BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH DENGAN KEEFEKTIFAN SEKOLAH DI SMP KOTA MEDAN. Muhammad Fadhli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan akademis tertentu,

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan bahwa keunggulan suatu bangsa bertumpu pada keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. khususnya melalui Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) terus

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Triatno, (2009:53) menyatakan pendapatnya bahwa tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Iptek). Persepsi masyarakat ini kiranya telah mampu memobilisasi

2015 PENGARUH IKLIM ORGANISASI SEKOLAH TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU DI SMK NEGERI SE-KOTA BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Mulyasa (2006:3) perwujudan masyarakat yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan suatu organisasi pendidikan (dalam sistem sosial)

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini tantangan yang dihadapi lembaga-lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Nasional merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 2/1989.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 yaitu : untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Makna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014

pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-

I. PENDAHULUAN. Pemerintah dalam rangka mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan telah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang merupakan tempat dimana

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pendidikan khususnya, pelajaran akuntansi sangat

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks

I. PENDAHULUAN. perioritas bagi Negara Indonesia dalam pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

UPAYA MAHASISWA, DOSEN DAN PIHAK UNIVERSITAS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTERISTIK MAHASISWA YANG IDEAL. Oleh : Annisa Ratna Sari, S. Pd

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan.

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pemerintah menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan pada saat ini. Bukan karena adanya peningkatan melainkan

BAB 1 PENDAHULUAN. diperlukan suatu tujuan pendidikan sebagaimana yang telah tercantum dalam

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBELAJAR YANG MENDIDIK DAN BERKARAKTER

2014 PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH D AN PENGARUHNYA TERHAD AP KINERJA MENGAJAR GURU D I SMK SMIP YPPT BAND UNG

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003, telah di gariskan bahwa:

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

STRATEGI PENCAPAIAN STANDAR PENGELOLAAN SMP

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anisa Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

INTERAKSI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH STANDAR NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukan bahwa faktor-faktor kinerja

I. PENDAHULUAN. tujuan penelitian, asumsi penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini turut mempercepat laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sejak tahun 1998 merupakan era transisi dengan tumbuhnya

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian yang bermakna sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan di manapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus benar-benar diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik. Tujuan pendidikan yang diharapkan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Pendidikan harus mampu mempersiapkan warga negara agar dapat berperan aktif dalam seluruh lapangan kehidupan, cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur, berdisiplin dan bermoral tinggi, demokratis, dan toleran dengan mengutamakan persatuan bangsa dan bukannya perpecahan. Atau dengan kata lain dapat menciptakan pendidikan yang berkarakter. Salah satu pesan utama dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS tersebut ialah peningkatan mutu pendidikan. Namun pada kenyataannya mutu pendidikan di Indonesia khususnya di daerah Sumatera Utara mutu pendidikannya masih belum tergolong baik. Hal ini senada dengan yang 1

2 dikatakan oleh Pihak Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Utara yang mengaku sulit membangun kemitraan dengan pemerintah daerah. Akibatnya lembaga ini sulit melaksanakan program untuk peningkatan mutu pendidikan di daerah. Kepala LPMP, Bambang Winarji, mengatakan itu kepada wartawan di gedung DPRDSU, Rabu (10/8), usai menghadiri rapat dengar pendapat dengan jajaran anggota DPRD Komisi E Provinsi Sumut. (http://www.lpmpsumut.or.id/). Pernyataan dari kepala LPMP Sumut tersebut merupakan sebuah tanda bahwasannya mutu pendidikan kita harus dapat ditingkatkan atau dengan kata lain mutu pendidikan masih rendah. Sekolah yang bermutu diyakini dapat meningkatkan mutu pendidikan, karena sekolah yang bermutu dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas yang yang secara otomatis bersinergi terhadap peningkatan kualitas manusia. Manusia yang unggul akan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya sehigga mampu bersaing baik di dalam negeri maupun di mancanegara. Hasil penelitian Lezotte (1987) dalam Sagala (2010: 81) mengutarakan bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini prospek untuk meningkatkan pendidikan menjadi lebih cerah, sejak Amerika melakukan reformasi sekolahnya sebagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan mutu sekolah kesemuanya diperuntukkan kepada keefektifan sekolah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam usaha agar mutu sekolah meningkat maka yang harus dilakukan adalah menciptakan sekolahsekolah yang efektif. Atas dasar tersebut maka suatu usaha yang konkrit yang dapat dijadikan patokan utama dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah meningkatkan kualitas sekolah melalaui penciptaan sekolah- sekolah yang efektif.

