STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN REFRIJERAN R-12 DENGAN HYDROCARBON MC-12 PADA SISTEM PENDINGIN DENGAN VARIASI PUTARAN KOMPRESOR Ragil Heri N Program Sarjana Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya E-mail: ragil_heri@yahoo.co.id Abstrak Pemilihan refrijeran hidrokarbon adalah salah satu alternatif untuk menggantikan refrijeran R-12 namun penggantian refrijeran pada instalasi yang sama dapat memberikan hasil performansi yang berbeda, oleh sebab itu perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui performansi dari sistem tersebut, salah satu cara untuk mendapatkan performansi yang maksimal adalah dengan melakukan variasi terhadap putaran kompresor.data didapatkan dengan melakukan pengujian pada peralatan sistem Pendingin dan Pengkondisian Udara di laboratorium pendingin dengan menguji refrijeran freon R-12 dan musicool 12 (MC-12) secara bergantian, dimana untuk setiap refrijeran divariasikan putaran kompresor 31hz, 35hz, 40hz, 45hz dan 50hz dengan penggunaan inverter dan juga divariasikan beban pendinginannya dengan heater1, heater2.dari hasil pengujian tersebut didapatkan data untuk laju alir massa refrijeran akan semakin meningkat dengan semakin besarnya putaran kompresor dan nilai yang tertinggi pada 3000rpm dengan nilai 0,002635 kj/s pada MC-12 heater 2, serta kerja kompresor yang lebih efisien dengan penghematan rata-rata 10,07% pada heater 1, sedangkan nilai COP antara R-12 dengan MC-12 memiliki nilai hampir sama di setiap titiknya, hal ini menunjukan bahwa kinerja R-12 dan MC-12 hampir sama Kata kunci : musicool 12, variasi putaran kompresor I.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara beriklim tropis dimana temperatur udaranya cukup tinggi sehingga penggunaan akan sistem pendingin dan pengkondisian udara sangatlah di butuhkan baik di dunia industri, komersial, tranportasi, kesehatan, gedung-gedung perkantoran maupun
rumah tangga.pada bidang tranportasi misalnya untuk kendaraan pengangkut ikan dan daging menggunakan sistem pendingin agar barang tersebut tahan lebih lama, gedung-gedung perkantoran, supermarket serta rumah sakit juga sudah banyak yg menggunakan sistem pendingin, namun untuk tempat-tempat tersebut harus di rancang sedemikian rupa karena yang utama adalah kenyamanan para penghuninya Perangkat pendingin udara menggunakan refrijeran sebagai fluida kerjanya. Pada mulanya refrijeran yang digunakan adalah R- 12 dan R-22 namun karena refrijeran tersebut ternyata mengandung ODP (Ozone Depletion Potentials) dan GWP (Global Warming Potentials) yang tinggi, maka sejak diadakanya United Nations Environment Program pada tahun 1992 diharapkan peralatan sistem pendingin untuk segera diganti refijerannya. Banyak negara yang merekomendasikan refrijeran R- 134a sebagai pengganti R-12 karena refrijeran tersebut memiliki sifat thermophysical yang mirip serta ramah lingkungan, yaitu rendah terhadap ODP (Ozone Depletion Potentials) namun R-134a ternyata masih menimbulkan GWP (Global Warming Potentials) yang tinggi sehingga produksi dan penggunaan refrijeran ini akan berakhir dalam waktu dekat. Pemilihan refrijeran hidrokarbon adalah salah satu alternatif untuk menggantikan refrijeran R-134a karena hidrokarbon selain rendah terhadap ODP (Ozone Depletion Potentials) juga rendah