BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

Ma ruf Ridwan K

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

KAJIAN TENTANG PENGGUNAAN BAHAN BAKAR BIOSOLAR MURNI DAN CAMPURANNYA MENGGUNAKAN MINYAK JARAK PADA MESIN DISEL SATU SILINDER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR PADA RADIATOR TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN KADAR EMISI GAS BUANG DAIHATSU HIJET Suriansyah Sabaruddin 1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MESIN DIESEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Efisiensi Suhu Kerja Mesin Antara Pemakaian Water Pump Dan Tanpa Water Pump Pada Mesin Diesel Satu Silinder Merk Dong Feng S195

PEMANASAN BAHAN BAKAR BENSIN DENGAN KOMPONEN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN 4 LANGKAH

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

PEMANASAN BAHAN BAKAR BENSIN DENGAN KOMPONEN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN 4 LANGKAH. Toni Dwi Putra 1) & Budyi Suswanto 2)

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP NILAI KALOR BAHAN BAKAR SOLAR

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER

Pendahuluan Motor Diesel Tujuan Rudolf Diesel Kesulitan Rudolf Diesel

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR BIODIESEL (MINYAK JARAK-SOLAR) TERHADAP KANDUNGAN EMISI GAS BUANG MESIN DIESEL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TEORI DASAR. Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Grafik bhp vs rpm BHP. BHP (hp) Putaran Engine (rpm) tanpa hho. HHO (plat) HHO (spiral) Poly. (tanpa hho) Poly. (HHO (plat)) Poly.

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain:

Nugrah Rekto P 1, Eka Bagus Syahrudin 2 1,2

Pengaruh Parameter Tekanan Bahan Bakar terhadap Kinerja Mesin Diesel Type 6 D M 51 SS

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH VARIASI PENYETELAN CELAH KATUP MASUK TERHADAP EFISIENSI VOLUMETRIK RATA - RATA PADA MOTOR DIESEL ISUZU PANTHER C 223 T

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil

PENGARUH PEMASANGAN KAWAT KASA DI INTAKE MANIFOLD TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN KONVENSIONAL TOYOTA KIJANG 4K

UJI EKSPERIMENTAL BAHAN BAKAR CAMPURAN BIOSOLAR DENGAN ZAT ADITIF TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL PUTARAN KONSTAN

PENGARUH PENYETELAN CELAH KATUP DAN PENYETELAN TIMING INJECTION PUMP TERHADAP HASIL GAS BUANG PADA MOTOR DIESEL

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang 2, 3

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL ABSTRAK

Materi. Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH TIMING INJECTION TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL 1 SILINDER PUTARAN KONSTAN DENGAN BAHAN BAKAR BIO SOLAR

2 TINJAUAN PUSTAKA. Kapal Perikanan

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

ANALISIS VARIASI TEKANAN PADA INJEKTOR TERHADAP PERFORMANCE (TORSI DAN DAYA ) PADA MOTOR DIESEL

BAB II TINJAUAN LITERATUR

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL

BAB III PROSES PEMBAKARAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PENGARUH PEMANASAN AWAL BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA MESIN MOTOR DIESEL SATU SILINDER

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI TIMING INJECTION DAN CAMPURAN BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL

PENGARUH PEMASANGAN SUPERCHARGER TERHADAP UNJUK KERJA PADA MOTOR BENSIN SATU SILINDER

BAB II TEORI DASAR Komponen sistem pengapian dan fungsinya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian

Abstrak. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh keausan ring piston terhadap kinerja mesin diesel

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

MAKALAH THERMODINAMIKA DAN PENGGERAK AWAL PROSES SIKLUS DIESEL OLEH : NICOBEY SAHALA TUA NAIBAHO NPM : KK2 TEKNIK ELEKTRO

PENGARUH JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BAKAR INJEKSI ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 9 MENGIDENTIFIKASI MESIN PENGGERAK UTAMA

PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

PERBEDAAN KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN KEPEKATAN GAS BUANG MESIN DIESEL MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR SOLAR DAN CAMPURAN SOLAR DENGAN MINYAK CENGKEH

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar 3.2 Hukum Utama Termodinamika Penjelasan Umum

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX

BAB III LANDASAN TEORI

KARAKTERISASI BAHAN BAKAR PADA MOTOR DIESEL DIESEL FUEL CHARACTERIZATION

UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS

PERBANDINGAN PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR MOTOR DIESEL SATU SILINDER DENGAN VARIASI TEKANAN INJEKSI

BAB II DASAR TEORI. dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

PENGARUH PENGGUNAAN X- POWER TERHADAP PERFORMA PADA MESIN MOTOR 4 LANGKAH ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 PROSES-PROSES MESIN KONVERSI ENERGI

BAB 2 DASAR TEORI. 1. Langkah Hisap (Intake)

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II. LANDASAN TEORI

VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas

TROUBLE SHOOTING SISTEM INJEKSI MESIN DIESEL MITSUBISHI L300 DAN CARA MENGATASINYA

ANALISA PENGARUH PENGATURAN VOLUME BIOETHANOL SEBAGAI CAMPURAN BAHAN BAKAR MELALUI MAIN JET SECARA INDEPENDENT TERHADAP EMISI PADA MESIN OTTO

MAKALAH. SMK Negeri 5 Balikpapan SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE. Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N.

