BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. usaha agribisnis di pedesaan, program pengembangan usaha agribisnis pedesaan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 20 TAHUN : 1996 SERI : D.11.

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 33 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN P3A/GP3A/IP3A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1984 TANGGAL 26 JANUARI 1984 PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

SIKAP PETANI TERHADAP PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

BAB 1 SIKAP (ATTITUDE)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk

SIKAP SISWA PADA PEMBELAJARAN PRAKTEK SISTEM BAHAN BAKAR BENSIN DENGAN HASIL BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 1997 SERI D NO. 15

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH : 2 TAHUN 1995

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2.1 Analisis Sikap II. LANDASAN TEORI Pengertian Sikap. Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Hal ini menjadi tuntutan dalam dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya, masyarakat yang sejahtera memberi peluang besar bagi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan

V. KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap partisipasi politik siswa dalam pemilu presiden tahun 2014, maka

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam tersebut tersebar di seluruh propinsi yang ada di

I. PENDAHULUAN. menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

EMOSI DAN SUASANA HATI

BAB V PENUTUP. Pemkab Sragen, dalam hal ini Disparbudpor, telah melaksanakan komunikasi

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI MENDUT KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 30 TAHUN 2010

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEHN MUSI RAWAS NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktif dan pendekatan keterampilan proses, guru berperan sebagai fasilitator dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era persaingan baik secara nasional maupun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 9 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sikap. adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007

Executive Summary EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN MODEL KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i

BAB IV PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Penelitian mengenai gambaran pengetahuan dan sikap remaja putri

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1987 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM KEPADA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang masih diandalkan negara kita, karena sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis. Keadaan inilah yang menampakkan sektor pertanian sebagai sektor yang mempunyai potensi besar untuk berperan dalam pemulihan ekonomi nasional. Hal ini terbukti bahwa di tengah krisis nasional, sektor ini masih memperlihatkan nilai positif (Husodo, dkk, 2004). Pembangunan pertanian tidak terlepas dari pengembangan kawasan pedesaan yang menempatkan pertanian sebagai penggerak utama perekonomian. Lahan, potensi tenaga kerja menjadi faktor utama pengembangan pertanian. Pembangunan pertanian memerlukan integrasi dengan kawasan dan dukungan sarana serta prasarana yang tidak saja berada di pedesaan (Anonimus, 2010). Dalam usaha, sektor pertanian tidak terlepas dari pengairan untuk lahan usaha tani masyarakat. Untuk meningkatkan produksi dibutuhkan air yang cukup. Oleh karena itu irigasi pertanian sangat diperlukan. Irigasi sudah lama dikenal di Indonesia. Petani membangun irigasi untuk memenuhi kebutuhan air di areal persawahan mereka. Jaringan yang dibangun umumnya berskala kecil dan sederhana. Kegiatan membangun irigasi biasanya dilakukan dengan mendayagunakan sumber daya manusia, secara swadaya dan bergotong royong (Ambler, 1992). 6

7 Kegiatan-kegiatan keirigasian selalu menuntut kerja sama antar petani. Pembangunan dan pemeliharaan bangunan pengairan dan saluran, pembagian air antar hamparan sawah dan antar petak sawah membutuhkan kerja sama yang terorganisasi secara baik antara petani (Siskel dan Hutapea, 1995). Dalam rangka pengelolaan irigasi, pemerintah telah melakukan upaya Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) dengan menerbitkan hukum sebagai dasar pijakan : 1. Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 2001 tentang irigasi 2. Keputusan Menteri Pemukiman dan prasarana wilayah No. 529/KPTS/M/2001 tentang pedoman penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi kepada perkumpulan petani pemakai air 3. Keputusan Menteri dalam Negeri No. 50 tahun 2001, tentang pedoman pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air (Anonimus, 2010). Dalam mengelola air irigasi secara bersama, selalu ada organisasi, walaupun lembaga itu kerap tidak dibentuk secara formal. Petani biasanya tidak bersedia meluangkan waktu untuk membentuk organisasi yang terlalu rumit jika ekologi dan luas arealnya tidak menuntut adanya organisasi formal (Ambler, 1992). Untuk menangani irigasi, yang merupakan salah satu sumber daya alam yang harus ditangani secara bersama (menurut aturan dan hak-hak yang telah dikembangkan secara bersama pula), petani telah membentuk lembaga-lembaga yang dapat mewadahi kemampuan dan aspirasi petani mengenai pengelolaan air irigasi. Lembaga tradisional, baik formal maupun informal, bersifat dinamis dan terus berkembang bentuk dan fungsinya. Bertahannya lembaga-lembaga