3 Manajemen yang kuat merupakan suatu syarat dalam menciptakan keefektifan sekolah, Usman (2007: 2) menyatakan cara agar sekolah memiliki manajemen sekolah yang efektif adalah dengan menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan prinsip: (1) otonomi, (2) akuntabilitas, (3) jaminan mutu, (4) transparan, (5) kemitraan, (6) partisipasi, (7) efisien, (8) demokratis, (9) adil (termasuk proporsional dan profesional), (10) menjunjung tinggi hak asasi manusia, (11) menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, (12) menjunjung tinggi nilai- nilai kultural, (13) menjunjung tinggi nilai-nilai kemajemukan bangsa, (14) sistemik, (15) pemberdayaan siswa, (16) keteladanan, dan (17) pemberdayaan semua komponen masyarakat. Dalam menciptakan keefektifan sekolah, Mulyasa (2012: 61) mengungkapkan sedikitnya sekolah tersebut harus memiliki sembilan karakteristik yaitu: (1) Perencanaan pengembangan sekolah, (2) pengembangan guru dan staff, (3) pengembangan peserta didik,( 4) pelibatan orang tua dan masyarakat, (5) penghargaan dan insentif, (6) tata tertib dan disiplin, (7) pengembangan kurikulum dan pembelajaran, (8) manajemen keuangan dan pembiayaan, serta pendayagunaan sarana dan prasarana sekolah. Selanjutnya Sagala (2010: 81) menjelaskan bahwa keefektifan sekolah (effective schooling) dan yang sekolah yang bermutu (school quality) merupakan yang tak kunjung habis- habisnya, sepanjang sekolah itu masih menjalankan kegiatannya. Artinya seiring dengan tuntunan akan perubahan yang terus menerus mengikuti perkembangan zaman melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), tuntutan akan keefektifan dan mutu sekolah mengiringinya.

4 Saondi (2009:4) menjelaskan keefektifan adalah ukuran yang menyatakan sejauhmana sasaran/ tujuan (kuantitas, kualitas, waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan, keefektifan adalah sama dengan hasil nyata dibagi hasil yang diharapkan. Sekolah yang efektif pada umumnya menunjukkan kedekatan/ kemiripan antara hasil nyata dengan hasil yang diharapkan. Artinya sekolah dikatakan efektif apabila adanya pencapain tujuan dari yang telah direncanakan. Keefektifan sekolah dapat dilihat juga melalui tidak adanya kesenjangan antara yang didapatkan atau dicapai dengan apa yang di harapkan. Kualitas, dalam konteks sekolah, adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari lulusan yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat, misalnya Nilai UN, prestasi olah raga, prestasi karya tulis ilmiah, dan prestasi pentas seni. Kualitas tamatan dipengaruhi oleh tahapan-tahapan kegiatan sekolah yang saling berhubungan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Namun berdasarkan data yang ada di lapangan khususnya pada SMP di kota Medan sekolah belum menunjukan keefektifannya atau hasil yang sesuai dengan apa yang direncanakan. Misalnya sekolah belum memiliki perencanaan jangka panjang yang baik, kepemimpinan kepala sekolah yang kurang baik dikarenakan perekrutan kepala sekolah tidak memilki standart yang jelas. Manajemen keuangan yang tidak transparan. Kompetensi guru yang rendah hal ini dibuktikan dengan rendahnya hasil uji kompetensi guru di kota Medan yang diadakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terhadap guru yang disertifikasi. Kota Medan masih kalah baik dibandingkan kota lainnya di