Julius Hidayat, Agus Suyatno,Suriansyah, (2012), PROTON, Vol. 4 No 2 / Hal 23-29

Petunjuk : Berilah Tanda Silang (X) pada salah satu jawaban yang paling tepat

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Motor Diesel Motor Diesel adalah motor pembakaran dalam (internal combustion engine) yang beroperasi dengan menggunakan minyak gas atau minyak berat sebagai bahan bakar dengan suatu prinsip bahan bakar tersebut disemprotkan (diinjeksikan) ke dalam silinder yang di dalamnya sudah terdapat udara dengan tekanan dan suhu yang tinggi sehingga bahan bakar tersebut secara spontan terbakar (N. Sunarta, 1995:117). Motor Diesel biasa disebut juga sebagai motor penyalaan kompresi compression ignition engine. Motor Diesel mempunyai langkah yang lebih panjang dari motor bensin, dalam hal ini besar silinder dan pistonnya lebih besar dari pada motor bensin, sehingga tenaga yang dihasilkan lebih besar dan mampu bertahan lama. Oleh karena itu motor Diesel harus dibuat lebih kuat dan kokoh, sehingga lebih berat dan tahan lama. Prinsip kerja mesin Diesel hampir sama dengan mesin bensin empat langkah yaitu terdiri dari langkah hisap, langkah kompresi, langkah pembakaran dan langkah buang. Walaupun secara prinsip kerja sama tetapi ada beberapa perbedaan yang terdapat di dalamnya. Adapun prinsip kerja dari motor Diesel adalah : a. Langkah Hisap Piston membentuk kevakuman di dalam silinder seperti pada mesin bensin, piston bergerak ke bawah dari titik mati atas ketitik mati bawah. Posisi katup masuk terbuka selama langkah hisap, karena terjadinya kevakuman di dalam silinder menyebabkan udara segar masuk ke dalam silinder. Posisi katup buang tertutup selama langkah hisap. Pada mesin Diesel hanya udara yang dihisap masuk pada langkah hisap

b. Langkah Kompresi Piston bergerak dari titik mati bawah ketitik mati atas. Pada saat ini kedua katup dalam posisi tertutup. Udara yang dihisap selama langkah hisap ditekan sampai tekanannya naik sekitar 30 kg/cm2 (427 psi, 2.942 kpa) dengan temperatur sekitar 500-8000 C. c. Langkah Pembakaran Udara yang terdapat di dalam silinder didorong ke ruang bakar. Pada akhir langkah kompresi, nozle menyemprotkan bahan bakar yang berupa kabut ke dalam ruang bakar dan campuran udara bahan bakar selanjutnya terbakar oleh panas yang dibangkitkan oleh perubahan tekanan dan temperatur di dalam ruang bakar yang naik secara drastis. Energi pembakaran mengekspansikan gas dengan sangat cepat dan piston terdorong ke bawah. Gaya yang mendorong piston ke bawah diteruskan ke batang torak dan poros engkol dan diubah menjadi gerak putar untuk memberi tenaga pada mesin. d. Langkah Buang Saat piston menuju titik mati bawah, katup buang terbuka dan gas pembakaran dikeluarkan melalui katup buang pada saat piston bergerak naik lagi. Gas akan terbuang habis ketika piston mencapai titik mati atas, dan setelah itu proses dimulai lagi dengan langkah hisap. Selama mesin menyelesaikan empat langkah (hisap, kompresi, pembakaran dan buang), poros engkol berputar dua kali dan menghasikan satu tenaga. Ini disebut dengan siklus Diesel. Jika dibandingkan dengan mesin bensin pada mesin Diesel memiliki keuntungan dan kerugian sebagai berikut : Keuntungan yang dimiliki mesin Diesel adalah : a. Mesin Diesel mempunyai efisiensi panas yang lebih besar. Hal ini berarti bahwa penggunaan bahan bakarnya lebih ekonomis jika dibandingkan dengan mesin bensin. b. Mesin Diesel lebih tahan lama dan tidak memerlukan electric igniter. c. Momen pada mesin Diesel tidak berubah pada jenjang tingkat kecepatan yang luas.