8 tradisional hingga sekarang adalah bukti nyata bahwa organisasi tradisonal dapat tetap aktif dan dinamis (Pasandaran, 1991). Organisasi adalah wadah untuk menyatukan orang untuk bersama-sama melakukan apa yang tidak dapat mereka lakukan sendirian. Menurut Hicks (1972) organisasi adalah suatu proses interaksi dari orang-orang yang mengikuti suatu struktur tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pribadi dan tujuan bersama (Ginting, 1999). Perkumpulan Petani Pemakai Air adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air itu sendiri secara demokratis (DPAI, 2011). Organisasi petani pemakai air terkait dengan pemerintahan desa yang merupakan pusat pengaturan kegiatan kemasyarakatan di desa, meskipun ada yang dibentuk sendiri oleh petani dan sesuai dengan kebutuhannya sehingga telah mengakar dalam masyarakat (Anonimus, 2011). Perkumpulan Petani Pemakai Air merupakan organisasi sosial dari petani yang tidak berinduk pada golongan maupun partai politik, tetapi organisasi yang bergerak di bidang pertanian, dalam kegiatan pengelolaan air sehubungan dengan kepentingan pelaksanaaan usaha tani (Kartasapoetra dan Mul, 1994). Berbeda dengan organisasi petani yang bersifat tradisional, P3A merupakan organisasi yang bersifat formal, dengan adanya Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) dan terstruktur (Siskel dan Hutapea, 1995).

9 Organisasi P3A menurut peraturannya, rapat anggota harus membuat secara tertulis suatu Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) mengenai tata laksana kegiatanya dan harus disetujui oleh pemerintah daerah (Pasandaran, 1991). Agar P3A mencapai sasaran seperti yang diinginkan pemerintah atas dasar pasal 20 PP No. 23 tahun 1982, maka Presiden RI menginstruksikan kepada tiga menteri, yakni: 1. Menteri Dalam Negeri memberi petunjuk kepada Gubernur dalam usaha membina dan mendorong terbentuknya P3A di daerah masing-masing, 2. Menteri Pekerjaan Umum melakukan pembinaan dalam eksploitasi irigasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, guna terselenggara pengelolaan air secara tepat guna, berdaya guna, dan berhasil guna, 3. Menteri Pertanian melakukan pembinaan dalam pemanfaatan air secara adil dan tepat guna di tingkat petak kuarter dengan memperhatikan faktor tersediannya air sesuai dengan kebutuhan usaha tani dan aspirasi masyarakat setempat (Ambler, 1992). Kelembagaan pengelolaan irigasi yang diharapkan adalah kelembagaan yang sifatnya merupakan kerjasama antara pemerintah daerah dan para pengguna air, karena keduanya mempunyai potensi yang sangat baik untuk disinergikan. Keberadaan kelembagaan pemakai air sebagian besar sudah berstatus badan hukum. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa P3A harus kuat dan mapan serta bermanfaat (Anonimous, 2003).

