~ c-' fa. ~0cllt~/~ ~~~,~~ ~_.~~~ti...~v ~7>~:.j~~l ~:f,,-,,~...~y..-:,::;:'j\;:;'-~ !Jj~g>~rg;~ ~ oykkk~

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA KAWASAN NIAGA TERPADU SUDIRMAN

fff~pj>~p15~ ~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI OAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PANOUAN RANCANG KOTA PONOOK INOAH OENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~~{ }J'~{j})~.~ .f~f~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA KAWASAN NIAGA TERPADU SUDIRMAN

ERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA WADUK MELATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG RUANG BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

gj'~~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang.

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

STASIUN KERETA BAWAH TANAH ISTORA DI JAKARTA

STASIUN KERETA BAWAH TANAH ISTORA DI JAKARTA

STASIUN MRT BLOK M JAKARTA DENGAN KONSEP HEMAT ENERGI BAB I PENDAHULUAN

Dukuh Atas Interchange Station BAB III DATA 3.1 TINJAUAN UMUM DUKUH ATAS

BAB III DESKRIPSI PROYEK

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PENATAAN JALUR PEDESTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

Lebak Bulus Masuki Tahapan Konstruksi Skala Besar Proyek MRT Jakarta

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

KAWASAN TERPADU STASIUN PASAR SENEN

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 103 TAHUN 2007 TENTANG POLA TRANSPORTASI MAKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TOD

TINJAUAN HUKUM PENDIRIAN BANGUNAN PADA JALUR HIJAU

BAB III METODE PERANCANGAN

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG

increasing mobility, improving life quality

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

L E B A K B U L U S BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KERANGKA ACUAN KERJA PENYUSUNAN RTBL KAWASAN KHUSUS ISLAMIC CENTER

PENETAPAN LOKASI PENDATAAN ANALISIS KAWASAN DAN WILAYAH PERENCANAAN PENYUSUNAN KONSEP PENYUSUNAN RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

Dimulainya Tahapan Konstruksi Skala Besar Proyek MRT Jakarta di Wilayah Fatmawati Hingga Blok M

DIV TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

.f6u/wta;f~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG TATA CARA PENETAPAN LOKASI STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UNTUK UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2004 TENTANG

LAPORAN AKHIR KATA PENGANTAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

2015, No RITJ yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran N

Perancangan Terminal dalam Kawasan Pembangunan Berorientasi Transit: Studi Kasus Terminal Pinang Baris Medan

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TOD

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS BUPATI MALANG,

DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019

KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN)

Kesesuaian Kawasan Transit Tramstop Surabaya Mass Rapid Transit dengan Konsep Transit Oriented Development (Studi Kasus: Koridor Embong Malang)

~J~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN RUMAH TINGGAL TIGA LANTAI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

Transkripsi:

~ c-' fa ~0cllt~/~ ~~~,~~ ~_.~~~ti...~v ~7>~:.j~~l ~:f,,-,,~...~y..-:,::;:'j\;:;'-~ IJJ.!Jj~g>~rg;~ ~ oykkk~ PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 182 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA PENGEMBANGAN KORIDOR MRT JAKARTA TAHAP I (SATU) '- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menirnbang a. bahwa untuk mewujudkan lingkungan kota yang berkualitas serta berorientasi pada manusia dan/atau kepentingan umum dengan penekanan pada aspek kualitas fungsional, kualitas visual serta kualitas Iingkungan, diperlukan perangkat pedoman yang dapat menjadi acuan dalam pembangunan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatah ruang; '- b. bahwa pembangunan prasarana dan sarana Mass Rapid Transit (MRT) merupakan salah satu program prioritas di bidang transportasi dan akan menjadi tulang punggung sistem transportasi kota.jakarta dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan transportasi sekaligus untuk membenahi permasalahan utama transportasi Kota Jakarta, berupa kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh tinggiolya pemakaian mobil pribadi; c. bahwa pengembangan Koridor MRT akan membangkitkan pergerakan pejalan kaki serta aktivitas di sekitarnya, menaikkan kebutuhan akan pengembangan lahan serta peningkatan daya dui<ung lahan dan intensitas pembangunan di sekitar stasiun MRT, sehingga membutuhkan kesiapan perangkat untuk mengatur pengembangan dan penataannya agar optimal dalam mendukung fungsi kawasan ya"g berorientasi transit atau Transit Oriented Development (TOO); d. bahwa salah satu strategi penataan ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030 berupa pengembangan pusat-pusal kegiatan pada simpul angkutan umum massal melalui konsep Transit Oriented Development (TOO) sehingga perlu dijabarkan dalam kebijakan operasional dan rind;