terhadap GWP (Global Warming Potentials), namun penggantian refrijeran pada sistem pendingin dengan instalasi yang sama dapat memberikan hasil performansi yang berbeda, hal ini disebabkan karena perbedaan masa jenis refrijeran sehingga laju aliran massa refrijeran juga berbeda. Oleh sebab itu salah satu cara untuk mendapatkan performansi yang maksimal adalah dengan melakukan variasi terhadap putaran kompresor, putaran kompresor ini akan mempengarui besarnya laju aliran massa yang dikompresikan sehingga menyebabkan perubahan kerja baik pada kondensor maupun evaporator sehingga berpengaruh terhadap performance dari sistem itu sendiri. Pemberian putaran kompresor ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan inverter sebagai
pengubah frekuensi pada kompresor. Dengan pemberian variasi putaran kompresor maka laju aliran refrijeran yang mengalir pada sistem juga akan bervariasi. Dengan perubahan tersebut maka kita bisa mengetahui pada putaran berapa sistem akan mampu menyerap panas yang dibebankan kepada system II. Tinjauan Pustaka Sistem pendinginan udara merupakan sistem yang memanfaatkan siklus kompresi uap standar. Pada sistem ini terdapat dua alat penukar panas. Alat penukar panas yang pertama evaporator yang berfungsi menyerap panas dari ruangan dan memindahkannya ke fluida kerja (refrijeran). Alat penukar panas yang kedua adalah kondensor yang berfungsi untuk memindahkan panas yang diterima oleh fluida kerja ke udara luar. Siklus kompresi uap standar yang diaplikasikan pada sistem pendinginan udara standar terdiri dari empat komponen utama, komponen-komponen tersebut bekerja secara bersama-sama membentuk suatu proses yang berulang (siklus) dengan refrijeran sebagai media yang digerakkan. Siklus kompresi uap standar pada sistem pendinginan udara standar bisa digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Siklus refrijeran standar Proses-proses yang membentuk daur kompresi standar adalah sebagai berikut : Proses 1-2 :kompresi adiabatik dan reversibel, dari uap jenuh menuju ke tekanan kondensor Proses 2-3 :pelepasan kalor reversibel pada tekanan konstan, yang menyebabkan penurunan panas lanjut dan pengembunan refrijeran menjadi cairan jenuh Proses 3-4 :ekspansi tidak reversibel pada kondisi entalpi konstan dari cairan jenuh menuju ke cairan evaporator Proses 4-1 :penambahan kalor reversibel pada tekanan tetap yang menyebabkan penguapan pada tekanan jenuh Plot kondisi sistem pada grafik dibutuhkan untuk
memudahkan analisa performansi sistem pendinginan udara. Berikut merupakan bentuk P-h dan T-S diagram dari sistem pendinginan udara : Gambar 2.2 P-h diagram siklus kompresi uap standar Tabel 3.1 Rancangan eksperimen penelitian Input Output 1.Refrijeran (R-12 & MC-12) 2.Variasi putaran kompresor 3.Variasi beban pendinginan Tekanan Suhu Arus listrik Arus Heater Kecepatan udara kondensor Grafik P-h Etalpi W kompresor QQ kondensor QQ evaporator Coeffisien of performance (COP) III.2. Gambar Skema Peralatan Gambar 2.3 T-S diagram siklus kompresi uap standar III. Metodologi III.1. Rancangan eksperimen Rancangan eksperimen digunakan untuk memudahkan dalam mengerjakan penelitian, seperti tertera dalam tabel 3.1 berikut: Gambar 3.1 Skema Peralatan Sistem Pendingin Keterangan untuk setiap tititk adalah: P 1 = Tekanan masuk kompresor.