10 Organisasi petani pemakai air (P3A) betujuan : 1. untuk menampung masalah dan aspirasi petani yang berhubungan dengan air. 2. Wadah bertemunya petani untuk saling bertukar pikiran dan pendapat serta membuat keputusan-keputusan guna memecahkan masalah yang dihadapi bersama, baik yang dapat dipecahkan sendiri maupun yang memerlukan bantuan dari luar. 3. Memberikan pelayanan kebutuhan petani terutama memenuhi kebutuhan air irigasi untuk usaha taninya dan juga berperan dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi (Anonimus, 2010). Adapun maksud dan tujuan P3A adalah: 1. Agar pengelolaan irigasi dapat dilakukan secara teratur melalui perkumpulan yang mengeluarkan ketentuan yang dapat mengikat dan memuaskan anggota, 2. Dengan adanya ketentuan, perkumpulan dengan didukung kewajiban para anggota akan dapat melaksanakan dan meningkatkan pemeliharaan pengairan, 3. Dengan adanya perkumpulan, para petani dapat dengan tenang dan bergairah melaksanakan usaha taninya, karena selain kebutuhan air tercukupi, pelaksanaan usaha taninya itu juga dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi pertanian dan pengairan (Kartasapoetra dan Mul, 1994). Menurut peraturannya, P3A harus mempunyai struktur organisasi yang lengkap, karena dapat menjawab kebutuhan akan organisasi pada lokasi tertentu, walaupun terkadang dianggap berlebihan oleh petani yang lebih menyukai organisasi yang sederhana, sesuai kebutuhan yang nyata di lapangan (Pasandaran, 1991).

11 Struktur organisasi adalah kerangka antara hubungan satuan-satuan organisasi yang masing-masing mempunyai peranan tertentu dan kesatuan yang utuh. Struktur organisasi ini akan tampak lebih tegas apabila dituangkan dalam bagan organisasi berikut (Sutarto, 1998). KETUA SEKRETARIS PELAKSANA TEKNIS (ULU- ULU/PEMBANTU ULU-ULU BENDAHARA Anggota P3A (Para Petani Pemakai Air) Keterangan: : menyatakan hubungan Gambar: Skema Struktur Organisasi 2.2 Landasan Teori Kinerja Sedarmayanti (2004) mengemukakan bahwa kinerja (Performance) adalah hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapt diukur dengan dibandingkan dengan standar yang diperlukan Untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu kinerja maka perlu dilakukan pengukuran atau penilaian kinerja. Dalam penerapannya dibutuhkan suatu artikulasi yang jelas mengenai visi, misi, tujuan dan sasaran yang dapat diukur dari satu dan kesuluruhan program. Ukuran tersebut bisa dikaitkan dengan hasil

12 dari setiap program yang dilaksanakan. Dengan demikian, pengukuran kinerja organisasi merupakan dasar yang beralasan untuk pengambilan keputusan (Bastian, 2006) Sikap Sikap merupakan kencenderungan individu untuk bereaksi terhadap suatu objek untuk mendekati atau menjauh. Sikap negatif memunculkan kecenderungan untuk menjauh, membenci, menghindar atau tidak menyukai keberadaan objek. Sikap positif memunculkan kecenderungan untuk menyenangi, mendekati atau bahkan menginginkan kehadiran objek tertentu. Sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek (Azwar, 2002). Sikap adalah keadaan diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya dengan memberi respon terhadap obyek tersebut yakni respon positif maupun negatif (Anonimus, 2012). Sikap ini dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu sikap dalam bentuk fisik dan sikap dalam bentuk nonfisik. Sikap dalam bentuk fisik adalah tingkah laku yang terlahir dalam bentuk gerakan dan perbuatan fisik. Sikap dalam bentuk nonfisik, yang sering juga disebut mentalitas, merupakan gambaran keadaan kepribadian seseorang yang tersimpan dan mengendalikan setiap tindakannya, tidak dapat dilihat serta sulit dibaca (Azwar, 1995). Sikap diklasifikasikan menjadi sikap individu dan sikap sosial. Sikap sosial dinyatakan melalui kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap suatu objek

