BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Brunner & Suddarth, 2002). Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari kasus DM terdiangnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang diperlukan, kurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya populasi manusia usia lanjut. Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2007 menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita DM. Angka ini terus bertambah hingga 3 % atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Dengan demikian jumlah pederita DM akan mencapai 350 juta pada tahun 2025 setengah dari angka tersebut berada di asia. DM telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia, setiap tahun 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh diabetes, yang
berarti 1 orang per 10 detik atau 6 orang per menit yang meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan DM (Tandra, 2008). Selanjutnya dari berbagai penelitian yang telah dilakukan di beberapa negara berkembang dan data WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa peningkatan tertinggi jumlah penderita DM terjadi di Asia Tenggara. Akan tetapi berdasarkan jumlah penderita, India menduduki urutan pertama dengan prevalensi 31,7 juta, cina pada urutan kedua (20,8 juta), Amerika Serikat pada urutan ketiga (17,7 juta) dan Indonesia berada pada urutan keempat dengan jumlah 8,4 juta. Pada tahun 2030, jumlah penderita DM meningkat di India menjadi 79,4 juta, Cina 42,3 juta, America Serikat 30,3 juta dan Indonesia 21,3 juta. Bustan (2007) menyatakan lebih dari 18,2 juta orang Amerika menderita DM dan sekitar sepertiganya tidak mengetahui bahwa mereka tidak menderita DM. pada tahun 2050 diperkirakan 39 juta AS akan didiagnosa DM. DM telah menduduki peringkat kelima penyebab kematian. DM menjadi penyakit paling popular pada usia 65 sampai 74 tahun, dan kurang pad usia di bawah 45 tahun tanpa memandang kelompok rasa, etnik dan jenis kelamin. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi diabetes sebesar 14,7 persen pada daerah urban dan 7,2 persen pada daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta
penduduk di Indonesia yang berusia diatas 20 tahun dengan asumsi prevalensi diabetes pada daerah urban (14,7 persen) dan rural ( 7,2 persen) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Dilihat pada pertambahan penduduk saat ini diperkirakan tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi sebesar 2 %, didapatkan 3,56 juta pasien DM, suatu jumlah yang sangat besar untuk ditangani sendiri oleh para ahli DM. Oleh karena itu untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya ledakan pasien DM ini harus sudah dimulai dari sekarang. Pencegahan primer pada individu yang beresiko melalui modifikasi gaya hidup yaitu pola makan, aktifitas fisik, penurunan berat badan didukung penyuluhan berkelanjutan. Sedangkan pencegahan sekunder merupakan pencegahan terjadinya komplikasi akut maupun jangka panjang meliputi pemeriksaan dan pengobatan tekanan darah, perawatan kaki diabetes, pemeriksaan mata secara rutin, pemeriksaan protein dalam urine, menghentikan kebiasaan merokok. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa dikelola dengan mematuhi empat pilar penatalaksanaan DM meliputi pendidikan kesehatan, perencanaan makan/ diit, latihan fisik teratur dan minum obat OHO/ insulin seumur hidup. Mematuhi aturan ini seumur hidup tentunya menjadi stressor berat bagi pasien sehingga banyak yang gagal mematuhinya (Soegondo, 2005, dalam WHO, 2003). Ketidakpatuhan dapat mengakibatkan kegagalan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Kepatuhan terjadi dalam situasi dimana seseorang bersungguh-sungguh menghendaki orang lain berperilaku dalam berbagai cara. (Baron & Birney, 1974,