P 2 = Tekanan keluar kompresor. P 3 = Tekanan masuk kondensor. P 4 = Tekanan keluar kondensor. P 6 = Tekanan keluar evaporator. T 1 = Temperatur masuk kompresor. T 2 = Temperatur keluar kompresor. T 3 = Temperatur masuk kondensor. T 4, T 5, T 6, T 12, T 13, T 14 = Temperatur udara keluar fan kondensor. T 7 = Temperatur keluar kondensor. T 8 = Temperatur masuk evaporator. T 9 = Temperatur udara dalam kabin. T 10 = Temperatur keluar evaporator. T 11 = Temperatur udara masuk fan kondensor. ν ud = Kecepatan udara keluar kondensor. V= Tegangan kompresor I = Arus kompresor dan arus heater III.3. Prinsip Pengujian Pengujian dilakukan dengan membandingkan unjuk kerja mesin refrigerasi menggunakan 2 refrijeran yang berbeda yaitu R-12 dan musicool 12. Unjuk kerja mesin pendingin dengan masing-masing jenis refrijeran tersebut dibandingkan pada kondisi steady state. kondisi yang dimaksud adalah temperatur didalam kabin tidak menunjukkan perubahan (konstan). Apabila temperatur kabin sudah menunjukkan kondisi yang konstan berarti semua panas yang dihasilkan oleh heater diserap secara keseluruhan oleh evaporator. III.4. Langkah-Langkah Pengujian Prosedur dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: 1. Langkah Persiapan Pastikan semua kondisi kelistrikan dalam keadaan siap. Isi alat uji dengan refrijeran yang akan diujikan sampai alat ukur tekanan menunjukkan tekanan 175 psia. Atur bukaan katup katup pada sistem. Tutup katup katup yang tidak diperlukan. 2. Langkah kalibrasi alat ukur Lihat dan catat bacaan awal setiap alat ukur, baik alat ukur tekanan maupun temperatur. Pilih salah satu dari bacaan awal untuk dipakai sebagai acuan. Koreksi setiap alat ukur dan sesuaikan dengan acuan. 3. Langkah pengujian Hidupkan Industrial and Commercial Refrigeration Training Unit. Hidupkan fan kondensor. Hidupkan kompresor. Atur pembebanan dengan menghidupkan heater sesuai dengan beban yang diinginkan.
Pengamatan dilakukan sampai sistem dalam keadaan stabil. Stabilitas sistem telah tercapai apabila bacaan setiap alat ukur stabil. Amati dan catat semua bacaan alat ukur untuk setiap interval waktu 5 menit 4. Langkah penggantian refrijeran Refrijeran R-12 di keluarkan dari sistem dan di tampung pada tabung yang kosong. setelah pemindahan selesai maka sistem di vakumkan selama 30 menit sampai tekanan pada suction kompresor -30 Psi. setelah selesai kemudian sistem di flushing (pembilasan) dengan nitrogen kemudian di vakumkan kembali hingga tekanan pada suction kompresor -30 Psi. di isikan refrijeran hidrokarbon MC-12 sampai 175 psi. III.5. Flowchart Percobaan III.6. Menghitung kapasitas pendinginan Kapasitas pendinginan/evaporator adalah jumlah panas yang diserap refrijeran saat melalui evaporator. Untuk menghitung besarnya kapasitas pendinginan dapat digunakan persamaan sebagai berikut : QQ eeeeeeee = ṁ rrrrrr xx (h 10 h 8 ) dimana :
QQ eeeeeeee = Kapasitas pendinginan ṁ rrrrrr = Laju aliran massa refrijeran h 8. = Entalpi masuk evaporator = Entalpi keluar evaporator h 10 III.7. Menghitung kebutuhan daya kompresor Untuk menghitung besarnya kebutuhan daya kompresor dapat digunakan persamaan sebagai berikut : WW iiii = VV xx II xx cccccccc dimana : WW iiii = Kebutuhan daya kompresor V = Tegangan masuk kompresor I = Arus masuk kompresor Cos Ø = 0,8 (asumsi) III.8. Menghitung koefisien prestasi (COP) Koefisien prestasi adalah perbandingan antara kapasitas pendinginan dengan kebutuhan daya kompresor. Untuk menghitung besarnya koefisien prestasi (COP) dapat digunakan persamaan sebagai berikut : CC OO PP = QQ eeeeeeee WW cccccccc atau CC OO PP = ṁ rrrrrr xx (h 10 h 8 ) ṁ rrrrrr xx (h 2 h 1 ) dimana : QQ eeeeeeee = Kapasitas pendinginan WW cccccccc = kerja nyata kompresor ṁ rrrrrr = Laju aliran massa refrijeran h 8. = Entalpi masuk evaporator h 10 = Entalpi keluar evaporator V = Tegangan masuk kompresor I = Arus masuk kompresor Cos Ø = 0,8 (asumsi) IV. Hasil Percobaan Hasil percobaan di plotkan dalam bentuk grafik yang akan di analisa sbb: 1 Analisa Grafik laju alir massa (mm ) fungsi Putaran Kompresor Gambar 4.1 Grafik laju alir massa refrijeran terhadap putaran kompresor Dari grafik diatas terlihat bahwa kecenderungan laju alir massa (mm ) pada tiap refrijeran akan naik seiring dengan naiknya putaran kompresor walaupun tidak linear hal ini disebabkan karena kenaikan laju
volume langkah kompresor akan sebanding dengan laju aliran massa refrjeran Nilai laju alir massa (mm ) terendah terdapat MC-12 dengan beban heater 1 yaitu dengan nilai 0,000753 kg/s sedangkan nilai laju aliran massa tertinggi terdapat pada MC-12 dengan beban heater 2 yaitu 0,002279 kg/s. Dari grafik juga terlihat bahwa untuk R-12 dan MC-12 heater 2 memiliki nilai (mm ) lebih tinggi dibandingkan dengan R-12 dan MC-12 heater 1 hal ini dikarenakan panas yang di terima dari heater 2 lebih besar sehingga menyebabkan volume yang lebih besar, akibatnya massa refrijen akan menjadi lebih besar juga. Nilai mm untuk MC-12 jauh lebih rendah dibandingkan dengan R-12 dikarenakan viskositas yang rendah sehingga pada putaran kompresor yang sama jumlah fluida yang mengalir lebih sedikit. 2. Analisa Grafik QQ evaporator fungsi Putaran Kompresor Gambar 4.2 Grafik QQ evaporator terhadap putaran kompresor Dari grafik 4.2 tersebut terlihat bahwa nilai QQ evaporator terendah terdapat pada MC-12 dengan beban 1 heater pada rpm terendah yaitu 1860 yaitu bernilai 0,229016 kj/s sedangkan untuk nilai tertinggi terdapat pada R-12 dengan 2 heater pada rpm tertinggi yaitu pada nilai 0,376782 kj/s. Dari grafik juga terlihat untuk beban heater 2 pada tiap-tiap refrijeran memiliki nilai QQ evaporator yang lebih tinggi di bandingkan dengan QQ evaporator pada beban heater 1 hal ini di karenakan pada beban 2 panas yang di serap oleh evaporator lebih besar sehingga menyebabkan suhu keluaran evaporator lebih besar hal ini menyebabkan nilai entalphi yang lebih besar.meskipun pada grafik laju aliran massa untuk mm MC-12 heater 2 jauh lebih besar dari
pada R-12 heater 2 namun untuk nilai QQ evaporator hampir sama hal ini dikarenakan nilai dampak refrigerasi (RE) pada R-12 heater 2 yang jauh lebih besar. 3. Analisa Grafik WW input Putaran Kompresor Gambar 4.3 Grafik WW input terhadap putaran kompresor Dari grafik di atas secara umum terlihat bahwa semakin tinggi putaran kompresor maka kerja yang dibutuhkan kompresor semakin besar bila di linearkan akan membentuk garis lurus, hal ini dikarenakan arus yang di butuhkan semakin besar, selain itu jika dikaitkan dengan persaman: mm = llllllll vvvvvvvvvvvv llllllllllllh xx ηηηη cc/100 θθ hiiiiiiii sedangkan laju volume langkah adalah llllllll vvvvvvvvvvvv llllllllllllh = ππ 4 dd2 xxxxxxxx di mana: ππ 4 dd2 = luasan torak nn = rpm LL = panjang langkah toraknya Ketika rpm semakin besar maka laju volume langkah juga semakin besar hal ini sebanding dengan mm dan juga daya dari pompa seperti pada persamaan yaitu PP = mm h ii sehingga hubungan antara n(rpm) dengan P (daya kompresor adalah linear) Dari grafik juga terlihat bahwa untuk beban dengan heater 2 baik untuk R-12 maupun MC-12 lebih tinggi dari pada heater 1 hal ini di