13 sosial dan biasanya dinyatakan oleh sekelompok orang yang bergerak dalam sebuah organisasi. Sikap individu, adalah sikap yang dimiliki dan dinyatakan oleh seseorang. Sikap seseorang pada akhirnya dapat membentuk sikap sosial, manakala ada seragaman sikap terhadap suatu obyek (Anonimus, 2012). Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu: 1. Komponen kognitif, merupakan reprentasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, 2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut emosional 3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki seseorang (Azwar, 2002). Jika ingin menumbuhkan sikap, maka faktor bawaan berupa bakat dan faktor lingkungan pendidikan dan belajar. Pandangan ini sejalan dengan hukum konvergensi perkembangan yang menyeimbangkan antara faktor bawaan dengan faktor lingkungan tanpa mengorbankan faktor apapun (Anonimus, 2012). Beberapa dimensi arti sikap yang dipandang sebagai karakteristik sikap, dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Sikap didasarkan pada konsep evaluasi berkenaan dengan obyek tertentu, menggunakan motif tertentu, 2. Sikap digambarkan juga dalam berbagai kualitas dan intensitas yang berbeda dan bergerak secara kontiniu dari penambahan malalui arah netral ke arah negatif, 3. Sikap lebih dipandang sebagai hasil belajar dari pada sebagai hasil perkembangan atau sesuatu yang diturunkan,

14 4. Sikap mempunyai sasaran tertentu, 5. Tingkat keterpaduan sikap berbeda beda, 6. Sikap bersifat relatif menetap dan berubah ubah. (Anonimus, 2010) Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah: 1. Pengalaman Pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. 2. Kebudayaan Pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain. 3. Orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orangorang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik

15 dengan orang yang dianggap penting tersebut. 4. Media massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi dan radio mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. 5. Pendidikan Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. 6. Faktor emosi dalam diri Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang. Akan tetapi dapat juga merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama, contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka. (Anonimus, 2012).

16 Keragaman sikap di antara anggota-anggota kelompok sebagian besar disebabkan oleh kenyataan bahwa anggota kelompok tersebut ternyata mempunyai keyakinan yang sama mengenai obyek, orang, peristiwa dan masalah (Krech dkk, 1996). Sikap konsisten dengan perilaku. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan hereditas. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku di antaranya adalah pendidikan, nilai dan budaya masyarakat. Sedangkan faktor hereditas merupakan faktor bawaan seseorang yang telah ada dalam diri manusia sejak lahir, yang banyak ditentukan oleh faktor genetik. Kedua faktor secara bersama-sama mempengaruhi perilaku manusia. Seandainya sikap tidak konsisten dengan perilaku, mungkin ada faktor dari luar diri manusia yang membuat sikap dan perilaku tidak konsisten. Faktor tersebut adalah sistem nilai yang berada di masyarakat, diantaranya adalah norma, politik, budaya (Anonimus, 2012). Sikap memiliki komponen yaitu pertama, komponen kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap obyek. Kedua, komponen afektif dapat dikatakan sebagai perasaan individu terhadap obyek yang sejalan dengan hasil penilaiannya. Ketiga, komponen kecenderungan bertindak berkenaan dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keinginannya. Ketiga komponen sikap tersebut bertindak secara bersama-sama membentuk perilaku. Oleh karena itu, sikap secara konsisten sangat mempengaruhi perilaku (Anonimus, 2012).

