ANALISIS SITUASI JARINGAN SURVEY INISIATIF PENCABUTAN PASAL UUPA DALAM RUU PEMILU

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS SITUASI AGAR HIBAH TAK MENJADI GHIBAH EDISI 18 TAHUN 2017 PRODUK. (Analisis Hukum Belanja Hibah Pemerintah Daerah) JARINGAN SURVEY INISIATIF

TINJAUAN HUKUM LEGAL STANDING PEMOHON DALAM GUGATAN UU PEMILU TERKAIT PASAL PASAL YANG DICABUT DALAM UUPA

ANALISIS SITUASI KAJIAN HUKUM GUGATAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN PILKADA ACEH 2017 EDISI 15 TAHUN 2017 PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF

Kehadiran Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan

INTEGRITAS ANALISIS SITUASI PENYELENGGARA PEMILU DI ACEH EDISI 16 TAHUN 2017 PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF JULI- AGUSTUS 2017

LEGAL OPINON (PENDAPAT HUKUM) PENGAJUAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PILKADA ACEH TAHUN 2017 Tim Riset Jaringan Survei Inisiatif

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

SENGKARUT POLITIK HUKUM ANALISIS SITUASI PILKADA ACEH 2017 EDISI 14 TAHUN 2016 PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF. November 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DINAMIKA PEMBENTUKAN REGULASI TURUNAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH DYNAMICS OF FORMATION OF DERIVATIVES REGULATION THE LAW ON GOVERNMENT OF ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Pengawasan dalam..., Ade Nugroho Wicaksono, FHUI, 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

2017, No Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Gagasan demokratisasi pemerintahan dan penguatan kedaulatan rakyat semakin

RechtsVinding Online

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

RechtsVinding Online

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum di Indonesia sebagai salah satu upaya mewujudkan negara

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

2011, No c. bahwa dengan ditetapkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-VIII/2010, antara lain mengakibatkan adanya perubahan paradigma

UNDANG-UNDANG NO. 15 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB V PENUTUP. Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. TAHAPAN UU No 5 Tahun 1974 UU No 22 Tahun 1999 UU No 32 Tahun 2004 Tahapan Pencalonan

Manajemen Saksi Pilkada Aceh Aryos Nivada

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 072/PUU-II/2004

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN DI ACEH

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Dana Kam

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN HUKUM KOMISIONER KKR MENJADI DEKAN PTS

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XVI/2018 Syarat Menjadi Anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

SANGKARUT POLITIK HUKUM DI ACEH Analisis Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan Pelaksanaan Pilkada 2017

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

Transkripsi:

EDISI 17 TAHUN 2017 PRODUK 5 ANALISIS SITUASI AGUSTUS- SEPTEMBER 2017 JARINGAN SURVEY INISIATIF ANALISIS PENCABUTAN PASAL UUPA DALAM RUU PEMILU COPYRIGHT JARINGAN SURVEY INISIATIF 2017 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG UNDANG

DAFTAR ISI WRITERS Tim Riset JSI ( Aryos Nivada, Ahmad Mirza Sadwandy, Teuku Harist Muzani & Zulfiansyah) EDITOR ARYOS NIVADA DESAIN LAYOUT Teuku Harist Muzani SENIOR EXPERT ANDI AHMAD YANI, AFFAN RAMLI, CAROLINE PASKARINA, CHAIRUL FAHMI, MONALISA PENDAHULUAN TINJAUAN PASA L PASA L RUU PEMILU TINJAUAN PENCABUTAN PASA L U U PA SOLUSI : UPAYA HUKUM & POLITIK daftar pustaka 3 4 7 9 11 rjaringan SURVEY INISIATIF Jln. Tgk. Di Haji, Lr. Ujong Blang, Np. 36, Gp. Lamdingin, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, INDONESIA Telp. (0651) 6303 146 Web: Email: js.inisiatif@gmail.com