2 e. bahwa kebijakan sebagaimana dimaksud dalam huruf c, akan diberlakukan pada Pengembangan Koridor Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta Tahap I (satu) yang terdiri dari rencana pembangunan 13 (tiga belas) stasiun mulai dari Stasiun Lebak Bulus sampai dengan Stasiun Bundaran Hotel Indonesia; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf e, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Panduan Rancang Kota Pengembangan Koridor rt-1rt Jakarta Tahap I (Satu); Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diu bah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008; 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian; '--- 4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; 6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; 7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; 8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; 10. Peraturan Pemerintah Nomer 34 Tahun 2006 tentang Jalan; 11. Peraturan Pemerintah Nemer 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; 12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; 13. Peraturan Daerah Nemor 4 Tahun 1975 tentang Ketentuan Bangunan Bertingkat di Wilayah Daerah khusus Ibuketa Jakarta; 14. Peraturan Daerah Nemer 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah; 15. Peraturan Daerah Nemer 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung; 16. Peraturan Daerah Nemer 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030; 17. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah;

3 18. Keputusan Gubernur Nomor 678 Tahun 1994 tentang Peningkatan Intensitas Bangunan di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 19. Keputusan Gubernur Nomor 1516 Tahun 1997 tentang Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kecamatan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana telah diu bah dengan Peraturan Gubernur Nomor 137 Tahun 2007;. 20. Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pembangunan Rumah Susun Sederhana; MEMUTUSKAN : Menetapkan PERATURAN GUBERNUR TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA PENGEMBANGAN KORIDOR MRT JAKARTA TAHAP I (SATU). BABI KETENTUAN UMUM Pasal1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 4. Pihak Ketiga adalah orang perseorangan atau badan usaha yang akan memanfaatkan pengembangan kawasan di Pengembangan Koridor MRT Jakarta. 5. Rencana Tata Ruang Wilayah, yang selanjutnya disingkat RTRW adalah hasil perencanaan tata ruan9 pada wilayah yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif. 6. Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kecamatan yang selanjutnya disebut RRTRW Kecamatan adalah rencana pemanfaatan ruang wilayah kecamatan yang merupakan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat untuk menetapkan lokasi kegiatan pembangunan dalam pemanfaatan ruang serta dalam penyusunan program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang sekaligus menjadi dasar dalam pemberian rekomendasi pengarahan lokasi investasi pembangunan. 7. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. 8. Rencana Kota adalah rencana tata ruang kota di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

