Sambutan Presiden RI pd Silaturahim dan Buka Bersama Prajurit TNI, di Jakarta, tgl. 3 Juli 2014 Kamis, 03 Juli 2014 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA BUKA PUASA BERSAMA PRAJURIT TNI DAN PNS MABES TNI DI GOR A. YANI, MABES TNI CILANGKAP, JAKARTA TANGGAL 3 JULI 2014 Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh, Salam sejahtera untuk kita semua, Bapak Wakil Presiden beserta Bapak-Ibu Tamu Undangan yang saya hormati dan saya muliakan, Saudara Panglima TNI, Para Kepala Staf Angkatan beserta Keluarga Besar Tentara Nasional Indonesia yang saya cintai dan saya banggakan,
Alhamdulillah, sore hari ini kita dapat kembali beribadah, bersilaturahim, dan berbuka puasa bersama di Cilangkap. Semoga ibadah kita diterima oleh Allah SWT. Ketika saya mendengarkan sambutan Panglima TNI dan ceramah hikmah Ramadan dari Prof. Nazaruddin Umar, saya membuat catatan-catatan kecil, dan inilah yang akan saya sampaikan sebagai sambutan saya pada kesempatan yang membahagiakan dan insya Allah penuh berkah ini. Ini adalah yang kesebelas kalinya saya menghadiri acara berbuka puasa bersama di Markas Besar TNI beserta para Perwira dan Prajurit sekalian. Meskipun masih ada lagi event yang saya akan hadiri nanti, yaitu peringatan Hari TNI pada tanggal 5 Oktober tahun ini. Dan kalau 5 Oktober jatuh pada perayaaan Idul Adha, itu akan diselenggarakan pada tanggal 7 Oktober 2014. Insya Allah, pada kesempatan itu, saya akan menyampaikan amanat Hari TNI sekaligus pesan-pesan dan harapan saya semacam farewell speech dari saya yang akan saya tujukan kepada para perwira, bintara, dan tamtama TNI, serta keluarga besar TNI. Namun, pada kesempatan sore hari ini, sebagaimana yang saya sampaikan tadi, Prof. Nazaruddin Umar tadi mengatakan bahwa semua agama itu memiliki pesan-pesan kebajikan, pesan-pesan moral, pesan-pesan spiritual yang diniatkan untuk membawa kebahagiaan bagi bukan hanya pemeluk-pemeluknya, tapi bagi seluruh umat manusia. Saya ingin menggarisbawahi apa yang disampaikan oleh Pak Nazaruddin tadi, bahwa agama itu harus kita lihat lebih sebagai nilai. Jangan melihat agama hanya sebagai simbol semata. Kalau yang diutamakan simbol, pastilah berbeda dari satu agama ke agama yang lain, tempat ibadahnya, syariatnya, praktik beribadahnya, dan sebagainya. Simbol itu bisa memecah belah. Tetapi kalau nilai, itu bisa menyatukan. Dengan nilai, kita bisa membangun toleransi. Dengan nilai yang sama-sama mengajarkan kebaikan dan kebajikan, kita bisa membangun harmoni ataupun kerukunan di antara sesama umat beragama. Itulah pesan yang hakiki dari meletakkan agama sebagai nilai, dan bukan sebagai simbol.