Kerugian yang dimiliki mesin Diesel adalah : a. Getaran pada mesin Diesel lebih besar jika dibandingkan dengan mesin bensin. b. Pada daya kuda yang sama konstruksi mesin Diesel jauh lebih berat dari pada mesin bensin. c. Pada pemeliharaannya mesin Diesel memerlukan biaya yang lebih besar. d. Mesin Diesel mempunyai perbandingan kompresi yang lebih tinggi dan membutuhkan gaya lebih besar untuk memutarnya. 2.1.2. Pembakaran Pembakaran dapat didefinisikan sebagai reaksi oksidasi yang berlangsung sangat cepat (0,001-0,002 detik) disertai dengan pelepasan energi dalam jumlah banyak. Pembakaran pada motor Diesel terjadi pada ruang bakarnya. Pada motor Diesel kadang terdapat ruang bakar tambahan yang menyebabkan bahan bakar yang disemprotkan nosel tidak langsung masuk pada ruang bakar utama. Karena itu dikenal dua tipe motor Diesel yaitu : direct injection (penginjeksian langsung) dan indirect injection (penginjeksian tidak langsung). Untuk motor Diesel tipe indirect injection dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : a. Sistem kamar muka: Kamar pada tipe ini bervolume tidak lebih dari 50% dari volume sisa, dan dihubungkan dengan ruang bakar utama oleh 3-4 saluran sempit dengan diameter 3-4 mm. b. Sistem kamar pusar : Kamar pada tipe ini besar volumenya juga tidak lebih dari 50% volume sisa tetapi jalan penghubung dengan kamar utamanya lebih besar dari tipe kamar muka dan menaikkan performance pada putaran tinggi tapi tidak mudah untuk distart. Ada tiga klasifikasi kecepatan pembakran, yaitu 1) Explosive adalah suatu proses pembakaran dimana laju pembakaran terjadi sangat cepat tetapi tidak menampakkan adanya gelombang ledakan combustion wave. 2) Deflagration yaitu perambatan api pembakaran yang terjadi pada ruang bakar dengan kecepatan subsonic. 3) Detonation adalah perambatan api yang terjadi pada ruang bakar dengan kecepatan supersonik. Ketepatan saat terjadinya pembakaran merupakan faktor yang sangat menentukan baik buruknya performa mesin yang dihasilkan.

Ketepatan saat pembakran meyebabkan bahan bakar yang terbakar menjadi lebih efektif dan tenaga yang dikeluarkan sesuai, walau tidak 100% energi dari bahan bakar yang terbakar tersebut menjadi tenaga. Bahan bakar yang disemprotkan ke dalam ruang bakar pada motor Diesel tidak akan langsung terbakar, tetapi harus melalui beberapa tahap dan setelah itu baru akan terjadi proses pembakaran. Dibawah ini adalah diagram proses pembakaran yang terjadi di dalam ruang bakar motor Diesel. Gambar 2.1. Diagram Indikator Hipotetik Motor Diesel. a. Tahap pertama : Saat tertundanya pembakaran (ignition delay A-B) Tahap ini merupakan tahap persiapan pembakaran di mana partikel-partikel bahan bakar yang berbentuk kabut yang telah disemprotkan oleh nosel bercampur dengan udara yang telah bertekanan tinggi membentuk campuran yang mudah terbakar. b. Tahap kedua : Saat perambatan api (flame propagation B-C) Tahap ini merupakan tahap mulai terjadinya pembakaran dan terjadi pembakaran yang menyebar ke seluruh ruang bakar. Pembakaran yang terjadi ini berlangsung sangat cepat dalam waktu yang serentak yang mengakibatkan terjadinya pembakaran explosive (pembakaran letup).