4 9. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan atau fungsional. 10. Kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri tertentu. 11. Panduan Rancang Kota (Urban Design Guideline), yang selanjutnya disingkat PRK. adalah panduan bagi perencanaan kawasan yang memuat uraian teknis secara terinci tentang kriteria. ketentuanketentuan, persyaratan-persyaratan, standar dimensi, standar kualitas yang memberikan arahan bagi pembangunan suatu kawasan yang ditetapkan mengenai fungsi, fisik bangunan prasarana dan fasilitas umum. fasilitas sosial. utilitas maupun sarana lingkungan. 12. Daerah Perencanaan adalah bidang tanah yang telah ditetapkan batasbatasnya menurut dan yang sesuai dengan rencana kota untuk peruntukan tertentu. '-- 13. Superblok adalah kawasan multifungsi yang dikembangkan secara terpadu. dibatasi sekurang-kurangnya oleh 2 (dua) buah jalan kolektor, atau sebuah jalan kolektor dengan prasarana lain yang sejenisl setingkat, sesuai dengan rencana kota yang didalamnya terdapat satu atau lebih peruntukan utama dengan luas minimum 2 ha (dua hektar). 14. Blok adalah bidang tanah yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh rencana jalan lingkungan atau sejenisnya sesuai dengan rencana kota. 15. Subblok adalah bidang tanah yang merupakan satu atau lebih perpetakan yang telah ditetapkan batas-batasnya sesuai dengan rencana kota untuk suatu peruntukan tertentu. 16. Ruang terbuka hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok. yang pen jgunaannya lebih bersifat terbuka. tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 17. Ruang Publik adalah ruang atau tempat yang terbuka dan dapat diakses bagi semua warga dari berbagai latar belakang yang berbeda tanpa harus dipungut biaya masuk dan seringkali menjadi tempat aktualisasi dan bersosialisasi warga dan masyarakat dan bahkan dapat pula berperan menjadi salah satu ikon kota. 18. Jalur pedestrian adalah jalur khusus yang disediakan untuk pejalan kaki. 19. Intensitas Ruang adalah besaran ruang untuk fungsi tertentu yang ditentukan berdasarkan pengaturan Koefisien Lantai Bangunan, Koefisien Dasar Bangunan dan Ketinggian Bangunan tiap kawasan bagian kota sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan kota. 20. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka prosentase berdasarkan perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana tata ruang kota.

5 21. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah besaran ruang yang dihitung dari angka 'perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas tanah perpetaken/daerah pereneanaan yang dikuasai sesuai dengan reneana teknis ruang kota. 22. KLB rata-rata adalah besaran ruang yang dihitung dari nilai KLB ratarata pada suatu kawasan berdasarkan ketetapan nilai KLB menurut pemanfaatan ruang yang sejenis. 23. Transfer Development Right yang selanjutnya disingkat TOR adalah suatu perangkat pereneanaan yang memungkinkan kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan kepadatan rendah/sedang untuk memberikan sebagian nilai koefisien yang dimilikinya kepada kawasan lain yang ditetapkan sebagai kawasan dengan intensitas tinggi untuk dapat meningkatkan nilai koefisien yang dimilikinya, hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas lingkungan dan/atau melindungi kawasan eagar budaya. 24. Ketinggian Bangunan yang selanjutnya disingkat KB adalah jumlah lantai penuh suatu bangunan dihitung mulai dari lantai dasar sampai lantai tertinggi. '- 25. Angkutan umum massal adalah angkutan umum yang dapat mengangkut penumpang dalam jumlah besar yang beroperasi seeara eepat, nyaman, aman, terjadwal dan berfrekuensi tinggi. 26. Mass Rapid Transit adalah layanan transportasi umum (kereta) dalam jangkauan lokal dan beroperasi pada jalur khusus tetap atau jalur umum potensial yang terpisah yang digunakan seeara eksklusif sesuai jadwal yang ditetapkan dengan rute/lini yang didesain dengan perhentianperhentian tertentu, serta diraneang untuk memindahkan sejumlah besar orang dalam waktu yang bersamaan. 27. Transit Oriented Development (TOO) adalah kawasan terpadu dari berbagai kegiatan fungsional kota dengan fungsi penghubung lokal dan antar loka!. 28. Kawasan TOO adalah kawasan eampuran permukiman dan komersil dengan aksesibilitas tinggi terhadap angkutan umum massal, dimana stasiun angkutan umum massal dan terminal sebagai pusat kawasan dengan bangunan berkepadatan tinggi. 29. Pedestrian plaza adalah ruang sirkulasi pejalan kaki yang diraneang sekaligus sebagai plaza/ruang terbuka publik aktif linier dengan lebar ruang eukup signifikan, yang mampu mewadahi berbagai aktivitas pengguna kawasan di sekitar area titik transit. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal2 (1 ) Panduan Raneang Kota (PRK) Pengembangan Koridor MRT Jakarta Tahap I (satu) dimaksudkan untuk memberikan legalitas dalam pengendalian pembangunan kawasan berorientasi transit sepanjang Koridor MRT yang di dalamnya meneakup reneana pembangunan 13 (tiga belas) titik stasiun, dimulai dari Stasiun Lebak Bulys sampai dengan Stasiun Bundaran Hotel Indonesia.