Kita tentu cemas dan berprihatin terhadap perkembangan situasi di banyak belahan dunia saat ini. Kita bersyukur umat Islam Indonesia bisa menjalankan ibadah Ramadan dengan situasi yang tenang, tenteram, dan damai. Bayangkan Saudara-saudara, situasi di Irak, di Suriah, di Afghanistan, di Pakistan, di Palestina, di Libya, di Nigeria, dan banyak lagi tempat-tempat yang banyak penduduk yang beragama Islam dalam situasi yang jauh dari aman, tenteram, dan damai. Dan selama yang diutamakan adalah perbedaannya, baik antaragama maupun intraagama Sunni-Syiah; antaragama: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu yang hakikatnya adalah lebih dari nilai, maka kemungkinan untuk bertabrakan satu sama lain, itu sangat besar. Sebaliknya, kalau kita pahami hakikat agama dari sisi nilai-nilai kebajikan yang ditaburkan dan bagi Islam sendiri, adalah rahmat bagi semesta alam, rahmatan lil â aalamin, maka, insya Allah, kehidupan di seluruh dunia itu, apa pun perbedaan agamanya, akan lebih tenteram dan damai. A peaceful world is possible, another world is possible, a better world is possible, apalagi sekarang konflik antarkeyakinan, clash of faith, clash of civilization, itu terjadi di mana-mana. Akarnya adalah bagaimana kita memahami agama, memahami peradaban, dan memahami budaya yang berbeda-beda dari satu bangsa ke bangsa yang lain. Yang kedua, Panglima TNI tadi mengatakan, alhamdulillah, dalam sepuluh tahun terakhir ini, utamanya lima tahun terakhir, ketika ekonomi tumbuh menguat, negara bisa menyediakan anggaran yang lebih besar lagi, di antaranya untuk pembangunan TNI, termasuk modernisasi sistem persenjataannya, maka tentara kita makin kuat, makin tangguh, dan makin modern.
Saudara-saudara, Bangsa Indonesia bukan bangsa yang tidak cinta damai. Kita tidak ingin menjadi bangsa yang agresif, yang kesenangannya mengobarkan peperangan sepanjang masa, bukan. Kita cinta damai, tetapi tentu kita mencintai kedaulatan dan keutuhan wilayah kita. Oleh karena itu, meskipun tidak ada niat apa pun bagi Indonesia dengan tentara yang semakin kuat dan semakin modern untuk menjalankan politik yang ekspansif, yang agresif, tetapi kita bertanggung jawab atas kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI. Dan manakala lawan kita gentar untuk mengganggu kedaulatan, keutuhan wilayah, sesungguhnya tentara kita telah bisa membangun efek tangkal, deterrent power, yang cukup. Dengan demikian, kita tidak dilecehkan dan tidak semudah itu diganggu oleh negara-negara dan kekuatan lain. Dan setelah militer kita tangguh, barangkali akan mulia kalau justru Indonesia memberi contoh untuk ikut membangun perdamaian kawasan dan perdamaian dunia, sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dan kita seelok-eloknya menggunakan soft power, dan jangan terlalu mudah dan cepat menggunakan hard power. Manakala kita harus mempertahankan Tanah Air kita, hard
power, kekuatan militer mesti kita gunakan. Tetapi, kalau kita bisa melindungi kepentingan nasional kita tanpa harus menggunakan instrumen militer, tapi dengan cara-cara yang lain, termasuk penggunaan soft power, maka itulah yang kita gunakan. Paduan penggunaan hard power dan soft power, inilah yang kita sebut dengan smart power, yang harus menjadi mindset dan strategi dari Tentara Nasional Indonesia sekarang dan ke depan. Kalau kita sudah kuat dan makin kuat, insya Allah, maka kita tidak menginginkan perang, tetapi kita siap berperang, kalau ada yang mengancam kedaulatan dan keutuhan NKRI. Itulah yang ingin saya garis bawahi dari apa yang disampaikan oleh Panglima TNI tadi. Dan setelah kita semua, Kementerian Pertahanan, TNI, Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan semua bekerja terus-menerus dalam, pada tahun-tahun terakhir ini untuk melaksanakan pembangunan kekuatan dan modernisasi