sektor pertanian yang berwawasan lingkungan dan dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah, 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Iembaran Negara

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR TAHUN.. TENTANG TATA KELOLA BAHAN PUPUK ORGANIK

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH

=DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana bahwa masyarakat Kabupaten Pamekasan pada

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN GARAM KONSUMSI BERIODIUM

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PRAMUWISATA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU IZIN USAHA PERKEBUNAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 5 TAHUN 2015 T E N T A N G

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PAMEKASAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA KEI,OLA HOTEL, PENGINAPAN, DAN RUMAH KOS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PALANGKA RAYA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM WALIKOTA SERANG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEREDARAN GARAM

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PELARANGAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM TIDAK BERYODIUM DI KABUPATEN LAMONGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

Transkripsi:

BUPATI PAMEKASAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH I(ABUPATEN PAMEKASAN NOMOR T2 TAHUN 2OI4 TENTANG TATA I(Til)LIT BAIIAIT PUPUK ORGANIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1. 2. 3. 4. 5. 6. bahwa dalam rangka mendorong tumbuh kembangnya perekonomian ral5yat melalui pengembangan dan penguatan sektor pertanian yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, perlu dilakukan upaya tata kelola bahan pupuk organik secara terpadu; bahwa pengaturan mengenai tata kelola bahan pupuk organik dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman, memperbaiki kualitas produk komoditas pertanian dan sekaligus untuk pemberdayaan dan peningkatan kesej ahteraan petani; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Tata Kelola Bahan hrpuk Organik; Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 32091; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 327a1; Undang-Undang Nomor 25 Tahun 7992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun L992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 35O2); Undang-Undang Nomor 1O Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Iembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93);

2 7. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3a781; 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO4 tentang Pemerintahan Daerah (Lrmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44371, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2OO8 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO8 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor asaal; g. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2OO9 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO9 Nomor t4a, Tambahan Lembaran 10. 11. t2. 13. t4. Negara Republik Indonesia Nomor 5059); Undang-undang Nomor 41 Tahun 2OO9 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO9 Nomor L49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5068); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2O1'l tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OlL Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 523a1; Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2OL4 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5a921; Peraturan Pemerintah Nomor LO2 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OOO Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ao2ol; Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2OO 1 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OOl Nomor 14, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor ao79l; 15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2OOL tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggara rn Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OOL Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a06l; 16. Peraturan Pemerintah Nomor 2t Tahun 2OOS tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a4981; 17. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2OO5 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO5 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

3 18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2OOT tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah KabupatenlKota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO7 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a7371; 19. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2OlO tentang Usaha Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O1O Nomor 24, Tarrbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5106); 20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor S8/Permentanl OT.140/8 I2OOT tentang Pelaksanaan Sistem Standardisasi Nasional di Bidang Pertanian; 21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 7O/PERMENTAN/SR. L4O I 10 12011 tentang Pupuk Organik, Rrpuk Hayati dan Pembenah Tanah; 22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2Ol4 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah; 23. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2OLL tentang Tata Kelola Bahan Rrpuk Organik di Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2All Nomor 3 Seri D); 24. Peraturan Daerah Kabupaten Pamekasan Nomor 14 Tahun 2OL3 tentang Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Pamekasan Tahun2Ol3 Nomor 17); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAIffAT DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN dan BUPATI PAMEKASAN MEMUTUSKAN: MenetapKAn : PERATURAN DAERAH TENTANG TATA KELOLA BAHAN PUPUK ORGANIK. BAB I I{ETENTUAfi IIMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Pamekasan. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Pamekasan. 3. Bupati adalah Bupati Pamekasan. 4. Tata kelola bahan pupuk organik adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk mengoptimalkan sumberdaya dan mengembangkan bahan pupuk organik, yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pendistribusian, pengawasan, dan pengenaan sanksi. 5. Bahan pupuk organik adalah bahan organik yang berasal dari sisa tanaman dan/atau kotoran hewan dan/atau yang diperkaya berbagai macam sumber hayati yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

