PENGARUH FIKSATOR PADA EKSTRAK AKAR MENGKUDU TERHADAP PEWARNAAN JUMPUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENCELUPAN PADA KAIN SUTERA MENGGUNAKAN ZAT WARNA URANG ARING (ECLIPTA ALBA) DENGAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR TOHOR

PENGARUH FIKSATOR PADA EKSTRAK DAUN MANGGA DALAM PEWARNAAN TEKSTIL BATIK DITINJAU DARI KETAHANAN LUNTUR WARNA TERHADAP KERINGAT

PENGARUH FIKSATOR JERUK NIPIS TERHADAP PEWARNAAN ESKTRAK DAUN JAMBU BIJI DILIHAT DARI KETUAAN WARNA DAN KETAHANAN LUNTUR PENCELUPAN KAIN BATIK TULIS

Emy Budiastuti dan Kapti Asiatun ( Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana FT UNY)

TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Noor Fitrihana,ST Jurusan PKK FT UNY

2014 EKSPERIMEN WARNA ALAM MANGGA ARUMANIS, MANGGA GEDONG GINCU DAN MANGGA SIMANALAGI SEBAGAI PEWARNA KAIN SUTERA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah salah satu tekstil tradisi yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. Nama daerah :tahi kotok (Sunda), kenikir (Jawa)

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. harus diselesaikan dalam proyek perancangan karya tekstil dengan eksplorasi eco

Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S. Bagian Teknologi Hasil Hutan,Fakultas Kehutanan, UGM Jl. Agro No : 1 Bulaksumur Yogyakarta.

Bayu Wirawan D. S. 1, Hazbi As Siddiqi 2. Dosen Program Studi Teknik Batik, Politeknik Pusmanu

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN DAN APLIKASI ZAT WARNA ALAMI DARI BUAH MANGROVE JENIS Rhizophora stylosa

PEMANFAATAN EKSTRAK WARNA DAUN ALPUKAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAM (ZPA) TEKSTIL PADA KAIN SUTERA

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL

PENGARUH KONSENTRASI TAWAS TERHADAP PEWARNAAN KAIN MENGGUNAKAN EKSTRAK KULIT BAWANG MERAH

Dosen Program Studi Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan 2) Program Studi D3 Teknik Batik Politeknik Pusmanu Pekalongan

BAB I PENDAHULUAN. Warna memiliki peranan dan fungsi penting dalam kehidupan yang dapat

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU TINGI (Ceriops candolleana)

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU MAHONI SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

A. Bagan Pemecahan Masalah

Titiek Pujilestari dan Irfa ina Rohana Salma Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR WARNA PADA KAIN BATIK KATUN

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. diperlukan analisis pada permasalahan tersebut ; analisa yang pertama diperoleh

Prosiding Seminar Nasional Jurusan PTBB FT UNY, Volume 4, Tahun 2009

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

TEKNIK PENGOLAHAN ZAT WARNA ALAM (ZPA) UNTUK PEWARNAAN BATIK

LAPORAN TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : 1. Lita Indriyani (I ) 2. Widak Asrianing (I )

Agus Haerudin, Dana Kurnia Syabana, Dwi Wiji Lestari Balai Besar Kerajinan dan Batik Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta

PEMANFAATAN TANAMAN KEMBANG TELEKAN SEBAGAI PEWARNA ALAM BATIK PADA KAIN MORI PRIMA SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

KEWIRAUSAHAAN (Kode : G-02)

Titiek Pujilestari Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta


Ahmad Kamil 1), Arfan Bakhtiar 2), Sriyanto 3)

PEMANFAATAN ZAT WARNA ALAM DARI EKSTRAK KULIT AKAR MENGKUDU (Morinda citrifolia Linn) PADA KAIN KATUN

PENERAPAN RAGAM HIAS PADA BAHAN TEKSTIL

KUALITAS PEWARNAN BATIK YANG DIHASILKAN DARI PERBEDAAN KONSENTRASI dan BAHAN FIKASI BAHAN PEWARNA DAUN MANGGA ARUM MANIS (Mangifera Indica LINN)

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN MANGGA SEBAGAI PEWARNA ALAM PADA KAIN KATUN DAN SUTERA

Fashion and Fashion Education Journal

Pemanfaatan buah cengkeh untuk pewarna kain PEMANFAATAN BUAH CENGKEH UNTUK PEWARNA KAIN

PEMANFAATAN DAUN INDIGOFERA SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

PERBANDINGAN UJI KETAHANAN GOSOK ZAT WARNA ALAM KULIT AKASIA GUNUNG MERAPI (ACACIA DECURRENS)

