BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka atau sial. Itulah sebabnya perlu ditangani dengan ritual keagamaan yang benar sehingga kelak mereka tidak diganggu oleh roh yang meninggal itu. Kong Tek (Hokkian) atau Gong De 公德 (Mandarin) adalah sebuah sinkretisme antara kepercayaan tradisional, persepsi Buddhisme dan konsep Taoisme. Ritual ini dilakukan atas persepsi "pelimpahan jasa kepada yang telah meninggal" dalam agama Buddhis. Namun, di dalamnya dipengaruhi oleh kepercayaan tradisional dengan tradisi bakar-bakarannya. Satu-satunya kaitan dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. Tradisi kong tek ( 公德 ) pada ritual kematian masyarakat Tionghoa sangat menuntut agar anak-anaknya senantiasa menghormati orangtua. Penghormatan terhadap orangtua disebut Hsiao( 孝 ) yang bagi mereka harus disertai sikap hormat pada orang-orang yang lebih tua sebagai pernyataan kasih. Sikap hormat ini berlangsung setiap hari kepada mereka yang masih hidup dan setelah meninggal dilakukan dengan cara yang berbeda.adapun cara cara penghormatan kepada keluarga yang sudah meninggal salah satunya adalah tradisi kong tek ( 公德 ).
Orang Tionghoa membuat upacara kong tek ( 公德 )untuk leluhur yang sudah meninggal dan sudah dikubur atau dibakar. Kong tek ( 公德 )adalah upacara yang dirayakan oleh keluarga keturunan Tionghoa yang masih hidup untuk keluarga mereka yang sudah meninggal, hal ini bertujuan untuk mensucikan roh leluhur. Dalam tradisi kong tek ( 公德 )ada satu hal yang unik, keluarga yang masih hidup membuat rumah-rumahan yang indah dari kertas dengan kerangka kayu atau bambu.setiap tradisi kong tek ( 公德 ) dilaksanakan selalu ada miniatur rumah disamping media lainnya seperti hio, kertas emas dan perak. Keluarga yang masih hidup membangun sebuah replika rumah batu yang kokoh, lengkap dengan isinya, termasuk sebuah TV, mobil mewah, patung seorang pelayan, dan kopor berisi pakaian-pakaian dari sanak keluarganya. Tidak semua masyarakat Tionghoa dapat melaksanakan ritual kong tek ( 公德 ).Ritual kong tek ( 公德 )dalam setiap pelaksanaannya menelan biaya yang sangat besar. Biaya tersebut digunakan untuk penyediaan persembahan seperti segala kebutuhan primer, sekunder dan tersier dalam bentuk replika. Bagi yang berkebutuhan cukup, biasanya masyarakat Tionghoa mengadakan kong tek ( 公德 ) tujuh hari setelah kepergian keluarga. Akan tetapi bagi yang berekonomi di bawah rata-rata mengadakan ritual tersebut setelah 3 tahun kepergian keluarganya atau diadakan apabila perlu, misalnya ketika sang anak yang ditinggalkan telah sukses di dunia. Upacara kematian orang Tionghoa dilakukan pada tanggal ganjil hari kematian, yaitu hari ke 3, hari ke 7, dan hari ke 40 dengan masa berkabung
100hari. Masa berkabung tidak diharapkan jika anak meninggal, dan seorang suami tidak dipaksa untuk berkabung atas meninggalnya istri. Pada penelitian ini tradisi kong tek ( 公德 ) dilakukan kepada almarhum Wang Bao Zai setelah tiga tahun kematiannya yaitu pada tanggal 9 september 2015. Yang melaksanakan ritual adalah Wang Ying anak sulung lelaki dari almarhum. Ritual kong tek ( 公德 ) dipimpin oleh anak sulung laki-laki, apabila tidak ada anak sulung atau anak sulung telah meninggal dunia maka digatikan oleh anak kedua atau seterusnya. Apabila tidak ada anak laki-laki maka yang memimpin acara ritual kong tek ( 公德 ) adalah suami dari anak perempuan. Apabila tidak memiliki