4 6. 7. 8. 9. 10. 11. t2. 13. Alat pembuat bahan pupuk organik dan/atau pupuk organik adalah alat yang digunakan oleh Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, Koperasi Tani untuk memproduksi bahan pupuk organik dan/atau pupuk organik. Uji mutu bahan pupuk organik adalah analisis kandungan hara, mineral, logam berat dan mikroba pathogen yang dilakukan di laboratorium berdasarkan metode analisis yang ditetapkan. Sertifikat hasil uji mutu adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga yang terakreditasi untuk menyatakan bahwa produk telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Surat keterangan mutu adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh lembaga uji mutu untuk menyatakan bahwa produk telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Uji efektivitas bahan pupuk organik adalah uji lapang atau rumah kaca untuk mengetahui pengaruh dari bahan pupuk organik terhadap pertumbuhan dan/atau produktivitas tanaman, efisiensi pemupukan, dan/atau peningkatan kesuburan tanah. Persyaratan teknis minimal bahan pupuk organik adalah standar mutu yang dipersyaratkan dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini. Pengadaan bahan pupuk organik adalah kegiatan penyediaan bahan pupuk organik yang berasal dari produksi dalam negeri. Peredaran adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran bahan pupuk organik di dalam negeri baik untuk diperdagangkan maupun tidak. 14. Penggunaan adalah kegiatan pemanfaatan bahan pupuk organik oleh pengguna. 15. Pengawasan adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan terhadap produksi, peredaran, penyimpanan dan penggunaan bahan pupuk organik agar terjamin mutu dan efektivitasnya, serta tidak mengganggu kesehatan manusia dan kelestarian fungsi lingkungan. 16. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok yang selanjutnya disingkat RDKK adalah perencanaan yang dilaksanakan oleh kelompok tani dalam menentukan rencana kebutuhan bahan pupuk organik, pupuk organik dan anorganik dalam budidaya. 77. Standar Mutu Bahan Pupuk Organik yang selanjutnya disingkat SMBPO adalah kandungan bahan pupuk organik yang diperkaya berbagai macam sumber hayati dan telah memenuhi persyaratan teknis minimal bahan pupuk organik. 18. Pertanian adalah budidaya pertanian dalam arti luas mencakup subsektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan 19. 20. 2t. 22. budidaya. Kelompok Tani adalah kelompok usaha tani yang didirikan oleh dan untuk petani yang mencakup subsektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan budidaya. Gabungan Kelompok Tani adalah gabungan usaha tani yang didirikan oleh dan untuk kelompok tani yang mencakup subsektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan budidaya. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi ralqyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. Koperasi Tani adalah Badan Usaha yang didirikan oleh dan untuk petani dan atau kelompok tani dan atau gabungan kelompok tani yang berusaha di sektor pertanian.

b. kelestarian dan keberlanjutan; c. keterpaduan; d. kemanfaatan; e. kehati-hatian; f. keadilan; b' o keberdayaan; dan h. partisipatif. 5 BAB II ASAS DAIT TUJT'AN Bagian Kesatu Asas Pasal 2 Tata kelola bahan pupuk organik dilaksanakan berdasarkan asas: a. tanggung jawab Pemerintah Daerah; Bagian Kedua TuJuan Pasal 3 Tata kelola bahan pupuk organik bertujuan: a. melindungi petani dan/atau konsumen untuk mendapatkan bahan pupuk organik bermutu serta menghindari dari penyalahgunaan bahan pupuk organik yang dapat mengancam kelangsungan kehidupan mahluk dan kelestarian ekosistem; b. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan kehidupan manusia dan alam; c. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; dan d. mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk anorganik secara bertahap dan bijak, sehingga terjadi keseimbangan pemakaian bahan pupuk organik bermutu dan pupuk anorganik secara terencana dan terpadu dalam rangka mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan. BAB III PENGADAAIT Pasal 4 (1) Pengadaan bahan pupuk organik hanya dapat dilakukan melalui produksi dalam negeri. (2) Pengadaan bahan pupuk organik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kelompok tani atau gabungan kelompok tani atau koperasi tani yang secara bertahap dan terencana, pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah sampai menghasilkan bahan pupuk organik bermutu. (3) Kelompok tani atau gabungan kelompok tani atau koperasi tani yang melakukan produksi atau pengadaan bahan pupuk organik sebagaimana dimaksud pada ayat (21 harus terdaftar pada Dinas Lingkup Pertanian dan telah dikukuhkan oleh Bupati. (4) Kelompok tani atau gabungan kelompok tani dalam merencanakan kebutuhan pupuk yang seimbang melalui RDKK harus mencantumkan kebutuhan bahan pupuk organik dalam setiap hektar. Pasal 5 (1) Bahan pupuk organik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) wajib memenuhi SMBPO. (21 SMBPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan teknis minimal bahan pupuk organik dan terjamin efektivitasnya.