UJI COBA PENGGUNAAN DAUN SIRIH GADING SEBAGAI BAHAN PEWARNA ALAMI PADA KAIN KATUN

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak

Membuat Tekstil Dengan Teknik Rekalatar

PENGARUH BAHAN FIKSASI TERHADAP INTENSITAS WARNA DAN KETAHANAN LUNTUR PEWARNAAN KULIT CRUST IKAN PARI DENGAN PEWARNA SECANG (Caesalpinia sappan L)

SENI KERAJINAN BATIK TEKNIK/PROSES MEMBATIK. Oleh: ISMADI PEND. SENI KERAJINAN JUR. PEND. SENI RUPA FBS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Jl. Veteran-Malang *

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai indikator asam dan basa telah banyak digunakan seperti

PENGEMBANGAN TEKNIK PEWARNAAN ALAMI PADA KERAJINAN SERAT ALAMI DI CV BHUMI CIPTA MANDIRI SENTOLO, KULON PROGO, YOGYAKARTA

PEWARNA ALAMI; Sumber dan Aplikasinya pada Makanan & Kesehatan, oleh Dr. Mutiara Nugraheni, S.T.P., M.Si. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko

LAPORAN TUGAS AKHIR. PENGAMBILAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU POHON MANGGA (Mangifera indica L.)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

Yudi Satria dan Dwi Suheryanto Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara no. 7, Indonesia,

Titiek Pujilestari, Farida, Endang Pristiwati, Vivin Atika, Agus Haerudin Balai Besar Kerajinan dan Batik

4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik

PENGARUH FIKSASI TERHADAP KETUAAN WARNA DENGAN MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI BATIK DARI LIMBAH MANGROVE

APLIKASI KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA KAIN KATUN SECARA PRE-MORDANTING.

PENGARUH VARIASI ph DAN FIKSASI PADA PEWARNAAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA ALAM DARI KAYU NANGKA TERHADAP KUALITAS HASIL PEWARNAANNYA

PENGARUH PENGULANGAN PENCELUPAN TERHADAP HASIL WARNA BAHAN SUTERA DENGAN EKSTRAK BATANG PISANG KEPOK (Musa paradiasiaca L. cv kepok) YULIYA ZULMI

TEKNIK PEMBUATAN IKAT CELUP DAN PEWARNAAN

BAB I PENDAHULUAN. unsur-unsur lingkungan hidup untuk kelangsungan hidupnya. Kemampuan

e-journal. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2014, Edisi Yudisium Periode Mei 2014, Hal 65-70

PENDAHULUAN Batik merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang saat ini telah berkembang pesat, baik lokasi penyebaran, teknologi maupun desainnya.

SENI KERAJINAN BATIK. Oleh : Ismadi Pendidikan Seni Kerajinan Jur. Pend. Seni Rupa FBS UNY

PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP PENCUCIAN DAN GOSOKAN TEKSTIL HASIL PEWARNAAN DENGAN EKSTRAK CURCUMIN INDUK KUNYIT

APLIKASI ZAT WARNA ALAM PADA TENUNAN SERAT DOYO UNTUK PRODUK KERAJINAN Application Natural Dyestuff On Woven Fibers Doyo For Handicraft Product

BAB I PENDAHULUAN. dan Latifah, 2007; Bariqina dan Ideawati, 2001). Batang-batang rambut

DESAIN EKSPERIMEN PEWARNA ALAM BATIK PROPAGUL MANGROVE DENGAN TINGKAT KETAHANAN LUNTUR WARNA YANG BAIK DENGAN BANTUAN ZAT FIKSATIF TAWAS

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. pemberian tekanan yang tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Di pasaran,

KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL SKRIPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ZAT WARNA BEJANA/INDHANTHREN UNTUK PEWARNAAN BATIK

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

PENGARUH JENIS FIKSATIF TERHADAP KETUAAN DAN KETAHANAN LUNTUR KAIN MORI BATIK HASIL PEWARNAAN LIMBAH TEH HIJAU

Prosiding Seminar Nasional Jurusan PTBB FT UNY, Volume 6, Tahun 2011

PENGARUH TAWAS PADA PENCELUPAN BAHAN KATUN MENGGUNAKAN ZAT WARNA ALAM EKSTRAK DAUN PETAI CINA (LEUCAENA LEUCOCEPHALA) YULIANTI

Maulana Achmadi, Lisna Pekerti, Rizky Musfiati, Siti Juwariyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan variabelvariabel

OPTIMASI SERBUK PEWARNA ALAMI INSTANDAUN SIRSAK (AnnonamuricataL.)DITELAAH DARIWAKTU PEMANASAN DAN PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN

