1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang sangat tinggi dan sangat bervariasi dari jenis bencana. Kondisi alam serta keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan tingginya risiko kejadian bencana alam, bencana akibat ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun di sisi lain juga kaya akan sumberdaya alam. Berdasarkan sejarah kebencanaan, terhimpun hampir semua bencana alam di dunia telah terjadi di Indonesia dan setiap terjadi bencana, setiap kali pula kejadian tersebut menimbulkan korban jiwa (Hendrianto, 2012). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat terjadi peningkatan jumlah kejadian bencana di Indonesia. Kejadian itu dalam kurun waktu lima tahun terakhir sejak 2009 hingga 2014, jumlah kejadian bencana di tahun 2009 sebanyak 1.246 kejadian. Jumlah ini mengalami peningkatan di tahun 2010 mencapai 1.941 kejadian. Pada tahun 2011, jumlah kejadian bencana mengalami penurunan menjadi 1.633 kejadian. Dan jumlah ini kembali meningkat menjadi 1.841 kejadian di tahun 2012 lalu turun lagi menjadi 1.674 kejadian di tahun 2013 dan 1.475 kejadian di tahun 2014. Dan "99 Persen kejadian bencana tahun 2014 adalah bencana hidrometeorologi," seperti banjir, puting beliung, dan tanah longsor Sementara Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (PPKK) dalam Statistik kejadian bencana Tahun 2014, Selama kurun waktu 5 tahun antara tahun 2010 2014 jumlah kejadian bencana di Indonesia mencapai 1.907 kejadian bencana, terdiri dari 1.124 bencana alam, 626
2 bencana non alam dan 157 bencana sosial. Sedangkan tahun 2014 jumlah kejadian bencana sebanyak 456 kejadian, terdiri dari 227 bencana alam (49%), 197 bencana non alam (44%) dan 32 bencana sosial (7%). Kejadian bencana tersebut menimbulkan jumlah korban sebanyak 1.699.247 orang, terdiri dari 957 orang korban meninggal, 1.932 orang luka berat/dirawat inap, 694.305 orang luka ringan/rawat jalan, 391 orang hilang dan 1.001.662 pengungsi. Kejadian bencana dengan frekuensi tertinggi (PPKK - 2014) dapat diurut sebagai berikut: banjir (88 kejadian ; 19%), kecelakaan transportasi (74 kejadian; 16%), tanah longsor (57 kejadian; 13%); kebakaran pemukiman (55 kejadian; 12%) dan keracunan (39 kejadian; 9%).Seperti tahun-tahun sebelumnya bencana alam masih didominasi oleh bencana hidrolometorologi yaitu banjir yang merupakan kejadian bencana dengan frekuensi terbanyak, sementara untuk bencana non alam kecelakaan transportasi. Kejadian bencana juga menyebabkan terjadinya kerusakan fasilitas kesehatan dengan tingkat gangguan fungsi yang beragam. Tercatat selama tahun 2014 sebanyak 106 unit fasilitas kesehatan mengalami kerusakan akibat bencana, terdiri dari puskesmas 34 unit (32%), puskesmas pembantu 30 unit (28%), polindes 23 unit (22%), rumah sakit 6 unit (5%), poskesdes 6 unit (5%), posyandu 3 unit (3%), gudang farmasi 2 unit (2%) dan puskesmas keliling 2 unit (2%) (PPKK - 2014) Terkait dengan bencana, Provinsi Jambi dari Tahun 2001-2010 terdapat 165 kejadian bencan, bencana tersebut menyebabkan 41 orang meninggal dunia dan hilang, 153.742 orang mengungsi dan menderita, 8.162 rumah rusak dan hancur, serta 348.752 ha lahan rusak. Bencana banjir umumnya melanda wilayah
3 bagian timur yang merupakan dataran rendah dan banyak dilalui sungai. Banjir terbesar terjadi pada bulan Desember 2003, tepatnya pada tanggal 9 dan 14. Bajir pada tanggal 9 Desember 2003 menyebabkan 5 orang meninggal dunia, 11.496 orang mengungsi, serta 43 ha lahan rusak sedangkan banjir pada tanggal 14 Desember 2003 mengakibatkan 5 orang meninggal dunia, 38.882 orang mengungsi, dan 8.390 ha lahan mengalami kerusakan (BNPB 2011), statistik kejadian bencana Provinsi Jambi dapat dilih pada Gambar 1.1 Sumber : BNPB 2011, Data Bencanan Indonesia. Statistik dampak bencana yang terjadi dari tahun 2001 s/d 2011 dapat dilihat pada Gambar 1.2 Sumber : BNPB 2011, Data Bencanan Indonesia.