ANALISIS SITUASI Agustus- September 2017 JSI 3 PENDAHULUAN Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD (2012) menyatakan bahwa semua konstitusi yang berlaku di Indonesia menjadikan demokrasi sebagai salah satu asasnya yang menonjol, tetapi tidak semua konstitusi mampu melahirkan konfigurasi politik yang demokratis.. Pilihan atas asumsi bahwa hukum merupakan produk politik mengantarkan pada fakta bahwa hukum tertentu merupakan produk politik tertentu pula. Konfigurasi politik demokratis cenderung menjadikan produk hukum tersebut demokratis. Ini sejalan. dengan pandangan bahwa konfigurasi politik demokratis adalah konfigurasi yang membuka peluang bagi berperannya potensi rakyat secara maksimal. Pemerintah, Badan perwakilan rakyat dan parpol merupakan komite yang melaksanakan kehenda rakyat yang dirumuskan secara demokratis. Sebaliknya konfigurasi politik otoriter menempatkan pemerintah pada posisi yang dominan sehingga potensi dan aspirasi masyarakat tidak teragregasi dan terartikulasi secara maksimal (MD, 2012) Hal inilah yang sepertinya terjadi dalam proses perancangan Rancangan Undang Undang Pemilu (RUU Pemilu) yang disahkan dalam Paripurna DPR pada Jumat (21/7/17) lalu di Senayan. Proses perancangan tergesa gesa serta sarat dengan tarik menarik kepentingan politik antara pemerintah dan DPR, telah membuat proses perancangan UU ini mengabaikan kekhususan daerah tertentu. Adalah Pasal 571 RUU Pemilu yang telah memicu naiknya darah sebagian besar orang Aceh. terutama pihak pihak yang selama ini concern terhadap isu kekhususan Aceh dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Disebutkan dalam pasal ini, bahwa UU ini mencabut dua pasal dalam UUPA yaitu Pasal 57 dan Pasal 60 ayat (1), ayat (2), serta ayat (4) UUPA. Adapun isi pasal 57 terkait komposisi jumlah anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP). Sedangkan Pasal 60 UUPA mengatur tentang komposisi jumlah serta status ad hoc Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih). Tulisan ini akan persoalan pencabutan pasal pasal dalam UUPA ditinjau dari segi hukum dan politik hukum. Kemudian karena persoalan ini tidak murni persoalan hukum semata, melainkan sarat dengan unsur politik. Tulisan ini juga akan menawarkan solusi penyelesaian pencabutan pasal pasal yang dinilai merupakan kekhususan Aceh melalui prosedur politik hukum.

JSI 4 ANALISIS SITUASI edisi 17 Tinjauan Pasal pasal RUU Pemilu yang terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Aceh PAda 3 pasal yang terkait Aceh dalam RUU Pemilu. Pertama, pada Pasal 557 ayat (1) huruf a yang mengatur kedudukan KIP dan huruf b yang mengatur tentang Panwaslih yang merupakan satu kesatuan hirarki dengan lembaga penyelenggara pemilu di tingkat Pusat (KPU RI dan Bawaslu RI). Pada ayat (2) ditegaskan bahwa Kelembagaan Penyelenggara Pemilu di Aceh wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya berdasarkan Undang-Undang ini. Penjelasan dalam RUU Pemilu mengenai pasal ini disebutkan bahwa ketentuan dalam pasal ini cukup jelas. Ketentuan pasal 557 ayat (1) huruf a yang mengatur kedudukan KIP yang merupakan satu kesatuan hirarki dengan KPU pusat pada dasarnya tidak bertentangan dengan UUPA. Sebab ketentuan serupa diatur dalam Pasal 1 ayat (12) UUPA: Komisi Independen Pemilihan selanjutnya disingkat KIP adalah KIP Aceh dan KIP kabupaten/kota yang merupakan bagian dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk menyelenggarakan pemilihan umum Presiden/Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota DPRA/DPRK, pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota. Frasa merupakan satu bagian dari KPU pada UUPA dengan frasa merupakan satu kesatuan kelembagaan yang hierarkis dengan KPU pada RUU Pemilu pada dasarnya adalah tidak berbeda dalam hal definisi. Artinya KIP Aceh adalah bagian tidak terpisahkan dan merupakan satu kelembagaan dengan KPU yang berada di pusat. Hanya pada RUU Pemilu ditegaskan hubungan antara KIP dan KPU merupakan hubungan kelembagaan yang bersifat hirarkis.