5 Indonesia dalam peringkat nilai uji kompetensi guru. Komite Sekolah yang belum menjalankan fungsinya dengan baik dan belum begitu optimal dalam membantu pihak sekolah dalam menjalankan organisasinya. Situasi ini berdasarkan pengamatan di lapangan diketahui bahwa tidak jarang Komite Sekolah hanya melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya hanya pada hal-hal tertentu saja seperti dalam rangka realisasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOM) setelah itu tidak ada lagi wujud keterlibatannya, terjadi konflik antara pengurus Komite Sekolah dengan pihak Sekolah, vakumnya Komite Sekolah dikarenakan ketidak pahaman tugas dan fungsi dari pengurus Komite Sekolah dan persoalan lainnya. Scheerens dan Bosker dalam Sugiyono (2011: 158) mengungkapkan faktor- faktor yang mempengaruhi keefektifan sekolah yaitu: (1) Achiefment orientation, (2) Educational leadership, (3) Consensus and cohesion,(4) Curriculum quality, (5) School climate, (6) Classrom climate, (7) Parental involvement, (8) Evaluative potensial, (9) Effective learning time, (10) Structured instruction, (11) Independent learning, (12) Adaptive instruction, (13) Feedback and reinforcement. Dari paparan di atas dapat terlihat bahwa sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi keefektifan sekolah. Mohrman (1994) dalam Syafaruddin dan Asrul (2007: 121) menyatakan nilai terpenting dalam mengembangkan keefektifan sekolah adalah kepemimpinan kepala sekolah yang kondusif bagi berkembangnya budaya sekolah unggul memotivasi staff, memiliki sasaran yang tinggi dan prestasi siswa. Jadi dapat diambil suatu fokus bahwa kepemimpinan yang kuat dapat menciptakan budaya sekolah yang unggul sehingga keefektifan sekolah dapat terwujud.

6 Sementara itu dalam penelitiannya yang berjudul Studi tentang Pengaruh Budaya Sekolah terhadap Keefektifan Sekolah Pada SMAN Kota Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, Komariah (2004) menjelaskan bahwa sekolah efektif adalah sebagai sekolah yang memiliki kelengkapan suatu sistem dan mekanisme kerjanya berjalan sesuai dengan standar yang telah ditentukan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: 1) Keefektifan sekolah pada Era desentralisasi pendidikan dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh budaya sekolah hasil refresentasi dari Visionary Leadership yang berorientasi mutu. 2) Implementasi visi dan penciptaan visi memiliki korelasi yang tinggi terhadap budaya sekolah maupun Keefektifan Sekolah, 3) Pola sikap tindakan dan pola nilai menunjukkan nilai korelasi yang hampir sama tinggi terhadap Keefektifan Sekolah. Sedangkan untuk pola kebiasaan memiliki korelasi negatif artinya dapat menurunkan Efektifitas Sekolah walaupun dengan pengaruh yang sangat kecil. 4) Model regresi untuk keefektifan sekolah yang mengetengahkan variabel visionary leadership dan budaya sekolah secara bersamasama memberikan hasil bahwa penciptaan visi, transformasi visi, implementasi visi, dan budaya sekolah memberi pengaruh secara signifikan. Dari hasil penelitian tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keefektifan sekolah yang mengetengahkan variabel visionary leadership dan budaya sekolah secara bersama-sama memberikan hasil bahwa penciptaan visi, transformasi visi, implementasi visi, dan budaya sekolah memberi pengaruh secara signifikan terhadap keefektifan sekolah. Dari hasil paparan di atas baik pendapat maupun hasil penelitian menempatkan kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah merupakan salah satu faktor terpenting dalam meningkatkan atau menciptakan keefektifan sekolah.

