BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah lembaga formal tempat siswa menimba ilmu dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perilaku bolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. yaitu keluarga, masyarakat, sekolah dan kelompok sebaya.

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam menempuh

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M.

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun dari luar diri (eksternal) individu. Faktor internal sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Negara (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003) informal dapat melalui keluarga dan lingkungan.

2. Faktor pendidikan dan sekolah

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa.

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013

BAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah lembaga formal tempat dimana seorang siswa menimba ilmu dalam

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan di dalam negeri maupun di luar negeri. Tentunya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Akhirnya memang akan menjadi fenomena yang jelas-jelas mencoreng

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang sangat terpenting bagi setiap individu, pendidikan

I PENDAHULUAN. kehidupan. Pengertian pendidikan nasional yang tercantum dalam UU No.

BAB I PENDAHULUAN. atau tugas yang diberikan dengan segenap kemampuannya terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib, peraturan dengan penuh rasa tanggung jawab dan disiplin. Di

1988), 2 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), hlm.364.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

I. PENDAHULUAN. intelektual, spiritual, dan mandiri sehingga pada akhirnya diharapkan masyarakat kita

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja lainnya yang menyebabkan terhambatnya kreatifitas siswa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didik. Untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan belajar dalam keluarga adalah merupakan lingkungan belajar yang pertama bagi anak untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, khususnya negara berkembang seperti Indonesia. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sosial budaya dimana individu tersebut hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menurut Islam pada hakekatnya adalah makhluk monopluralis

I. PENDAHULUAN. nasional yaitu membangun kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah elemen yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Belajar merupakan proses dari sesuatu yang belum bisa menjadi bisa, dari

BAB I PENDAHULUAN. aman belajar bagi dirinya sendiri, sekaligus bagi siswa lain yang berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam proses pembelajaran di kelas, setiap guru memiliki peran utama

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan berkembangnya suatu Negara ialah

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

I. PENDAHULUAN. upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan dan keahlian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1:

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu adalah

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. adanya perhatian pemerintah terhadap pendidikan, antara lain : disahkannya UU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan berhubungan sekali dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan faktor penting dalam memajukan bangsa dan negara. Pada pembukaan UUD 1945 alinea ke empat, yaitu :

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

1. PENDAHULUAN. Bab ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENINGKATAN DISIPLIN SISWA MENGGUNAKAN KONSELING KELOMPOK PENDEKATAN BEHAVIOR SISWA SMP KELAS VIII

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif dapat. mengembangkan potensi pada dirinya untuk dapat memiliki kekuatan

I. PENDAHULUAN. Manfaat dari pendidikan di sekolah, antara lain adalah menambah wawasan dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi manusia tidak mengenal batas umur, jenis kelamin ras dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan tahap perkembangan yang harus dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah adalah lembaga formal tempat siswa menimba ilmu dalam mengembangkan bakat, minat dan kemampuanya. Untuk mencapai keberhasilan di masa depan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Menurut Undangundang No. 20 Tahun 2003 pasal 1 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan agama. Meskipun pendidikan bukan satu- satunya penentu keberhasilan masa depan, tetapi dengan pendidikan yang baik keberhasilan akan lebih mudah tercapai. Pendidikan seseorang akan sulit berhasil tanpa dukungan dari lingkungan yaitu keluarga, masayarakat, sekolah dan kelompok sebaya. Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan oleh sekolah. Selain itu setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai peraturan dan tata tertib yang berlaku disekolahnya itu biasa disebut disiplin siswa. Peraturan, tata tertib, dan berbagai ketentuan lainnya yang berupa mengatur perilaku siswa disebut disiplin sekolah. Pentingnya pendidikan di sekolah membuat personil sekolah menyadari arti pentingya tata tertib yang harus 1