ANALISIS SITUASI Agustus- September 2017 JSI 5 Kemudian ketentuan selanjutnya pada Pasal 557 ayat (1) huruf b dinyatakan bahwa Panitia Pengawas Pemilihan Provinsi Aceh dan Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota merupakan satu kesatuan kelembagaan yang hierarkis dengan Bawaslu. Ketentuan tentang hubungan hirarki antara Panwaslih dan Bawaslu pusat tidak diatur secara rinci dalam UUPA. Hanya pada pasal 60 UUPA disebutkan bahwa Panitia Pengawas Pemilihan Aceh dan kabupaten/ kota dibentuk oleh panitia pengawas tingkat nasional dan bersifat ad hoc. Pasal ini kemudian dicabut oleh RUU Pemilu. Kemudian pada pasal 557 ayat (2) terdapat ketentuan yang memicu perdebatan. Dimana disebutkan bahwa : Kelembagaan Penyelenggara Pemilu di Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya berdasarkan Undang-Undang ini. Ketentuan dalam pasal ini dinilai multitafsir. Bisa saja terkait seleksi penyelenggara pemilu yang selama ini diseleksi oleh DPRA/DPRK akan berubah menjadi seleksi oleh KPU sebagaimana yang diatur dalam RUU Pemilu. Pada dasarnya ketentuan ini tidak berdasar. Hal tersebut dapat dilihat dari setidaknya dua indikator. Pertama, tidak ada satupun pasal yang menyatakan mencabut kewenangan DPRA/DPRK dalam proses seleksi penyelenggara pemilu pada RUU Pemilu. Kemudian pada pasal 571 RUU Pemilu hanya mencabut pasal 60 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4). Sedangkan Pasal 60 ayat (3) tidak dicabut oleh RUU Pemilu. Artinya ada satu pasal yang disisakan dari pasal 60 UUPA dari keseluruhan 4 pasal. Pasal yang disisakan adalah pasal 60 ayat (3) yang mengatur tentang seleksi pemilihan panwas oleh DPRA/ DPRK. Selengkapnya bunyi pasal tersebut : Anggota Panitia Pengawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), masing-masing sebanyak 5 (lima) orang yang diusulkan oleh DPRA/DPRK Artinya dengan disisakan pasal yang mengatur tentang seleksi DPRA/DPRK. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa RUU Pemilu tidak mencabut kewenangan DPRA maupun DPRK dalam hal seleksi anggota KIP dan Anggota Panwaslih. Kedua, Pasal 569 perihal keikutsertaan partai politik lokal di Aceh. dalam pasal ini ditegaskan bahwa keikutsertaan partai politik lokal dalam Pemilu 2019 sepanjang tidak diatur khusus dalam UUPA dinyatakan berlaku ketentuan dalam RUU Pemilu. Penjelasan dalam RUU Pemilu mengenai pasal ini disebutkan bahwa ketentuan dalam pasal ini cukup jelas. Ketiga, Pasal 571 yang mengatur pencabutan dua pasal dalam UUPA yaitu Pasal 57 dan Pasal 60 ayat (1), ayat (2), serta ayat (4) UUPA. Pencabutan pasal ini dalam rangka penyesuaian dengan komposisi jumlah dan status penyelenggara pemilu sebagaimana yang diatur dalam RUU Pemilu. Penjelasan dalam RUU Pemilu mengenai pasal ini disebutkan bahwa ketentuan dalam pasal ini cukup jelas. Adapun isi Pasal yang dicabut tersebut adalah : Pasal 57 UUPA (Komposisi Jumlah dan Masa kerja Anggota KIP) : Ayat (1) Anggota KIP Aceh berjumlah 7 (tujuh) orang dan anggota KIP kabupaten/kota berjumlah 5 (lima) orang yang berasal dari unsur masyarakat; Ayat (2) Masa kerja anggota KIP adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.

