BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wadah bagi masyarakat untuk memperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya insani. Untuk mencapai peran penting pendidikan tersebut, maka proses

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. penalaran logis, sistematis, kritis, cermat, kreatif dan inovatif dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Kualitas suatu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan bagian dalam ilmu pengetahuan dengan berbagai peranan menjadikannya sebagai ilmu yang sangat penting dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia dan sering dipakai di dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah bertujuan agar siswa memilki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204) mengemukakan : Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Matematika salah satu mata pelajaran yang menjadi perhatian utama, dan dalam kenyataannya, matematika masih merupakan pelajaran yang sulit dipelajari oleh siswa bahkan merupakan pelajaran yang menakutkan bagi sebahagian besar siswa. Hal ini dikemukakan oleh Russeffendi (dalam raudatul husna dkk 2008:176) bahwa matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi., kalau bukan sebagai mata pelajaran yang dibenci. Sehingga berdampak negatif pada hasil belajar matematika yang rendah Dengan demikian guru matematika pada khususnya harus dapat menyakinkan 1

2 bahwa matematika itu merupakan pelajaran yang mudah dan menjadi kebutuhan hidup. Rosyada (dalam Hasratuddin 2008:3) mengatakan bahwa sampai sekarang, kenyataan di lapangan, masih banyak para guru menganut paradigma transfer of knowledge (learning without heart) dalam pembelajaran dan lebih menekankan pada latihan mengerjakan soal-soal rutin dan drill. Kondisi ini menyebabkan hasil pendidikan sekolah kita hanya mampu menghasilkan insan-insan yang kurang memiliki kesadaran diri, kurang berpikir kritis, kurang kreatif, kurang mandiri, dan kurang mampu berkomunikasi secara luwes dengan lingkungan fisik dan sosial dalam kehidupan. Hal sama dikemukakan oleh Sutrisno (dalam Dwi 2006:20) yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika selama ini pada umumnya kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir strategis sehingga siswa hanya menghapalkan saja semua rumus atau konsep tanpa memahami maknanya dan tidak mampu menerapkan dalam berbagai situasi aplikatif. Untuk mengatasi hal diatas, proses pembelajaran dikelas perlu diubah, dengan melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran dan guru sebagai fasilitator untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika. Dengan demikian, Secara khusus tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar dan menengah tertuang dalam Permendiknas No. 22 (2006:346)bahwa : Tujuan mata pelajaran matematika di sekolah untuk jenjang sekolah dasar dan menengah adalah agar siswa mampu : 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

3 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memeperjelas keadaan atau masalah. 5. Memilki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memilki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam komunikasi matematika. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National Council of Teacher of Mathematics (2008: 7) yaitu: (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical comminication), (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving), (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections), (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics). Dari pernyataan di atas, tujuan mata pelajaran matematika tersebut menunjukkan bahwa di jenjang pendidikan dasar dan menengah matematika mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, percaya diri, efesien dan efektif. Berdasarkan kutipan diatas disimpulkan bahwa pelajaran matematika sangat penting bagi seluruh peserta didik. Ada beberapa faktor matematika sulit diantaranya adalah: 1) Kesulitan mengkomunikasikan ide-ide kedalam bahasa matematika pada saat diberikan soal soal yang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. George Kenedy (dalam

4 Marlina dkk, 2015:2) dalam penelitiannya menyatakan bahwa soal-soal yang berhubungan dengan bilangan tidak begitu menyulitkan siswa, namun soal-soal yang menggunakan kalimat sangat menyulitkan siswa dalam menyelesaikannya; 2) Keyakinan siswa terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam memberikan alasan-alasan, mengajukan pertanyaan dan menyelesaikan permasalahan matematika masih kurang; 3) Siswa memandang matematika sebagai mata pelajaran yang membosankan, monoton, dan menakutkan. Salah satu kemampuan matematis yang harus dikuasai dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi. Untuk itu siswa harus mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang baik. Bagi siswa yang terlibat dalam komunikasi matematis dengan gurunya maupun dengan teman-temannya, baik secara lisan maupun tertulis, baik pada saat pembelajaran berlangsung maupun diluar kelas, akan sangat banyak manfaatnya untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa matematis mereka. Baroody (Ansari, 2012:4) menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting, mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuh kembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir ( a tool to aid thinking), matematika tidak hanya sebagai alat alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity: artinya matematika sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran, matematika juga wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru

5 dan siswa. Maka dari itu guru dituntut untuk lebih kreatif dan mampu mencari alternatif penyelesaian masalah belajar anak. Terutama dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah, guru harus bisa memadukan dan menyelaraskan antara aktivitas dan kreativitas guru dengan aktivitas dan kreativitas peserta didik secara harmonis dan dinamis, terlebih lagi guru harus mampu membangkitkan partisipasi aktif peserta didik di dalam kelas, dan dapat lebih memaknai kegiatan pembelajaran di kelas terutama pada pelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan kompetensi pembelajaran matematika yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), adalah agar siswa mampu : (1) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan; 2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ngin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta coba-coba; 3) mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan; 4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan. Berdasarkan kutipan di atas, aspek komunikasi matematik merupakan salah satu kompetensi yang harus dikembangkan dikalangan peserta didik. komunikasi matematik merupakan hal yang sangat penting karena dengan berusaha berkomunikasi dengan baik secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman yang konkrit sehingga dengan pengalaman tersebut dapat digunakan dalam memecahkan masalah-masalah serupa. Sedangkan Turmudi (dalam Marlina dkk, 2015:3) menyatakan komunikasi adalah bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Hal ini merupakan cara untuk berbagi

6 gagasan dan mengklasifikasikan pemahaman. Proses komunikasi membantu membangun makna dan kelengkapan gagasan dan membuat hal ini menjadi milik publik. Ketika seorang siswa ditantang dan diminta berargumentasi untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka kepada orang lain secara lisan atau tulisan, mereka belajar untuk menjelaskan dan meyakinkan orang lain, mendengarkan gagasan atau penjelasan orang lain, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengalaman mereka. Dalam pembelajaran matematika, komunikasi menjadi aspek penting untuk menunjang keberhasilan siswa dalam belajar. Dengan kemampuan komunikasi siswa dapat saling bertukar ide-ide dalam matematika sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Siswa akan mendapatkan wawasan kedalam pemikiran mereka. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa di dalam pembelajaran selama ini guru jarang menciptakan suasana yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, siswa tidak biasa merefleksikan gambar, tabel atau grafik ke dalam ide matematika. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Setiawan (2008) bahwa di dalam pelaksanaan pembelajaran matematika sehari-hari jarang sekali siswa untuk mengkomunikasi ide-ide matematikanya sehingga siswa sangat sulit memberikan penjelasan yang tepat, jelas dan logis atas jawabannya. Selain itu rendahnya kompetensi belajar matematika juga dipengaruhi oleh kurangnya partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran di kelas. Hal ini sangat menghambat siswa untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Partisipasi ini berhubungan erat dengan kemampuan komunikasi siswa. Rendahnya kemampuan komunikasi ini

7 mengakibatkan siswa sulit untuk mencerna soal soal yang diberikan sehingga mereka tidak bisa memecahkan masalah tersebut. Seorang siswa yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik akan dapat dengan mudah mengambil suatu langkah untuk menyelesaikan sebuah persoalan. Sebagai contoh soal yang menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematika masih rendah dapat kita lihat dari salah satu persoalan berikut: sebuah kebun berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 30 meter dan lebar 17 meter. Sekeliling kebun itu akan dipasangi pagar. Biaya pembuatan pagar Rp. 50.000 tiap meter. Berapa biaya yang diperlukan untuk pembuatan pagar tersebut? Siswa tidak mampu menyatakan situasi atau ide-ide matematika melalui tulisan atau dengan kata-kata sendiri Gambar 1.1 Proses Jawaban Siswa Tes Kemapuan Komunikasi Matematik Siswa belum dapat membuat model matematika untuk menghitung berapa biaya pagar yang diperlukan Dari gambar di atas siswa diharapkan dapat menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol, dan informasi matematika atau menyatakan situasi yang ada dalam permasalahan ke dalam model matematika dan menghitung panjang pagar dan melaksanakan pemecahannya. Tetapi siswa bahkan jarang yang memulai pekerjaannya dengan menuangkan informasi atau data ke dalam gambar,

