BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kemajuan di bidang komunikasi dan informasi dalan era globalisasi ini telah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pencucian uang pada awalnya diatur dalam Undang-Undang. Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

ANALISIS YURIDIS PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI INTELLIGENCE UNIT DALAM SISTEM PERBANKAN INDONESIA

REZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003

Perpustakaan LAFAI

BAB I PENDAHULUAN. perorangan saja, akan tetapi juga bisa terdapat pada instansi-instansi swasta dan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Oleh : Putu Kartika Sastra Gde Made Swardhana Ida Bagus Surya Darmajaya. Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Pasal 1 Dalam P

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat pada umumnya sudah mengetahui beberapa tindak pidana, khususnya

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 7/Juli/2016

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

MENGENALI PROSES PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DARI HASIL TINDAK PIDANA. Oleh: Muhammad Fuat Widyaiswara Utama pada Pusat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR BANK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. meningkatkan risiko karena dengan semakin beragamnya instrumen/produk keuangan

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Undang Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tanggal 17 April ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ANDRI HELMI M, SE., MM HUKUM BISNIS


PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SULAIMAN BAKRI / D ABSTRAK

V PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

2 lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor sebagai Pihak Pelapor; dan 2. menyatakan advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia dalam rangka memerangi tindak pidana pencucian uang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan. Pertukaran. Informasi.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

I. PENDAHULUAN. Pelaku tindak pidana pada umumnya berusaha menyembunyikan atau

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) Jawablah pertanyaan dibawah ini!

PENANGANAN KEJAHATAN ALIRAN DANA PERBANKAN, KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG. Oleh : Yenti Garnasih

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak tahun 1930

Modul E-Learning 1. Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan:

Peranan Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan (PPATK) Dalam Pemberantasan Money Laundry. Amir Ilyas

2 dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang Pengenaan Sa

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian

I. UMUM. Perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain meliputi:

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 2003 (25/2003) TENTANG

BAB II PRINSIP MENGENAL NASABAH DI PASAR MODAL. uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau


BAB 1 PENDAHULUAN. kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2...

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQS)

KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : 02/KB/I-VII.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA. Buku Ali, H. Zainuddin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta.

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. money laundering merupakan istilah yang sering didengar dari berbagai media

karena kejahatan pencucian uang (money laundering) tersebut baik secara berupaya memperoleh keuntungan keuangan dari tindak pidana yang

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Money Laundering)

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN PEMBUKTIAN TERBALIK Disusun Oleh Riono Budisantoso (PPATK) dan Yunus Husein (Mantan Ka PPATK)

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi informasi dan globalisasi mengakibatkan makin. mendunianya perdagangan barang dan jasa serta arus finansial yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DARI HASIL KEJAHATAN NARKOTIKA MELALUI UNDANG- UNDANG NO

Lampiran Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: 2/4/KEP.PPATK/2003

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM UNDANG- UNDANG NO. 8 TAHUN 2010

KETENTUAN RAHASIA BANK DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG: SUATU ANALISIS YURIDIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI UNDANG-UNDANG PENCUCIAN UANG

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Penjelasanan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 642)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini bank telah menjadi sarana utama untuk kegiatan money laundering

PUSDIKLAT KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA (MONEY LAUNDERING)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya di dalam masyarakat, sengketa

PERANAN PPATK (PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN) DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 1 Oleh : Randy Andario 2

Transkripsi:

10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besarnya dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara, sehingga negara-negara di dunia dan organisasi internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini tidak lain karena kejahatan pencucian uang (money laundering) tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sistem perekonomian, dan pengaruhnya tersebut merupakan dampak negatif bagi perekonomian itu sendiri. Di dalam praktek money laundering itu diketahui banyak dana-dana potensial yang tidak dimanfaatkan secara optimal karena pelaku money laundering sering melakukan steril investment misalnya dalam bentuk investasi di bidang properti pada negara-negara yang mereka anggap aman walaupun dengan melakukan hal itu hasil yang diperoleh jauh lebih rendah. 1 Perkembangan teknologi semakin maju pesat, membawa pengaruh terhadap perkembangan diberbagai sektor, baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, salah satu yang turut berkembang adalah masalah kriminalitas, namun perangkat hukum untuk mencegah dan memberantas kriminalitas itu sendiri 1 Bismar Nasution, Rezim Anti Money Laundering di Indonesia (Bandung : BooksTerrace & Library, 2008), hal 1 1