17 Skala Likert Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian (Sugiono, 2004). Skala likert ini berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju-tidak setuju, senang-tidak senang, dan baik-tidak baik. Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikatorindikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pertanyaan yang perlu dijawab responden (Kuncoro dan Ridwan, 2007). Indriantoro dan supomo (2002), skala likert merupakan metode yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap subjek, objek atau kejadian tertentu. Metode pengukuran yang paling sering digunakan ini dikembangkan oleh Rensis Likert sehingga dikenal dengan nama skala likert. Nama lain dari skala ini adalah summated rating method. Skala likert umumnya menggunakan lima angka penilaian, yaitu : 1. Sangat setuju, 2. Setuju, 3. Netral, 4. Tidak setuju, 5. Sangat tidak setuju. Urutan setuju atau tidak setuju dapat juga dibalik mulai dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Alternatif angka penilaian dalam skala ini dapat bervariasi dari tiga sampai dengan sembilan.

18 Perilaku Perilaku adalah tindakan (kegiatan atau tindak-tanduk) manusia yang dapat diamati. Sebaliknya sikap merupakan pencerminan dari dorongan-dorongan yang datang dari dalam diri seseorang dan reaksi terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Bila sikap tersebut disalurkan keluar, terjadilah perilaku. Jadi sikap adalah kecenderungan untuk berperilaku (Sastrodiningrat, 1986). Afektif atau afek adalah suatu penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek (Azwar, 2002). Berkaitan dengan adopsi teknologi, seorang individu petani akan selalu menilai suatu inovasi terhadap kemampuannya, kesesuaian terhadap kondisi lingkungan, tujuan yang ingin dicapai serta norma-norma dalam masyarakat. Terdapat keterkaitan antara perilaku, karakteristik individu dan lingkungan. Bentuk-bentuk perilaku manusia sangat beragam, sehingga tidak ada satu teoripun yang bisa menjelaskan secara detail bentuk dan arah berperilaku manusia. Bentukbentuk perilaku kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom (1908, dalam Notoatmodjo, 2007) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku kedalam tiga domain atau ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor domain), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Perilaku Dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dibagi menjadi 2 yaitu : Perilaku Mendukung Perilaku mendukung merupakan Respon positif dari dalam diri petani yaitu dengan mendukung program dan melaksanakan kegiatan yang dibuat

19 Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) antara lain ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan Perkumpulan Petani Pemakai Air, mengikuti rapat yang diadakan Perkumpulan Petani Pemakai Air, ikut serta memelihara jaringan irigasi dan membayar iuran tepat waktu. Perilaku Tidak Mendukung Perilaku tidak mendukung merupakan respon negatif dari dalam diri petani yaitu dengan tidak mendukung program dan kegiatan yang dibuat oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air. antara lain tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan Perkumpulan Petani Pemakai Air, tidak mengikuti rapat, tidak ikut serta memelihara jaringan irigasi dan tidak membayar iuran tepat waktu. Hubungan Sikap dengan Perilaku Sikap dan tingkah laku sangat berkaitan, karena manusia akan bertingkah laku ataupun berperilaku biasanya sesuai dengan sikap yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Dari sebuah sikap maka terciptalah sebuah perilaku. 2.3 Kerangka Pemikiran Perkumpulan petani pemakai air yang selanjutnya disebut P3A sebagai wadah petani pemakai air dalam suatu daerah layanan/petak tersier atau desa yang termasuk pada kategori lembaga lokal pengelola irigasi perlu dibentuk oleh petani pemakai air di setiap daerah irigasi. Kinerja Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dikatakan berjalan dengan lancar apabila sikap petani terhadap kinerja perkumpulan petani pemakai air (P3A) tersebut positif yang akhirnya menghasilkan perilaku yang mendukung, begitu

20 juga sebaliknya. Dengan demikian tingkat keberhasilan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dipengaruhi oleh sikap dan perilaku petani. Skema Kerangka Pemikiran Petani Sikap petani Perilaku Petani Positif Negatif Mendukung Tidak Mendukung Kinerja Perkumpulan Petani Pemakai Air Keterangan: : Menyatakan Pengaruh 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Kinerja Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) sudah dilakukan dengan baik sesuai dengan kebutuhan petani. 2. Sikap petani positif terhadap Kinerja Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). 3. Perilaku petani mendukung terhadap Kinerja Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).