6 (3) Bahan pupuk organik yang diproduksi harus berasal dari bahan pupuk organik yang diperkaya dengan berbagai macam sumber hayati dan telah memenuhi persyaratan teknis minimal. (41 Ketentuan lebih lanjut tentang SMBPO dan persyaratan teknis minimal diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 6 Bahan pupuk organik yang masuk dan keluar wilayah daerah dapat dilakukan setelah mendapatkan izin dari Instansi yang berwenang dengan difasilitasi oleh Dinas terkait. BAB TV PERSYARA?AIT PEIDAT'TARAN Pasal 7 (1) Bahan pupuk organik yang akan dipergunakan untuk keperluan sektor pertanian harus memenuhi standar mutu dan wajib didaftarkan. (2) Bahan pupuk organik yang akan didaftarkan harus didasarkan atas hasil pengujian mutu dari lembaga penguji yang telah distandarisasi dan/atau diakreditasi. (3) Bahan pupuk organik harus dicantumkan dalam bentuk label. Pasal 8 (1) Permohonan pendaftaran bahan pupuk organik hanya dilakukan oleh kelompok tani, gabungan kelompok tani dan/atau koperasi tani. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pendaftaran bahan pupuk organik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan dalam Peraturan Bupati. BAB V TATA CARA PEIIDA.rTARAIT Pasal 9 Permohonan pengujian bahan pupuk organik oleh kelompok tani, gabungan kelompok tani, atau koperasi tani dilakukan secara tertulis yang dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. Pasal 10 (1) Dinas yang berwenang setelah menerima permohonan pengujian berkewajiban melakukan proses administrasi lebih lanjut sesuai dengan tata kerja. (2) Apabila permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, kepada Dinas yang berwenang melakukan pengujian mutu bahan pupuk organik yang akan didaftarkan. (3) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, oleh Dinas yang berwenang diberitahukan kepada pemohon dengan disertai alasan secara tertuhs. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan pengujian diatur dalam Peraturan Bupati.

7 BAB VII I(TBUTT'HAJT PEITGGUIYAAIY BAHAIV PUPUK ORGAITIK Pasal 11 (1) Penggunaan bahan pupuk organik dilakukan oleh petani dalam budidaya tanaman dengan komposisi berdasar produktivitas lahan dan efisiensi biaya usaha tani guna mendorong terwujudnya pelestarian lingkungan hidup. (2) Kebutuhan penggunaan pupuk dalam budidaya tanaman direncanakan berdasarkan kebutuhan dalam RDKK. BAB VIII PERTDARAN BATIAJT PUPUK ORGAITIX Pasal 12 (1) Bahan pupuk organik yang beredar harus memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya serta diberi label. (2) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bahasa Indonesia, paling sedikit memuat nama dagang, jenis, volume bersih, kelompok tani, gabungan kelompok tani, koperasi tani dan /atau distributor, serta nomor pendaftaran. (3) Komposisi bahan pupuk organik sebagaimana dimaksud pada ayat (21 sesuai yang terdaftar. (4) Label harus dicantumkan dalam kemasan kedap air, mudah dilihat dan dibaca dengan jelas serta tidak mudah rusak. (5) Peredaran kebutuhan bahan pupuk organik merupakan satu kesatuan manajemen pemupukan yang tidak terpisahkan dengan penggunaan dosis pupuk organik. (6) Peredaran bahan pupuk organik bermutu yang diproduksi oleh kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi tani dapat menjangkau wilayah Desa, Kelurahan, dan Kecamatan. (7) Pemerintah Daerah dapat mensubsidi bahan pupuk organik bermutu yang diusahakan kelompok tani, gabungan kelompok tani dan/atau koperasi tani. BAB f,x SISTEM IITFOR}IASI Pasal 13 (1) Pemerintah Daerah mengembangkan sistem informasi bahan pupuk organik untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan petani dan sumber daya alam. (2) Sistem informasi bahan pupuk organik dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat. (3) Sistem informasi bahan pupuk organik paling sedikit memuat informasi mengenai komposisi dan mutu bahan pupuk organik (4) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempakan upaya memasyarakatkan penggunaan bahan pupuk organik yang dapat dilakukan melalui penyuluhan, sekolah lapang, media cetak dan/atau elektronik. BAB X TUGAS DAN T'UNGSI PEMERINTATI DAERATI Pasal 14 Pemerintah Daerah bertugas menjamin terselenggaranya tata kelola bahan pupuk organik yang baik dan berkelanjutan sesuai dengan asas dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan Daerah ini.