PENGARUH JUMLAH KANDUNGAN CAT TEKSTIL TERHADAP HASIL JADI PEWARNAAN MOTIF DENGAN TEKNIK BLOCK PRINTING PADA JAKET BERBAHAN SUEDE SINTETIS

PENGARUH BAHAN FIKSASI TERHADAP KETAHANAN LUNTUR DAN INTENSITAS WARNA KAIN MORI BATIK HASIL PEWARNAAN DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL

FIKSASI GARAM SCARLET R PADA PEWARNAAN KAIN SONGKET PALEMBANG BERBASIS ZAT WARNA ALAM DAUN HENNA

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN

Disusun oleh Palupi C

Pengaruh Bahan Fiksasi Terhadap Ketahanan Luntur dan Intensitas Warna Kain Mori Batik Hasil Pewarnaan Daun Alpukat (Persea americana Mill.

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Balai Besar Kerajinan dan Batik. Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) adalah unit pelaksanan teknis

Warna pada makanan atau minuman memang kadang memberikan penampilan lain yang lebih menarik. Yuk kita bahas pewarna alami dan bagaimana membuatnya!

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU NANGKA UNTUK BAHAN PEWARNA TEKSTIL

BAB I PENDAHULUAN. tongkol jagung sebagai limbah tidak bermanfaat yang merugikan lingkungan jika tidak ditangani dengan benar.

Transkripsi:

PENGARUH FIKSATOR PADA EKSTRAK AKAR MENGKUDU TERHADAP PEWARNAAN JUMPUTAN Enggar Kartikasari enggar.kartikasari@yahoo.com Dosen Prodi PKK JPTK UST Abstrak Penelitian ini secara umum untuk mengetahui pengaruh fiksator alami pada ekstrak akar mengkudu terhadap pewarna jumputan. Hipotesis penelitian ini adalah: Ada pengaruh positif dan signifikan antara fiksator terhadap ekstrak akar mengkudu ditinjau dari ketahanan luntur warna. Penelitian ini dilakukan di laboratorium. Populasi penelitian: jumputan, ekstrak akar mengkudu, fiksator jeruk nipis dan kapur tohor. Sampel penelitian terdiri dari jumputan, ekstrak akar mengkudu, fiksator jeruk nipis dan kapur tohor. Pengumpulan data melalui eksperimen. Analisis data menggunakan grey scale sesuai SNI. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan karena fiksator memiliki daya tahan luntur warna yang baik pada ekstrak akar mengkudu melalui proses penyetrikaan. Secara visual hasil pewarnaan pada perlakuan tanpa fiksasi menghasilkan warna coklat kusam, fiksator jeruk nipis cenderung berwarna coklat kekuningan, dan fiksator kapur tohor cenderung berwarna coklat kemerahan. Abstract This research generally try to determine the effect of natural fixator from noni root extract to dye coloring technique. The hypothesis of this research is : There are positive effect and significant between noni root extract in terms of color fading resistance. This research was conducted on laboratory. The population of this research was : dyeing, noni root extract, lime fixator and quicklime. Data collecting through the experiment. Data analysis using the grey scale based on SNI. The result shows that there are positive effect and significant because the fixator has a good resistance against the color fading on noni root extract through the ironing process. Visually, dyeing result without fixation produce a dull brown color, lime fixator tend to produce a yellowish brown and quicklime fixator tend to produce a reddish brown color. Keyword(s) : natural dyeing, lime, quicklime Kata kunci: pewarna alam, jeruk nipis, kapur tohor PENDAHULUAN Di masa lampau hampir seluruh pengrajin kain tradisional, khususnya jumputan menggunakan pewarna alam sebagai pewarna tekstil. Pewarna alam diproduksi secara individual yang diperoleh dari hasil ekstraksi hewan maupun tumbuhtumbuhan. Tingginya peminat tekstil jumputan untuk mengimbangi kebutuhan konsumen mengakibatkan sebagian produsen beralih menggunakan zat pewarna sintetis/ kimia, karena dianggap bahwa zat pewarna sintetis lebih mudah penggunaan- 99 nya, cepat pelaksanaannya, ekonomis dan lebih mudah didapat di pasaran. Akan tetapi dampak dari penggunaan zat pewarna sintetis/ kimia dapat menimbulkan masalah baru, yaitu masalah pencemaran lingkungan dan kesehatan. Pembuangan limbah pewarna sintetis/ kimia ke sungai tanpa melalui pengolahan limbah dapat merusak lingkungan sekitar sentra-sentra industri tekstil. Hal ini menjadi petunjuk bagi kebanyakan industri tekstil, khususnya batik dan jumputan untuk mencari alternatif beralih dari penggunaan pewarna sintetis/

