YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS is member of Registar of Standards (Holding) Ltd. ISO 9001 : 2008 Cert. No. 47484/A/0001/UK/En MODUL BAHASA dan SASTRA INDONESIA KELAS X IBA (Peminatan) Bab : Hakikat dan Fungsi Bahasa Disusun oleh: Elisabeth Prasetiawati 1
Bahasa I. Tujuan Pembelajaran 1. Memahami dan menginterpretasi pengertian bahasa, 2. Memahami dan menginterpretasi hakikat bahasa, dan 3. Memahami dan menginterpretasi fungsi bahasa. II. Peta Konsep Pengertian Bahasa Hakikat Bahasa Fungsi Bahasa III. Materi A. Pengertian Bahasa Apa kabar? Aku sedih!. Ungakapan-ungkapan inilah yang disebut sebagai bahasa. Wujudnya berupa lambing-lambang bunyi yang kemudian bisa diungkapkan pula dengan huruf dan angka. Ada lambang yang berbentul lisan da nada yang tertulis. Hal tersebut termasuk pula saat kita berpikir. Saat itu, lambing yang dimaksud tidak bisa dilihat ataupun didengar. Wujudnya abstrak. Akan tetapi ketika diungkapkan, hasilnya tetap saja akan memiliki wujud, sebagai lambang dari pemikiran kita. 2
Lambang Bahasa Bunyi Ekspresi diri, berkomunikasi Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat dirumuskan bahwa bahasa merupakan lambing yang digunakan manusia untuk berpikir, mengungkapkan jati diri, mengungkapkan perasaan, dan berinteraksi dengan sesama. Lambang tersebut dapat berupa bunyi apabila diungkapkan secara lisan dan dapat pula berupa lambang-lambang tertulis. Manakah pernyataan yang benar? 1. Bahasa merupakan lambang 2. Bahasa ada yang berbentuk lisan, tertulis, dan isyarat 3. Ketika berpikir kita menggunakan bahasa 4. Bahasa berwujud abstrak 5. Untuk dapat berinteraksi dengan orang lain, kita memerlukan bahasa. 3
Lembar Observasi 1. Lakukan pengamatan terhadap peristiwa-peristiwa berikut. 2. Catatlah sekurang-kurangnya tiga kalimat yang lazim diucapkan seseorang di dalam peristiwa-peristiwa berbahasa tersebut. Peristiwa Berbahasa Kalimat a. Tawar-menawar di pasar tradisional b. Percakapan di angkutan umum c. Diskusi tentang tugas kelompok B. Hakikat Bahasa Berikut ini adalah ciri-ciri mendasar dari bahasa/ 1. Bahasa merupakan Suatu Sistem Perhatikan ungkapan-ungkapan di bawah ini! a. Apa kabar? b. Aku resah! Ungkapan-ungkapan tersebut memiliki bagian-bagian. Untuk ungkapan (1), bagian-bagiannya adalah apa dan kabar; untuk ungkapan (2) aku dan resah. Kata apa dibentuk oleh /a/, /p/, /a/; kata kabar dibentuk oleh /k/, /a/, /b/, /a/, /r/. bagian-bagian itu pun memiliki pola atau susunannya sendiri. Apabila bagian 4
itu diubah atau dihilangkan susunannya, maksud dari ungkapan itu menjadi berbeda, tidak benar, atau tidak bisa dipahami. Hal ini membuktikan bahwa bahasa merupakan suatu sistem. Artinya bahasa dibentuk oleh bagian-bagian yang terpola. Bagian-bagian itu tidak dapat disusun sembarangan karena memiliki aturan-aturan tersendiri. Aturan-aturan itu ada yang terikat dengan penyusunan huruf atau bunyi, pembentukan kata, penataan kalimat, wacana, da nada juga yang terkait dengan pengungkapan makna. Oleh karena itu, muncul ilmu yang berkaitan dengan aturan-aturan tersebut, yakni: a. Fonologi ilmu yang mempelajari bunyi bahasa b. Morfologi ilmu yang mempelajari pembentukan kata c. Sintaksis ilmu yang mempelajari penyusunan kalimat d. Semantik ilmu yang mempelajari pembentukan kata. Sintaksis Semantik Morfologi Fonologi 5