karenakan bebannya lebih besar sehingga kerja yang diperlukan kompressor juga semakin besar, untuk perbandingan antara R-12 dengan MC-12 untuk masingmasing heater menunjukan bahwa MC-12 lebih rendah hal ini dikarenakan arus yang dibutuhkan kompresor lebih rendah sehingga daya listrik yang dibutuhkan juga lebih rendah, sehingga sesuai perhitungan seperti pada 4.2.3.5 di dapatkan efisiensi tertinggi terdapat pada putaran 2400 rpm pada beban heater 1 dengan nilai 14,28 % sedangkan apabila dihitung rata-rata dari keseluruhan variasi putaran maka pada beban 1 heater di dapatkan effisiensi sebesar =10,07%
sedangkan untuk beban 2 heater di dapatkan effisiensi sebesar =4,67 % 4. Analisa Grafik COP fungsi Putaran Kompresor Gambar 4.6 Grafik QQ kondensor terhadap putaran kompresor Dari grafik 4.6 tersebut terlihat bahwa nilai CCCCCC terendah terdapat pada MC-12 dengan beban 1 heater pada putaran 3000 rpm yaitu bernilai 1,008 sedangkan untuk nilai tertinggi terdapat pada MC-12 dengan 2 heater pada putaran 1860 rpm yaitu pada nilai 1,37 nilai COP di dapatkan dari pembagian besarnya kapasitan pendinginan dengan kerja actual kompresor seperti terdapat pada persamaan (3.2) CC OO PP = QQ eeeeeeee dari WW cccccccc grafik tersebut terlihat bahwa semaikin besar putaran kompresor maka nilai COP semakin menurun hal ini disebabkan karena kenaikan naiknya besar kapasitas pendinginan tidak sebanding dengan besar kenaikan arus listrik yang di butuhkan oleh kompresor. V. Kesimpulan Dari percobaan yang dilakukan serta pembahasan terhadap data yang didapatkan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada pengujian di dapatkan laju aliran massa yang semakin besar seiring dengan kenaikan putaran motor kompresor, dan nilai laju aliran massa tertinggi terdapat pada MC-12 dengan beban heater 2 yaitu 0,002635 kj/s 2. Nilai QQ evaporator semakin besar dengan bertambah besarnya putaran motor kompresor,dan untuk nilai tertinggi terdapat pada R-12 dengan 2 heater yaitu pada nilai 0,378762 kj/s. 3. Semakin tinggi putaran kompresor maka kerja yang dibutuhkan kompresor semakin besar karena arus yang di butuhkan juga besar namun dapat menghasilkan laju akiran masa yang besar. 4. Grafik nilai COP memiliki tren menurun namun secara umum setiap variasi percobaan untuk perbandingan R-12 dan MC-12 ternyata MC-12 memiliki COP yang lebih tinggi, sedangkan untuk nilai COP maksimum pada
frekuensi 35 hz atau dengan putaran 2100rpm. 5. Secara keseluruhan perbandingan antara R-12 dengan MC-12 menunjukan performansi yang tidak jauhberbeda hal ini menunjukan bahwa MC-12 cocok digunakan sebagai salah satu alternatif pengganti R-12. DAFTAR PUSTAKA 1. Carpenter,N.E. 1992. Retrofitting HCFC134a into existing CFC12 systems, ICI Chemicals & Polymers Ltd, UK. 2. Farid,N.S. 2010. Studi Eksperimental Pengaruh Variasi Putaran Kompresor Terhadap Unjuk Kerja Sistem Refrigerasi Pada Rettrofitted Air Conditioner dengan Fluida Kerja R-134a. Institut Teknologi Sepuluh Nopember: Surabaya. 3. Granryd,Eric. 2000. Hydrocarbons as refrigerantsan overview. Journal departement of energy technology. Royal Institute of Technology: Sweden 4. Incropera,F.P. and David P.Dewitt. 2002. Fundamentals of Heat and mass transfer. Jhon wiley & Sons. 5. Moran,M.J and Howard N.Shapiro. 2000. Fundamentals of Engineering Thermodynamics. Jhon wiley & Sons Inc: Chicester. 6. Pudjanarsa,Astu dan Djati Nursuhud. 2006. Mesin konversi Energii: yogyakarta 7. Stoecker,W.F dan Jones,J.W. 1994. Refrigerasi dan pengkondisian udara. Alih bahasa supratman hara. Erlangga. Jakarta.