BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sudah mengalami perkembangan yang begitu signifikan dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran Yunani kuno yang dipimpin oleh Alexander the Great. Hingga pada abad ke-20 1 Hal ini ditandai adanya beberapa istilah dan karakter perasuransian yang timbul di Indonesia. Dalam bidang transportasi, asuransi sangatlah diperlukan. Karena transportasi adalah suatu kebutuhan dimana setiap orang pasti mengawali aktifitasnya dari transportasi. Sehingga menyebabkan setiap orang pasti melalui tahapan transportasi sebelum menjalankan aktifitas lainnya. Terlepas dari berbagai resikonya, mau tidak mau mereka tetap menjalaninya. Baik itu resiko yang berasal dari diri sendiri maupun yang disebabkan oleh orang lain. Aktifitas transportasi yang ada di seluruh wilayah Indonesia relatif padat, khususnya di kota Yogyakarta. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Mayoritas penduduk Yogyakarta adalah pendatang, baik itu pekerja maupun pelajar. Dengan demikian terjadi sebuah peningkatan perekonomian dan kesejahteraan, sehingga tingkat mobilitas akan meningkat pula, baik orang maupun barang. 1 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm 1 1
2 Pengguna kendaraan bermotor sudah selayaknya mendapat perlindungan, salah satunya ialah melalui asuransi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah yaitu asuransi Jasa Raharja. Pemerintah memang melindungi masyarakat dari kerugian akibat kecelakaan lalu lintas, melalui PT Jasa Raharja (Persero) santunan dibayarkan kepada anggota masyarakat yang mengalami kecelakaan atau musibah saat menggunakan kendaraan bermotor. Masyarakat berhak mendapat santunan jika terjadi kecelakaan saat perjalanan. 2 UUD 1945 Pasal 34 ayat 2 yang memberi amanat kepada negara agar mengembangkan sistem jamsos bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Asuransi kecelakaan lalu lintas yang diwajibkan Undang-Undang tersebut merupakan asuransi tanggung wajib yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Dengan demikian pemerintah harus melaksanakannya. Menurut Peter F Drucker, pada dasarnya suatu perusahaaan itu tidak dirumuskan nama, anggran dasar atau anggaran rumah tangga perusahaan tersebut, tetapi dirumuskan oleh keinginan pelanggan yang dipuaskan pada waktu ia membeli produk atau jasa dari perusahaan termaksud. Pelanggan dalam hal ini adalah konsumen, yaitu pemakai terakhir dari produk atau jasa. 3 Perusahaan asuransi sebagai perusahaan jasa, menjual jasa kepada pelanggan pada satu sisi, sedangkan pada sisi yang lain perusahaan asuransi 2 http://www1.surya.co.id/v2/?p=7731, 18 april 2009 3 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi & Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hlm 8
3 adalah sebagai investor dari tabungan masyarakat kepada investasi yang produktif. 4 Salah satu upaya untuk melindungi warga negara khususnya dari risiko kecelakaan lalu lintas jalan adalah memberikan santunan kepada korban kecelakaan lalu lintas jalan atau kepada ahli warisnya. Dana untuk keperluan itu dipungut dari pemilik kendaraan bermotor sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang Ketentuanketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, serta menunjuk PT (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja sebagai Badan Penyelenggara. PT. Asuransi Jasa Raharja (Persero) adalah merupakan suatu perusahaan asuransi dimana salah satu produk asuransi pada Asuransi Jasa Raharja yang ditawarkan kepada masyarakat adalah produk asuransi kerugian Jasa Raharja, sejalan dengan diterbitkan UU No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yang antara lain mengharuskan bahwa Perusahaan Asuransi yang telah menyelenggarakan program asuransi sosial dilarang menjalankan asuransi lain selain program asuransi sosial, maka terhitung mulai tanggal 1 Januari 1994 Jasa Raharja melepaskan usaha non wajib dan surety bond dan kembali menjalankan program asuransi sosial yaitu mengelola pelaksanaan UU. No.33 tahun 1964 dan UU. No.34 tahun 1964. Asuransi Jasa Raharja ini dimaksudkan untuk mengutamakan penyelenggaraan program Asuransi Sosial dan Asuransi Wajib sejalan dengan 4 Ibid, hlm 8-9