2. Bahasa sebagai Lambang Benda-benda, peristiwa, dan keadaan lingkungan di sekitar kita nyatakan melalui bahasa. Sebagai contoh, untuk menyatakan suatu benda persegi dan berkaki, kita nyatakan dengan /meja/, turunnya air dari langit dilambangkan /hujan/. Itulah yang dimaksud dengan lambang atau simbol, yakni bunyi atau huruf yang mengandung makna tertentu. Hubungan antara benda dengan simbolnya itu tidak mutlak. Bahasa sebagai lambang bersifat arbitrer. Artinya, tidak ada hubungan secara langsung yang bersifat wajib antara lambing dengan yang dilambangkannya. Tidak seperti hubungan antara asap dan api. Kalau ada asap, pasti ada api. Hubungan seperti itu bersifat kausalitas. Hubungan lambing bahasa dengan objek yang dilambangkannya tidak menunjukkan sifat kausalitas. 3. Bahasa adalah bunyi Bahasa dilambangkan dengan bunyi, yakni jenis suara yang biasa dihasilkan oleh alat ucap manusia yang berupa bibir, lidah, langit-langit mulut, pangkal gigi, dan seterusnya. Dengan demikian, suara yang tidak melalui alat ucap manusia, seperti bersin dan batuk, bukanlah bahasa. Dalam perkembangan selanjutnya, bunyi-bunyi itu dilambangkan dalam bentuk tulisan. Lambing bunyi tersebut kemudian dikenal sebagai huruf. Dalam bahasa Indonesia, satu bunyi dilambangkan oleh satu huruf, kecuali bunyi /kh/, /ng/, /ny/, dan /sy/. Keempat bunyi bahasa itu dihitung satu bunyi (fonem), 6
Penyebab Keberagaman Makna namun diwakili oleh dua huruf. Selain itu, ada bunyi yang dilambangkan oleh huruf yang berbeda. Bunyi yang dimaksud adalah /k/ yang dilambangkan pula oleh /q/ dan bunyi /f/ yang bisa dilambangkan oleh /v/. 4. Bahasa itu Bermakna Bahasa tidak sekedar bunyi ataupun lambang tertulis, tetapi juga mengandung makna. Sebagai contoh, satuan bahasa /buku/ mengandung makna lembaran kertas yang berjilid. Hubungan satuan bahasa dengan maknanya tidak selalu tetap. Maknanya mungkin mengalami pergeseran, penambahan, penyempitan, ataupun perluasan. Hal tersebut dipengaruhi oleh konteks pemakaian dan latar belakang penafsirannya. Pergeseran Penambahan Perluasan Penyempitan Perhatikan contoh berikut. a. Ariel sedang menulis cerpen di buku yang dibelinya tadi pagi. b. Glenn asyik sekali membaca buku tentang perkembangan sastra di Indonesia. 7
Maksud buku di dalam kedua kalimat itu berbeda. Kalimat (a), buku yang dimaksud berupa buku tulis, sedangkan pada kalimat (b) bermakna buku teks bacaan. 5. Bahasa itu Arbitrer Arbitrer artinya sembarang, sewenang-wenang, manasuka, selalu berubah-ubah. Tidak ada hubungan wajib antara lambing bahasa dengan konsep atau pengertian yang dimaksud lambing tersebut. Sebagai contoh, hewan yang mengaum tidak harus dinamai harimau. Oleh karena itu, hewan tersebut memiliki nama yang suka-suka. Ada yang memberi nama maung (orang Sunda), dan tiger (orang Inggris). 6. Bahasa itu Konvensional Di samping arbitrer, bahasa merupakan konvensi atau kesepakatan masyarakat penggunanya. Sebagai contoh, orang Indonesia bersepakat kalau binatang yang mengaum itu bernama harimau, orang Sunda maung, orang Inggris tiger. Akan tetapi, kita sebagai orang Indonesia tidak bisa sekehendak hati mengganti nama itu menjadi mauhari atau rimahau. Pemaksaan atas kesepakatan itu dapat menghambat jalannya komunikasi. Konvensi yang berlaku pada suatu kelompok pemakai bahasa dituangkan ke dalam bentuk aturan-aturan bahasa, yang dikenal dengan istilah tata bahasa. 8