11 belum memadai dan masih tertinggal jauh, sehingga berbagai jenis kejahatan baik yang dilakukan perorangan, kelompok ataupun korporasi dengan mudah terjadi, dan menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang besar, kejahatan kejahatan tersebut tidak hanya dilakukan dalam batas wilayah suatu negara, namun meluas melintasi batas wilayah negara lain sehingga sering disebut sebagai transnational crime, dalam kejahatan transnasional harta kekayaan hasil dari kejahatan biasanya oleh pelaku disembunyikan, kemudian dikeluarkan lagi seolah-olah dari hasil legal. 2 Negara Indonesia memiliki banyak faktor yang menguntungkan untuk melakukan money laundering, sehingga tidak ragu negara Indonesia dicap sebagai negara yang tidak koperatif memerangi jenis kejahatan pencucian uang. Antara lain dapat ditunjuk dengan negara Indonesia yang menganut sistem devisa bebas, sistem kerahasiaan bank, negara Indonesia masih membutuhkan likuiditas atau belum adanya perangkat yuridis yang tegas bagi anti pencucian uang. Oleh karena itu pada tahun 2001 tepatnya tanggal 22 Juni 2001 Financial Action Task Force (FATF) memasukkan Indonesia disamping 19 negara lainnya kedalam daftar hitam Non Cooperative Countries or Territories (NCCTs) atau kawasan yang tidak koperatif dalam menangani kasus money laundering. Kesembilan belas negara lain itu adalah Mesir, Rusia, Hongaria, Israel, Lebanon, Filipina, Myanmar, Nauru, Nigeria, Niue, Cook Island, Republik Dominika, Guatemala, St. Kitts and Nevis, St. Vincent dan Grenadines serta Ukraina. 3 2 Tb.Irman S, Hukum Pembuktian Pencucian Uang. Cetakan Pertama (Bandung: MQS Publishing, 2006), hal.1. 3 N.H.T. Siahaan, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan. Cetakan Kedua (Edisi- Revisi). (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hal. 2.

12 Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan dewasa ini, banyak bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang mengingat sektor inilah yang banyak menawarkan jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul suatu dana. Dengan adanya globalisasi perbankan, dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak melampaui batas yurisdiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang pada umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. 4 Berdasarkan statistik IMF, hasil kejahatan yang dicuci melalui bank-bank diperkirakan hampir mencapai US $ 1.500 miliar per tahun. Sementara itu menurut Associated Press, kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi, korupsi dan kejahatan lainnya sebagian besar diproses melalui perbankan untuk kemudian dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan ini mampu menyerap nilai US $ 600 miliar per tahun. 5 Selain itu, menurut Financial Action Task Force (FATF), diperkirakan atas jumlah uang yang dicuci setiap tahun diseluruh dunia dari perdagangan gelap narkoba (illicit drugs trade) berkisar antara US $ 300 miliar dan US $ 500 miliar. 6 Selanjutnya dikatakan bahwa batas bawah dari perkiraan tersebut, yakni jumlah yang dihasilkan melalui narcotics trafficking, arms trafficking, bank fraud, 4 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan. Cetakan Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 18. 5 Yunus Husein. Money Laundering: Sampai Dimana Langkah Negara Kita.Dalam Pengembangan Perbankan, Mei-Juni 2001, hal. 31-40 6 Adrian Sutedi Op. Cit., hal 18 oleh Department of Justice Canada, Solicitor General Canada, hal. 4.

