BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber-sumber penerimaan negara dapat dikelompokkan menjadi penerimaan yang berasal dari sektor Pajak, kekayaan alam, bea & cukai, retribusi, iuran, sumbangan, laba dari Badan Usaha Milik Negara dan sumber-sumber lainnya. Pemungutan pajak telah dilakukan sejak saat Negara Indonesia belum meraih kemerdekaannya hingga saat sekarang ini, namun pada saat itu, istilah pajak belum digunakan, istilah yang digunakan pada saat itu diantaranya adalah Upeti. Pajak merupakan salah satu penghasil devisa terbesar bagi keuangan negara yang sangat berperan terutama dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional, hasil dari pajak ini akan dikelola dan kemudian akan digunakan kembali oleh Pemerintah untuk Rakyat. Peraturan Perundang-undangan mengenai Perpajakan juga telah dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai Payung Hukum bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan Perpajakan, baik bagi Instansi Perpajakan, para Konsultan Pajak, maupun bagi para Wajib Pajak untuk memenuhi Hak-hak dan Kewajibankewajibannya. Wajib Pajak ialah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. 1 Oleh karena 1 Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. LN. No 85 Tahun 2007, TLN No. 4740, Psl 1 angka 2. 1
2 itu, para pihak yang termasuk dalam wajib pajak telah jelas diatur oleh Undangundang. Namun, pada mulanya, sistem perpajakan yang tertuang dalam ketentuanketentuan perpajakan yang berlaku belum dapat menggerakkan peran serta semua lapisan subjek pajak dalam meningkatkan angka kepatuhan dalam melaksanakan kewajibannya dalam membayar pajak. Maka, pajak yang akan dilaksanakan dari waktu ke waktu dan dilakukan secara berkesinambungan. 2 Fungsi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak bukan untuk mencari kesalahan Wajib Pajak, tetapi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 3 Pengaturan tentang pemeriksaan pajak sebenarnya telah diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Perpajakan. Namun, dengan banyaknya angka Wajib Pajak yang tidak patuh dengan tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak, maka pengaturan mengenai pemeriksaan dan penyidikan pajak terhadap wajib pajak perlu lebih ditegaskan lagi. Pemerintah melalui Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, kemudian pada tahun 2006, dikeluarkan lagi Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-123/PJ/2006 tanggal 15 Agustus 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan dan diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: 2 Hanantha Bwoga, dkk, Pemeriksaan Pajak di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), hal 1. 3 Pardiat, Pemeriksaan Pajak Edisi Kedua, (Jakarta: PT. Mitra Wacana Media, 2008), hal. 1.
3 PER-176/PJ/2006 tanggal 19 Desember 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan untuk menghindari kesewenang-wenangan aparat pajak terhadap para Wajib Pajak. Penagihan Pajak dimulai dengan adanya suatu pemeriksaan. Apabila pemeriksaan sudah dilakukan, maka dikeluarkanlah surat ketetapan pajak. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan merupakan tujuan utama dari pemeriksaan pajak, sehingga bagi Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya tergolong masih rendah, diharapkan dengan dilakukannya pemeriksaan terhadapnya dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik tingkat kepatuhannya. Bila Wajib Pajak tetap tidak mau memenuhi kewajibannya dalam membayar Pajak, maka akan diberikan saksi pidana terhadapnya. Namun, sebelum itu dilakukan, maka dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan dan penyidikan pajak terhadap Wajib Pajak tersebut. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan Tersangkanya. Beberapa tahun yang lalu dilakukan suatu kebijakan oleh Pemerintah untuk memaksa para wajib pajak secara tidak langsung untuk memenuhi kewajibannya dalam upaya meningkatkan kesadaran para wajib pajak dengan suatu program yang dinamakan Sunset Policy yang mulai berlaku dari 01 Januari 2008 dan berakhir awal
4 tanggal 31 Desember tahun 2008 yang lalu. Sunset Policy merupakan suatu kebijakan pemberian fasilitas perpajakan yang hanya berlaku di tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi pajak / peringanan sanksi pajak berupa bunga yang diatur dalam Pasal 37 A Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang KUP terhadap wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya dalam membayar dan melunasi pajak-pajak yang belum mereka bayar. 4 Sunset Policy bukan jebakan bagi Wajib Pajak yang memanfaatkannya, karena peraturan perundang-undangan perpajakan dibuat untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, serta pemberian Sunset Policy merupakan bentuk kepercayaan Direktorat Jenderal Pajak terhadap Wajib Pajak. Yang terpenting adalah Wajib Pajak harus jujur dan benar dalam mengisi dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) atau pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT). Yang dapat memanfaatkan Sunset Policy adalah: 5 a. Orang Pribadi yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang dalam tahun 2008 secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh untuk tahun Pajak 2007 dan tahun-tahun Pajak sebelumnya paling lambat 31 Maret 2009; b. Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang telah memiliki NPWP sebelum tahun 2008, yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh untuk tahun Pajak 2006 dan tahun-tahun Pajak sebelumnya 4 www.pajakpribadi.com diakses tgl 10 September 2009. 5 www.pajakpribadi.com diakses tgl 10 September 2009