JSI 6 ANALISIS SITUASI edisi 17 Pasal 60 UUPA (Komposisi Jumlah, status Ad Hoc Panwas dan Masa kerja Anggota Panwaslih) : Ayat (1) Panitia Pengawas Pemilihan Aceh dan kabupaten/kota dibentuk oleh panitia pengawas tingkat nasional dan bersifat ad hoc; Ayat (2) Pembentukan Panitia Pengawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah Undang- Undang ini diundangkan dan ; ayat (4) Masa kerja Panitia Pengawas Pemilihan berakhir 3 (tiga) bulan setelah pelantikan Gubernur/ Wakil Gubernur, bupati/ wakil bupati, dan walikota/wakil walikota Dalam RUU pemilu jumlah keanggotaan Komisioner KIP dan Bawaslu Provinsi, Kabupaten/Kota diatur secara variatif. Hal ini dikarenakan desain sistem kelembagaan penyelenggara pemilu Merupakan salah satu isu penting dalam pembahasan RUU Pemilu 2019. Khususnya mengenai jumlah anggota KPU dan Bawaslu Provinsi serta jumlah anggota KPU dan Bawaslu Kabupaten/Kota. Penentuan jumlah anggota penyelenggara pemilu daerah didasarkan pada tiga kriteria yaitu jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah wilayah administrasi. Dengan rumus : jumlah penduduk + (luas wilayah jumlah wilayah administrasi). Berdasarkan informasi sindikasi Pemilu dan Demokrasi, Ketentuan ini muncul atas dasar bahwa setiap provinsi dan kabupaten/kota memiliki perbedaan pada tiga kriteria diatas. Daerah dengan jumlah penduduk besar, wilayah yang luas dan jumlah wilayah administrasi yg banyak memiliki beban kerja yg lebih dibanding dengan wilayah yg kumlah penduduknya sedikit, wilayahnya tidak terlalu luas dan jumlah wilayah administrasi yg sedikit. Rentang jumlah anggota KPU/Bawaslu Provinsi adalah 5 atau 7. Bagi provinsi dengan hasil penghitungan diatas 10 juta maka anggota KPU/Bawaslu adalah 7. Sementara provinsi dengan hasil penghitugan dibawah 10 juta anggota KPU/Bawaslu adalah 5. Sementara rentang jumlah anggota KPU/Bawaslu kabupaten/kota adalah 3 atau 5. Bagi kabupaten dengan hasil penghitungan diatas 500.000 maka anggota KPU/Bawaslu adalah 5. Sementara provinsi dengan hasil penghitugan dibawah 500.000 anggota KPU/Bawaslu adalah 3. Terkait dengan Aceh, pada proses perumusan ditegaskan bahwa ketentuan pengaturan jumlah keanggotaan komisoner penyelenggara pemilu baik KIP maupun Panwaslih juga disesuaikan dengan Undang undang ini. polemik terjadi dikarenakan pencabutan pasal dalam UUPA tersebut tidak terlebih dahulu dikonsultasikan kepada DPRA untuk mendapatkan pertimbangan. Sebagaimana diatur dalam pasal 260 ayat (3) UUPA, Dalam hal adanya rencana perubahan Undang-Undang ini dilakukan dengan terlebih dahulu berkonsultasi dan mendapatkan pertimbangan DPRA.

ANALISIS SITUASI Agustus- September 2017 JSI 7 Tinjauan Pencabutan Pasal dalam UUPA Pada prinsipnya peraturan perundang-undangan hanya mungkin dicabut oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi (Bagir Manan: 1992, hlm. 22). sebagaimana dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 102 UU 12/2011 berikut ini: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Terkait dengan pencabutan dua pasal UUPA oleh RUU Pemilu. Sebagian pendapat menyatakan bahwa perubahan itu tidak bisa dilakukan sebab pasal 260 ayat (3) UUPA secara tegas telah mengatur bahwa setiap adanya rencana perubahan UUPA terlebih dahulu harus melalui prosedur konsultasi untuk mendapatkan pertimbangan DPRA. Akan tetapi perlu dipahami, bahwa dari segi hukum, definisi PERUBAHAN dan PEN- CABUTAN berbeda pengertiannya. Maria Farida Indrati Soeprapto dalam bukunya Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya (hal. 174) mengatakan bahwa pencabutan peraturan perundang-undangan tidak merupakan bagian dari perubahan peraturan perundang-undangan.