8 pengubahan model matematika sehingga dalam penyelesaiannya siswa banyak yang tidak mampu melaksanakannya. Contoh di atas merupakan salah satu soal yang diujikan kepada siswa kelas VII SMP swasta Taman Harapan Medan yang memperlihatkan hasil yang tidak maksimal. Dari 25 orang siswa kelas VII-1 yang hadir pada saat tes berlangsung, jumlah siswa yang mampu menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar atau grafik yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan adalah 15 orang yaitu 60% dari jumlah siswa, menyatakan suatu situasi dengan gambar 10 orang atau 40%, menyatakan situasi ke dalam model matematika tidak ada siswa yang bisa melakukan hal tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa sangat rendah di SMP Taman Harapan Medan. Masalah masalah di atas membutuhkan sebuah solusi pembelajaran yang dapat menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapi siswa. Model pembelajaran yang digunakan selayaknya dapat membantu siswa untuk dapat memecahkan masalahnya secara mandiri. Di samping kemampuan komunikasi matematik merupakan aspek kognitif siswa, aspek afektif merupakan kemampuan berhubungan dengan sikap atau perilaku (psikologis), sedangkan aspek psikomotorik adalah aktifitas atau kegiatan yang dilakukan siswa, sehingga demikian ketiga aspek tersebut saling keterkaitan dan bergantung. Salah satu yang menunjang terjadinya keberhasilan dalam menyelesaikan tugas dengan baik yang bersifat afektif dan tidak kalah pentingnya dengan kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan self efficacy. Tuntutan pengembangan

9 kemampuan ini tertulis dalam kurikulum matematika, antara lain menyebutkan bahwa pelajaran matematika harus menanamkan sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, minat dalam pelajaran matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dengan kata lain kemampuan self-efficacy matematik merupakan salah satu tujuan mata pelajaran matematika yang harus dicapai. hal ini disebabkan karena selfefficacy siswa mempunyai pengaruh besar terhadap berpikir matematis siswa. Mempunyai percaya diri yang kuat akan membuat seesorang mempunyai motivasi, keberanian, ketekunan dalam melaksanakan tugas yang diberikan, begitu juga sebaliknya Mempunyai percaya diri yang rendah akan menjauhkan diri dari tugas-tugas yang sulit, cepat menyerah saat menghadapi rintangan.. Hal tersebut juga sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang tercatat didalam KTSP, yaitu memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam mengemukakan kemampuan komunikasi. Oleh karena itu, kemampuan self-efficacy harus dikembangkan dalam diri siswa agar dapat memaknai proses pembelajaran matematika dalam kehidupan nyata, sehingga proses pembelajaran terjadi secara optimal, dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika. Menurut Somakim (2010:32) Self-efficacy matematik adalah kepercayaan diri terhadap; kemampuan merepresentasikan dan menyelesaikan masalah matematika, cara belajar/bekerja dalam memahami konsep dan menyelesaikan tugas, dan kemampuan berkomunikasi matematika dengan teman sebaya dan

10 pengajar selama pembelajaran. Maka pada umumnya seorang siswa akan lebih mudah dan berhasil melampaui latihan-latihan matematika yang di berikan kepadanya. Sehingga hasil akhir dari pembelajaran tersebut yang tercermin dalam prestasi akademiknya juga cenderung akan lebih tinggi di bandingkan siswa yang memiliki self-efficacy rendah. Lemahnya kemampuan self-efficacy dikarenakan siswa menghindari tantangan, melakukan sesuatu dengan lemah, fokus pada defisiensi dan hambatan, dan mempersiapkan diri untuk bersikap yang kurang baik. Seseorang yang terlalu tinggi menilai kemampuannya akan melakukan kegiatan yang tidak dapat diraih yang dapat berdampak pada kesulitan dan kegagalan, sebaliknya seseorang yang menilai rendahnya kemampuannya akan membatasi diri dari pengalaman yang menguntung. Berdasarkan hasil penemuan awal peneliti dalam pembelajaran matematika maupun dari observasi pembelajaran yang dilakukan peneliti lain menemukan bahwa dikalangan para siswa sekarang ini walaupun tidak semuanya, banyak yang serba pasif yakni menunggu jawaban temannya dalam menyelesaikan masalah. Jika tidak, maka mereka hanya membaca buku-buku pelajaran kalau diperintah oleh guru. Hal ini disebabkan oleh self Efficacy siswa tersebut rendah terhadap pelajaran yang diberikan atau metode pembelajaran yang diberikan tidak tepat, sehingga siswa merasa tidak nyaman dalam proses belajar mengajar tersebut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa guru-guru matematika di sekolah jarang memberikan perhatian yang proposional dalam meningkatkan self-efficacy matematik siswa.