7. Bahasa itu Produktif Sifat produktif pada sistem bahasa adalah satuan yang terbatas, dapat dikreasikan bentukan yang tak terbatas. Contohnya, bunyi atau huruf /a/, /i/, /r/. selain kata air, bunyi-bunyi itu bisa dibentuk menjadi ria dan rai. Demikian pula dari susunan kata Anggun menyanyi; dari kata-kata itu bisa dibentuk susunan lainnya, seperti berikut. a. Menyanyi Anggun b. Anggun menyanyi dengan riang c. Bersama ibunya Anggun menyanyi Dengan sifatnya yang seperti itu, variasi-variasi yang bisa kita bentuk dengan bunyi ataupun kata-kata yang ada menjadi tidak terhingga. Namun, bentukan-bentukan baru itu tetap terikat oleh struktur atau pola-pola yang ada. Kita dapat membuat bentukan-bentukan baru itu sepanjang masih sesuai dengan konvensi berbahasa yang ada di masyarakat. 8. Bahasa itu Unik Setiap bahasa memiliki keunikan atau kekhasan masing-masing. Sebagai contoh, bahasa Jawa memiliki kekhasan yang tidak dimiliki bahasa Sunda. Bahasa Inggris berbeda pula dengan bahasa Perancis ataupun bahasa Jerman. Keunikan-keunikan itu terkait dengan kretivitas pemakainya dan fleksibilitas yang menjadi karakteristik bahasanya. Adapun keunikan suatu bahasa dapat diketahui secara jelas melalui kamus dan tata bahasa yang berlaku pada bahasa itu. 9
9. Bahasa itu Universal Bahasa memiliki sifat universal atau sifat-sifat yang berlaku umum. Sifat itu dimiliki oleh setiap bahasa di dunia. Contohnya, tiap bahasa dibentuk oleh vocal dan konsonan. Ciri ini menandai bahasa yang dipakai di seluruh dunia. Akan tetapi vokal dan konsonan pada setiap bahasa memiliki kekhasan masing-masing. Sebagai contoh, bahasa Indonesia mempunyai 6 vokal dan 22 konsonan; bahasa Arab memiliki 3 vokal pendek, 3 vokal panjang, dan 28 konsonan. 10. Bahasa itu Dinamis Bahasa terus mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu, baik dalam hal bentuk maupun maknanya. Perkembangan dan perubahan itulah yang yang menyebabkan bahasa dari satu kelompok ke kelompok masyarakat lain cenderung berbeda dari zaman ke zamannya. Penyebab terjadinya perkembangan bahasa antara lain berupa kontak bahasa yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, perkembangan pengetahuan dan teknologi juga menyebabkan perubahan bahasa. Sebagai contoh, seiring perkembangan media sosial, sekarang dikenal sebutan selfie, unggah, unduh, retweet, update status, dan sejenisnya. Selain munculnya perbendaharaan kata baru, dinamika bahasa tampak pula pada pergeseran maknanya. Hal itu kemudian memunculkan berbagai gejala perubahan makna seperti yang dikenal dengan peyorasi dan ameliorasi yang akan kita pelajari pada bab selanjutnya. 10