4 kebutuhan masyarakat. Tujuan dari Asuransi Jasa Raharja dapat dilihat pada Catur Bakti Ekakarsa Jasa Raharja sebagai misi perusahaan, antara lain yaitu : 1. Bakti kepada Masyarakat, dengan mengutamakan perlindungan dasar dan pelayanan prima sejalan dengan kebutuhan masyarakat. 2. Bakti kepada Negara, dengan mewujudkan kinerja terbaik sebagai penyelenggara Program Asuransi Sosial dan Asuransi Wajib, serta Badan Usaha Milik Negara. 3. Bakti kepada Perusahaan, dengan mewujudkan keseimbangan kepentingan agar produktivitas dapat tercapai secara optimal demi kesinambungan perusahaan. 4. Bakti kepada Lingkungan, dengan memberdayakan potensi sumber daya bagi keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Pembayaran Premi dalam program asuransi kecelakaan pada PT Jasa Raharja dikenal dengan 2 (dua) bentuk yaitu Iuran Wajib (IW) dan Sumbangan Wajib (SW). Pengutipan iuran wajib dilaksanakan pada setiap penumpang yang akan menggunakan alat transportasi umum membayarkan iuran wajib yang disatukan dengan ongkos angkut pada saat membeli karcis atau membayar tarif angkutan dan pengutipan ini dilakukan oleh masing-masing operator (pengelola) alat transportasi tersebut, sedangkan pengutipan pada sumbangan wajib diambil pada saat pembayaran sumbangan wajib dilakukan secara periodik (setiap tahun) di kantor Samsat pada saat pendaftaran atau perpanjangan STNK. Asuransi Kerugian ini memiliki beberapa faedah atau manfaat diantaranya adalah pertama,
5 santunan berupa penggantian biaya rawatan dan pengobatan ( sesuai ketentuan). Kedua, santunan kematian. Ketiga, santunan cacat tetap. Dalam hal korban kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Yogyakarta itu sendiri, korban kecelakaan menanggung kerugian yang sangat besar sekali, bisa materi bahkan jasmani yang seharusnya mendapatkan pembayaran dari pihak PT Asuransi Jasa Raharja. Berdasarkan PP No. 8 Tahun 1965, bahwa setiap orang yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas berhak atas pembayaran dana kecelakaan lalu lintas. Pembayaran dana akan diberikan dalam kondisi sebagai berikut : 1. Meninggal dunia; 2. Cacat tetap; 3. Biaya perawatan; 4. Biaya penguburan. Namun dalam kenyataannya, sering terjadi kekecewaan para korban kecelakaan terhadap perusahaan asuransi yang dianggap bekerja tidak profesional dalam menangani klaim. Perusahaan asuransi jasa Raharja hanya dianggap mengumbar janji-janji manis tetapi belum dapat mewujudkannya. Pengajuan klaim oleh korban kecelakaan sering di persulit oleh pihak asuransi. Pihak asuransi meminta berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi oleh para korban. Setelah di penuhi, pihak asuransi malah meminta persyaratan yang lain. Hal ini tentu saja menyulitkan para korban karena harus memenuhi persyaratan lain yang diajukan oleh pihak asuransi. Walaupun semua persyaratan yang diajukan sudah dipenuhi, pemegang polis tetap saja harus menunggu klaim
6 dibayarkan. Dan kinerja perusahaan asuransi Jasa Raharja pada saat ini dapat dikatakan umumnya belum menggembirakan, yang mana dari pihak pengelola usaha asuransi belum memberikan pelayanan yang baik, bahkan sering kali muncul kesan dipersulit ketika akan menggugat hak, baik dalam asuransi jiwa maupun dalam asuransi kerugian sehingga mengakibatkan pada saat tertanggung mengajukan klaim dipenuhi dengan persyaratan yang terkesan berbelit-belit. Untuk itu penulis merasa tertarik menulis skripsi tentang pelaksanaan asuransi Jasa Raharja terhadap korban kecelakaan lalu lintas di Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Dengan melihat latar belakang diatas maka kita dapat melihat permasalahan yang ada yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan asuransi Jasa Raharja terhadap korban kecelakaan lalu lintas? 2. Bagaimanakah penyelesaian hukum perselisihan klaim antara korban dengan pihak asuransi Jasa Raharja? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan sebagaimana yang kita ketahui setiap penelitian pasti ada tujuannya, begitu juga dengan penelitian ini yang mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui gambaran secara nyata tentang pelaksanaan perlindungan hukum yang diberikan terhadap pihak yang menjadi