kimia kembali menggunakan zat pewarna alam yang telah menjadi warisan nenek moyang. Salah satu alternatif agar penggunaan pewarna tekstil lebih aman dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan adalah menggunakan zat pewarna alam, seperti warna merah yang diperoleh dari tanaman mengkudu, buah bixa, kayu secang dan sebagainya. Menurut asalnya zat pewarna dapat digolongkan dalam dua macam yaitu: zat pewarna alam dan zat pewarna sintetis/ kimia. Pada umumnya pewarna alam diperoleh dari ekstrak berbagai bagian tumbuh-tumbuhan maupun hewan seperti: akar, kayu, daun, biji maupun bunga. Pewarna alam dari ekstrak tumbuh-tumbuhan berupa pigmen-pigmen yang dibuat secara sintetis yang struktur kimia-nya identik dengan pewarna-pewarna alami. Yang termasuk golongan pewarna ini adalah karotenoid murni antara lain canthaxanthin (merah), apokaroten (merah oranye), betakaroten (oranye kuning). Semua pewarna-pewarna ini mempunyai batas-batas konsentrasi maksimum dalam penggunaannya, kecuali betakaroten yang boleh digunakan`dalam jumlah tidak terbatas karena aman dan tidak ada efek samping. Zat pewarna sintetis atau kimia adalah zat pewarna yang diperoleh dari hasil campur unsur-unsur kimia, proses pembuatannya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat, asam-asam tersebut sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam yang bersifat racun. Zat pewarna sintetis yang dapat digunakan dalam pewarnaan tekstil termasuk untuk kain batik antara lain zat pewarna reaktif, indigosol, naphtol, dan zat pewarna rapid. Pewarna alam pada umumnya mempunyai kelemahan yaitu cepat pudar, kurang tajam, tetapi tingkat keamanannya lebih aman dibanding pewarna sintetis. Untuk menjadikan pewarna alam lebih kuat dan tajam dapat dipilih fiksator yang membantu mengunci warna karena berfungsi mengikat warna terhadap serat tekstil. Berdasarkan permasalahan tersebut perlu kiranya sebagai warga negara yang mencintai budaya bangsa ikut terpanggil dalam melestarikan lingkungan yang sehat serta mengurangi pencemaran limbah, maka dipilih tanaman mengkudu sebagai alternatif pewarna alami tekstil, khususnya kain jumputan dan dipilih fiksator jeruk nipis dan kapur tohor. Selain dapat dijadikan tanaman obat tradisional dan makanan, tanaman mengkudu juga dapat dijadikan sebagai pewarna tekstil, dengan alasan bahwa tanaman mengkudu dan fiksator mudah didapat, tumbuh disembarang iklim, tidak tergantung musim, dan banyak tumbuh disekeliling kita. Tanaman mengkudu banyak dibudidayakan terutama untuk obat -obat tradisional serta tidak kalah pentingnya sebagai alternatif pewarna tekstil khususnya jumputan, karena hasil pewarnaan dari tanaman mengkudu dapat memberi warna merah kecoklatan pada tekstil. Sejarah pada masa lalu, pewarna diproduksi oleh individu dengan mengambil dari bahan alami tanaman seperti: buah, sayuran dan bahan-bahan lain. Masyarakat primitif menemukan akar, kulit, dan daun pohon tertentu bisa dimanipulasi menjadi bentuk cair yang kemudian digunakan untuk mewarnai tekstil, menghias pakaian, dan bahkan tubuh. Pewarna tersebut digunakan pula untuk mewarnai tekstil sebagai pewarna alami. Pewarnaan bahan tekstil membutuhkan zat pewarna yang mampu memberi efek pada serat tekstil. Zat warna merupakan bahan pewarna yang dapat larut dalam air dan mempunyai daya serap terhadap serat khususnya serat tekstil. Zat warna yang mempunyai kemampuan untuk dicelupkan pada serat tekstil disebut zat warna. Sesuatu dapat dikatakan zat warna apabila zat tersebut dapat mewarnai bahan dan warna akan tetap melekat dan tidak hilang dalam pengerjaan pencucian, gosokan, setrika, dan sebagainya (BBKB, 2000: 17). Mengkudu merupakan tumbuhan asli Queensland, Australia (Nurfita Dewi, 2012: 6). Tanaman ini telah banyak dibudidayakan. Karakteristik tanaman mengkudu memiliki tinggi pohon mencapai 8 meter, buahnya khas dengan bentuk seperti kutil 100