11. Bahasa itu Bervariasi Perbedaan konteks pemakaian serta latar belakang penggunaannya menyebabkan bahasa itu bervariasi. Berdasarkan konteks pemakaiannya, terdapat ragam bahasa resmi dan ragam bahasa santai. Berdasarkan latar belakang pemakainya, ada bahasa pejabat, bahasa petani, bahasa pedagang, dan seterusnya. Selain itu, dikenal bahasa masyarakat terpelajar, bahasa anak jalanan, dan sebagainya. Ada pula variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan tempat pemakainya sehingga kemudian dikenal ragam bahasa Indonesia masyarakat pesisir, bahasa perkotaan, dan lainnya. Oleh karena itu, variasi bahasa dari segi penutur dikelompokkan ke dalam beberapa macam: a. Idiolek Variasi bahasa yang bersifat perorangan. Setiap orang memiliki gaya masing-masing ketika berbahasa. Seperti gaya bicara Presiden Soekarno, B.J Habibie, Joko Widodo, Surya Paloh, dan lain-lain. b. Dialek Variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Misalnya dalam bahasa Jawa dikenal bahasa Jawa dialek Pekalongan, bahasa Jawa dialek Banyumas. 11
c. Kronolek atau dialek temporal Variasi bahasa yang terjadi pada masa tertentu. Misalnya variasi bahasa yang digunakan tahun 30an, tahun 45an, dan masa kini. Variasi bahasa pada ketiga zaman itu tentu berbeda, baik dari segi lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis. d. Sosiolek atau dialek Sosial Variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas para penuturnya. Bahasa resmi Bahasa Santai Bahasa Pak Karno Bahasa Pak Paloh Ragam Bahasa Idiolek Kronolek Dialek Bahasa tahun 3oan Bahasa tahun 45an. Jawa dialek Pekalongan Jawa dialek Banyumas Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan jelas sosial para penuturnya, maka muncul variasi bahasa sebagai berikut. 12
a) Akrolek Variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi daripada variasi sosial lainnya. Contohnya, akrolek ini adalah bahasa bagongan yaitu variasi bahasa yang digunakan bangsawan kraton Jawa. b) Basilek Variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi, atau dipandang rendah. Contoh: bahasa Jawa krama desa. c) Vulgar Variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelanjar, atau dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan. Pada zaman Romawi sampai zaman pertengahan bahasabahasa di Eropa dianggap sebagai bahasa vulgar, sebab pada waktu itu para golongan intelek menggunakan bahasa Latin dalam segala kegiatan mereka. d) Slang Variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya variasi ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu. Oleh karena itu, kosakata slang selalu berubah-ubah. e) Kolokial Variasi sosial yang digunakan dalam perrcakapan sehari-hari. Kata kolokial berasal dari kata colloquium (percakapan). Jadi kolokial adalah bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. 13
f) Jargon Variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok sosial tertentu. Ungkapan yang digunakan seringkali tidak dipahami oleh masyarakat umum. Namun, ungkapan itu tidak bersifat rahasia. Sebagai contoh, dalam kelompok montir ada ungkapan roda gila, didingkrak, dibalans, dipoles. Dalam kelompok tukang bangunan ada ungkapan disipat, disiku, diekspos. g) Argot Variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia. Letak kekhususan argot adalah pada kosakata. Sebagai contoh, dalam dunia kejahatan (pencuri, tukang copet) pernah digunakan ungkapan seperti barang dalam arti mangsa, kacamata dalam arti polisi, dan sebagainya. h) Ken Variasi sosial tertentu bernada memelas, dibuat merengek-rengek, penuh dengan kepura-puraan. Contohnya pengemis. 12. Bahasa itu Manusiawi Di samping memiliki akal, ciri khas manusia yang tidak dimiliki makhluk lainnya terletak pada kemampuannya dalam berbahasa. Makhluk lain seperti hewan tidak memiliki kemampuan berbahasa. 14