7 korban dalam kecelakaan lalu lintas jalan di PT. (Persero) Asuransi Jasa Raharja cabang Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian hukum perselisihan klaim antara korban dengan pihak PT. (Persero) Asuransi Jasa Raharja cabang Yogyakarta. 3. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. D. Tinjauan Pustaka Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan pengantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkinkan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Asuransi haruslah mencakup baik perhimpunan dana atau pun pemindahan resiko, tetapi tidak mesti keduanya. Asuransi itu sendiri dapat didefinisikan sebagai alat sosial untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan unit-unit exposures yang cukup jumlahnya untuk membuat kerugian-kerugian individual mereka secara bersamaan dapat diramalkan. 5 5 A Hasymi Ali, Pengantar Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hlm 29-30
8 Dari pengertian Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut dapat disimpulkan ada beberapa unsur yang terlibat dalam asuransi, yaitu: 1. Pihak-pihak; 2. Status pihak-pihak; 3. Objek asuransi; 4. Peristiwa asuransi; 5. Hubungan asuransi. 6 sedangkan asuransi menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 adalah sebagai berikut : Asuransi atau Pertanggungan adalah perjaniian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Dalam pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa asuransi atau pertanggungan itu terjadi karena suatu perjanjian antara dua orang atau lebih. Sehingga pertanggungan itu sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian yang telah diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Adapun syarat sah perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata yaitu sebagai berikut : 1. Sepakat untuk mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu. 6 Abdulkadir Muhammad, op.it, hlm 8-9
9 4. Suatu sebab yang halal. Disamping keempat syarat tersebut diatas terdapat pula syarat-syarat yang lain yang harus dipenuhi yaitu bebas dari kekhilafan, paksaan dan adanya penipuan, sedangkan untuk syarat khusus bagi perjanjian asuransi harus memenuhi ketentuan-ketentuan dalam buku 1 Bab IX KUH Dagang,ialah : 1. Asas Indemnitas/principle of indemnity. 2. Asas kepentingan/ principle of insurable interest. 3. Asas kejujuran yang sempurna/at most good faith. 4. Asas subrogasi pada kepentingan. 7 Menurut Prof. Emmy Pangaribuan perjanjian asuransi itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Perjanjian asuransi atau pertanggungan pada dasarnya adalah suatu perjanjian penggantian kerugian (shcadeverzekering atau indemtniteits contract). Penanggung mengikatkan diri untuk menggantikan kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguhsungguh diderita. 2. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat. Kewajiban mengganti rugi dari dari penanggung hanya dilaksanakan kalau peristiwa yang tidak tertentu atas nama diadakan pertanggungan itu terjadi. 7 Sri Rejeki Hartono,op.cit, hlm 97-98
10 3. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik. Kewajiban penanggung mengganti rugi diharapkan dengan kewajiban tertanggung membayar premi. 4. Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan. Pelaksanaan Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas merupakan suatu upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan jaminan sosial kepada masyarakat khususnya korban kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas juga merupakan suatu pelanggaran terhadap peraturan dan perundang-undangan tentang lalu lintas,yang mana maksudnya adalah kecelakaan lalu lintas tersebut sifatnya dapat merugikan orang lain maupun diri sendiri yang luka maupun meninggal dunia. Pihak Jasa Raharja juga tetap memberikan dana santunan kepada korban kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh alat angkutan lalu lintas yang lalai membayar sumbangan wajib, yang kemudian Pihak Jasa Raharja dapat menuntut balik kepada pemilik kendaraan penyebab kecelakaan yang lalai dalam pembayaran sumbangan wajib untuk membayar semua penggantian kerugian yang telah dikeluarkan oleh pihak Jasa Raharja. Mungkin banyak masyarakat yang tidak mengetahui berapa jumlah Sumbangan Wajib Dana Pertanggungan Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ ) yang akan diterimanya. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.010/2008 Tentang Besar Santunan dan sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Menteri Keuangan Republik Indonesia telah