8 Pasal l5 T\rgas Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilaksanakan dengan fungsi untuk: a. menetapkan kebijakan pengembangan bahan pupuk organik; b. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai sumber bahan organik; c. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya bahan pupuk; d. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan di bidang pengelolaan bahan pupuk organik; e. menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan tata kelola bahan pupuk organik; f. mengelola informasi tata kelola bahan pupuk organik; g. mengembangkan dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi tata kelola bahan pupuk organik; h. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan kepada pengembang bahan pupuk organik; dan i. menerbitkan izin tata kelola bahan pupuk organik. BAB XI IIAK, KEWA*'IBAII, DAN I,ARANGAN Bagian Kesatu Hak Pasal 16 (1) Setiap kelompok tani, gabungan kelompok tani dan/atau koperasi tani berhak mengembangkan bahan pupuk organik. (2) Setiap kelompok tani, gabungan kelompok tani dan/atau koperasi tani berhak mendapatkan pendidikan tata kelola bahan pupuk organik, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas bahan pupuk organik. (3) Setiap kelompok tani, gabungan kelompok tani dan/atau koperasi tani berhak mengajukan usul terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan pengembangan bahan pupuk organik. (4) Setiap kelompok tani, gabungan kelompok tani dan/atau koperasi tani berhak untuk berperan dalam pengembangan bahan pupuk organik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Setiap kelompok tani, gabungan kelompok tani dan/atau koperasi tani berhak melakukan pengaduan kepada Instansi yang berwenang akibat dugaan penyalahgunaan bahan pupuk organik. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan dan Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Bupati. Bagiaa Kedua KewaJlban Pasal 17 Setiap kelompok tani, gabungan kelompok tani dan latau koperasi tani yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pengembangan bahan pupuk organik berkewajiban: a. memberikan informasi yang terkait dengan mutu bahan pupuk organik secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu; b. menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya bahan pupuk organik; dan c. menaati ketentuan tentang standar mutu bahan pupuk organik.

9 Bagian Ketiga Larangan Pasal 18 Setiap orang dilarang: a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran danf atau perusakan sumber dan bahan baku bahan pupuk organik; b. melepaskan produk rekayasa genetik untuk bahan pupuk organik yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan ; dan I atau c. mengedarkan bahan pupuk organik kepada petani, kelompok petani, gabungan kelompok tani dan /atau koperasi tani dengan cara pemaksaan yang terkait penggunaan pupuk merek tertentu. (1) (21 (3) BAB XI PERAIT SERTA MASYARAI(AT Pasal 19 Masyarakat dapat berperan aktif dalam pengembanga.n bahan pupuk organik. Peran masyarakat dapat bempa: a. pengawasan sosial; b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau c. penyampaian informasi dan/atau laporan. Peran masyarakat dilakukan untuk: a. meningkatkan kepedulian dalam pengembangan bahan pupuk organik; b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan dalm pengembangan bahan pupuk organik; c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepelopora.n masyarakat dalam pengembangan bahan pupuk organik; d. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial pengembangan bahan pupuk organik; dan e. mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pengembangan bahan pupuk organik. BAB XII PEMBINAAIT I(TI,()MPIOK TANI Pasal 2O (1) Pembinaan kelompok tani dan penguatan anggota kelompok tani, gabungan kelompok tani dan latau koperasi tani dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau Dinas terkait. (2) Pemerintah Daerah melalui Dinas terkait dan/atau Dinas yang berwenang wajib mengoptimalisasikan pembinaan kelompok dan penguatan anggota kelompok tani, gabungan kelompok tani dxrl atau koperasi tani dalam pembuatan bahan pupuk organik bermutu secara massal. (3) Untuk mempercepat produk bahan pupuk organik bermutu secara massal, maka Pemerintah Daerah dapat membantu alat pembuat bahan pupuk organik, sumber hayati, laboratorium terstandarisasi dan/atau terakreditasi, dengan diikuti sosialisasi, pelatihan, pembinaan, dan pendampingan secara terencana dan berkelanjutan serta didukung data yang akurat. (4) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan dalam bentuk alat pembuat bahan pupuk organik bermutu bagi kelompok tani, gabungan kelompok tani danlatau koperasi tani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 yang telah memenuhi syarat dan telah mampu membuat bahan pupuk organik bermutu.

