BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

dokumen-dokumen yang mirip
8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

#### Selamat Mengerjakan ####

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

Transkrip Wawancara dengan Suami Broken Home

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seperti kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik. Pergeseran peran tersebut terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Sejak awal tahun 70-an, isu mengenai

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Written by Daniel Ronda Saturday, 08 February :22 - Last Updated Wednesday, 29 October :08

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB III DAMPAK DAN USAHA MENGATASI FENOMENA SEKKUSU SHINAI SHOKOGUN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT JEPANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa pada dasarnya tempat wanita adalah di dapur, yang berarti bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah adalah ayah, namun seiring dengan berkembangnya zaman, tidak

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah. dalam sebuah pernikahan. Seperti pendapat Saxton (dalam Larasati, 2012) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB III BEBERAPA UPAYA ORANG TUA DALAM MEMBINA EMOSI ANAK AKIBAT PERCERAIAN. A. Fenomena Perceraian di Kecamatan Bukit Batu

4.5 Rangkuman Hasil Tabel 4.2 Perbandingan Tema Pengalaman Suami Istri pertama Istri kedua 1. Keadilan Sebelum dipoligami 1. Perasaan diabaikan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam

BAB I PENDAHULUAN. tugas perkembangannya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). dalam Hurlock, 1996). Di masa senjanya, lansia akan mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan.

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

BAB I PENDAHULUAN. wanita dari masyarakat dan pengusaha pun semakin tinggi. Di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. ( orang di tahun Data WHO juga memperkirakan 75% populasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dan keluarga interdependent satu sama lain sebagaimana keduanya. berkaitan dengan pemenuhan hidup seseorang. Melalui pekerjaan,

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baru, seperti definisi pernikahan menurut Olson dan Defrain (2006)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

Pekerjaan Suami : Bekerja / Tidak Bekerja Pendidikan Anak : SD / SMP Pembantu Rumah Tangga : Punya / Tidak Punya (Lingkari pilihan Anda)

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

PELUANG WANITA BERPERAN GANDA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG KEMITRASEJAJARAN PRIA DAN WANITA DI KABUPATEN BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Jepang merupakan suatu negara modern yang masih terikat kuat oleh nilainilai

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan (Orford, 1992). Dukungan

BAB 1 PENDAHULUAN. buku berjudul Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Kartini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sel asalnya, namun dalam bentuk primitif dan tidak sempurna (Pusat Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Dahulu pembagian peran pasangan suami istri lebih menekankan pada suami yang bekerja dan istri yang mengurus urusan rumah tangga, namun dengan berjalannya waktu, emansipasi, perkembangan pendidikan dan teknologi serta tuntutan zaman, peran tersebut akhirnya bergeser. Semakin banyak wanita yang menjadi kaum intelektual bahkan mempunyai potensi yang besar untuk menjadi seorang pemimpin. Saat ini, jumlah wanita yang berkiprah dalam dunia kerja, mendapatkan kedudukan penting, status dan derajat yang sama dengan kaum pria semakin meningkat. Hal tersebut mengindikasikan akselerasi peranan wanita telah berkembang pesat, antara lain dengan memasuki bidang politik, pemerintahan, bisnis, wirausaha, dan kemasyarakatan (Permanasari dan Wahyono, 2003). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1998 menunjukkan jumlah angkatan kerja wanita di Indonesia sebanyak 46,65% dan 53,35% lainnya adalah angkatan kerja pria. Pada tahun 1999 menunjukkan bahwa angkatan kerja wanita semakin meningkat sebanyak 49,74% dan 50,26% lainnya merupakan angkatan kerja pria (Permanasari dan Wahyono, 2003). 1