anak maka yang memimpin adalah adalah pemuka agama. Tradisi kong tek ( 公德 ) harus dilakukan untuk mensucikan roh leluhur. Pemujaan leluhur dalam ideologi Cina mendorong mereka untuk mempunyai anak laki-laki guna melaksanakan kong tek ( 公德 ) untuk melindungi dan menyelamatkan kehidupan abadi orangtua serta kakek nenek mereka. Oleh karena itu ada hal yang menyebabkan seseorang tidak berbakti terutama apabila tidak memiliki anak laki-laki. Meskipun demikian tradisi kong tek ( 公德 ) harus tetap dilakukan untuk mensucikan roh leluhur. Terdapat solidaritas dan etos kerja serta kearifan lokal terhadap norma-norma kesopanan dan ketaatan terhadap orangtua didalam tradisi kong tek ( 公德 ). Pesatnya perkembangan zaman dan perubahan ekonomi, sosial, dan budaya, mengakibatkan perubahan pada performansi tradisi kong tek( 公德 ). Banyak tradisi lama yang dianut orangtua/ leluhur Tionghoa tidak diteruskan
kembali oleh anak-anaknya. Mereka menganggap bahwa mengikuti garis tradisi leluhur dinilai sangat merepotkan karena terlalu banyak aturan. Padahal sebagai orangtua tidaklah mudah mendidik dan mengasuh putra maupun putrinya. Semuanya membutuhkan perhatian dan bimbingan yang sangat besar dari kedua orang tua tetapi kedua orang tua dengan penuh perhatian berkorban untuk kebaikan putra - putrinya, dan tidak hentinya menasehati dengan penuh kasih sayang, demi masa depan putra-putrinya, begitu mulia peran orangtua sehingga mereka harus mendapatkan balasannya. Orangtua akan merasa senang apabila melihat anaknya telah berhasil dalam hidup apalagi bila melihat anaknya hidup rukun, damai dan saling menjaga serta bergotong-royong sesama saudara sekandung. Ritual kematian suku Tionghoa dilatarbelakangi oleh kepercayaan yang mempercayai bahwa dalam relasi seseorang dengan Tuhan atau kekuatankekuatan lain yang mengatur yang mengatur kehidupan baik langsung maupun tidak langsung, berlaku hal-hal sebagai berikut: - Adanya reinkarnasi bagi semua manusia yang telah meninggal - Adanya hukum karma bagi semua perbuatan manusia - Leluhur yang meninggal (arwah leluhur) pada waktu-waktu tertentu dapat diminta datang untuk dijamu - Menghormati leluhur dan orang pandai - Kutukan leluhur - Apa yang dilakukan semasa hidup (di dunia) juga akan dialami di akhirat
Ritual kong tek ( 公德 )merupakan tradisi yang diajarkan orang tua Tionghoa kepada anaknya dan selalu diceritakan sebagai warisan dari leluhur. Ritual kong tek ( 公德 )ini telah berumur ratusan bahkan ribuan tahun dan diturunkan dari generasi ke generasi. Ritual kong tek ( 公德 )menjadi tradisi yang mengandung unsur ketahayulan dan sudah mendarah daging di dalam setiap generasi karena kemajuan zaman serta adanya cara penyampaian tradisi dan kebiasaan yang sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang, maka banyak penganut yang meninggalkan tradisi lama ini. Penelitian ini mendeskripsikan ritual kong tek( 公德 )dengan tiga pendekatan utama dalam ilmu antropolinguistik yaitu (1) performansi (performance), (2) indeksikalitas (indexicalty), (3) partisipasi (participation) yaitu untuk mendapatkan gambaran dan keterangan mengenai ritual kong tek ( 公德 ), bagaimana ritual ini dijalankan, instrumen-instrumen apa yang dipakai dalam prosesi ritual serta siapa saja yang terlibat dalam ritual kong tek ( 公德 )sesuai dengan interaksi serta keterkaitan kehidupan masyarakat Tionghoa dengan alam lain seperti mahluk supranatural dan lainnya. Penelitian ini mengkaji simbol-simbol dan makna yang berhubungan antara Tian 天 (Tuhan), mahluk supranatural, dan alam-alam, serta menjelaskan kondisi sosial ritual kong tek ( 公德 )secara konteks budaya, konteks situasi, maknawi dan simbolisasi. Dengan menerapkan teori antropolinguistik yaitu indeksikalitas diharapkan dapat mengungkap kegiatan ritual kong tek ( 公德 ) dan menilai praktik sosial dan hubungan dialektika antara bahasa, dengan situasi dan