11 menaikkan besaran santunan kepada korban kecelakaan bagi penumpang angkutan umum maupun korban kecelakaan akibat tertabrak kendaraan bermotor. Menurut Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 besaran santunan tersebut adalah sebagai berikut 8 : Pasal 2 Ayat ( 1 ) berbunyi : a. Ahli waris dari korban yang meninggal dunia berhak memperoleh santunan sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). b. Korban yang mengalami cacat tetap berhak memperoleh santunan yang besarnya dihitung berdasarkan angka prosentase sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 dari besar santunan meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam huruf (a). c. Korban yang memerlukan perawatan dan pengobatan berhak memperoleh santunan berupa penggantian biaya perawatan dan pengobatan dokter paling besar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Pasal 3 berbunyi : Dalam hal korban meninggal dunia akibat kecelakaan alat angkutan lalu lintas jalan tidak mempunyai ahli waris, kepada pihak yang menyelenggarakan penguburan diberikan penggantian biaya penguburan sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.010/2008 Tentang Besar Santunan dan sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Menteri Keuangan Republik Indonesia
12 Perjanjian asuransi merupakan perjanjian antara dua pihak, yaitu antara penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung atau pemegang polis. Para pihak didalam Asuransi Kecelakan Lalu Lintas ini diatur didalam ketentuan Undang-Undang Nomor 34 tahun 1964, tiga pihak yang terlibat dalam Asuransi Kecelakaan (Askel), yaitu: 1. Pihak pemilik/penguasaha kendaraan bermotor, yang dapat menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas. 2. Pihak pengguna jalan raya bukan penumpang, yang dapat menjadi korban kecelakaan lalu lintas. 3. Pihak penguasa dana, yaitu pemerintah yang didelegasikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 9. Masing-masing pihak mempunyai kewajiban dan hak yang harus dipenuhinya. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas, mengatur hal-hal sebagai berikut : Pasal 3 Ayat (1) : a) Tiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta-api, pesawat terbang, perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, wajib membayar iuran melalui pengusaha/pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan kecelakaan penumpang dalam perjalanan. b) Penumpang kendaraan bermotor umum di dalam kota dibebaskan dari pembayaran iuran wajib. c) Iuran wajib tersebut pada sub a diatas digunakan untuk mengganti kerugian berhubung dengan:i. 9 Abdulkadir Muhammad, op.it, hlm 186
13 kematian, danii. cacat tetap, akibat dari kecelakaan penumpang Namun di dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas mengatur sebagai berikut : 1. Kewajiban pengusaha/pemilik angkutan lalu lintas jalan (termasuk kereta api) untuk memberikan Sumbangan Wajib setiap tahun untuk dana kecelakaan lalu lintas jalan, yang dibayarkan paling lambat setiap bulan Juni (Pasal 2 dan Pasal 3); 2. Setiap korban yang menjadi korban mati atau cacat tetap akibat kecelakaan lalu lintas jalan (termasuk kereta api) akan diberikan santunan yang besarnya diatur oleh PP (Pasal 4); 3. Pengurusan dana kecelakaan lalu lintas jalan dilakukan oleh perusahaan negara yang ditunjuk oleh Menteri Khusus untuk itu (Pasal 5). Berdasarkan ketentuan diatas maka dibentuklah PT Asuransi Jasa Raharja yang bertanggung jawab menyantuni korban kecelakaan lalu lintas. Adapun kewajiban dan tanggung jawab pengemudi serta pemilik kendaraan yang terlibat kecelakaan lalu lintas adalah sebagai berikut : 1. Kewajiban pengemudi yang terlibat kecelakaan yang diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, setiap pengemudi