7 Dari berbagai pendapat ahli di atas selalu menempatkan kepemimpinan sebagai faktor utama dalam menciptakan keefektifan sekolah. Hal ini tentunya memberikan penjelasan bahwa kepemimpinan dalam pendidikan / kepala sekolah merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan sekolah yang efektif. Begitu juga sebaliknya sekolah yang efektif hanya dapat diciptakan melalui kepemimpinan yang kuat dan tangguh yang harus dimiliki oleh kepala sekolah. Selanjutnya selain kepemimpinan budaya dalam organisasi juga menjadi faktor kunci dalam mengefektifkan sekolah. Budaya sekolah memberikan arah atau pedoman berperilaku di dalam organisasi, sehingga tidak dapat semena-mena bertindak atau berperilaku sekehendak hati. Setiap anggota akan mempunyai kesamaan langkah dan visi di dalam melakukan tugas dan tanggung jawab, sehingga masing-masing individu dapat meningkatkan fungsinya dan mengembangkan tingkat interdependensi antar individu/ bagian dengan individu/bagian yang lain dan dapat saling melengkapi dalam kegiatan usaha organisasi. Di samping itu mendorong sumber daya manusia di dalam organisasi selalu mencapai prestasi kerja atau produktivitas yang lebih baik serta memiliki secara pasti kariernya sehingga mendorong mereka konsisten dengan tugas dan tanggungjawabnya. Jadi dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa selain kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi yang ada di sekolah juga memilki peranan penting dalam menciptakan keefektifan sekolah. Budaya sekolah memberikan arah dalam berprilaku dalam organisasi artinya seluruh komponen sekolah akan bekerja secara maksimal dan sesuai arah dengan catatan jika sekolah memiliki budaya

8 yang baik. Untuk itu setiap sekolah harus mengembangkan budaya yang berkualitas dalam mencapai tujuan sekolah/ keefektifan sekolah. Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa banyak variabel yang berhubungan dengan keefektifan sekolah. Selanjutnya peneliti beranggapan bahwa yang paling penting dalam keefektifan sekolah yaitu kepemimpinan, dan budaya sekolah, maka dalam penelitian ini nantinya akan diteliti mengenai Hubungan kepemimpinan Kepala sekolah dan budaya sekolah dengan keefektifan sekolah di Sekolah Menengah Pertama di Kota Medan. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat terlihat bahwa banyak faktor yang dapat berhubungan dengan keefektifan sekolah baik internal maupun eksternal. Belum memadainya keefektifan sekolah dipengaruhi berbagai faktor antara lain, anggaran pendidikan/ pembiayaan pendidikan, kompetensi dan kepuasan kerja guru, motivasinya, kebijakan pemerintah, kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah, iklim sekolah, pembuatan keputusan, komunikasi kepala sekolah, perencanaan, partisipasi orangtua, kualitas kurikulum, manajemen pendidikan. 1.3. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas dapat terlihat bahwa banyak faktor yang berhubungan keefektifan sekolah. Namun peneliti menganggap hal yang paling penting dalam keefektifan sekolah yaitu kepemimpinan, dan budaya

9 sekolah. Jadi dalam penelitian ini hanya dibatasi pada hubungan kepemimpinan dan budaya sekolah dengan keefektifan sekolah. 1.4. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Apakah terdapat hubungan kepemimpinan kepala sekolah dengan keefektifan sekolah? 2. Apakah terdapat hubungan budaya sekolah dengan keefektifan sekolah? 3. Apakah terdapat hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah secara bersama dengan keefektifan sekolah? 1.5. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah dengan keefektifan sekolah. Secara operasional tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui hubungan kepemimpinan kepala sekolah dengan keefektifan sekolah. 2. Untuk mengetahui hubungan budaya sekolah dengan keefektifan sekolah. 3. Untuk mengetahui hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah secara bersama dengan keefektifan sekolah.

10 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Manfaat Teoretis Secara teoretis penelitian bermanfaat untuk mengembangkan ilmu administrasi pendidikan, terutama mengenai kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah dalam meningkatkan keefektifan sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hal lain yang dapat digali dari penelitian ini adalah kemungkinan dari munculnya pengembangan konsep-konsep konseptual yang berkenaan dengan kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah yang memberikan peningkatan terhadap keefektifan sekolah, yang pada muaranya akan mengarah kepada tercapainya kualitas pendidikan. b. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat: 1. Sebagai evaluasi dalam mengembangkan kepemimpinan kepala sekolah dan budaya sekolah dalam meningkatkan keefektifan sekolah. 2. Sebagai bahan rujukan dalam merumuskan materi kependidikan di lembaga pendidikan dalam mengembangkan kepemimpinan kepala sekolah, dan budaya sekolah dalam meningkatkan keefektifan sekolah. 3. Sebagai masukan bagi instansi yang berwenang dalam pengembangan kepemimpinan kepala sekolah, dan budaya sekolah dalam meningkatkan keefektifan sekolah yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas sekolah.