pada permukaan kulit luarnya, jika membusuk mengeluarkan bau tidak sedap. Nama lain dari mengkudu adalah pace (Indonesia), sehingga ada yang mengatakan bahwa tanaman mengkudu merupakan tanaman asli Indonesia (http:// tulisannugroho. wordpress.com). Mengkudu termasuk tanaman jenis Morinda Citrifolia L, termasuk famili Rubiaceae (suku kopi-kopian). Berkembangnya manfaat mengkudu secara tradisional masyarakat memanfaatkannya sebagai pewarna tekstil. Karena dilihat dari tingkat keamanan pewarna alami tidak memberikan dampak negatif pada sipemakainya serta ramah lingkungan, maka dipilih sebagai alternatif pewarna tekstil, khususnya jumputan. Bagian yang dimanfaatkan untuk pewarna tekstil adalah pepagan akar tanaman mengkudu dengan pertimbangan bahwa tanaman tersebut banyak mengandung morindin, khususnya pada bagian akar, dengan demikian pewarna yang diambil dari ekstrak mengkudu jika dicelupkan pada tekstil menghasilkan warna merah. Pemeliharaan tekstil fashion dilakukan dengan mencuci dan disetrika agar tekstil/ pakaian menjadi halus dan licin kembali setelah mengalami proses pencucian. Salah satu tujuannya adalah agar pakaian menjadi bersih dan nyaman dalam pemakaiannya. Akan tetapi pencucian dan penyetrikaan yang berulang-ulang membawa dampak pada perubahan warna menjadi pudar, terutama pada pewarna alami seperti pewarna yang berasal dari ekstrak akar mengkudu, sehingga pewarnaan tersebut perlu dibantu untuk memperkuat dan mengunci warna yaitu dengan menggunakan fiksator. Banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi pewarnaan tekstil, diantaranya zat pewarna dan fiksator. Dalam penelitian ini dipilih pewarna alami dari ekstrak mengkudu yang diambil dari pepagan akar mengkudu, dan fiksator dari jeruk nipis dan kapur tohor. Pewarna dan fiksator dari bahan alami yang ramah lingkungan serta aman bagi penggunanya. Daya tahan luntur warna ditinjau dari perlakuan penyetrikaan dengan alasan bahwa setiap penggunaan dan pemeliharaan tekstil jumputan, khususnya untuk fashion sering dilakukan proses penyetrikaan. Tekstil yang digunakan berasal dari serat kapas, yaitu kain birkolin untuk pembuatan jumputan, dimana kain yang berasal dari serat tumbuh-tumbuhan memerlukan pemeliharaan secara baik termasuk mencuci dan menyetrika yang dapat membawa dampak pada pemudaran dan kurangnya daya tahan luntur warna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) pengaruh fiksator jeruk nipis terhadap ekstrak mengkudu pada pewarnaan tekstil jumputan dilihat dari ketahanan luntur warna ditinjau dari proses penyetrikaan, 2) pengaruh fiksator kapur tohor terhadap ekstrak mengkudu pada pewarnaan tekstil jumputan dilihat dari ketahanan luntur warna ditinjau dari proses penyetrikaan, serta 3) untuk mengetahui perbedaan tingkat ketahanan luntur warna antara fiksator jeruk nipis dan kapur tohor ditinjau dari proses penyetrikaan. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yaitu untuk mengetahui pengaruh fiksator jeruk nipis dan kapur tohor pada ekstrak akar mengkudu terhadap pewarnaan tekstil jumputan ditinjau dari ketahanan luntur warna, khusunya proses penyetrikaan basah dan penyetrikaan kering. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi PKK-FKIP-UST Yogyakarta. Uji eksperimen mulai dari pembuatan ekstrak mengkudu sampai dengan pewarnaan dilaksanakan di laboratorium PKK, uji ketajaman dan tahan luntur warna dengan penyetrikaan kering dan basah dilaksanakan di Balai Besar Kerajinan dan Batik Jln. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta. Waktu penelitian dilaksanakan selama ± 6 bulan. 101

