7