JSI 8 ANALISIS SITUASI edisi 17 Kemudian menurut M. Naufal Fileindi, S.H. dalam artikel Aturan Pencabutan dan Tidak Berlakunya Undang-Undang, istilah mencabut adalah proses untuk membuat suatu peraturan perundang-undangan atau ketentuan dalam peraturan perundanganundangan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sedangkan, tidak berlaku adalah sebuah keadaan ketika suatu peraturan perundang-undangan atau ketentuannya tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat. Untuk meninjau atau membatalkan suatu peraturan perundang-undangan (UUD 1945, TAP MPR, UU/Perpu, PP, Pepres, Perda) atau produk hukum daerah (Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Daerah), maka UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan telah memfasilitasi hanya dengan cara yaitu merubah atau mencabut. Pertama, mencabut. (1) Jika ada peraturan perundang-undangan lama yang tidak diperlukan lagi dan diganti dengan peraturan perundang-undangan baru. Peraturan perundang-undangan yang baru harus secara tegas mencabut peraturan perundang-undangan yang tidak diperlukan itu. tinggi dilakukan jika peraturan perundangundangan yang lebih tinggi tersebut dimaksudkan untuk menampung kembali seluruh atau sebagian dari materi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang dicabut itu. Kedua, merubah. (1) Perubahan peraturan perundang-undangan dilakukan dengan: (a) menyisip atau menambah materi ke dalam peraturan perundang-undangan; atau (b) menghapus atau mengganti sebagian materi peraturan perundang-undangan. (2) Perubahan peraturan perundangundangan dapat dilakukan terhadap: (a) seluruh atau sebagian buku, bab, bagian, paragraf, pasal, dan/atau ayat; atau (b) kata, frasa, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca. Dalam UUPA yang dilarang adalah perubahan terhadap pasal pasal dalam UUPA. Sedangkan mekanisme pencabutan pasal pasal dalam UUPA tidak diatur mengenai keharusan adanya konsultasi untuk mendapatkan pertimbangan DPRA. (2) Jika materi dalam peraturan perundang-undangan yang baru menyebabkan perlu penggantian sebagian atau seluruh materi dalam peraturan perundang-undangan yang lama, di dalam peraturan perundangundangan yang baru harus secara tegas diatur mengenai pencabutan sebagian atau seluruh peraturan perundang-undangan yang lama. (3) Peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut melalui peraturan perundang-undangan yang setingkat atau lebih tinggi. Pencabutan melalui peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih

ANALISIS SITUASI Agustus- September 2017 JSI 9 SOLUSI : UPAYA HUKUM & POLITIK Setidaknya ada dua upaya yang dapat ditempuh dalam rangka upaya menjaga pasal pasal UUPA yang dicabut dan dinilai menciderai kekhususan Aceh. Pertama, Upaya Hukum murni. Langkah hukum yang dapat ditempuh diantaranya adalah melakukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) tepat begitu UU ini diberi nomor dan dimasukan dalam lembaran negara. Akan tetapi upaya hukum ini memiliki kelemahan dari segi waktu dan biaya. Padahal tahapan pemilu 2019 akan mulai berlangsung bulan agustus 2017. Selain itu bila dilihat dari yurispudensinya MK pada sengketa Pilkada Aceh 2017., MK berpandangan bahwa Pemilu dan Pilkada tidak termasuk bagian dari kekhususan Aceh. alasan MK menilai bahwa Pilkada tidak termasuk dalam keistimewewaan Aceh karena diluar dari pada aturan yang ditentukan dalam Pasal 3 UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan Aceh. Adapun keistimewaan Aceh menurut UU Nomor 44 tahun 1999 adalah meliputi: penyelenggaraan kehidupan beragama, penyelenggara kehidupan adat, penyelenggaran pendidikan dan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah. Tidak tercantum dalam UU tersebut bahwa Pemilu termasuk bagian dari keistimewaan Aceh. tidak tertutup kemungkinan MK juga akan menggunakan logika yang sama dalam memutuskan permohonan uji materi terkait pasal yang dalam UUPA yang diatur dalam RUU Pemilu. Upaya hukum yang dinilai masuk akal adalah dengan melakukan revisi UUPA atau UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang keistimewaan Aceh. revisi dilakukan dengan memasukan bagian penyelenggaraan pilkada /pemilu sebagai bagian dari kekhususan Aceh. selain itu dalam rangka harmonisasi aturan. diperlukan revisi atas UUPA agar UU sesuai dengan situasi dan konteks politik kekinian. Kedua, Upaya politik hukum. Latif (2016) menyatakan bahwa positif tidaknya pengaruh politik terhadap hukum ditentukan oleh kombinasi diantara pemeran politik, pola tingkah laku politik mereka dan unsur hukum itu sendiri.