Target/ Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan wilayah generelisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang kemudian ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini yang menjadi obyek adalah tekstil jumputan, zat warna alami yaitu ekstrak mengkudu, dan fiksator/ zat pembangkit, yaitu jeruk nipis dan kapur tohor. Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2009: 81). Sampel dalam penelitian ini adalah tekstil jumputan, zat pewarna alam ekstrak mengkudu, dan fiksator jeruk nipis dan kapur tohor. Prosedur Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara eksperimen. Pengujian eksperimen dilakukan di Balai Besar Kerajinan dan Batik Jln. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta. Pengujian ketahanan luntur warna dimaksudkan untuk menentukan dan mengevaluasi tingkat perubahan dan penodaan warna yang diperoleh dari hasil eksperimen melalui penyetrikaan kering dan basah. Penilaian secara visual dilakukan dengan cara membandingkan hasil perubahan yang terjadi pada sampel sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu grey scale untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan proses eksperimen. Langkah-langkah eksperimen pembuatan tekstil jumputan menggunakan zat warna alam adalah sebagai berikut. 1. Menyiapkan alat dan bahan 2. Menggambar motif jumputan diatas kain 3. Proses menjumput kain sesuai motif desain 4. Mordanting. Proses mordanting dilakukan dengan cara merendam kain ke dalam larutan tawas dan TRO agar menghasilkan kerataan warna dan ketajaman warna yang baik. 5. 5. Ekstraksi dan Pewarnaan. Ekstaksi merupakan proses pembuatan larutan zat pewarna alam untuk pengambilan pigmen-pigmen penimbul warna yang berada pada tumbuhan, baik yang terdapat pada daun, batang, akar, buah, biji, maupun bunga (Nur Hidayat,dkk. Tt: 16). Caranya dengan merebus bahan tersebut dengan menggunakan air sampai menjadi ekstrak zat warna. Selanjutnya melakukan pencelupan warna sampai memperoleh warna yang diinginkan. 6. Fiksasi adalah proses yang dilakukan setelah pencelupan zat pewarna, tujuannya adalah untuk menetralkan dan membangkitkan zat pewarna yang telah masuk ke dalam serat tekstil. Jadi fiksasi berfungsi untuk mengunci zat pewarna setelah proses pencelupan agar warna yang telah meresap ke dalam serat tidak mudah luntur. Fiksasi merupakan proses untuk memperkuat warna agar tidak mudah luntur (Sancaya Rini, dkk. 2011: 9). Fiksasi dapat dilakukan dengan beberapa bahan seperti: tawas, kapur, atau tunjung. 7. Pengujian hasil eksperimen. Untuk mengolah Data penelitian, hasil eksperimen diuji di Laboratorium Uji Kalibrasi Industri Kerajinan dan Batik (LUK-IKB). Teknik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan metode uji SNI ISO 105 X11: 2010, SNI ISO 105 A02 : 2010, SNI ISO 105 A03 : 2010. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Setelah dilaksanakan proses pencelupan selama kurang lebih 24 jam pada ekstrak akar mengkudu terhadap tekstil jumputan yang sebelumnya dimordanting selama 24 jam, secara visual hasil pewarnaan menunjukkan adanya perubahan warna yang cukup berarti, yaitu pada perlakuan tanpa menggunakan fiksasi menunjukkan warna coklat kusam, sedangkan perlakuan yang diberi pewarna dengan menggunakan fiksator jeruk nipis terjadi perubahan warna coklat kekuning-kuningan lebih cerah, dan yang dicelupkan dengan menggunakan fiksator kapur tohor menjadi berwarna coklat kemerahan lebih jelas dan 102