6 (2) Objek kawasan dalam pengembangan Koridor MRT sebagaimana tercantum pada ayat (1) yaitu kawasan di sepanjang koridor MRT yang berada dalam radius 350 m (tiga ratus lima puluh meter) dari rencana 13 (tiga belas) titik stasiun MRT melalui pengembangan dan pemanfaatan ruang di permukaan tanah, ruang layang dan bawah tanah. Pasal3 Tujuan penyusunan PRK Pengembangan Koridor MRT -Jakarta Tahap I, sebagai panduan dasar yang dapat menaungi keseluruhan penyusunan arahan pengendalian pembangunan kawasan transit terpadu sepanjang koridor MRT Jakarta tahap I yang berlandaskaj;1 pada optimalisasi pergerakan dalam kaidah-kaidah pembangunan yang berkelanjutan. BAB III KEBIJAKAN PENATAAN KAWASAN Pasal4 (1) Kebijakan penataan kawasan koridor MRT Jakarta Tahap I (satu) mulai dari Stasiun Lebak Bulus dengan Bundaran HI mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030. (2) Kebijakan penataan kawasan koridor MRT Jakarta Tahap I (satu) mulai dari Stasiun Lebak Bulus sampai dengan Bundaran HI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai berikut : a. pendekatan perencanaan berskala regional dan/atau kota yang mengutamakan kekompakan dengan penataan kegiatan transit; b. perencanaan yang menempatkan sarana Iingkungan dengan peruntukan beragam dan campuran; c. pengembangan yang mampu memicu/mendorong pembangunan area sekitar pusat transit baik berupa pembangunan penyisipan, revitalisasi maupun bentuk penataan/perencanaan; d. pembentukan Iingkungan yang lebih memprioritaskan kebutuhan pejalan kaki; dan e. pendekatan desain dengan mengutamakan kenyamanan kehidupan pada ruang publik dan pusat Iingkungan serta mempertahankan ruang terbuka hijau. BABIV PENETAPAN LOKASI Pasal5 (1) Lokasi Panduan Rancang Kota (PRK) Pengembangan Koridor MRT Jakarta Tahap I (satu) ditetapkan melalui wilayah Kecamatan Cilandak, Kecamatan Kebayoran Lama, Kecamatan Kebayoran Baru dan Kecamatan Setiabudi, Kota Administrasi Jakarta Selatan serta Kecamatan Tanah Abang dan Kecamatan Menteng, Kota Administrasi Jakarta Pusat sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.