untuk melaporkan penghasilan yang belum diperhitungkan dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh yang telah disampaikan. 5 Keuntungan bagi Wajib Pajak yang memanfaatkan Sunset Policy adalah: 6 a. Tidak dikenai sanksi administrasi berupa bunga; b. Tidak dilakukan pemeriksaan, kecuali Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan menjadi lebih bayar atau bila dikemudian hari ditemukan data atau keterangan lain yang ternyata belum dilaporkan di Surat Pemberitahuan (SPT) tersebut; c. Apabila Wajib Pajak sedang diperiksa dan belum disampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP), pemeriksaan akan dihentikan; d. Data dan/atau informasi yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh terkait dengan pemanfaatan Sunset Policy tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas jenis Pajak lainnya. Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) dalam PP Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan berdasarkan KUP, menegaskan lagi ketentuan di atas : 7 a. Ayat (2) Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008 dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas Pajak yang tidak atau kurang dibayar. 6 www.pajakpribadi.com diakses tgl 10 September 2009 7 www.pajakpribadi.com diakses tgl 10 September 2009
6 b. Ayat (3) Terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilakukan Pemeriksaan, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan Tahunan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar. Bila Wajib Pajak tidak memanfaatkan Sunset Policy ini, maka terhadap Wajib Pajak tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya pajak yang tidak atau kurang dibayar, maka terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dikenai sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar tersebut. Namun, Wajib Pajak tidak dapat memanfaatkan Sunset Policy bila Wajib Pajak tersebut sedang mengajukan keberatan atau banding, bila sedang dilakukannya penyidikan, bila pemeriksaan bukti permulaan yang dilakukan belum selesai dan tidak terbukti adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan dan bila sedang dilakukannya pemeriksaan di Pengadilan. 8 Berdasarkan upaya-upaya Pemerintah yang sangat keras dalam menerapkan Undang-undang Perpajakan ini, maka pemeriksaan dan penyidikan pajak terhadap wajib pajak sangat perlu dilakukan demi menambah devisa bagi keuangan negara yang sangat berperan terutama dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka Penulis sangat tertarik untuk membuat penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Tentang Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Terhadap Wajib Pajak. 8 www.pajakpribadi.com diakses tgl 10 September 2009
7 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka pembahasan akan dibatasi dalam beberapa permasalahan, yaitu: 1. Bagaimana latar belakang dan ketentuan Pemeriksaan Pajak berdasarkan ketentuan Undang-undang perpajakan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia? 2. Bagaimana sistem pelaksanaan pemeriksaan pajak yang ada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia? 3. Bagaimana mekanisme penyidikan pajak serta bagaimana tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan atas sengketa pajak? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Penulisan ini dilakukan sehubungan dengan maksud dan kehendak yang ingin dicapai, yaitu: 1. Tujuan Penulisan Berdasarkan kepada perumusan masalah sebagaimana telah diuraikan di atas, maka tujuan penulis adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui latar belakang dan ketentuan Pemeriksaan Pajak berdasarkan ketentuan Undang-undang perpajakan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8 b. Untuk mengetahui sistem pelaksanaan pemeriksaan pajak yang ada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Untuk mengetahui mekanisme penyidikan pajak serta tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan atas sengketa pajak. 2. Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan ini dapat dibagi atas 2 (dua), yakni: a. Secara Teoritis Diharapkan bermanfaat bagi kalangan perguruan tinggi, akademisi maupun bagi mahasiswa lainnya yang ingin memperdalam pengetahuan tentang Tinjauan Yuridis tentang Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak terhadap Wajib Pajak. b. Secara Praktis Diharapkan bermanfaat bagi kalangan Praktisi dan Birokrat terutama di bidang Perpajakan dapat memahami mengenai Tinjauan Yuridis tentang Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak terhadap Wajib Pajak dalam praktek di lapangan. D. Keaslian Penulisan Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan, khususnya Fakultas Hukum Jurusan Hukum Ekonomi, didapati bahwa Tinjauan Yuridis tentang Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak terhadap Wajib Pajak, belum pernah ada yang meneliti dan dijadikan objek penulisan skripsi sebelumnya. Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, gagasan pemikiran dan usaha Penulis sendiri dengan adanya bantuan dan bimbingan dari Dosen Pembimbing Penulis, tanpa
9 ada penipuan, penjiplakan, atau hal-hal lainnya yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian untuk skripsi ini adalah asli. Dan untuk itu, penulis dapat bertanggung jawab atas keaslian penulisan skripsi ini. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Tinjauan Pajak Secara Umum. Sejak tahun 1984, sistem pemungutan Pajak yang diterapkan di Indonesia adalah Self Assesment System. Di dalam sistem Self Assesment System ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan dan tanggung jawab untuk mengambil peran aktif dalam menghitung sendiri besarnya pajak terutang, membayar pajak terutang melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan pajak dan pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, serta melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dimana Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar dalam bentuk Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) dan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan). Menurut defenisi dari Negara Prancis, yang termuat dalam buku Leroy Beaulieu yang berjudul Traite de la science des Finances, 1906, mengatakan bahwa Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja Pemerintah. 9 Oleh seorang ahli bernama Mr. Dr. N. J. Feldmann dalam bukunya berjudul De Overheidsmiddelen van Indonesia, Leiden, 1949 mengatakan bahwa Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara 9 Santoso Brotodihardjo, Pengantar Hukum pajak, (Bandung: PT. Eresco Bandung, 1987), hal. 3-7.