2 dipatuhi oleh setiap anggota sekolah. Disiplin merupakan cara masyarakat mengajar anak berperilaku moral yang disetujui kelompok. Tata tertib sekolah dipandang sebagai dasar untuk berfungsingnya sekolah umum dengan benar. Harapan umum bahwa penegakan disiplin itu diperlukan murid untuk belajar dan bahwa para pendidik diharapkan untuk mengadakan serta memelihara disiplin sekolah yang baik. Lebih lanjut tata tertib di pandang sebagai tujuan itu sendiri selama banyak generasi bahwasanya satu tujuan penting dalam pendidikam adalah untuk mengajarkan tata tertib kepada murid (Rintyastini 2003: 67). Disiplin diri sangat penting dan perlu diterapkan kepada seluruh siswa agar siswa tersebut tidak sering melakukan pelanggaran terhadap tata tertib yang ada di sekolah seperti membolos, terlambat datang ke sekolah, tidak memakai atribut sekolah, dan lain-lain Salah satu pelanggaran tata tertib yang biasa dilakukan siswa adalah membolos atau ketidakhadiran siswa tanpa alasan yang jelas. Menurut Supriyo ( Wibowo Adi : 2013 ) Bolos merupakan anak yang tidak masuk sekolah dan anak yang meninggalkan sekolah belum usai tanpa izin terlebih dahulu. Perilaku membolos sekolah selain melanggar tata tertib sekolah juga termasuk salah satu bentuk dari kenakalan remaja. Perilaku Bolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajar. Tindakan bolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum sekolah. Buntutnya memang akan menjadi fenomena yang jelas jelas akan mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh faktor faktor internal dan eksternal dari anak itu sendiri. Faktor eksternal yang kadang kala menjadikan

3 alasan membolos adalah mata pelajaran yang tidak diminati atau tidak disenangi. Siswa yang suka membolos sering kali ikut serta terlibat hal - hal yang cenderung merugikan diri mereka sendiri. Bedasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Tri Mega Ralasari (2015) dengan judul penelitian upaya pengubahan perilaku membolos siswa melalui layanan konseling kelompok dengan model cognitive behavior therapy (Studi kasus pada siswa kelas XI di SMA Negeri 10 Pontianak). Hasil dari penelitian ini menunjukan bentuk perilaku membolos berupa keluar saat jam pelajaran, tidak masuk sekolah berselang hari yang disebabkan tidak menyukai pelajaran tertentu, kurang berminat terhadap metode belajar dan sukar berkosenterasi dan alternative penanganan yang dilakukan peneliti untuk mengatasi perilaku membolos dengan menggunakan pendekatan cognitive behavior therapy. Dalam Jurnal Penelitian Mogulescu, S., Segal, H.J dalam Asri Prahest Approaches To Truancy Prevention. Vera Institute of Justice, (2002: 1-14) bahwa Setiap hari, di Amerika Serikat ratusan dari ribuan remaja absen dari sekolah tanpa ijin dan alasan yang jelas. Di negara ini, membolos adalah masalah yang mulai meresahkan. Karena menurut beberapa penelitian, perilaku membolos sangat dipercaya sebagai prediktor munculnya perilaku delinkuen pada remaja (studi mencatat 75-85% pelaku kenakalan remaja adalah remaja yang suka membolos atau sangat sering absen dari sekolah). Di AS, siswa yang membolos disebut sebagai Person in Need of Supervision (PINS) atau orang yang membutuhkan pengawasan. Tidak hanya di kota kota besar saja siswa yang terlihat sering membolos, bahkan sekolah yang di daerah-daerah pun perilaku membolos sudah menjadi kegemaran, sesuai dengan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru BK pada tanggal 4 Desember 2015 di SMA Negeri 1 Sibolangit menyatakan bahwa pada semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 di sekolah ini untuk siswa kelas X

4 yang membolos setiap semester mencapai 30%, ( Dokumen Guru BK SMA Negeri 1 Sibolangit 2015) dan hal ini disebabkan masih banyak siswa yang tidak hadir tanpa keterangan yang jelas dan masih banyak siswa yang meninggalkan kelas sewaktu jam pelajaran berlangsung tanpa meminta izin kepada guru yang mengajar dan dikarenakan kurang minat terhadap pelajaran dan gaya mengajar guru, sedangkan dari hasil observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 4 Desember 2015 di sekolah tersebut dapat diperoleh data mengenai jumlah siswa kelas X SMA Negeri 1 Sibolangit sebanyak 189 Siswa yang terdiri dari enam kelas setiap harinya mencapai 10 bahkan lebih siswa yang meninggalkan jam pelajaran tanpa seizin guru mata pelajaran dan hal ini juga dikarenakan kurangnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran dan gaya mengajar guru. Bedasarkan hasil observasi dan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa masalah membolos yang dilakukan oleh para peserta didik merupakan suatu masalah yang kompleks yang membutuhkan suatu penanganan khusus. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi perilaku membolos siswa yaitu dengan pemberian layanan konseling kelompok realita pada siswa. Konseling merupakan suatu proses intervensi yang bersifat membantu individu untuk meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain. Konseling bisa dilakukan secara individual maupun kelompok. Konseling kelompok berorientasi pada perkembangan individu dan usaha menemukan kekuatan- keuatan yang berumber pada diri individu itu sendiri dalam memanfaatkan dinamika kelompok. Kegiatan konseling kelompok merupakan hubungan antar pribadi yang menekankan pada proses berpikir secara sadar, perasaan- perasaan, dan perilaku perilaku anggota untuk meningkatkan