JSI 10 ANALISIS SITUASI edisi 17 Oleh karena itu dibutuhkan konsolidasi diantara stakeholder untuk menyatukan kekuatan dalam rangka memberikan tekanan politik kepada pemangku kepentingan yaitu pihak DPR untuk meninjau kembali pasal pasal dalam RUU Pemilu yang mencabut pasal dalam UUPA. akan tetapi apabila langkah untuk merevisi melalui lobby politik DPR, satu satunya langkah politik hukum yang tersedia adalah mendesak Presiden untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ( PERPU ) dalam rangka mengakhiri polemik pencabutan pasal secara sepihak oleh DPR. Mengenai aturan penerbitan Perpu, disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 ( UUD 1945 ): Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Penetapan PERPU yang dilakukan oleh Presiden ini juga tertulis dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan ( UU 12/2011 ) yang berbunyi: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Ukuran objektif penerbitan PERPU baru dirumuskan oleh Mahkamah Konstitusi ( MK ) dalam Putusan MK Nomor 138/PUU- VII/2009. Berdasarkan Putusan MK tersebut, ada tiga syarat sebagai parameter adanya kegentingan yang memaksa bagi Presiden untuk menetapkan PERPU, yaitu: 1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang- Undang; 2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai; 3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang- Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. Penerbitan Perpu dalam rangka sebagai solusi cepat agar tidak terjadi kekosongan dan polemik hukum terhadap pasal pasal dalam UUPA yang dicabut tanpa melalui pertimbangan dan konsutasi pihak DPRA. Meskipun secara mekanisme pencabutan peraturan perundang undangan pencabutan pasal dalam UUPA telah melalui prosedur hukum, akan tetapi pihak pusat selayaknya melihat UUPA yang merupakan produk hukum khusus bagi Aceh dalam kerangka desentralisasi asimetris. Sebagaimana ditegaskan oleh latif (2012), pada Pasal 18 UUD 1945 ditegaskan bahwa hubungan pusat dan daerah dengan politik hukum desentralisasi (otonomi) dan dekonstentrasi dengan susunan berjenjang dan dengan memperhatikan hak hak atas usul dan bersifat istimewa. Itulah dua garis utama politik hukum otonomi daerah di negara Republik Indonesia. Adalah jelas bahwa politik mempunyai dampak terhadap hukum. Hal tersebut terlihat dari kenyataan bahwa hukum merupakan produk dari proses politik tanpa perlu membedakan apakah proses tersebut diolah oleh para pemeran politik yang mempunyai kekuatan berimbang atau dijalankan melalui dominasi satu pihak. Langkah politik hukum dinilai memiliki kelebihan dibandingkan solusi upaya hukum ke MK atau merevisi UUPA yang tentunya memakan waktu dan energi di tengah tahapan Pemilu 2019 yang sebentar lagi berjalan.