c. Tahap ketiga : Saat pembakaran langsung (direct combustion C-D) Tahap ini merupakan tahap di mana bahan bakar yang diinjeksikan ke dalam silinder langsung terbakar karena adanya nyala api pada tahap sebelumnya. Pembakaran langsung dapat dikontrol dari jumlah bahan bakar yang diinjeksikan, jadi pada tahap ini sering disebut tahap pembakaran terkontrol. d. Tahap keempat : Pembakaran lanjut (after burning D-E) Tahap ini merupakan tahap di mana terjadinya akhir penginjeksian yang terjadi pada titik D tetapi sebagian bahan bakar masih ada di dalam ruang bakar dan kemungkinan masih terjadi pembakaran lanjutan sehingga disebut pembakaran lanjut. Periode tertundanya pembakaran (ignition delay) merupakan kerugian karena terjadinya penyimpangan antara penyetelan saat injeksi dengan kenyataan mulainya pembakaran, apabila periode tertundanya pembakaran terlalu lama maka akan terjadi penumpukan fraksi bahan bakar yang berlebihan di ruang bakar sehingga dapat menyebabkan ledakan besar (knocking) yang dapat menyebabkan rusaknya komponen mesin. Beberapa penyebab lain tertundanya pembakaran disebabkan jenis dan kualitas bahan bakar, temperatur udara yang dikompresikan, turbulensi udara, sistem pengkabutan yang tidak sempurna, kondisi injektor rusak dan kerja pompa injeksi yang tidak maksimal. Tuntunan yang berkaitan pembakaran adalah tingkat efisiensi yang tinggi yaitu menghasilkan performa yang maksimal di antaranya adalah torsi, daya output maksimal dengan konsumsi bahan bakar yang irit serta sisa pembakaran yang bersih tidak menimbulkan polusi di atas ambang batas yang diijinkan. Pembakaran yang sempurna secara teoritis hanya menghasilkan CO2 dan H2O (karbon dioksida dan air). Pembakaran dapat berlangsung secara sempurna namun dapat juga berlangsung secara tidak sempurna. Hal ini tergantung dari unsur-unsur yang terkandung pada bahan bakar tersebut dan juga proses pembakarannya. Apabila pada bahan bakar tidak mengandung unsur-unsur yang tidak dapat terbakar maka pembakaran akan berlangsung secara sempurna, sehingga hasil pembakaran berupa gas bekas yang tidak berbahaya bagi kehidupan dan lingkungannya. Akan tetapi pada bahan bakar tersebut mengandung unsur-unsur yang tidak dapat terbakar, maka akan berakibat sisa dari proses pembakaran tersebut menimbulkan gas berbahaya (beracun) bagi kesehatan dan lingkungan.

Untuk mendapatkan hasil pembakaran yang sempurna dilakukan usaha-usaha sebagai berikut : a. Membuat ruang pembakaran sedemikian rupa sehingga tidak terdapat ruangan atau sudut-sudut mati. b. Pemasukan bahan bakar dalam silinder diusahakan dalam bentuk kabut yang sangat halus sehingga bahan bakar dapat kontak lebih sempurna dengan udara pembakaran. c. Pencampuran yang baik (homogen) antar bahan bakar dengan udara sehingga pembakaran dapat berlangsung dengan cepat d. Memberikan jumlah udara yang lebih dari jumlah kebutuhan minimum sehingga setiap bagian bahan bakar mendapat cukup udara untuk dapat membakar dalam waktu yang cepat. e. Mempertinggi kecepatan pembakaran yaitu memperpendek waktu pembakaran. 2.1.3. Bahan Bakar Diesel Bahan bakar untuk motor Diesel sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon dan senyawa non hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon yang dapat ditemukan dalam bahan bakar Diesel antara lain parafinik, naftenik, olefin dan aromatik. Sedangkan untuk senyawa nonhidrokarbon terdiri dari senyawa yang mengandung unsur non logam, yaitu S, N, O dan unsur logam seperti vanadium, nikel dan besi. Karakteristik yang umum perlu diketahui untuk menilai kinerja bahan bakar Diesel antara lain sebagai berikut : a. Viskositas Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan terhadap gaya gravitasi dan biasanya dinyatakan dalam waktu dan pada jarak tertentu. Semakin rendah viskositas yang dimilki suatu benda maka akan semakin encer dan daya alirnya akan semakin tinggi pula. Karakteristik ini sangat penting karena mempengaruhi kinerja dari injektor/nosel dari motor Diesel. Viskositas bahan bakar untuk motor Diesel berkisar antara 1,4-26,4 mm2/s (ASTM: 1991).

b. Berat Jenis (spesific gravity) Berat jenis merupakan sifat minyak yang penting yang memiliki nilai dalam perdagangan. Berat jenis biasa disebut juga sebagai gravitasi jenis yaitu suatu perbandingan berat dari bahan bakar minyak dengan berat dari air pada volume yang sama, dengan suhu yang sama pula. Berat jenis standart untuk bahan bakar motor Diesel pada suhu 60 of berkisar antara 0,82 0,87 kg/lt (Pertamina: 2005). c. Angka Setana (Cetane Number) Angka setana merupakan angka yang menyatakan kualitas pembakaran dari bahan bakar motor Diesel, yang digunakan untuk mencegah terjadinya Diesel knock/fuel knock atau suara ledakan di dalam ruang bakar. Angka setana bahan bakar standart untuk motor Diesel lebih besar 30 40 (ASTM:1991). d. Nilai Kalori Nilai kalori adalah besarnya panas yang diperoleh dari pembakaran suatu jumlah bahan bakar tertentu di dalam zat asam. Makin tinggi berat jenis minyak maka nilai kalorinya makin rendah. Standart nilai kalor pembakaran untuk motor Diesel adalah 9350,62 kkal/kg (ASTM: 1991) e. Titik Tuang (Pour Point) Titik tuang merupakan bilangan yang menyatakan suhu terendah dari bahan bakar minyak sehingga bahan bakar tersebut dapat mengalir dengan sendirinya karena gravitasi. Titik tuang sangat penting karena berhubungan dengan mudah atau sulitnya bahan bakar dipompa apabila suhunya telah di bawah titik tuangnya. Titik tuang untuk bahan bakar solar adalah 650 C (Bahan Bakar Minyak, Elpiji dan BBG Pertamina : 2003). f. Titik Didih Titik didih minyak bervariasi sesuai dengan grafitasinya. Untuk wilayah yang memiliki grafitasi API rendah, maka minyak tersebut akan memiliki nilai titik didih yang tinggi karena mempunyai berat jenis yang tinggi. Titik didih pada bahan bakar untuk motor Diesel adalah 288-338 0C.(ASTM:1991).