10 umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. 10 Namun, oleh Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul Pajak berdasarkan Asas Gotong Royong, Universitas Padjajaran, Bandung tahun 1964, pengertian pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. 11 Sedangkan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak adalah Kontribusi Wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan defenisi-defenisi yang ada, maka dapat dilihat ciri-ciri apa yang melekat pada pengertian dari Pajak itu sendiri, yakni: a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. b. Dalam pembayaran Pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh Pemerintah. c. Pajak dipungut oleh Negara, baik oleh Pemerintah pusat maupun Daerah. d. Pajak dapat pula membiayai public investmet. 10 Erly Suandy, Hukum Pajak, (Yogyakarta: PT. Salemba Empat, 2005), hal. 9. 11 Ibid, hal. 5.
11 e. Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur. 12 Sedangkan pengertian penagihan Pajak adalah tindakan yang dilakukan dengan menyerahkan surat tagihan Pajak dan surat ketetapan Pajak apabila Wajib Pajak tersebut lalai. 2. Tinjauan Wajib Pajak Secara Umum. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar Pajak, pemotong Pajak, dan pemungut Pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar dapat disebut sebagai Wajib Pajak, yaitu bagi Wajib Pajak dalam negeri harus merupakan orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia Lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, warisan yang belum terbagi dan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; sedangkan bagi Wajib Pajak luar negeri persyaratannya harus merupakan orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari, badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau kegiatan yang bersifat bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia akan tetapi orang pribadi atau badan yang mendapatkan hasil/pendapatan yang berasal dari Negara Indonesia. 12 Ibid, hal. 6.
12 Kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh Wajib Pajak diantaranya seperti wajib mendaftarkan diri, melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, wajib mengambil sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) ditempat-tempat yang ditetapkan oleh pejabat Pajak serta mengisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani sendiri SPT-nya dan kemudian mengembalikannya ke Kantor Dirjen Pajak ditambah dengan lampiranlampirannya, dan lain-lain sebagainya. Selain kewajiban-kewajiban yang wajib dipenuhi oleh setiap Wajib Pajak, Wajib Pajak juga memiliki hak-hak yang dapat diperoleh, diantaranya memperoleh NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT, menerima tanda bukti pemasukan SPT, mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran Pajak sesuai dengan kemampuannya dan mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan terhadap Pajak yang harus dibayarnya. 3. Tinjauan Terhadap Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, pemeriksaan didefenisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 13 13 Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, Pasal 1 angka 1.
13 Pemeriksaan ini penting dilakukan guna menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan atas dasar sistem Self assessment, hal tersebut dilakukan dalam kegiatan untuk meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam hal Surat Pemberitahuan (SPT) menunjukkan kelebihan pembayaran Pajak dan/atau rugi, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak tepat waktu yang telah ditetapkan. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan bila terdapat bukti bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak benar, adanya pengaduan dari masyarakat yang mengetahui kecurangan Wajib Pajak tersebut dalam memenuhi kewajiban pajaknya, maupun jika terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Menurut Pasal 1 angka 32 Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pengertian penyidik adalah pejabat PNS tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Tujuan dari penyidikan ini berupa untuk menemukan tersangka yang tidak memenuhi kewajiban Pajaknya, untuk membuat tindak pidana tersebut menjadi terang dan untuk mengetahui besarnya pajak yang digelapkan. Tindakan penyidikan ini akan dilakukan apabila ditemukannya bukti pendahuluan, yaitu adanya bukti baik berupa bukti lisan maupun tulisan, perbuatan, keterangan, ataupun benda-benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana di bidang perpajakan telah terjadi dan dapat merugikan keuangan negara.