tajam. Sedangkan perubahan warna menjadi kekuning-kekuningan yang menggunakan fiksator jeruk nipis dikarenakan kandungan asam sitrat pada air jeruk nipis cukup tinggi yang dapat mengubah warna merah menjadi kekuning-kuningan. Jadi jeruk nipis dengan kandungan asamnya sangat berpengaruh terhadap ketajaman warna karena asam sitrat dapat menurun-kan pigmen yang terdapat pada pewarna alam akar mengkudu dari warna merah sampai menjadi coklat kekuning-kuningan. Perubahan warna jika menggunakan fiksator kapur tohor menjadi coklat kemerahan dan lebih tua dibandingkan dengan tanpa fiksator. Hal ini dikarenakan kapur tohor memiliki kandungan kalsium cukup tinggi yang dapat memperkuat timbulnya warna alami, sehingga kapur tohor dapat mengangkat pigmen yang berasal dari pewarna alam akar mengkudu cenderung nampak lebih tua dan lebih tajam. Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis diantaranya bahan-bahan uji harus homogen. Homogenitas dicari dengan pengambilan bahan uji yang sama dibeli dari satu tempat/ toko, pembuatan ekstrak akar mengkudu dilakukan dalam satu perlakuan yaitu dikerjakan dengan merebus dalam satu tempat dalam waktu yang sama, menggunakan pepagan akar dari pohon yang sama dan waktu pencelupan sama sehingga diasumsikan memiliki tingkat homogenitas yang memadai. Berdasarkan hasil uji dengan menggunakan metode: SNI ISO 105 X11: 2010, SNI ISO 105 A02 : 2010, SNI ISO 105 A03 : 2010 yang dilaksanakan di Laboratorium Uji dan Kalibrasi Industri Kerajinan dan Batik (LUK- IKB) adalah sebagai berikut: Hasil uji hipotesis pertama, yang mengatakan adanya pengaruh fiksator jeruk nipis terhadap ekstrak mengkudu pada pewarnaan tekstil jumputan dilihat dari ketahanan luntur warna setelah dilakukan penyetrikaan kering maupun basah menunjukkan bahwa ketahanan luntur warna terhadap penekanan panas dilihat dari perubahan dan penodaan warna mencapai skor 4 5, ini berarti hampir mendekati sempurna. Artinya pewarna alami yang berasal dari akar mengkudu menggunakan fiksator jeruk nipis hampir tidak terjadi perubahan warna dan penodaan warna yang signifikan. Hasil uji hipotesis kedua, yang mengatakan adanya pengaruh fiksator kapur tohor terhadap ekstrak mengkudu pada pewarnaan tekstil jumputan dilihat dari ketahanan luntur warna setelah dilakukan penyetrikaan kering maupun basah menunjukkan bahwa ketahanan luntur warna terhadap penekanan panas dilihat dari perubahan dan penodaan warna mencapai skor 4 5, ini berarti hampir mendekati sempurna. Artinya dengan menggunakan fiksator kapur tohor pewarna alami yang berasal dari akar mengkudu hampir tidak terjadi perubahan dan penodaan warna yang signifikan. Hasil uji hipotesis ketiga, yang mengatakan: Ada perbedaan dari masingmasing fiksator terhadap ketahanan luntur warna melalui penyetrikaan kering dan basah menunjukkan dari masing-masing fiksator tidak ada perbedaan yang signifikan antara penyetrikaan kering dan basah terhadap ketahanan luntur warna dilihat dari perubahan dan penodaan warna dengan perolehan skor sama masingmasing 4-5. Ini berarti pewarna alami yang berasal dari akar mengkudu tidak banyak mengalami perubahan jika disetrika kering maupun basah. Berdasarkan hasil uji ketahanan luntur warna terhadap penyetrikaan kering dan basah pada kain jumputan yang menggunakan pewarna alami dari akar mengkudu tanpa menggunakan fiksator menunjukkan hampir tidak terdapat perubahan dan penodaan warna dan skor yang diperoleh masing-masing 4-5. Ini berarti tanpa menggunakan fiksator warna alami dari akar mengkudu tetap menunjukkan kemantapan mendekati sempurna. Rangkuman hasil uji eksperimen dapat dilihat pada tabel 1. 103

Tabel 1. Rangkuman Hasil Eksperimen Tingkat ketajaman dan daya luntur warna Ketahanan Luntur Warna Perubahn Warna (Y₁). Penodaan Warna (Y₂) Tanpa Fiksator (Kontrol) Fiksator Jeruk nipis (X₁) Fiksator Kapur tohor (X₂) Kering Basah Kering Basah Kering Basah 4 5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4 5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 Keterangan: katagori nilai bergerak dari 1 sampai dengan 5; nilai 1 sangat kurang dan nilai 5 menunjukkan katagori sempurna. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas ditemukan secara umum fiksator jeruk nipis dan kapur tohor menunjukkan adanya pengaruh terhadap zat pewarna alam ekstrak akar mengkudu terhadap ketahanan luntur warna. Tanaman mengkudu mengandung pigmen, dan jika dijadikan ekstrak mengkudu menjadi berwarna merah, sehingga pencelupan tekstil jumputan yang dicelupkan kedalam larutan tersebut akan mengalami perubahan warna karena pigmen tersebut kuat menempel pada tekstil. Akan tetapi warna tersebut berubah menjadi berwarna coklat kusam karena tekstil birkolin berasal dari serat tumbuh-tumbuhan dan memiliki kandungan selulosa sangat tinggi dimana zat selulosa jika bereaksi dengan pewarna alam terjadi perubahan penurunan kualitas warna dari tua menjadi lebih muda. Dibandingkan hasil pencelupan tanpa fiksator menunjukkan adanya perubahan warna yang cukup jelas antara fiksator jeruk nipis dan kapur tohor. Ini terbukti bahwa fiksator jeruk nipis yang merupakan bahan alami memiliki kandungan asam sitrat dan kalsium, kedua fiksator dapat mempengaruhi pewarna alami yang berasal dari ekstrak akar mengkudu terutama dalam ketahanan luntur warna, perbedaan yang terjadi antar fiksator: zat asam dapat mengubah dengan menurunkan warna coklat menjadi kekuning-kuningan sedangkan kalsium dapat mengubah dengan menaikkan warna menjadi coklat kemerahan. Berarti masing-masing fiksator cukup berarti karena telah memberikan pengaruh yang berbeda pada hasil pewarnaan. Melalui penyetrikaan secara kering maupun basah, pada tekstil yang difiksasi jeruk nipis dan kapur tohor hampir tidak mengalami perubahan dan penodaan warna. Ini menunjukkan bahwa pewarna alami dari akar mengkudu tidak terpengaruh dengan perlakuan terutama penyetrikaan kering maupun basah. Dengan demikian pewarna dari akar mengkudu cukup baik dalam pewarnaan tekstil karena jika dilakukan penyetrikaan secara berulang-ulang tidak mudah luntur dan tidak mudah pudar asalkan penyetrikaan dilakukan secara benar. Berdasarkan hasil uji eksperimen menunjukkan bahwa kedua fiksator cukup memberi kontribusi pada perbaikan kualitas pewarna alam, karena telah terbukti bahwa hasil menunjukkan warna yang diperoleh dari hasil eksperimen memiliki ketahanan luntur warna. Berarti fiksator mempunyai kegunaan dalam mempertahankan penyerapan warna alam pada tekstil, khususnya pewarna dari akar mengkudu, sehingga warna tekstil menjadi lebih awet dan memiliki tingkat permanensi yang cukup berarti walaupun telah mengalami pencucian dan penyetrikaan kering maupun basah. Khususnya ekstrak akar mengkudu telah menjadi alternatif pewarnaan alam dalam dunia pertekstilan. Dilihat dari perbedaan antara perlakuan melalui penyetrikaan kering dan basah ternyata penyetrikaan kering dan basah tidak mengalami perbedaan, baik yang menggunakan fiksator jeruk nipis maupun fiksator kapur tohor. 104