g. Titik Nyala (Flash Point) Titik nyala adalah suhu terendah dari bahan bakar minyak yang dapat menimbulkan nyala api dalam sekejap apabila pada permukaan bahan bakar minyak tersebut dipercikkan api. Minyak yang mempunyai grafitasi API yang tinggi maka titik didihnya rendah sehingga titik nyalanya juga rendah. Untuk keamanan maka titik nyala yang diijinkan bahan bakar motor Diesel adalah 38 55 oc (ASTM: 1991) h. Kadar Abu Kadar abu adalah sisa bahan bakar minyak yang tertinggal setelah minyak tersebut terbakar pada proses pembakaran. i. Air dan Endapan Bahan bakar yang terlalu banyak mengandung air ataupun endapan akan menyebabkan bahan bakar tersebut tidak dapat untuk terbakar sempurna. Kadar air dan sedimen yang diijinkan untuk bahan bakar motor Diesel berkisar antara 0,05 0,5 % volume (ASTM: 1991) j. Kadar Residu Karbon (Carbon Residue) Kadar residu karbon menunjukkan kadar fraksi hidrokarbon yang mempunyai titik didih lebih tinggi dari range bahan bakar. Adanya fraksi hidrokarbon ini menyebabkan menumpuknya residu karbon dalam ruang pembakaran yang dapat mengurangi kinerja mesin. Pada temperatur tinggi deposit karbon ini dapat membara, sehingga menaikkan temperatur silinder pembakaran. Kadar karbon yang diijinkan untuk bahan bakar motor Diesel berkisar antara 0,15 0,35 % wt (ASTM: 1991). k. Kandungan Belerang (sulfur content) Sulfur pada bahan bakar solar akan menambah deposit pada silinder dan torak yang cepat merusak silinder dan pegas torak. Jika bahan bakar minyak mempunyai kandungan sulfur yang besar maka akan menyebabkan terjadinya keausan pada bagian mesin yang dikarenakan keberadaan oksida belerang yang terkandung di dalamnya. Persentase Sulfur ini pada prakteknya bila dibawah 1% tidak menyebabkan kerusakan pada mesin. Kandungan belerang yang diijinkan untuk motor Diesel adalah 0,5 2 %wt (ASTM: 1991).

l. Bau Bahan bakar minyak ada yang berbau sedap dan tidak sedap. Hal ini dipengaruhi oleh molekul aromat. Bahan bakar minyak yang berasal dari Indonesia biasanya berbau tidak sedap karena mengandung senyawa Nitrogen atau Belerang ataupun juga H2S. m. Warna Warna pada bahan bakar minyak berhubungan dengan berat jenisnya. Warna ini disebabkan adanya berbagai kotoran dan endapan. Minyak yang memiliki berat jenis yang tinggi warnanya cenderung coklat kehitamhitaman. Sedangkan minyak yang memiliki berat jenis yang rendah warnanya akan cenderung hitam kecoklatcoklatan. Tabel 2.1. Standar Mutu Bahan Bakar Diesel Jenis Minyak Diesel Sifat Mesin Putaran Mesin Putaran Tinggi Mesin Industri Angka Setane 40 40 30 Titik Didih (ºC) 288 282 338-1,4-2.5 2,0-4.3 5,8-26,4 Titik nyala(ºc) 38 52 55 Kadar Sulfur (% berat) 0,50 0,50 2,0 0,50 0,05 0,5 0,01 0,01 0,1 0,15 0,35 - Viskositas pada (38ºmm2/s) Kadar air dan endapan (% volume) Kadar abu (% berat) Rendah dan sedang Ramsboton residu karbon dalam 10%, residu destilasi (% massa) Sumber : American society for testing and mineral (ASTM) D-975, 1991.