alutsista, maka harapan saya, para prajurit di seluruh Tanah Air, di dadanya, dalam jiwanya, haruslah menjadi yang percaya diri, tetapi tetap rendah hati. Percaya diri, tetapi rendah hati. Dengan begitu, TNI di hadapan rakyat kita, TNI di hadapan kawasan dan dunia akan bisa memainkan peran yang benar, peran yang baik, dan peran yang tepat. Saya masih ingat pada tahun 1995, saya bertugas menjadi Komandan Korem di Yogyakarta menjelang peringatan hari ABRI waktu itu 5 Oktober, saya diwawancarai oleh koran lokal yang bernama Jogja Pos. Saya ditanya, tentu jawaban seorang kolonel waktu itu, tetapi saya masih ingat ada kalimat-kalimat saya yang menurut saya masih
relevan sekarang ini untuk saya harapkan bisa juga menjadi semboyan, menjadi jiwa dan juga semangat dari prajurit-prajurit TNI kita. Saya kira Saudara juga sudah pernah dengar, "TNI di masa kini dan masa depan haruslah ditakuti lawan, disegani kawan, dan dicintai rakyat". Kalau itu sudah ada pada TNI, TNI kita ditakuti lawan, disegani kawan dan dicintai rakyat, maka TNI akan benar-benar menjadi kekuatan pertahanan yang tangguh, yang diandalkan oleh bangsa dan negaranya. Hadirin sekalian yang saya hormati, para Perwira dan Prajurit TNI yang saya cintai, Saya juga ingin menyampaikan satu, barangkali ini tepat untuk para prajurit yang tidak akan pernah absen dalam mengemban tugas-tugas negara, yaitu, ini boleh menjadi motto, bisa jadi dipasang di mana-mana, "Berlatih dan mempersiapkan diri hari ini, bertempur dan mengemban tugas hari esok, kemudian menang dan berhasil di hari lusa". Jadi, berlatih, tentu dalam arti yang luas, mempersiapkan diri, pelatihan, pendidikan, pembinaan, kesiagaan dan sebagainya, today, hari ini dalam arti yang luas. Kemudian jika harus melaksanakan tugas-tugas pertempuran, tugas-tugas operasi, termasuk operasi militer selain perang, tugas apa pun hari esok, tomorrow, dalam arti yang luas, maka insya Allah, dengan izin Tuhan Yang Maha Kuasa, lusa, TNI kita akan menang dalam pertempuran dan menang dalam peperangan. Kalau itu dijalankan atau berhasil dalam setiap tugas yang dijalankan.
Itulah sebenarnya, para pemimpin jajaran TNI di seluruh Indonesia memiliki peran, tugas, dan kewajiban untuk membangun situasi dan suasana kehidupan keprajuritan seperti itu, membangkitkan semangat juang, optimisme dan can do spirit, semangat harus bisa, agar sekali lagi, TNI kita siap untuk mengemban tugas-tugas negara, kapan pun dan di mana pun demi kepentingan rakyat Indonesia. Para pemimpin di dalam memimpin para prajurit, yakinkan, berikan pengertian mengapa mereka harus mengemban tugas-tugas itu, harus mengerti betul agar tugas itu bisa dilaksanakan sepenuh hati. Ada pepatah saya kira Saudara-saudara sudah pernah mendengar, "Soldiers will not fight and die unless they know why they fight and die". Saya ulangi lagi, Soldiers will not fight and die unless they know why they fight and die. Prajurit tidak akan rela bertempur dan mati untuk itu kecuali jika mereka sungguh memahami mengapa mereka harus bertempur dan mati untuk itu, gugur di medan tugas. Dalam arti yang luas, berikan penjelasan, didik, latih, dan tingkatkan pengetahuan mereka, manakala mereka semua harus mengemban tugas-tugas negara, tugas apa pun. Itulah pesan dan harapan saya. Mudah-mudahan buka puasa bersama kita, ibadah kita, membawa manfaat. Terima kasih mewakili tamu undangan, Pak Moeldoko atas undangan hari ini. Terima kasih sambutannya tadi. Terima kasih ceramah Prof. Nazaruddin Umar, dan terima kasih nanti yang memimpin sholat Magrib berjamahan kita. Dan, semoga sekali lagi, membawa berkah dan jayalah Tentara Indonesia selamanya.
Terima kasih. Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh. Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan, Kementerian Sekretariat Negara RI