budaya yang dialami masyarakat Tionghoa. Dengan menggunakan teori tersebut, penelitan ini mengungkap semua tanda dan simbol yang terdapat dalam ritual kong tek ( 公德 )baik dari segi peralatan yang digunakan selama prosesi dan mengungkapkan makna yang terkandung didalamnya. Penelitian ini juga mendeskripsikan tentang fungsi, makna, nilai-nilai dan norma yang terkandung didalam ritual kong tek ( 公德 ) dan kearifan lokal yang berhubungan dengan revitalisasi budaya. Bagaimana generasi muda Tionghoa menyikapi persoalan-persoalan yang tidak sesuai dengan pemahaman saat ini. Apakah kebiasaan ini harus ditolak atau bahkan tidak harus dilakukan lagi. Sesuai dengan perkembangan zaman, generasi muda Tionghoa juga harus mengakui bahwa mereka merupakan pewaris tradisi. Sebagai generasi penerus apakah mereka tetap mempertahankan ritual kong tek ( 公德 )mengingat ritual ini sering dianggap mubazir dan hanya menghamburkan uang. Bagaimana mereka meluruskan pemikiran generasi muda dengan memberikan pengertian-pengertian secara logis dan masuk diakal tentang kebiasaan leluhur sehingga orang lain menyadari bahwa kebiasaan leluhur mereka bertujuan baik dan memiliki maknamakna luhur bagi kehidupan.
1.1 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang dikemukakan peneliti, beberapa masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah untuk memfokuskan pembahasan masalah pada: 1. Bagaimanakah performansi, partisipasi, dan indeksikalitas tradisi kong tek ( 公德 ) pada ritual kematian masyarakat Tionghoa di Medan? 2. Bagaimanakah fungsi, makna, norma, nilai budaya dan kearifan lokal dalam tradisi kong tek ( 公德 ) pada ritual kematian masyarakat Tionghoa di Medan? 1.2 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan performansi, partisipasi, dan indeksikalitas tradisi kong tek( 公德 )pada ritual kematian masyarakat Tionghoa Medan. 2. Mendeskripsikan fungsi, makna, norma, nilai budaya dan kearifan lokal pada tradisi kong tek( 公德 ).
1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1 Manfaat Teoritis Secara Teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu untuk memperkaya kajian bahasa dan budaya yang terdapat dalam tradisikong tek( 公德 )sehingga tetap dilestarikan olehmasyarakat Tionghoa dan menjadi sumber acuan bagi para linguis dan para peneliti terhadap penelitian-penelitian budaya dan bahasa selanjutnya dalam kajian antropolinguistik guna pemanfaatan bahasa dan pengembangan budaya sebagai salah satu sumber kajian baik untuk kepentingan keilmuan maupun pelestariannya. 1.3.2 Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang tradisi kong tek( 公德 )pada ritual kematian masyarakat Tionghoa di Medan serta mengetahui antropolinguistik, nilai-nilai budaya, dan kearifan lokal yang terdapat di dalamnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi ataupun dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan penelitianpenelitian yang akan datang.