13 counterfeiting dan sejenisnya melalui money laundering diseluruh dunia yang per tahun mencapai US $600 miliar. 7 Jika negara Indonesia dan negara lainnya tidak menangani money laundering secara sungguh sungguh, maka lembaga internasional akan tetap memberikan tindakan punitive approach yang makin keras. Tidak tertutup kemungkinan diberi sanksi berupa hambatan terhadap transaksi perbankan seperti transfer, L/C, pinjaman luar negeri, dan lain lain. Dalam pandangan umum pencucian uang sering kali hanya dihubungkan dengan bank, lembaga pemberi kredit atau pedagang valas. Namun perlu diketahui bahwa selain produk tradisional perbankan seperti tabungan/deposito, transfer serta kredit pembiayaan, pada kenyataannya produk dan jasa yang ditawarkan juga menarik bagi para pencuci uang. Lembaga keuangan maupun lembaga non keuangan lain yang sering digunakan oleh pencuci uang, dengan melibatkan banyak pihak lain tanpa disadari oleh yang bersangkutan, antara lain Perusahaan Efek, Perusahaan Asuransi dan broker Asuransi, Money Broker, Dana Pensiun dan Usaha Pembiayaan, Akuntan, Pengacara, Notaris, Surveyor, Agen Real Estate, Kasino dan permainan judi lainnya, Pedagang Logam mulia, Dealer barang barang Antik, Dealer Mobil serta penjual barang barang mewah dan berharga. 8 Atas dasar inilah baru pada tahun 2002 Indonesia mengeluarkan Undang Undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 25 Tahun 2003. Undang Undang ini 7 N.H.T. Siahaan, Op. Cit, hal. 1. 8 Bismar Nasution, Op. Cit, hal. 3.

14 juga mengilhami dibentuknya suatu lembaga untuk memberantas tindak pidana pencucian uang yaitu Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pada Februari 2005 barulah Indonesia berhasil keluar dari NCCTs setelah Indonesia mengeluarkan Undang Undang tersebut diatas dan melakukan upaya upaya lainnya yang sesuai dengan The 40 FATF Recommendation. Untuk memerangi kegiatan-kegiatan pencucian uang disebuah negara, pada umumnya dibentuk oleh negara itu lembaga khusus yang nama generiknya disebut dengan Financial Inteligence Unit (FIU). Suatu FIU adalah suatu lembaga yang menerima informasi keuangan, menganalisis atau memproses informasi tersebut, dan menyampaikan hasil informasi tersebut kepada otoritas yang berwenang untuk menunjang upaya-upaya memberantas kegiatan pencucian uang. Pada tahun1996, baru ada beberapa saja FIU di dunia, tetapi pada saat ini terdapat 69 yurisdiksi negara yang memiliki FIU diseluruh dunia. Negara-negara yang telah memiliki FIU tergabung dalam apa yang disebut dengan Egmont Group of FIU. 9 FIU Indonesia yang dimiliki Indonesia diberi nama Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang bertindak sebagai Pemegang Peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana Pencucian uang di Indonesia. Untuk pertama kalinya Presiden RI telah menunjuk Yunus Husein dan I Gede Sadguna masing-masing sebagai kepala dan wakil kepala PPATK. PPATK dipermulaannya telah memperoleh bantuan teknis dari AusAID dan USAID. Selain itu pada tanggal 15 Januari 2003 telah ditandatangani perjanjian dengan 9 Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti), hal. 247

15 Asian Development Bank untuk memperoleh bantuan teknis dalam melaksanakan Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003. Secara Yuridis memerangi tindak pidana pencucian uang diawali dengan diundangkannya Undang-Undang No.15 Tahun 2002, Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 dan yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU). PPATK merupakan Lembaga independen yang diberi tugas dan wewenang dalam rangka pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Dua tugas utamanya yaitu: mendeteksi terjadinya tindak pidana pencucian uang dan membantu penegakan hukum yang berkaitan dengan pencucian uang dan tindak pidana asal (predicate crimes). Pemegang peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Inonesia ada di tangan Pusat Pelaporan Transaksi Analisis Keuangan selanjutnya disingkat PPATK. Karena, jika PPATK tidak menjalankan fungsinya dengan benar, maka efektivitas dari pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak akan tercapai. 10 Berdasarkan Pemaparan diatas, kiranya cocok untuk dibahas sejauhmana peran dan tanggung jawab PPATK dalam memberantas pencucian uang (money laundering), khususnya dalam bidang Perbankan. Oleh karena itu untuk membahas hal tersebut dipilih judul skripsi ini, yaitu Analisis Yuridis Peran dan 10 Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang Di Pasar Modal, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal 219.