7 (2) Panduan Rancang Kota (PRK) Pengembangan Koridor MRT Jakarta Tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup rencana 13 (tiga bel as) titik stasiun yang akan dibangun mulai dari Stasiun Lebak Sulus, Fatmawati, Cipete, Haji Nawi, Siok A, Siok M, Sisingamangaraja, Senayan, Istora, Sendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas sampai dengan Stasiun Sundaran Hotel Indonesia. SASV STRATEGI PENATAAN KAWASAN Pasal6 (1) Untuk mewujudkan Panduan Rancang Kota (PRK) Pengembangan Koridor MRT Jakarta Tahap I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka strategi penataan yang dilakukan sebagai berikut : a. menggunakan konsep Transit Oriented Development (TOD) melalui optimalisasi pemanfaatan ruang untuk mendukung kinerja kawasan dengan cara : 1. keragaman fungsi pemanfaatan lahan; 2. redistribusi dan peningkatan nilai intensitas; 3. pengaturan tata massa bangunan; 4. efisiensi pola pergerakan pejalan kaki; 5. integrasi sistem tautan dengan fasilitas transit dan pembatasan parkir melalui penerapan parkir maksimal khusus pada wilayah radius pengembangan 350 m (tiga ratus lima puluh meter) dari rencana titik stasiun MRT; dan 6. menciptakan perancangan kawasan stasiun MRT yang atraktif, menarik dan bernilai jual. b. memberikan arahan pengembangan kawasan yang dibedakan berdasarkan klasifikasi tipologi pengembangan stasiun dan kawasannya menjadi 3 (liga) kategori pengembangan yaitu : 1. kategori pertama: Regional Urban Core (R) untuk stasiun Lebak Sulus, Siok M dan Dukuh Atas; 2. kategori kedua : Urban Center (U1) untuk Stasiun Fatmawati, Cipete, Senayan, Istora, Sendungan Hilir, Setiabudi dan Sundaran HI; dan 3. kategori ketiga : Urban Neighborhood (U2) untuk Stasiun Haji Nawi, Siok A dan Sisingamangaraja. c. memberikan arahan penataan dan standar penyediaan elemen fisik ruang kota yang dapat mendukung keamanan, keselamatan, serta kenyamanan pejalan kaki pad a ruang publik dan ruang privat yang didedikasikan untuk kepentingan publik; dan d. memberikan insentif bagi pemilik lahan/kavling yang memberikan kontribusi dalam penyediaan sarana dan prasarana bagi kepentingan MRT antara lain ruang terbuka hijau, ruang terbuka publik, lahan untuk penempatan cooling tower, lahan untuk penempatan ventilation shaft, ruang untuk muara stasiun, ruang sirkulasi pejalan kaki dan lain-lain.

8 (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat berupa : a. pemadatan dan peningkatan intensitas lahan; b. penggabungan lahan dalam skema konsolidasi lahan di area yang telah ditentukan; c. pembangunan hunian berkepadatan rendah menjadi hunian berkepadatan tinggi; dan d. penyediaan fungsi hunian pada karya bangunan umum. (3) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilaksanakari setelah sistem MRT koridor Lebak Bulus-Bundaran HI telah beroperasi. Pasal? (1) Seluruh pembangunan pada pengembangan Koridor MRT Jakarta Tahap I harus mengacu pada Panduan Rancang Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. (2) Apabila terjadi perubahan di dalam Panduan Rancang Kota Pengembangan Koridor MRT Jakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk pelaksanaannya diatur melalui Addendum Panduan Rancang Kota Pengembangan Koridor MRT Jakarta Tahap I. BAB VI PEMENUHAN KEWAJIBAN Pasal8 (1) Rincian kewajiban pembangunan prasarana dan sarana penunjang di Pengembangan Koridor MRT Jakarta diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan pihak ketiga yang akan mengembangkan kawasan. (2) Perjanjian kerja sam a sebagaimana dimaksud pad a ayat (1), dibuat secara Akta Notarial yang sifatnya eksekuterial atas beman biaya pihakpihak yang mengembangkan kawasan. BABVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal9 Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, maka : a. Terhadap penzlnan yang sudah diterbitkan pada Pengembangan Koridor MRT Jakarta Tahap I sebelum diberlakukannya Peraturan Gubernur ini, dinyatakan masih tetap berlaku; dan b. Terhadap permohonan penzlnan pada Pengembangan Koridor MRT Jakarta yang sedang dalam proses harus mengacu pada ketentuan Peraturan Gubernur ini.

9 BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 10 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ditetapkan di Jakarta padatanggal 5 Oktober 2012 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUOOTA JAKARTA, '- Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 0 kto be r 2012 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, ~ FADJAR PANJAITAN NIP 195508261976011001 BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2012 NOMOR 175