5 kesadaran akan pertumbuhan dan perkembangan individu menjadi sadar akan kelemahan dan dan kelebihannya, mengenali keterampilan, keahlian dan pengetahuan serta menghargai nilai dan tindakannya sesuai dengan tugas-tugas perkembangan (Wibowo, 2005:33-34) Ada beberapa pendekatan yang dapat diterapkan dalam konseling kelompok yaitu Rational emotive therapy, konseling behavioristik, dan wawancara untuk menyesuaikan diri ( Interview for adjustment ) (Winkel 2006: 619). Konseling Behavioristk terbagi dalam Terapi Realita dan Multimodal Counseling. Maka dalam penelitian ini peneliti menganggap pendekatan yang paling sesuai untuk diterapkan adalah terapi realita dengan teknik WDEP yang dikembangkan oleh William Glasser. Terapi realita adalah suatu pendekatan konseling yang diberikan untuk membantu klien untuk bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya dalam bentuk nyata, dapat memahami diri sendiri, mengetahui hak hak pribadinya tanpa melanggar hak orang lain,dan dapat mengembangkan serta membina kepribadian atau kesehatan mental klien secara sukses. Teknik WDEP pada konseling realita ini digunakan untuk membantu klien menilai keinginan keinginannya, perilaku perilakunya dan kemudian merumuskan rencana rencana yang akan dilakukan klien.terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai dimana terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalan yang dialaminya. Jika para klien menjadi sadar bahwa mereka tidak akan memperoleh apa yang mereka inginkan dan bahwa tingkah laku mereka merusak diri, maka ada kemungkinan yang nyata untuk terjadinya perubahan

6 positif, semata mata karena mereka menetapkan bahwa alternatif - alternatif bisa lebih baik daripada gaya mereka sekarang yang tidak realistis (Corey,2005 : 266-267). Bedasarkan penjelasan diatas maka dengan memberikan layanan konseling kelompok realita dapat membantu siswa untuk mengatasi masalahnya mengenai perilaku membolos karena siswa diminta untuk dapat bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya agar bisa meningkatkan hasil belajarnya. Sehubungan dengan hal ini maka penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Realita Terhadap Perilaku Bolos Siswa Kelas X SMA NEGERI 1 SIBOLANGIT Tahun Ajaran 2015/2016. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat teridentifikasi permasalahan antara lain: masih banyak siswa meninggalkan kelas tanpa seizin guru mata pelajaran, masih banyak siswa meninggalkan kelas pada mata pelajaran tertentu yang disebabkan jenuh terhadap mata pelajaran dan tidak menyukai gaya mengajar guru, masih banyak siswa tidak masuk sekolah dengan alasan yang jelas. 1.3 Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh layanan konseling kelompok realita terhadap perilaku bolos siswa kelas X SMA NEGERI 1 Sibolangit T.A 2015/2016.

7 1.4 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada pengaruh layanan konseling kelompok realita terhadap perilaku bolos siswa kelas X SMA NEGERI 1 Sibolangit T.A 2015/2016?. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh layanan konseling kelompok realita terhadap perilaku bolos siswa kelas X SMA NEGERI 1 Sibolangit T.A 2015/2016. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini terdiri dari manfaat praktis dan konseptual. 1. Manfaat Praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi : a) Sekolah Dapat membantu mengatasi masalah siswa yang dialami sehingga siswa dapat menjadi pribadi yang baik dan bisa menjalani proses belajar secara mudah, efektif dan bisa diterima di lingkungan sekolah. b) Guru Bk Diharapkan dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk mengatasi perilaku bolos siswa melalui konseling kelompok realita.

8 c) Guru Bidang Studi Dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk mengatasi perilaku bolos siswa d) Siswa Dapat dijadikan masukan untuk bisa berperilaku disiplin dalam kehidupan sehari hari. 2. Manfaat konseptual Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan baru dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan khususnya dalam bidang Bimbingan dan Konseling yang berhubungan dengan layanan konseling kelompok realita dalam menangani perilaku bolos siswa disekolah.