14 kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas wajib : a. Menghentikan kendaraan (kewajiban ini dapat tidak dilaksanakan apabila keadaan memaksa misalnya pengemudi tersebut terancam keselamatannya); b. Menolong orang korban kecelakaan (kewajiban ini dapat tidak dilaksanakan apabila keadaan memaksa misalnya pengemudi tersebut terancam keselamatannya); c. Melaporkan kecelakaan kepada kantor polisi terdekat. 2. Tanggung jawab perdata pengemudi pihak yang dirugikan diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan yaitu pengemudi kendraan bermotor yang terlibat kecelakan lalu lintas bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan atau pemilik barang atau pihak ketiga, yang timbul karena kelalaiannya atau kesalahan pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor. 3. Keadaan yang dapat meniadakan tanggung jawab pengemudi diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
15 1992 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, yaitu sebagai berikut : a. Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau diluar kemampuan; b. Disebabkan oleh perilaku korban atau pihak ketiga; c. Disebabkan oleh gerakan orang atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan; d. Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakan lalu lintas bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan atau pemilik barang atau pihak ketiga, yang timbul karena kelalaiannya atau kesalahan pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor. Perjanjian asuransi yang bertujuan memberikan perlindungan dan ganti kerugian pada hakikatnya terdapat kesenjangan waktu antara prestasi pihak pertama atau penanggung dengan prestasi pihak kedua atau tertanggung. 10 Kesenjangan waktu tersebut terjadi karena walaupun pihak tertanggung telah memenuhi prestasi dengan membayar premi namun pihak penanggung tidak secara langsung melaksanakan prestasi sebagaimana mestinya. Kesenjangan yang terjadi biasanya adalah ketika pelaksanaan layanan dan komunikasi eksternal antara penanggung dengan tertanggung, dimana 10 Sri Rejeki Hartono, op. cit, hlm 91.
16 kesenjangan yang terjadi yakni mengenai mekanisme pembayaran. Dalam hal ini, apakah asuransi sosial yang diwajibkan oleh UU tersebut dibiayai oleh negara apa tidak, yang dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hal itu dan bagaimanakah cara menanggulangi permasalahan tersebut. E. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian Pelaksanaan Asuransi PT. Jasa Raharja (persero) Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas di Yogyakarta. 2. Subjek Penelitian Yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini adalah : a. Direktur PT. Jasa Raharja Yogyakarta. b. Kasat Lantas Yogyakarta. c. Korban kecelakaan. 3. Sumber Data a. Data Primer Yaitu berupa keterangan atau informasi yang diperoleh langsung dari subjek penelitian. b. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan tertulis, yang terdiri dari : 1) Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan yaitu : a. Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
17 b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasurasian. e. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Undang- Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.010/2008 Tentang Besar Santunan dan sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Menteri Keuangan Republik Indonesia. 2) Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku-buku literatur, jurnal, artikel yang berkaitan dengan obyek penelitian. 3) Bahan hukum tersier, yaitu berupa kamus dan ensiklopedi. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Yaitu dengan mempelajari buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan materi yang diteliti. b. Studi Lapangan Untuk pengumpulan data digunakan metode wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan mengadakan tanya jawab langsung
18 dengan responden. Pedoman wawancara ini dipakai pada saat melakukan pengumpulan data berupa daftar pertanyaan yang masih bersifat terbuka dan hanya meliputi garis besar pertanyaan, sehingga terbuka kemungkinan untuk mengembangkan lebih lanjut. 5. Metode Pendekatan Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara yuridis normatif, yaitu data dan fakta yang diteliti, dikaji dan dikembangkan berdasarkan pada hukum. 6. Analisis Data Data-data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun penelitian lapangan akan dianalisa dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan menguraikan data-data yang diperoleh dihubungkan dengan masalah yang diteliti, menganalisa dan menggambarkan kenyataankenyataan yang terjadi dalam objek penelitian sehingga akan diperoleh kesimpulan dan pemecahan dari permasalahan tersebut.