2 Penelitian yang dilakukan oleh Permanasari dan Wahyono (2003) yang sesuai dengan pendapat Siagian, menyebutkan bahwa faktor yang turut berpengaruh terhadap pergeseran nilai tentang peranan wanita adalah gerakan emansipasi, pendidikan yang semakin meningkat dan perkembangan ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, wanita yang bekerja dan berkarir bukan lagi dianggap hal yang aneh. Selain itu, munculnya kebutuhan wanita untuk mengembangkan dan mewujudkan potensi-potensi diri mereka juga mempengaruhi pergeseran peran tersebut. Berubahnya status seorang wanita karir dari lajang menjadi seorang istri atau ibu menuntutnya untuk berfikir lebih jauh mengenai masa depan karir yang dibangun dan keluarganya. Sebagian wanita yang bekerja sebelum menikah memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya setelah menikah dan memusatkan diri pada kegiatan rumah tangga, namun tidak jarang ada yang tetap bekerja setelah menikah dan berusaha untuk menjalankan kedua peran tersebut dengan sebaik-baiknya. Putrianti (2007) menyatakan bahwa semakin banyak istri yang bekerja dapat menimbulkan konflik pada saat mereka telah berkeluarga, konflik tersebut dapat terjadi bila istri tidak mampu berperan secara seimbang. Menurut Putri dan Himam (2005) seperti yang diungkapkan oleh Moya, dkk. proses karir bagi perempuan yang berkeluarga lebih kompleks daripada lakilaki karena perbedaan dalam sosialisasi dan kombinasi dari sikap, peran yang diharapkan, perilaku dan sanksi yang berkaitan dengan proses karir perempuan yang berkeluarga, dalam kondisi seperti itu seorang wanita dituntut untuk dapat

3 menjalankan tugasnya dengan baik, yaitu sebagai seorang ibu dan istri yang berkewajiban mengurus rumah tangga sekaligus menjadi wanita karir dengan banyak kewajiban yang juga menuntut untuk diselesaikan dengan tepat waktu. Penelitian Purwandari (1999) yang sesuai dengan pendapat Hawari, mengungkapkan bahwa perempuan yang bekerja mendapat dua hal yang dicapai sekaligus, yaitu kepuasan psikologis dan penambahan pendapatan. Kondisi ini kadang membawa pula dampak negatif, seperti suami merasa wibawanya kurang, perasaan rendah diri muncul ketika penghasilan istri lebih besar dan perasaan suami terhadap kepemimpinan keluarga. Selain itu anak merasa ditinggal tanpa terpenuhinya kebutuhan afeksi. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pergeseran peran wanita saat ini adalah perkembangan ekonomi. Kita ketahui bahwa kondisi perekonomian dunia saat ini mengalami pasang surut, sedangkan kebutuhan manusia yang semakin kompleks selalu menuntut untuk dipenuhi. Keadaan semacam ini membawa pengaruh terhadap keputusan pasangan suami istri dalam hal bagaimana cara memenuhi anggaran kebutuhan rumah tangganya, salah satunya adalah dengan memutuskan untuk sama-sama bekerja. Jika pasangan suami istri sama-sama bekerja, maka kebutuhan rumah tangga diharapkan dapat terpenuhi dengan baik dan pemasukan yang diterima juga diharapkan lebih dari cukup. Suatu permasalahan baru akan terjadi jika harapan harapan tersebut dapat tercapai melalui sebuah persyaratan, yaitu tinggal terpisah dengan pasangan.

4 Setiap pasangan yang melakukan perkawinan mengharapkan dapat membentuk keluarga yang berbahagia dan sejahtera, salah satunya dengan berkumpul dengan keluarganya dan menikmati kebersamaan setiap hari, namun keinginan tersebut tidak bisa dirasakan oleh semua keluarga. Sebagian pasangan suami istri yang bekerja mempunyai kesempatan yang banyak untuk dapat melewatkan waktu setiap harinya bersama keluarga, namun tidak jarang terdapat keluarga yang tidak mempunyai pilihan lain selain bertemu dengan keluarganya hanya pada hari-hari tertentu. Kondisi tersebut dialami oleh pasangan suami istri yang tinggal terpisah. Berbagai macam kondisi dapat dialami dan dirasakan oleh seorang istri yang tinggal terpisah dengan suaminya, beberapa individu merasa kondisi tersebut dapat meningkatkan kemandirian dan menambah rasa kasih sayang dengan pasangan karena keterbatasan waktu untuk bertemu. Individu yang lain merasakan hubungan jarak jauh juga beresiko mengalami masalah. Hal kecil dapat menjadi besar karena kesalahpahaman komunikasi nontatap muka. Berkomunikasi melalui telepon terkadang tidak cukup dan dapat memicu pertengkaran karena pasangan tidak saling melihat raut muka satu sama lain. Seperti yang diungkapkan oleh UH dalam sebuah situs di internet bahwa suaminya bekerja di Pakistan, sedangkan dia menetap di Jakarta. UH rutin menelepon suami dua kali sehari, namun meskipun komunikasi lancar, hubungan tersebut tetap menimbulkan masalah. Tidak jarang kesalahpahaman dapat mengakibatkan pertengkaran.