2.1.4. Minyak Solar Bahan bakar solar adalah bahan bakar minyak hasil sulingan dari minyak bumi mentah bahan bakar ini berwarna kuning coklat yang jernih (Pertamina: 2005). Penggunaan solar pada umumnya adalah untuk bahan bakar pada semua jenis mesin Diesel dengan putaran tinggi (di atas 1000 rpm), yang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pada pembakaran langsung dalam dapur-dapur kecil yang terutama diinginkan pembakaran yang bersih. Minyak solar ini biasa disebut juga Gas Oil, Automotive Diesel Oil, High Speed Diesel (Pertamina: 2005). Mesin-mesin dengan putaran yang cepat (>1000 rpm) membutuhkan bahan bakar dengan karakteristik tertentu yang berbeda dengan minyak Diesel. Karakteristik yang diperlukan berhubungan dengan auto ignition (kemampuan menyala sendiri), kemudahan mengalir dalam saluran bahan bakar, kemampuan untuk teratomisasi, kemampuan lubrikasi, nilai kalor dan karakteristik lain (Pertamina: 2005). Tabel 2.2. Spesifikasi Bahan Bakar Solar No Properties 1 Limits Min Max Sulphur content % wt - 0,5 2 Specific Gravity at 60/60 F 0,82 0,87 3 Cetane Number 45 48 4 Viscosity Kinematics at cst 1,6 5,8 5 Sulphur Content % wt - 0,5 6 Conrad son Carbon Residu % wt (on 10% vol. bottom) - 0,1 7 Water content %vol - 0,05 8 Ash content % wt - 0,01 9 Flash point P. M. c. c. F 150-10 Calorific Value (kcal/kg) 10500 10667 Sumber: Pertamina 2005

Bahan bakar solar mempunyai sifat-sifat utama, yaitu : a. Tidak mempunyai warna atau hanya sedikit kekuningan dan berbau. b. Encer dan tidak mudah untuk menguap pada suhu normal. c. Mempunyai titik nyala yang tinggi (400C sampai 1000C). d. Terbakar secara spontan pada suhu 3500C. e. Mempunyai berat jenis sekitar 0,82-0,86 f. Mampu menimbulkan panas yang besar (10.500 kcal/kg) g. Mempunyai kandungan sulfur yang lebih besar dari pada bensin 2.1.5. Konsumsi Bahan Bakar Konsumsi bahan bakar menurut adalah ukuran banyak sedikitnya bahan bakar yang digunakan suatu mesin untuk diubah menjadi panas pembakaran dalam jangka waktu tertentu (Suyanto 1989 : 248). Campuran bahan bakar yang ada di dalam silinder akan mempengaruhi tenaga yang dihasilkan karena jumlah bahan bakar yang akan dibakar akan menentukan besar panas dan tekanan akhir pembakaran yang digunakan untuk mendorong torak dari TMA ke TMB pada saat langkah usaha (Suyanto 1989 : 20). Kualitas bahan bakar dapat juga dipakai untuk mengetahui prestasi unjuk kerja mesin ( Menurut Soenarta 1995 : 21). Pembakaran yang sempurna akan menghasilkan tingkat konsumsi bahan bakar yang ekonomis karena pada pembakaran sempurna campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar seluruhnya dalam waktu dan kondisi yang tepat. Proses pembakaran tersebut sangat berlawanan dengan pembakaran tidak sempurna. Bahan bakar yang masuk ke dalam silinder tidak seluruhnya dapat diubah menjadi panas dan tenaga sehingga untuk mencapai tingkat kebutuhan panas dan tekanan pembakaran yang sama diperlukan bahan bakar yang lebih banyak. Kualitas pembakaran bahan bakar di dalam silinder dipengaruhi oleh : ( Menurut Suyanto 1989 : 249 ) 1) Nilai bahan bakar, 2) Angka setane bahan bakar, 3) Komposisi kimia dalam bahan bakar.

Konsumsi bahan bakar pada setiap proses penginjeksian untuk empat silinder dapat dihitung dengan menggunakan rumus hasil konversi dari konsumsi bahan bakar spesifik pengereman (VL. Maleev, 1991). Ket : = V = konsumsi bahan bakar setiap proses penginjeksian untuk empat sinder (cc) = volume bahan bakar setiap menit (cc/menit) n = putaran mesin (rpm) v = volume bahan bakar yang dihabiskan setiap t menit (20 cc) t = waktu untuk menghabiskan 20 cc bahan bakar (menit) 2.1.6. Emisi Gas Buang Polusi udara oleh gas buang dan bunyi pembakaran motor Diesel merupakan gangguan terhadap lingkungan. Komponen-komponen gas buang yang membahayakan itu antara lain adalah asap hitam (angus), hidro karbon yang tidak terbakar (UHC), karbon monoksida (CO), oksida nitrogen (NO) dan NO2. NO dan NO2 biasa dinyatakan dengan NOx (W Arismunandar 2002 : 51). Namun jika dibandingkan dengan motor bensin, motor Diesel tidak banyak mengandung CO dan UHC. Disamping itu, kadar NO2 sangat rendah jika dibandingkan dengan NO. Jadi boleh dikatakan bahwa komponen utama gas buang motor Diesel yang membahayakan adalah NO dan asap hitam. Selain dari komponen tersebut di atas beberapa hal berikut yang merupakan bahaya atau gangguan meskipun bersifat sementara. Asap putih yang terdiri atas kabut bahan bakar atau minyak pelumas yang terbentuk pada saat start dingin, asap biru yang terjadi karena adanya bahan bakar yang tidak terbakar atau tidak terbakar sempurna terutama pada periode pemanasan mesin atau pada beban rendah, serta bau yang kurang sedap merupakan bahaya