16 Tanggung Jawab PPATK Sebagai Financial Inteligence Unit dalam Sistem Perbankan Indonesia B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan hukum PPATK sebagai financial inteligence unit di Indonesia 2. Bagaimana peran dan tanggung jawab PPATK dalam mencegah tindak pidana pencucian uang dalam sistem perbankan Indonesia C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menjawab permasalahan yang diangkat dalam penulisan tentang analisis yuridis peran dan tanggung jawab PPATK sebagai financial inteligence unit di sistem perbankan Indonesia yaitu sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan berkenaan dengan kedudukan PPATK sebagai Financial Inteligence Unit. 2. Untuk dapat mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab PPATK dalam upaya memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya dalam sistem Perbankan Indonesia.

17 Manfaat penulisan skripsi ini secara praktis, diharapkan pembahasan terhadap masalah ini akan memberikan penambahan pemahaman dan pandangan yang baru mengenai PPATK dan money laundering dan dapat menjadi pedoman dan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum dan pemerintah dalam mencegah dan memberantas kejahatan money laundering. Sementara secara akademis sebagai karya Tugas Akhir dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar kesarjanaan yakni Sarjana Hukum di Fakultas Hukum. Disamping itu Skripsi ini juga diharapkan bermanfaat dalam rangka pengembangan khazanah pengetahuan ilmu hukum, khususnya mengenai penegakan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. D. Keaslian Penulisan Untuk mengetahui orisinilitas penulisan, sebelum melakukan penulisan Skripsi berjudul Analisis yuridis peran dan tanggung jawab PPATK sebagai financial intekigence unit dalam sistem perbankan Indonesia, penulis telebih dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum. Perpustakaan Fakultas Hukum melalui surat tertanggal 26 November 2011, menyatakan ada beberapa judul yang memiliki sedikit kesamaan. Adapun judul skripsi tersebut antara lain : 1. Peran PPATK dalam mengatasi kejahatan Money Laundering di Indonesia

18 2. Pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dengan penerapan Know Your Costumer Principles pada perbankan Indonesia (Studi kasus pada Bank Indonesia dan PPATK Jakarta serta PT. Bank Tabungan Negara persero cabang Medan) 3. Kajian hukum terhadap posisi Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan dalam pemberantasan praktek money laundering Surat dari perpustakaan Fakultas Hukum Usu tersebut kemudian dijadikan dasar bagi Dr Windha SH, M.Hum (ketua departemen hukum Ekonomi) untuk menerima judul yg diajukan oleh penulis, karena substansi yg terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul diatas. Penulis juga menelusuri berbagai judul karya Ilmiah melalui media intenet, dan sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, belum ada penulis lain yang pernah mengangkat topik tersebut. Sekalipun ada, hal itu adalah diluar sepengetahuan penulis dan tentu saja substansinya berbeda dengan substansi dalam skripsi ini. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran penulis yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak, maupun media elektronik. Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. E. Tinjauan Kepustakaan Menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), bahwa yang dimaksud dengan

19 Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Sedangkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU) Pasal 1 angka 1, Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 1 angka 2 UU PP-TPPU menyebutkan bahwa : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK adalah lembaga Independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Pasal 1 angka 7 UU TPPU menjelaskan mengenai Transaksi Keuangan Mencurigakan, yaitu : a) Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan, b) Transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai ketentuan Undang undang ini, c) Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang didugba berasal dari hasil tindak pidana.

20 Sedangkan di dalam UU PP-TPPU menjelaskan mengenai Transaksi Keuangan Mencurigakan pada pasal 1 angka 5 yaitu : a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. Pasal 1 angka 5 UU TPPU menjelaskan mengenai Penyedia Jasa Keuangan, yaitu setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, perusahaan asuransi dan kantor pos. Didalam Pasal 2 UU PP-TPPU menjelaskan mengenai pengertian dari hasil tindak pidana, yaitu harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana : a. korupsi;

21 b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup;