5 "Pernah suami marah besar karena anak sakit. Padahal kami di Jakarta yang melihat, kondisi Z tidak buruk. Hal yang seharusnya tidak apaapa menjadi masalah karena dia tidak melihat langsung." (http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-minggu/dinamika/1id124987.html) Dahulu alasan pasangan suami istri tinggal terpisah lebih banyak dikarenakan suami pergi berperang, berdagang, atau mencari ilmu. Saat ini peluang dan posisi antara perempuan dan laki-laki yang semakin setara serta berbagai kemudahan aksesibilitas yang memudahkan orang untuk beranjak lintas daerah, kota, bahkan benua semakin memungkinkan terjadinya pasangan suami istri untuk tinggal terpisah. Keuntungan tinggal terpisah dengan pasangan adalah individu dapat lebih mandiri dan tidak tergantung kepada pasangannya, selain itu individu juga dapat lebih menghargai kebersamaan sehingga kualitas pertemuannya lebih diutamakan (Koelimaya, 2008). Pernyataan di atas sesuai dengan yang diungkapkan oleh N, seorang karyawan salah satu institusi yang berafiliasi pada pemerintah Amerika Serikat yang terpisah dari suaminya yang bekerja sebagai akademisi di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. "Apa boleh buat. Ini sudah menjadi pilihan, tetapi enaknya malah bisa menumpuk kangen. Pas bertemu muka seperti orang yang masih pacaran,"(http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisiminggu/dinamika/1id124987.html) Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan terhadap seorang wanita karir yang tinggal terpisah dengan suaminya dapat diperoleh beberapa informasi, diantaranya adalah pada dasarnya informan mempunyai keinginan untuk dapat berkumpul dengan keluarganya seperti keluarga lain. Informan pernah berfikir

6 untuk keluar dari pekerjaannya dan mengurus keluarga di rumah, namun hal itu tidak dapat dilakukan karena masih terikat dengan instansi kerjanya berkaitan dengan masalah hutang. ya sebenernya saya ya pengen mbak kayak keluarga-keluarga yang lain bisa tinggal sama suami dan anak-anak, bisa bareng-bareng terus. saya ya pengen bisa ngurus rumah tangga, ngurusin anak dirumah, apalagi tahu kalau teman saya yang bekerja akhirnya bisa keluar dan ngurusin keluarganya, saya jadi apa ya bukan ngiri tapi pengen bisa seperti dia tapi ya itu mbak, saya kan ada itu tanggungan saya punya hutang di kantor, jadi saya harus melunasi hutang saya itu kan dipotong gaji gitu. Tinggal terpisah dengan suami memunculkan masalah pada pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi informan. Biasanya informan mengambil keputusan sendiri tanpa memberitahu suami, bila masalah yang dihadapinya dianggap perlu untuk diputuskan dengan segera. kadang itu yang agak jadi masalah itu kalau saya ada suatu hal gitu saya harus segera mengambil keputusan, padahal kalau sudah suami istri kan harus dibicarakan bareng-bareng ya mbak, tapi seperti kemarin pas anak saya sakit saya langsung bawa ke dokter tapi nggak bilang bapaknya dulu kalau anaknya sakit ya itu saya harus memutuskan sesegera mungkin kadang ya agak bingung juga kan saya sudah punya suami tapi kalau nunggu ngomong dulu sama suami terlalu lama tidak segera gitu lho Informan tidak merasa kesulitan dalam mengurus anak karena memiliki seorang pembantu dan orang tua informan ikut membantu mengurus anaknya saat informan bekerja. Muncul perasaan bersalah dengan meninggalkan anak untuk bekerja dan tidak dapat melihat perkembangan anaknya secara terus menerus karena tersita oleh waktu kerjanya, sehingga informan berusaha untuk