ANALISIS SITUASI Agustus- September 2017 JSI 11 DAFTAR PUSTAKA Latif, Abdul dan Hasby Ali. 2012. Politik Hukum, Jakarta : Sinar Grafika Manan, Bagir. 1992. Dasar-dasar perundang-undangan Indonesia, Jakarta : Ind Hill Moh, Mahfud, MD. 2012. Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Soeprapto, Maria Farida Indrati. 1998. Ilmu Perundang-Undangan Dasar-dasar Dan Pembentukannya. Yogyakarta : Kanisius. Peraturan Perundangan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ***

JSI 12 ANALISIS SITUASI edisi 17

ANALISIS SITUASI Agustus- September 2017 JSI 13 Profil Jaringan Survey inisiatif Berdirinya Jaringan Survey Inisiatif (JSI) dilandasi faktor keinginan sekelompok orang profesional dibidang survey (kuantitatif dan kualitatif), konsultan, dan fasilitator yang berinisiatif mendukung pengembangan nilai-nilai demokrasi dan pemerintahan yang baik (good governance) dalam segala sektor kepentingan publik (ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, sosial, budaya dan lain-lain).bentuk keterlibatan dari JSI melalui penelitian (kuantitatif dan kualitatif), pelatihan, penerbitan buku dan jurnal, dan konsultasi. Metode kerja JSI berpedoman kepada prinsip-prinsip akademik dan analisis statistik maupun wawancara yang mendalam, relevan, serta bersandar pada kode etik keintelektualan berbasiskan data akurat dan metode yang dapat dipertanggung jawabkan. Semangat menjadikan motor penggerak intelektual membuat JSI mengambil posisi sebagai institute of change. Prinsip kerja-kerja dari JSI adalah Totalitas, Hospitality, Profesionalitas, dan Integritas. Kami singkat menjadi THOPI. Pengelolaan manajemen JSI bersifat nirlaba namun mengembangkan fund raising secara kelembagaan, seperti penerbitan, media, dan pelatihan. Tentunya pondasi utama transparansi dan akuntabilitas menjadi syarat utama di manajemen JSI. Perlu ditegaskan JSI bukanlah lembaga yang berafiliasi kepada partai atau kelompok tertentu. Pengalaman Lembaga 1. Survey Kandidat untuk Samsuardi (Juragan) dan Nurchalis di Pilkada Nagan Raya (2012) 2. Survey Kandidat untuk Mayor (Purn.) M. Saleh Puteh di Pilkada Aceh Selatan (2013) 3. Survey Calon Legislatif untuk Syarifah Munira (Caleg no. 5 dapil Baiturrahman dan Lueng Bata) di Pemilu 2014 (2013) 4. Survey Indeks Demokrasi Indonesia 2013, kerjasama dengan Research Centre of Politics and Government (Polgov) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (2012) 5. Survey Satu Dekade Perkembangan Ekonomi Aceh (2015) 6. Survey Arah Perilaku Politik Pemilih pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Periode 2017-2022 (2015) 7. Survey Kandidat Gubernur-Wakil Gubernur Aceh Periode 2017-2022 (2015) 8. Survey Melek Politik (Political Literacy) Warga Kota Banda Aceh, kerjasama dengan KIP Kota Banda Aceh (2015) 9. Survey Perilaku Pemilih pada Masyarakat Kab. Gayo Lues tahun 2014, kerjasama dengan KIP Kab. Gayo Lues (2015) 10. Survey Indeks Kepuasan Masyarakat Bidang Perizinan dan Bidang Pendidikan (2015) 11. Survey Polling Preferensi Kandidat Gubernur Aceh Periode 2017-2022 (2015) 12. Survey Preferensi Pemilih terhadap Gubernur Aceh Periode 2017-2022 (2016) 13. Survey Indeks Tingkat Kepercayaan Masyarakat Terhadap Institusi Politik dan Sosial (2016) 14. Survey Preferensi dan Elektabilitas Kandidat Bupati Aceh Besar Periode 2017-2022 (2016) 15. Survey Preferensi dan Elektabilitas Kandidat Walikota Sabang Periode 2017-2022 (2016)