22 y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. (2). Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n. Financial Inteligence Unit atau yang biasa disingkat FIU adalah lembaga permanen yang khusus menangani masalah pencucian uang yang keberadaannya diatur secara implisit dalam empat puluh rekomendasi (Forty Reccomendation) dari Financial Action Task Force (FATF). Lembaga ini mutlak perlu dan merupakan salah satu infrastruktur terpenting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang di tiap negara. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU PP-TPPU, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang. PPATK adalah suatu lembaga independen yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bertanggung jawab kepada Presiden. Menurut Undang Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pasal angka 1, menjelaskan pengertian Perbankan yaitu segala sesuatu yang

23 menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Penulisan skripsi ini berkisar tentang peran PPATK dalam mengatasi kejahatan money laundering terutama dalam bidang perbankan. PPATK sebagaimana dimandatkan dalam UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU) adalah lembaga independen dibawah Presiden Republik Indonesia yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; 2. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; 3. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan 4. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Dalam pergaulan global di masyarakat internasional, PPATK dikenal sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan unit intelijen keuangan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme (AML/CFT Regime) di Indonesia. PPATK merupakan anggota dari ''The Egmont Group'' yakni suatu asosiasi lembaga FIU di seluruh dunia dalam rangka mewujudkan dunia internasional yang bersih dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sesuai standar-standar terbaik internasional.

24 F. Metode Penulisan Untuk melengkapi penulisan skripsi ini,disini penulis menentukan metode apa yang diterapkan 11 agar tujuannya lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan. Dapat diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, kemudian menjadi penyidikan atau penelitian berlangsung menurut cara tertentu. Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Tipe penelitian Tipe penelitian bahan hukum yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Dalam hal penelitian hukum normatif, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan. Pengumpulan bahan dilakukan melalui studi kepustakaan (library research) yakni dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Metode penelitian hukum normatif ini dipilih adalah mengetahui bagaimana Peran dan Tanggung Jawab PPATK sebagai Financial Inteligence Unit dalam Pemberantasan Praktik Pencucian Uang dalam Sistem Perbankan Indonesia. 2. Pendekatan masalah Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni metode penelitian hukum normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan hal 17 11 Bambang Wahyu,S.H, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008)

25 perundang-undangan. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang berkaitan dengan judul skripsi ini. 3. Bahan Hukum Bahan hukum yang dipergunakan dalam skripsi ini antara lain : a. Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP- TPPU), dan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil seminar, makalah, tesis maupun pendapat dari kalangan pakar hukum yang terkait dengan pembahasan tentang PPATK dan Money Laundering. c. Bahan hukum tersier (bahan hukum penunjang) adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum maupun kamus bahasa Indonesia. 4. Prosedur pengumpulan bahan hukum Pengumpulan bahan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan. Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan

26 menganalisis secara sistematis buku-buku, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 5. Analisis data Metode penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu data diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif yang mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif digunakan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data yang akan diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Analisis data dilakukan dengan: 1. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. 2. Memilih kaedah-kaedah hukum yang sesuai dengan penelitian. 3. Menarik kesimpulan dengan menjawab setiap permasalahan yang diteliti. G. Sistematika Penulisan Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memenuhi makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain dapat dilihat sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN

27 Terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II: PENGATURAN HUKUM PENCUCIAN UANG DI INDONESIA Berisi mengenai sejarah dan perkembangan praktik pencucian uang, pengertian pencucian uang, objek pencucian uang, tahapan modus operandi dan akibat yang ditimbulkan dari praktik pencucian uang. BAB III : FINANCIAL INTELIGENCE UNIT Berisi mengenai perkembangan Financial Inteligence Unit di Indonesia beserta tugas dan wewenang PPATK, peran PPATK. Dan juga memberikan penjelasan mengenai Lembaga perbankan sebagai sarana pencucian uang, transaksi keuangan yang mencurigakan, dan Sistem pelaporan dalam mekanisme PPATK. BAB IV: PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI FINANCIAL INTELIGENCE UNIT DALAM PEMBERANTASAN PRAKTIK PENCUCIAN UANG DALAM SISTEM PERBANKAN INDONESIA Berisi penjelasan mengenai peran PPATK dalam sistem perbankan Indonesia dan Tanggung Jawab dalam sistem perbankan Indonesia. BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

28 Terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang memuat secara keseluruhan hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.