4 Kota Jambi merupakan ibu Kota dari Provinsi Jambi yang hampir setiap tahunnya dilanda banjir. Sebagai salah satu kota yang termasuk dalam kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari, dimana daerahnya terletak di dataran rendah, Potensi bencana banjir tersebut dapat dilihat dari peta potensi bencana banjir pada Gambar peta 1.3 berikut ini ; Gambar 1.1 Peta Rawan Bencana Banjir di Kota Jambi Sumber BPBD Provinsi Jambi
5 Bencana banjir menimbulkan dampak terhadap penduduk Kota Jambi, seperti dari 540.258 jiwa penduduk Kota Jambi terdapat 26,047 jiwa yang terancam, 507 jiwa luka, 13 jiwa hilang, 670 rumah rusak, dan sebanyak 13.507 jiwa mengungsi atau pindah, selain mengancam jiwa juga menyebabkan kerusakan rumah pada wilayah terdampak, dimana tercatat ada 670 rumah yang rusak dengan tingkat kerusakan 450 (67%) rumah rusak ringan, 111 (17%) rumah rusak sedang dan 109 (16 %) rumah rusak berat, (BPBD, 2013). Dampak kejadian banjir menyentuh seluruh bidang, baik ekonomi, sosial-budaya, politik, namun yang paling utama dirasakan adalah bidang kesehatan. Disadari bahwa dengan adanya kejadian bencana, maka selalu timbul wabah penyakit yang merupakan dampak dari kondisi lingkungan yang rusak, sanitasi yang jelek, daya tahan tubuh manusia menurun drastis dan kurangnya sarana dan obat-obatan. Pelayanan kesehatan pada saat bencana merupakan faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit. Karena bencana banjir merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan biasanya terjadi secara mendadak serta disertai jatuhnya korban. Keadaan ini bila tidak ditangani secara cepat dan tepat dapat menghambat, mengganggu, serta menimbulkan kerugian bagi kehidupan masyarakat. Upaya penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya krisis kesehatan yang dilakukan melalui kegiatan pencegahan, mitigasi (pelunakan/penjinakan dampak) dan kesiapsiagaan dalam menghadapi krisis kesehatan akibat bencana. Kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya krisis kesehatan berupa kegiatan tanggap
6 darurat dan selanjutnya pada saat setelah terjadinya krisis kesehatan berupa kegiatan pemulihan rehabilitasi dan rekonstruksi. Untuk itu penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana harus mempunyai suatu pemahaman permasalahan dan penyelesaian secara komprehensif, serta terkoordinasi secara lintas program dan lintas sektor. Pada saat bencana terjadi biasanya diikuti dengan timbulnya korban manusia maupun kerugian harta benda. Terdapatnya korban manusia akan menyebabkan kerawanan status kesehatan pada masyarakat yang terkena bencana dan masyarakat yang berada disekitar daerah bencana. Oleh karena itu, percepatan penangana korban tidak saja perlu dilakukan pada masa tanggap darurat, tetapi perlu ditekankan upaya kesiapsiagaan yang sedini mungkin juga dilakukan sehingga jumlah kordan dapat diminimalkan. Kesiapsiagaan merupakan tanggugungjawab bersama para stakeholder, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat serta dunia usaha. Peran pelaku tersebut diatur dalam UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Salah satu stakeholder yang bertanggungjawab melaksanakan upaya kesiapsiagaan adalah Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Puskesmas adalah bagian dari pemerintah daerah wajib melaksanakan fungsinya dalam kesiapsiagaan penanggulangan bencana. Menurut Dirjen Binakesmas Depkes (2005). Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat yang bertanggungjawab diwilayah kerjanya. Puskesmas mempunyai fungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