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pertama, secara visual hasil pewarnaan menunjukkan adanya perbedaan warna: pada perlakuan tanpa menggunakan fiksasi menunjukkan warna coklat kusam, pewarna dengan menggunakan fiksator jeruk nipis menunjukkan warna coklat kekuning-kuningan, dan dengan menggunakan fiksator kapur tohor menunjukkan warna coklat kemerahan. Kedua, ada pengaruh positif dan signifikan antara fiksator jeruk nipis terhadap ekstrak mengkudu pada pewarnaan jumputan dan setelah dilakukan penyetrikaan kering maupun basah nyaris tidak mengalami perubahan dan penodaan warna berarti hampir mendekati sempurna. Ketiga, ada pengaruh positif dan signifikan antara fiksator kapur tohor terhadap ekstrak mengkudu pada pewarnaan jumputan dan setelah dilakukan penyetrikaan kering maupun basah nyaris tidak mengalami perubahan dan penodaan warna berarti hampir mendekati sempurna. Keempat, tidak ada perbedaan dari masingmasing fiksator terhadap ketahanan luntur warna setelah dilakukan penyetrikaan kering maupun basah. Implikasi Hasil Penelitian Penggunaan pewarna alam untuk tekstil jumputan dapat meningkatkan sumber daya alam yang ada di Indonesia. Dilihat dari tingkat keamanannya, pewarna alam aman digunakan dan lebih ramah lingkungan. Selain itu, pewarna alam mudah didapat di lingkungan sekitar dan lebih ekonomis. Saran Bagi para pengrajin tekstil jumputan hendaknya menggunakan pewarna alam karena lebih ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan kulit dan bagi dinas perindustrian, hendaknya membudidayakan tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk industri pertekstilan. Penelitian ini dapat selesai berkat bantuan berbagai pihak, oleh karenanya kami mengucapkan terima kasih kepada: pihak-pihak yang telah memberikan ijin penelitian dan Balai Besar Kerajinan dan Batik yang telah membantu menguji hasil eksperimen serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah berkenan memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001. Cara Uji Tekstil. Yogyakarta. Balai Besar Kerajinan dan Batik. Anonim. 2012. Mengkudu (Morinda Citrifolia) (http:// tulisannugroho.wordpress.com. 2012/06/28/tanaman-yang-berfungsi-sebagai-pewarna-dan-pengawet-makanan. Diakses 03 Agustus 2014. Nurfita Dewi. 2012. Budidaya, Khasiat & Cara Olah Mengkudu Untuk Mengobati Berbagai Penyakit. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Nur Hidayat dan Tri Anik Sach. Tt. Membuat Pewarna Alam. Sancaya Rini, dkk. 2011. Pesona warna Alami Indonesia. Jakarta. Kehati. Sugiyono. 2009. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta 105