yang menggangu lingkungan. Selanjutnya bahan bakar dengan kadar belerang yang tinggi sebaiknya tidak digunakan karena akan menyebabkan adanya SO2 di dalam gas buang. Asap hitam membahayakan lingkungan karena mengeruhkan udara sehingga menggangu pandangan, tetapi juga karena adanya kemungkinan mengandung karsinogen. Motor Diesel yang mengeluarkan asap hitam yang sekalipun mengandung partikel karbon yang tidak terbakar tetapi bukan karbon monoksida (CO). Jika angus yang terjadi terlalu banyak, gas buang yang keluar dari mesin akan berwarna hitam dan mengotori udara. Faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya jelaga atau angus pada gas buang motor Diesel adalah : ( Nakoela Soenarta 1995 : 39) a. Konsentrasi oksigen sebagai gas pembakar kurang. b. Bahan bakar yang disemprotkan ke dalam ruang bakar terlalu banyak.\ c. Suhu di dalam ruang bakar terlalu tinggi. d. Penguapan dan pencampuran bahan bakar dan udara yang ada di dalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna. e. Karbon tidak mempunyai cukup waktu untuk berdifusi supaya bergabung dengan oksigen. Terbentuknya karbon-karbon padat (angus) karena butir-butir bahan bakar yang terjadi saat penyemprotan terlalau besar atau beberapa butir terkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi. Hal tersebut disebabakan karena pemanasan udara pada temperatur yang terlalu tinggi sehingga penguapan dan pencampuran dengan udara tidak dapat berlangsung sempurna. Saat dimana terlalu banyak bahan bakar yang disemprotkan maka terjadinya angus tidak dapat dihindarkan. Angus yang terlalu banyak menyebabkan gas buang yang keluar dari mesin akan berwarna hitam dan mengotori udara (Wiranto Arismunanadar, 2002: 12). Pengujian kadar kepekatan asap gas buang dilakukan pada saat akselerasi pada putaran stasioner hingga mencapai rpm maksimum tahan 1-4 detik. Lepas gas hingga putaran stasioner dan catat nilai opasitas asap (www.unsrat.ac.id/menlh-5-2006). Ambang batas kepekatan asap gas buang pada motor Diesel ditetapkan dalam K-m-1 berdasarkan tahun pembuatan mesin. Tahun Pembuatan Mesin Kepekatan Asap (K-m1)

2.1.7. Pemanasan Bahan Bakar Solar Karakter utama yang dikembangkan dalam spesifikasi solar yang ramah lingkungan antara lain adalah menurunkan kandungan sulfur, menurunkan batas maksimum nilai viscositas, dan meningkatkan angka setana ( www.lemigas.esdm.go.id ). Pemanasan bahan bakar adalah proses menaikkan temperatur bahan bakar yang menyebabkan cairan bahan bakar berubah manjadi uap. Cairan bahan bakar yang mudah menguap memperhalus butiran bahan bakar dan memudahkan proses pembakaran sehingga bahan bakar terbakar seluruhnya ( www.energilipi.go.id ). Bahan bakar yang dipanaskan akan diurai molekulnya agar mudah mengikat oksigen dan bahan bakar menjadi semi gas sehingga manghasilkan daya ledak yang baik saat pembakaran ( www.plasaotomotif.com ). Menurut Kepala Pusat Penelitian Departemen Teknik Kimia ITB, pemanasan bahan bakar menurunkan kekentalan agar lancar saat dipompa dengan injektor. Pemanasan bahan bakar solar berarti proses untuk meningkatkan suhu yang menyebabkan turunnya viscositas dan naiknya volume bahan bakar yang menyebabkan bertambahnya energi. Energi diserap oleh molekul-molekul dan menyebabkan reaksi jarak antar molekul-molekul tersebut menjadi lebih renggang sehingga lebih mudah mengikat oksigen Turunnya viskositas dan terjadinya pemuaian volume menyebabkan butir-butir bahan bakar akan lebih mudah menguap yang dapat mempengaruhi proses pengkabutan saat penyemprotan sehingga mempercepat dan memperbaiki proses pencampuran bahan bakar dengan udara. Viskositas yang terlalu tinggi menyebabkan solar mengalir terlalu lambat dan beban dari pompa injeksi menjadi lebih berat yang dapat mengakibatkan butir-butir bahan bakar yang terjadi saat penyemprotan terlalu besar atau beberapa butir terkumpul menjadi satu (dekomposisi) sehingga bahan bakar lebih sukar terbakar (Wiranto Arismunandar, 2002: 12). Aliran bahan bakar yang rendah karena viscositas tinggi menyebabkan sulit terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Buruknya proses atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin, dan emisi gas buang ( www.beritaiptek.com ). Akibatnya dengan viscositas yang terlalu tinggi menyebabkan bahan bakar tidak terbakar seluruhnya dan proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna sehingga mempengaruhi besar