7 keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang bermutu dan terjangkau. Dampak kejadian bencana banjir sangat luas terutama dibidang kesehatan, pelayanan kesehatan pada saat bencana merupakan faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit. Berdasarkan pentingnya pelayanan kesehatan, maka Puskesmas sebagai lini terdepan dalam pengendalian risiko bencan bidang kesehatan dituntut untuk mempunyai kesiapsiagaan yang kuat yang harus disiapkan sebelum terjadinya bencana baik dari segi pelayanan kesehatan, sumber daya manusia yang tanggap, sarana prasarana yang memadai, obat dan perbekalan yang cukup, dukungan dana dalam kesiapsiagaan maupun saat kedaruratan, dukungan informasi, dan adanya protap/pedoman yang dijadikan acuan dalam kegiatan di Puskesmas, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat kesiapsiagaan dari Puskesmas dalam penanggulanngan banjir di Kota Jambi. 1.2. Rumusan Masalah Kesiapsiagaan Puskesmas Bencana banjir dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat, seperti dampak dari kondisi lingkungan yang rusak, sanitasi yang jelek, daya tahan tubuh manusia menurun drastis dan kurangnya sarana dan obat-obatan. Keadaan ini bila tidak ditangani secara cepat dan tepat dapat menghambat, mengganggu, serta menimbulkan kerugian bagi kehidupan masyarakat. Puskesmas sebagai lini terdepan dalam pengendalian risiko bencan bidang kesehatan dituntut untuk mempunyai kesiapsiagaan yang kuat yang harus disiapkan sebelum terjadinya bencana baik dari segi pelayanan kesehatan, maupun sumber daya kesehatannya. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti ingin mengetahui bagaimanakah
8 upaya Pelayanan Kesehatan dilihat dari kelengkapan operasional Puskesmas, sumber daya Puskesmas dan upaya kesehatan, dan kesiapsiagaan Puskesmas dilihat dari Penyiapan sumber daya Puskesmas, Penyiapan sistem informasi dan komunikasi, ketersedian protap/juklak/sop/pedomman, dokumen rencana kontinjensi dan simulasi/gladi/pelatihan siaga dalam penanggulangan bencana banjir. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis upaya pelayanan kesehatan Puskesmas di Kota Jambi 2. Menganalisis Kesiapsiagaan Puskesmas dalam penanggulangan bencana banjir dan Rencana Kontinjensi di Kota Jambi 3. Menganalisis upaya pelayanan kesehatan dengan kesiapsiagaan Puskesmas dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Jambi 1.4. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah wawasan literatur terkait dengan kesiapsiagaan bencana, khususnya di bidang kesehatan. 2. Sebagai masukan bagi dinas kesehatan untuk mengetahui status kesiapsiagaan Puskesmas, untuk selanjutnya dapat meninjau ulang kapasitas yang dimiliki Puskesmas, dan dapat melakukan perbaikan terhadap rencana kesiapsiagaan Puskesmas dalam mengantisipasi ancaman bencana 3. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah Kota Jambi untuk pengambilan kebijakan terkait peningkatan kesiapsiagaan sektor kesehatan dalam penanggulangan bencana, terutama Puskesmas.
