BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu perusahaan yang ingin mendapatkan modal tambahan dapat melakukan pinjaman berupa hutang di bank atau melakukan penghimpunan dana masyarakat melalui penerbitan sekuritas (saham ataupun obligasi) di pasar modal. Penghimpunan dana masyarakat saat ini yang banyak dilakukan adalah dengan penerbitan saham perdana. Penerbitan saham perdana ini biasa disebut dengan initial public offering (IPO). Menurut Jones (2010), IPO adalah saham perusahaan dijual untuk pertama kalinya. IPO adalah penawaran saham ke publik untuk pertama kalinya (Hanafi, 2008). Sedangkan menurut Tandelilin (2010), IPO adalah emiten pertama kali menawarkan sekuritas kepada para investor dengan menggunakan jasa penjamin emisi efek (underwriter). Hal utama yang menjadi masalah ketika perusahaan melakukan IPO adalah penentuan harga dari saham yang akan ditawarkan. Karena pihak yang terlibat dalam IPO yaitu perusahaan (emiten), penjamin emisi (underwriter), dan investor memiliki kepentingan masing-masing atas harga saham perdana. Emiten menginginkan harga saham yang ditawarkan setinggi-tingginya agar bisa mendapatkan modal tambahan yang maksimal. Underwriter menginginkan harga yang rendah karena sebagai penjamin emisi ingin meminimalkan resiko yang ditanggung. Sedangkan investor juga menginginkan harga yang rendah dengan harapan bisa mendapatkan abnormal return dari perdagangan perdana.
Pada praktiknya, rata-rata saham IPO ditawarkan dengan harga murah untuk menarik minat para calon investor. Oleh karena itu, ketika perusahaan melakukan IPO sering terjadi fenomena underpricing. Underpricing adalah fenomena ketika harga saham perdana yang ditawarkan lebih rendah dari penutupan harga saham saat dijual hari pertama. Hal ini juga didukung dengan pendapat Demenint (2015), yang menyebutkan bahwa harga penawaran IPO cenderung secara signifikan lebih rendah dibanding harga penutupan hari pertama. Dalam melakukan IPO, terdapat tiga metode penentuan harga saham yang berkembang di dunia pasar modal. Ketiga metode tersebut adalah fixed price, auction, dan book building. Metode fixed price adalah suatu strategi IPO dengan harga IPO ditetapkan tanpa mempertimbangkan penilaian oleh calon investor atas saham yang akan ditawarkan dan metode ini sudah berkembang dimayoritas negara-negara Eropa terutama didominasi oleh Inggris (Benveniste dan Busaba, 1997; Tandelilin et al. 2013). Pada metode fixed price, harga telah ditentukan oleh emiten dan underwriter sebelum harga saham ditawarkan untuk calon investor. Metode book building melibatkan calon investor dalam proses penetapan harga saham yang akan ditawarkan dan telah dikembangkan di pasar modal Amerika dan Kanada (Benveniste dan Spindt, 1989; Tandelilin et al. 2013). Penentuan harga pada metode book building melibatkan calon investor, namun emiten dan underwriter terlebih dahulu memberikan rentang harga yang dapat dipilih oleh calon investor. Metode book building cenderung tumbuh dengan pesat dan menjadi metode yang lebih disukai pasar modal diberbagai Negara (Tandelilin et al, 2013). Salah satu bukti bahwa metode book building lebih popular adalah lebih dari 75%
sampel pada penelitian terbaru terkait underpricing IPO di Eropa oleh Demenint (2015) merupakan IPO dengan book building. Metode auction dilakukan dengan menggunakan prosedur lelang. Emiten dan underwriter bersama-sama menentukan harga minimum saham IPO yang akan ditawarkan. Umumnya, penentuan harga minimum satu minggu sebelum tanggal penawaran IPO (Derrien dan Womack, 2003). Seiring dengan perkembangannya, adapun metode yang digunakan di Indonesia saat ini adalah metode book building dari yang sebelumnya menggunakan metode fixed price. Penggunaan metode book building ini secara resmi berlaku sejak adanya keputusan dari BAPEPAM dalam aturan No. IX.A.2 pada 27 Oktober tahun 2000 tentang peraturan pendaftaran dalam penawaran umum. Dalam laporan tahunan Bapepam tahun 2000, menyebutkan bahwa selain semakin menyederhanakan proses emisi juga memungkinkan penerapan sistem book building yang di Negara lain terbukti mampu meningkatkan animo masyarakat terhadap penawaran efek dari sutau emiten. Oleh karena itu, menurut penulis pemberlakuan metode book building di Indonesia diharapkan juga mampu meningkatkan minat calon investor terhadap penawaran umum perdana. Beberapa bukti empiris terkait penelitian tentang book building memberikan hasil yang beragam. Penelitian terbaru yang dilakukan Demenint (2015), menyebutkan bahwa underpricing era metode book building lebih rendah dibanding era fixed price. Berbeda dengan penelitian Tandelilin et al. (2013) meyatakan bahwa underpricing era metode book building lebih besar dibanding era metode fixed price. Oleh karena itu, hal ini mendorong penulis untuk melakukan
penelitian tentang metode book building yang dikaitkan dengan fenomena underpricing yang sering terjadi pada penawaran umum perdana (IPO) saham suatu emiten. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin menguji hubungan book building terhadap underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO sebelum dan sesudah diberlakukannya metode book building di Indonesia selama periode Januari 1991 Desember 1995 dan periode Januari 2001 Desember 2005. 1.2 Rumusan Masalah Metode penentuan harga saham perdana dan fenomena underpricing IPO sangat sulit untuk dipisahkan. Penggunaan metode fixed price maupun book building dalam menentukan harga IPO, masih sering ditemui fenomena underpricing. Terdapat penelitian menyebutkan bahwa underpricing pada metode book building lebih besar dibanding metode fixed price (Demenint, 2015). Namun, juga terdapat penelitian yang menyatakan sebaliknya bahwa underpricing metode fixed price lebih besar dibanding book building (Tandelilin, 2013). Adanya perbedaan hasil pada penelitian sebelumnya, maka masalah dalam penelitian ini yang dapat dirumuskan adalah apakah metode book building berpengaruh terhadap underpricing IPO. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari adanya penelitian ini adalah menguji pengaruh metode Bookbuilding terhadap underpricing IPO. Apakah setelah era bookbuilding, underpricing IPO semakin besar.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut : a. Akademik : hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan ataupun yang dapat memberikan informasi untuk penelitian serupa maupun penelitian lebih lanjut. b. Praktik : hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menjadi referensi bagi para pelaku pasar modal sebagai bukti empiris terkait underpricing. Sehingga, dapat membantu untuk mengambil keputusan investasi yang tepat dan menguntungkan berbagai pihak terkait. 1.5 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Pada bagian ini memberikan gambaran penelitian sehingga diharapakan dapat mempermudah pembaca untuk memahami isi dari penelitian ini. BAB II : TINJAUAN LITERATUR Menjelaskan tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, penjelasan penelitian terdahulu, serta pengembangan hipotesis atas penelitian ini.
BAB III : METODE RISET Menjelaskan tentang metode yang akan digunakan, variabel penelitian, data dan sampel, serta metode analisis. BAB IV : PEMBAHASAN Menjelaskan tentang analisa deskriptif serta tabel maupun grafik dari hasil penelitian atas pengujian sampel terkait underpricing IPO pada metode book building. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Menjelaskan tentang kesimpulan dari penelitian, keterbatasn dalam penelitian yang dilakukan, serta saran untuk kemajuan penelitian selanjutnya.