konsumsi bahan bakar. Selain itu banyaknya bahan bakar yang disemprotkan tidak terbakar karena terjadinya dekomposisi menyebabkan terbentuknya karbon-karbon padat (angus) yang menyebabkan gas buang yang keluar dari mesin berwarna hitam. Pemanasan dengan temperatur yang terlalu tinggi yaitu melebihi batas temperatur titik didih menyebabkan bahan bakar akan menjadi campuran uap dari cairan sebelum bercampur dengan udara. Di samping itu viskositas bahan bakar menjadi terlalu rendah yang menyebabkan sifat lumasnya semakin buruk dan bila disemprotkan ke dalam silinder butiran uapnya akan menjadi terlalu kecil sehingga jarak terbang udara yang ditekan menjadi lebih pendek dan pencampuran dengan udara di dalam silinder tidak berlangsung sempurna. 2.1.8. Radiator Radiator berfungsi mendinginkan cairan pendingin yang telah menjadi panas setelah mendinginkan mesin. Radiator terdiri dari tangki air bagian atas (upper water tank), tangki air bagian bawah (lower water tank) dan radiator core pada bagian tengahnya. Cairan pendingin masuk ke dalam upper tank dari selang atas (upper hose). Upper tank dilengkapi dengan selang yang dihubungkan ke reservoir tank sehingga air pendingin atau uap yang berlebihan dapat ditampung. Lower tank dilengkapi dengan outlet dan keran penguras. Inti radiator terdiri dari pipa-pipa yang dapat dilalui air pendingin dari upper tank ke lower tank dan sirip-sirip pendingin yang fungsinya untuk menyerap panas. 2.1.9. Kerangka Berfikir Ketepatan saat terjadinya pembakaran pada motor Diesel merupakan faktor yang sangat menentukan baik buruknya performa mesin yang dihasilkan. Indikasinya adalah berpengaruh terhadap daya dan kemampuan torsi serta besarnya konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap hitam gas buang. Pembakaran yang sempurna akan menghasilkan tingkat konsumsi bahan bakar yang ekonomis dan berkuranganya besar kepekatan asap hitam gas buang karena pada pembakaran sempurna campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar seluruhnya dalam waktu dan kondisi yang tepat. Agar terjadi pembakaran yang sempurna maka perlu diperhatikan kualitas bahan bakar sesuai dengan karakteristiknya sehingga homogemitas campuran bahan bakar dengan udara dapat terjadi secara sempurna.

Viskositas bahan bakar adalah salah satu karakteristik bahan bakar yang sangat menentukan kesempurnaan proses pembakaran. Viskositas yang tinggi menyebabkan aliran solar terlalu lambat. Tingginya viskositas menyebabkan beban pada pompa injeksi menjadi lebih besar dan pengkabutan saat injeksi kurang sempurna sehingga bahan bakar sulit terbakar. Pemanasan untuk menaikkan suhu bahan bakar adalah salah satu cara untuk mengubah karakteristik suatu bahan bakar. Pemanasan pada solar mengakibatkan turunnya viskositas dan bertambahnya volume yang menyebabkan butir-butir bahan bakar akan lebih mudah menguap dan mempengaruhi proses pengkabutan saat penyemprotan. Butiran bahan bakar yang disemprotkan sangat berpengaruh terhadap proses pembakaran sehingga tekanan penyemprotan divariasikan untuk mempercepat dan memperbaiki proses pencampuran bahan bakar dengan udara. Langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat diperoleh homogenitas campuran yang lebih sempurna sehingga pembakaran yang sempurna dapat tercapai. Dengan langkah ini diharapkan besar konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap hitam gas buang dapat dikurangi. 2.2. Hipoteis Dari kerangka berfikir di atas maka rumusan hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah ada pengaruh pemanasan bahan bakar terhadap konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap gas buang pada mesin berbahan bakar bio solar / mesin diesel.