C. Fungsi Bahasa 1. Bahasa sebagai Alat Berpikir Bahasa digunakan sebagai sarana berpikir manusia. Tanpa bahasa, seseorang tidak bisa berpikir. Dengan demikian, tingkat kecerdasan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kodrat yang berupa tingginya IQ, akan tetapi dipengaruhi pula oleh penguasaannya di dalam berbahasa. Seseorang yang perbendaharaannya tinggi akan lebih mudah menyelesaikan persoalan daripada orang yang penguasaan kosakatanya rendah. Hal ini terjadi karena ketika kita berpikir, sesungguhnya otak berusaha untuk menghubungkan konsep yang satu dengan konsep yang lain. Semakin banyak kata yang dikuasai, semakin mudah untuk berpikir dan banyak pula solusi yang mungkin bisa dilahirkan dari proses berpikir itu. 2. Bahasa sebagai Sarana Ekspresi Diri Setiap manusia mempunyai perasaan, keinginan, harapan. Semua itu diungkapkan melalui bahasa. Dapat juga dinyatakan melalui gerakan. Contoh: Bahasa Saya bisa. Asyik, aku juara! Wah, jangan-jangan dia pelakunya. Mengapa hujan terus hari ini? Optimis Senang Curiga Keluhan 15 Maksud
Tidak benar itu. Aku tidak salah! Marah 3. Bahasa sebagai Sarana Komunikasi bagian berikut. Penggunaaan bahasa di dalam berkomunikasi terbagi ke dalam dua Bahasa sebagai Media Komunikasi Lisan Tertulis Menyimak Berbicara Membaca Menulis Kedua bentuk abhasa ini memiliki karakteristik masing-masing, yaitu: 1) Berbahasa lisan cenderung bersifat spontan. Kalimat-kalimatnya pendek karena banyak mengalami pelepasan. Di samping itu, ragam bahasa lisan banyak menggunakan kosakata percakapan, seperti kok, dong, sih, deh. 2) Berbahasa secara tertulis lebih tertata karena kita memiliki banyak waktu untuk memilih dan menggunakan kosakata secara tepat. Strukturnya pun lebih lengkap daripada struktur ragam bahasa lisan. 16
Perbedaan Ragam Bahasa Lisan dengan Ragam Bahasa Tertulis Ragam Lisan Bersifat spontan Kalimatnya pendek-pendek karena banyak mengalami pelepasan Banyak menggunakan kosakata percakapan Maksud diperjelas dengan intonasi dan ekspresi Ragam Tertulis Lebih terencana Berstruktur lengkap Cenderung lebih baku Maksud diperjelas dengan ejaan/tanda baca (pungtuasi) 4. Bahasa sebagai Sarana Integrasi dan Adaptasi Sosial Dengan sarana bahasa, seseorang menyesuaikan diri sehingga dapat tampak seolah-olah merupakan bagian dari kelompok tersebut. Latihan Soal A. Contohkanlah peristiwa-peristiwa berbahasa yang menggambarkan kelima fungsi bahasa berikut. Fungsi Bahasa Sarana berpikir Contoh Peristiwa Berbahasa 17
Sarana ekspresi diri Sarana komunikasi Sarana integrasi 18
Sarana sosial adaptasi B. 1. Secara berpasangan, amatilah suatu peristiwa berbahasa yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. 2. Catatlah unsur-unsur penting berkaitan dengan peristiwa tersebut. 3. Laporkanlah hasil kegiatan kelompok Anda di dalam rubric seperti berikut. Tempat Waktu Komunikasi/komunikator Media yang digunakan Tema Isi pokok pembicaraan Kesimpulan 19
Daftrar Pustaka Kosasih, Engkos. 2014. Cerdas Berbahasa dan Bersastra Indonesia. Jakarta: Erlangga. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolingusitik. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. 20