dalam Balitbangda, 2004. Kepatuhan dalam dimensi pendidikan adalah kerelaan tindakan terhadap perintah dan keinginan kewibawaan seperti orang tua atau guru (Good, 1973 dalam balitbangda 2004). Data mengenai prevalensi dan korelasi kepatuhan pasien DM jarang sekali ditemukan di negara berkembang. Oleh karena itu WHO memfokuskan pengambilan data dari negara berkembang dengan indikasi estimasi tahun 2025 terjadi ledakan mutlak pasien DM di negara berkembang. Pasien dan penyedia kesehatan di negara berkembang menghadapi hambatan ganda untuk memberikan self care yang cukup karena kemelaratan, kurangnya sistem pemberian perawatan kesehatan dan bersaing dengan prioritas utama negara dalam perhatian terhadap individu (WHO, 2003). Suatu studi di India melaporkan bahwa pasien yang tidak patuh pada program diet dan monitoring glukosa sebesar 63% (Delamater 2006). Studi di USA menunjukkan sekitar 48% pasien tidak mengikuti rencana diit dan program aktifitas fisik. (Anderson dan Gustafson, 1988 dalam Delamater, 2006), melaporkan 70% pasien tidak patuh menjalani program tinggi karbohidrat, tinggi serat dalam diit. Studi di California Utara, menemukan 67% pasien diabetes tipe 2 tidak melakukan monitoring glukosa secara teratur sebagaimana yang direkomendasikan, 25% tidak patuh terhadap penggunaan OHO, 63% tidak mematuhi program aktifitas fisik informal, 92,3% menjalankan program aktifitas fisik yang terorganisir dan 85% tidak membeli obat yang diresepkan. Sedangkan data dari survey FKM UI di Indonesia, 80% pasien DM menyuntik insulin secara tidak higienis, 58% menyuntik insulin dengan dosis tidak sesuai, 77 % memonitor dan menginterpretasikan gula darah
secara keliru dan 75% tidak makan sesuai anjuran (Darmayanti, 2008). Sementara data RS Thamrin Jakarta selama tahun 2008, tingkat kepatuhan terapi jangka panjang pada pasien DM hanya mencapai sekitar 50%, 58% pasien DM salah menggunakan obat, 75% tidak menjalani diet, dan 80% menyuntikan insulin dengan cara yang salah. Padahal, dengan mengikuti terapi yang tepat, penderita DM dapat menjalani kehidupan yang nomal. (RS Thamrin, 2008, Pusat perawatan diabetes, http:// www.thamrinhospital.com/old/services.html didapat tanggal 19 Februari 2014). Hasil penelitian Rosinta (2011) mengatakan keberhasilan penderita DM mengontrol gula darah, menjalankan terapi diet dan melakukan aktivitas/olahraga teratur akan membuat penderita terhindar dari berbagai komplikasi, seperti luka yang tidak sembuh-sembuh yang mengakibatkan sering terjadi amputsi (15-40 kali) dibandingkan orang biasa, kerusakan mata (kebutaan) pada orang dewasa, penyakit jantung koroner dan kerusakan pembuluh darah bertambah 2-4 kali lipat akibat DM. Hal ini menjelaskan bahwa pentingnya kepatuhan penderita DM menjalankan terapi DM sesuai ketentuan petugas kesehatan sehingga penderita terhindar dari komplikasi dan dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Dalam hal antisipasi untuk pencegahan DM ini yang sangat diperhatikan adalah dengan memberikan penyuluhan kesehatan bagi penderita DM. Promosi kesehatan melalui penyuluhan kesehatan pada penderita DM merupakan suatu hal yang amat penting dalam regulasi gula darah penderita DM dan mencegah atau setidaknya menghambat munculnya penyulit kronik maupun penyulit akut yang ditakuti penderita DM. Dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik antara
penderita DM dan keluarganya dengan para pengelola/penyuluh yang dapat terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi dan tenaga lainnya. Promosi kesehatan pada hakikatnya usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu, dengan harapan masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan, akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku (Notoatmodjo,2005). Tujuan promosi kesehatan adalah memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat agar mau menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan yang bersumber masyarakat. Kegiatan pokoknya adalah dengan pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) mencakup mengembangkan media promosi kesehatan, dan melaksanakan dukungan administratif dan operasional pelaksanaan program promosi kesehatan. Upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan media cetak, elektronik maupun media ruang. Dalam hal ini metode dan media diposisikan untuk membuat suasana yang kondusif terhadap perubahan perilaku yang positif terhadap kesehatan. Melalui media cetak telah dikembangkan berbagai leaflet, brosur, poster, kalender, dan lain-lain. Setiap tahun unit promosi kesehatan memproduksinya sehingga menurut peneliti perlu dirancang media yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat sehingga pesan dapat lebih efektif untuk merubah pengetahuan, sikap dan tindakan penderita tentang penyakit diabetes mellitus. Metode promosi kesehatan yang akan digunakan adalah metode ceramah dan media leaflet dengan pertimbangan merupakan metode dan media penyuluhan yang fungsinya
untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat. Edukasi yang baik dan tepat akan menggugah kesadaran penderita untuk mengubah dan menjalankan diet yang dianjurkan, sehingga kadar gula darah terkendali dengan baik dan mencegah timbulnya komplikasi. Nicolucci ae al (1996) melaporkan bahwa penderitaa DM yang tidak mendapat edukasi memiliki risiko 4 kali lebih tinggi terkena komplikasi dibandingkan yang mendapat edukasi. RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar merupakan rumah sakit milik pemerintah Kota Pematangsiantar kelas B Pendidikan dan saat ini sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti penilaian akreditasi KARS Baru. Salah satu tuntutan akreditasi tersebut adalah bahwa sebuah rumah sakit terakreditasi harus memiliki unit pelayanan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) sebagai salah satu pelayanan preventif dalam usaha pelayanan kesehatan dimana selama ini belum pernah dilakukan penyuluhan secara terstruktur kepada pasien yang berobat di klinik. Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti kepada pasien yang berobat jalan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar pada tanggal 24 januari 2014 pada 5 pasien penderita DM mengatakan bahwa kadar gula darah mereka naik turun karena susah menjaga pola makanannya apalagi kalau ada pesta, tidak melakukan kontrol KGD dengan teratur dan kurang olah raga, pengetahuan mereka pun kurang mendukung bagaimana hidup sehat bagi penderita DM dan data dari rekam medik mengatakan bahwa pola penyakit rawat jalan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2012 DM menduduki urutan ke tiga dari urutan sepuluh
penyakit dalam terbanyak. Jumlah pasien DM di klinik tahun 2013 sebanyak 1266 penderita dengan rata-rata 120 penderita /bulan. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik ingin meneliti efektifitas penyuluhan dengan metode ceramah dan media leaflet terhadap perilaku penderita DM yang berobat ke klinik rawat jalan RSUD dr Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2014. 1.2. Permasalahan Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya efektifitas penyuluhan kesehatan dengan metode ceramah dibandingkan dengan menggunakan leaflet terhadap perilaku penderita diabetes mellitus di klinik RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2014. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penyuluhan dengan metode ceramah dan media leaflet terhadap perilaku penderita diabetes mellitus di klinik RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2014. 1.4. Hipotesis 1. Ada perbedaan rata-rata perilaku penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan dengan metode ceramah.
2. Ada perbedaan rata-rata perilaku penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah intervensi media leaflet. 3. Ada perbedaan keefektivan penyuluhan dengan metode ceramah dan media leaflet terhadap perilaku penderita diabetes mellitus di klinik RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Untuk memberikan informasi mengenai gambaran perilaku penderita diabetes mellitus. 2. Sebagai masukan bagi rumah sakit dalam membuat program kebijakan kesehatan untuk penderita diabetes mellitus. 3. Masukan dan informasi bagi petugas kesehatan akan pentingnya penyuluhan melalui metode ceramah dan media leaflet serta dapat dibagikan kepada pengunjung/penderita untuk dapat merubah perilakunya. 4. Pengembangan khasanah ilmu pengetahuan melalui penelitian selanjutnya yang terkait dengan penyuluhan dengan atau tanpa media terhadap perilaku penderita DM.