14 Namun penyidikan ini dapat dihentikan bila didapati bahwa peristiwanya bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, tidak terdapat cukup bukti, peristiwanya telah daluwarsa, tersangkanya telah meninggal dunia dan dengan alasan untuk kepentingan penerimaan negara. Sedangkan sanksi yang dapat dikenakan oleh penyidikan ini diantaranya adalah sanksi pidana denda dan sanksi pidana badan yang berupa kurungan dan/atau penjara tergantung berat atau ringannya perbuatan yang dilanggarnya tersebut. F. Metode Penulisan 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitan normatif yang bersifat analisis kualitatif. Artinya bahwa penelitian ini membahas ketentuanketentuan normatif yang berkaitan dengan Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Sedangkan bersifat kualitatif artinya penulis akan mencari informasi atau datadata sebanyak mungkin tentang Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak yang akan dihubungkan dengan Wajib Pajak. Dan bersifat analisis artinya penulis akan membahas data-data yang diperoleh dan menghubungkan dengan teori-teori yang ada sesuai dengan tema skripsi. 2. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan hukum primer seperti norma atau kaidah dasar yakni Undang-undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Peraturan Perundang-undangan, dan lain-lain atau dengan kata lain diperoleh dari Kepustakaan. Teknik pengumpulaan data yang digunakan
15 dalam penelitian ini adalah Penelitian Kepustakaan (Library Research). Penelitian Kepustakaan dilakukan dengan mencari dan mengkaji bahan-bahan Kepustakaan yang berdasarkan kekuatan mengikatnya yang terdiri dari: a) Bahan Hukum Primer seperti norma atau kaidah dasar yakni Undangundang Dasar Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Peraturan Perundang-undangan, dan lain-lain. b) Bahan Hukum Sekunder seperti tulisan para ahli hukum dan lain sebagainya. c) Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan penunjang bahan Primer dan Sekunder, seperti kamus, indeks atau artikel, buku petunjuk dan bahan acuan (referensi). 14 Cara pengumpulan data yang dilakukan untuk penelitian ini adalah dengan cara studi pustaka atau studi dokumen yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data tertulis dengan mempergunakan metode content analisis. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab yang dibagi atas beberapa sub bab, uraian singkatnya adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai latar belakang permasalahan dari skripsi ini, pokok yang akan dikemukakan berdasarkan latar hal 5. 14 Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial Dasar dan Aplikasi, (Jakarta: Rajawali Press, 1989),
16 belakang permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : Pajak dan Pemeriksaan Pajak. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan latar belakang atau sejarah singkat munculnya pemungutan Pajak di Indoneisa, apa saja yang menjadi landasan filosofis dan asas-asas pemungutan Pajak. Penulis juga akan menguraikan dasar hukum adanya Pajak dan tujuan Pajak yang merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat berperan terutama dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional, serta apa saja asas-asas dari perpajakan. Selain itu, penulis juga akan menguraikan mengenai latar belakang pemeriksaan pajak, Pengertian Pemeriksaan Pajak dan Pengertian-pengertian sehubungan dengan Pemeriksaan Pajak dan bagaimana Ketentuan Pemeriksaan Pajak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Bab III : Sistem Pemeriksaan Pajak Di Indonesia. Di dalam bab ini, penulis akan menguraikan mengenai dasar hukum pemeriksaan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kebijakan umum pemeriksaan Pajak, jenis pemeriksaan dan ruang lingkup pemeriksaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apa yang menjadi tujuan dari Pemeriksaan Pajak, bagaimana metode dan teknik Pemeriksaan Pajak, apa saja yang menjadi hak dan kewajiban dari Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka pemenuhan kewajiban bagi Wajib Pajak untuk membayar Pajak, serta apa saja yang menjadi kewajiban dan Wewenang dari Pemeriksa Pajak.
17 Bab IV : Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Terhadap Wajib Pajak. Di dalam bab ini, penulis akan menguraikan mengenai bagaimana prosedur-prosedur dalam Pemeriksaan Pajak, bagaimana mekanisme pemeriksaan dan penyidikan Pajak itu dilakukan oleh pemeriksa Pajak dan oleh penyidik Pajak yang mempunyai wewenang untuk itu, Wajib Pajak mana sajakah yang dikenakan pemeriksaan terhadapnya, apa saja sanksi yang akan dikenakan terhadap pemeriksaan Pajak yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang sesusai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bagaimana tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan terhadap Sengketa Pajak yang terjadi tata cara pembetulan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan Perpajakan. Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini terdiri dari 2 (dua) sub bab, yaitu kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan merupakan jawaban dari pokok permasalahan yang diajukan pada Bab Pendahuluan. Sedangkan saran-saran merupaka masukan dari penulis yang merupakan hasil analisa atas pokok permasalahan yang diajukan.