7 menebusnya dengan selalu bersama anaknya setelah pulang bekerja dan saat libur bekerja. kalau di rumah itu saya nggak masalah ya mbak, kan ada orang tua saya yang mau membantu mengurus anak saya kalau pas saya lagi kerja trus juga ada pembantu yang bantuin bersih-bersih rumah, jadi nggak begitu masalah sih, tapi ya kadang-kadang itu biasanya itu saya sedih karena harus ninggalin anak saya, ya kadang merasa bersalah gitu kok nggak bisa apa ya nemenin dia, nggak bisa lihat perkembangannya dari waktu ke waktu soalnya kan saya kerjanya dari pagi sampai sore jam limaan gitu, kadang juga sampai malam kalau lagi sibuk mbak jadi ya ada rasa apa bersalah, sedih gitu makanya kalau setiap pulang kerja gitu saya langsung meluk anak saya, ya pokoknya dia sama saya terus, kalau bisa selama saya nggak kerja atau pas pulang kerja gitu saya yang ngurusin dia nggak sama pembantu gitu. Peran wanita sebagai ibu dan istri serta sebagai wanita karir akan berlangsung optimal jika mendapat dukungan dari suami. Ada atau tidaknya dukungan dari suami akan berpengaruh langsung terhadap peran istri tentang kedua peran yang dijalaninya, ibu dapat merasa terbebani atau merasa puas. Disamping itu dukungan suami dapat berpengaruh pada anak karena suami akan berpartisipasi dalam pengasuhan anak sehingga tercipta keterikatan positif dan kuat antara ayah dan anak (Waspada online, 2006). Menurut Putrianti (2007) dukungan suami merupakan kemampuan suami untuk membantu istri berupa informasi, nasehat atau sesuatu yang dapat membesarkan hati agar istri lebih aktif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Seorang istri yang tinggal terpisah dengan suaminya tidak dapat menerima bantuan secara fisik setiap hari dari suaminya. Oleh karena itu seorang istri sangat dituntut untuk dapat hidup lebih mandiri tanpa selalu tergantung dari bantuan

8 suami setiap saat walaupun di sisi lain muncul perasaan kesepian akan kehadiran pasangan. Konsekuensi lain dari tinggal terpisah ialah tidak adanya kesempatan menyalurkan gairah seksual yang timbul selama beberapa waktu. Hal inilah yang kemudian bisa menimbulkan kekhawatiran pada istri jika nanti suaminya melakukan perselingkuhan. Pengamat sosial dari Universitas Airlangga Prof Dr Laurentius Dyson MA, mengatakan bahwa pasangan menikah yang berjauhan secara fisik harus memiliki komitmen kuat karena hubungan fisik yang terpisah akan menurunkan kedekatan emosional. Pada beberapa kasus mereka terlibat perselingkuhan atau terperangkap dalam kompleks pelacuran (http://www.surya.co.id). Fenomena yang dapat dilihat saat ini adalah wanita yang tetap berkarir setelah menikah memutuskan untuk tinggal terpisah dengan suami. Kondisi ini tidak didasari karena permasalahan dengan suami tetapi disebabkan oleh tuntutan kerja yang mengharuskan seorang karyawan untuk bersedia ditempatkan pada lokasi yang telah ditentukan oleh instansi kerjanya. Keputusan tersebut membawa suatu konsekuensi logis yang harus dihadapi baik positif maupun negatif. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan permasalahan yang dapat diajukan adalah Bagaimana konsekuensi psikologis yang dialami wanita karir yang tinggal terpisah dengan suami? Apa motivasi seorang wanita memutuskan untuk tetap berkarir setelah menikah meskipun tinggal terpisah dengan suami?. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk

9 mengadakan penelitian dengan judul Konsekuensi Psikologis Wanita Karir yang Tinggal Terpisah dengan Suami. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan memaparkan: 1. Konsekuensi psikologis yang dialami wanita karir yang tinggal terpisah dengan suami. 2. Motivasi seorang wanita memutuskan untuk tetap berkarir setelah menikah meskipun tinggal terpisah dengan suami. C. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian di bidang psikologi, terutama psikologi keluarga dan psikologi sosial. 2. Secara praktis a. Wanita karir. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi wanita karir untuk memberikan gambaran tentang kondisi yang dialami oleh wanita karir yang telah menikah dan tinggal terpisah dengan suaminya, sehingga dapat

10 digunakan sebagai evaluasi dalam menyelesaikan masalah rumah tangganya dan pertimbangan alternatif pemecahan masalah. b. Pasangan suami istri yang tinggal terpisah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pasangan yang berkarir dalam pembagian peran mengatur urusan rumah tangganya. c. Bagi peneliti selanjutnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan atau referensi bagi peneliti lain yang tertarik dengan tema yang sama untuk melakukan analisa dalam penelitian yang akan datang agar menambah wacana yang sudah ada sebelumnya.