9 1.5. Keaslian Penelitian Penelitian tentang kesiapsiagaan telah banyak dilakukan, tetapi penelitian yang membahas secara khusus tentang kesiapsiagaan Puskesmas dalam penanggulangan bencana terutama dari segi upaya pelayanan kesehatan, sarana dan prasarana, obat dan perbekalan, dukungan informasi komunikasi, dan protap/juklak/sop/pedoman, dokumen rencana kontinjensi dan simulasi/gladi/ pelatihan siaga masih jarang. Table 1.1 Daftar penelitan sebelumnya Nama peneliti (tahun) Dewi,R.N.W, (2010) Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian Kesiapsiagaan sumberdaya Manusia Kesehatan dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan akibat Bencana Banjir Mengetahui gambaran dan hubungan beberapa faktor (umur, jenis kelamin, lama pengalaman kerja, frekuensi mengikuti pelatihan manajemen bencana, pelatihan teknik lapangan, pelatihan gladi/simulasi, kecukupan sarana, ketersediaan biaya operasional, dukungan informasi, ketersediaan protap/pedoman, pelaksanaan evaluasi dan pemberian kompensasi) dengan kesiapan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan bencana banjir Kuantitatif Cross sectional Hasil penelitian menunjukkan gambaran kesiapsediaan SDM kesehatan 68,1% respon menyatakan siap siaga bekerja dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan hasil analisis kesiapsiagaan SDM meningkat 2,5 kali pada respon yang pernah mendapatkan pelatiahan manajemen bencan. Fuad, dkk. (2011) Puskesmas kesiapsiagaan bencana setelah gempa di Padang Pariaman Untuk menilai kesiapan Puskesmas dalam menanggapi bencana Studi kasus observasi Jumlah dan kualitas tenaga kesehatan jauh di bawah ideal. Kurang dari setengah Puskesmas memiliki fasilitas darurat. SOP dan kebijakan untuk menghadapi bencana tidak tersedia Gultom, A.B, (2012) Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas survey eksplanatori Pengetahuan memiliki hubungan dan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas dengan nilai < 0,05. Sedangkan sikap tidak memiliki hubungan dan pengaruh terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas dengan nilai > 0,05.
10 Kudiyana, (2013) Analisis Sistem Kesiapsiagaan Rumah sakit Umum dalam menghadapi Bencana di Kabupaten Sleman Untuk mengkaji seberapa kesiapsiagaan rumah sakit umum dalam menghadapi bencana dan menganalisa faktor yang menghambat kesiapsiagaan rumah sakit umum dalam menghadapi bencana, serta mengkaji perencanaan kesiapsiagaan antar rumah sakit dalam menghadapi bencana di kabupaten Sleman. Kuantitatif dengan pendekatan statistik Deskriptif Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 21% rumah sakit umum yang telah memiliki system kesiapsiagaan menghadapi bencana di Kabupaten Sleman. Anggaran belum ada, kebijakan pimpinan rumah sakit merupakan faktor paling banyak yang menghambat kesiapsiagaan rumah sakit. Belum ada perencanaan kesiapsiagaan antar rumah sakit di Kabupaten Sleman. Kesiapsiagaan rumah sakit umum dalam menghadapai bencana di Kabupaten Sleman masih rendah. Mahdalena, (2016) Analisis Kesiapsiagaan Puskesmas dalam Penanggulangan Bencan Banjir di Kota Jambi Untuk menganalisis progaram upaya pelayanan kesehatan dengan kesiapsiagaan Puskesmas dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Jambi Kuantitatif Hasil penelitian ini didapat bahwa upaya pelayanan kesehatan masuk dalam kategori baik, hal ini dilihat dari kelengkapan organisasi, sumber daya Puskesmas dan upaya kesehatan berjalan dengan baik sesuai dengan standar pelayanan. Sedang kesiapsiagaan Puskesmas masuk dalam kategori sedang 10% dan rendah 90% dalam penanggulangan banjir, hal ini masih banyak ketidak siapan Puskesmas seperti : sumber daya Puskesmas, peralatan lapangan, biaya operasional penanggulanngan bencana, rendahnya sistem informasi dan komunikasi, ketersediaan protap/juklak/sop/pedoman dalam penanggulanngan bencana, serta rendahnya petugas yang pernah mengikuti simulasi/gladi dalam penanggulangan bencana