10 (5) Dinas dapat bekerja sama dengan Perguruan Tinggi, Balai Penelitian dan/atau Lembaga Swadaya Masyarakat dalam melakr-rkan transfer teknologi dan pendampingan terhadap Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani dan/atau Koperasi Tani dalam pembuatan bahan pupuk organik bermutu. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan, optimalisasi pembinaan, pemberian penghargaan kepada kelompok tani, gabungan kelompok tani dan/atau koperasi tani serta pola pembinaan terpadu antara petani dengan peternak guna menuju pembangunan pertanian berkelanjutan diatur dalam Peraturan Bupati. BAB XIII PENGAIIIASAIT DAN SAITKSI AI'MIITISTRATIF Bagiaa Kesatu Pengawasan Pasal 21 (1) Pengawasan dilakukan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna bahan pupuk organik dengan melindungi kelestarian fungsi lingkungan, keanekaragaman hayati tanah, kepentingan konsumen, dan pelaku usaha. (2) Pengawasan bahan pupuk organik pada tingkat pengadaan, peredaran, dan pengguna rn dilakukan oleh Instansi yang berwenang yang ditunjuk oleh Bupati sesuai dengan peraturan pemndang-undangan. (3) Pengawasan atas pengadaan, peredaran, dan penggunaan bahan pupuk organik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi. (4) Kelompok tani, gabungan kelompok tani dan/atau koperasi tani yang melakukan pengadaan bahan pupuk organik wajib mengizinkan Pengawas bahan pupuk organik untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. Pasal22 (1) Pengawas bahan pupuk organik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l benuenang: a. melakukan pemeriksaan terhadap proses produksi bahan pupuk organik; b. melakukan pemeriksaan terhadap sarana tempat penyimpanan dan cara pengemasan; c. mengambil contoh bahan pupuk organik guna pengujian mutu; d. memeriksa dokumen dan laporan; dan e. melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan persyaratan perizinan pengadaan dan/atau peredaran bahan pupuk organik. (2) Dalam hal Pengawas bahan pupuk organik mempunyai dugaan kuat bahwa telah terjadi pemalsuan dan/atau kerusakan pada bahan pupuk organik yang beredar, dapat menghentikan sementara peredaran bahan pupuk organik tersebut paling lama 3O (tiga puluh) hari untuk melakukan pengujian mutu. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah berakhir dan belum mendapat keputusan mengenai adanya pemalsuan dan/atau kerusakan bahan pupuk organik, maka tindakan penghentian sementara peredarannya berakhir demi hukum. (4) Apabila dari hasil pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diketahui bahwa bahan pupuk organik tersebut tidak sesuai dengan label atau rusak, maka Pengawas mengusulkan kepada Bupati untuk menarik bahan pupuk organik tersebut dari peredaran.

11 Bagian Kedua Sanksi Adminktratif Pasal 23 (1) Terhadap pengadaan dan peredaran bahan pupuk organik yang tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam surat izin, dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; atau c. pencabutan izin. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB XTV PE}IY.IDIKAIT Pasal 24 (1) Selain Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pelanggaran ketentuan Peraturan Daerah ini. (2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana; b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap or rng yang diduga melakukan tindak pidana; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang berkenaan dengan peristiwa tindak pidana; d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lainnya; f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana; g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan penyidikan tindak pidana; h. menghentikan penyidikan; i. memasuki tempat tertentu, memotret, dalrtf atau membuat rekaman audio visual; dan j. melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian, rua.ngan, dan/atau tempat lain yang diduga merupakan tempat terjadinya tindak pidana. (3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum. BAB:W KSTENTUAN PIDANA Pasal 25 Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 18 dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50. OO0.OOO,OO (lima puluh juta rupiah).

t2 BAB KTTENTUAJT 'NTI PENUTUP Pasal 26 Peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal27 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam kmbaran Daerah Kabupaten Pamekasan. Ditetapkan di Pamekasan pada tanggal 6 Agustus 2014 BUPATI PAMEKASAN, Diundangkan di Pamekasan pada tanggal 23 Maret 2015 SYAFII SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN, Q- -t T*---.-.-- ALWI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN TAHUN 2OI5 NOMOR 5