11 Gambar 1.2. Jawaban Siswa Angket Self-efficacy Berdasarkan hasil tes tersebut rendahnya self-efficacy matematik juga dialami pada siswa SMP Taman Harapan Medan dari kusioner angket self-efficacy yang diberikan kepada siswa. Hasil tes tersebut rendahnya self-efficacy matematik dapat dilihat dari 40 butir soal pada angket yang memuat 3 indikator self-efficacy matematik diberikan kepada 25 orang siswa SMP Taman Harapan Medan. Secara rinci pencapaian hasil angket self-efficacy pada indikator tingkat (level) 30 %, indikator kekuatan (strength) 45 % dan indikator keluasan (generally) 55 %. Berdasarkan hasil tersebut, jika acuan batas pencapaian 65 % maka self-efficacy siswa masih berada di bawah batas pencapain minimal dengan kata lain self-efficacy siswa masih rendah. Dalam proses belajar mengajar ini diharapkan siswa diberi kebebasan dalam berfikir atau bernalar dengan gaya mereka sendiri dan mengkomunikasikan apa yang dihasilkan, selanjutnya guru menghargai perbedaan jawaban siswa maka siswa akan respek mencoba idenya dengan hal seperti ini berarti guru telah

12 membangkitkan kemampuan komunikasi matematika dan self Efficacy siswa. Self-efficacy terkait dengan penilaian seseorang akan kemampuan dirinya dalam menyelesaikan sesuatu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Self-efficacy menunjang kemampuan matematis. Demi menunjang kemampuan komunikasi matematis dan Self-efficacy maka perlu dilakukan sebuah pendekatan yang memungkinkan sikap siswa terhadap matematika menjadi lebih baik sehingga berakibat pada baiknya kemampuan komunikasi matematika maka ketercapaian keberhasilan siswa. Pendekatan yang dipandang dapat membuat siswa aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan mereka adalah pendekatan realistik. Pendekatan realistik bertujuan agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada akhirnya membangkitkan self efficacy siswa terhadap matematika melalui proses belajar mengajar. Sehingga yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan matematika realistik adalah pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai langkah atau strategi. Dengan demikian siswa mampu menyelesaikan berbagai permasalahan baik dalam pelajaran ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Karena ilmu pengetahuan akan bermakna bagi pembelajar jika proses belajar melibatkan masalah sehari-hari. Menurut Suharta (dalam Supardi 2012:245), terdapat lima karakteristik pendekatan realistik, yaitu: konteks dunia nyata ; model-model; produksi dan konstruksi siswa; interaktif; dan keterkaitan (interwining). Konsep pendekatan realistik menekankan dunia nyata sebagai titik tolak pembelajaran dan sekaligus sebagai tempat mengaplikasikan matematika. Di sini matematika

13 dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah. Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Diperkuat oleh Gravermeijer (dalam lasasati, 2006:21) bahwa pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) merupakan suatu pendekatan yang berasumsi perlu adanya pengaitan antar matematika dengan realitas yang ada dan dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Masalah realistik ini bukan berarti masalah yang selalu konkret dapat dilihat oleh mata tetapi termasuk hal-hal yang mudah dibayangkan oleh siswa. Selain itu, siswa diberi kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata. Dengan demikian tingkat kemampuan komunikasi matematik dan self efficacy siswa akan lebih meningkat. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik berpengauh terhadap kemampuan komunikasi matematika dan self efficacy siswa SMP. Jadi, pembelajaran dengan pendekatan realistik ini diusulkan untuk dilakukan penelitian. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan berikut :

14 1. Hasil belajar matematika siswa rendah. 2. Kemampuan komunikasi matematika dan self efficacy terhadap matematika rendah. 3. Dalam menilai hasil belajar, guru kurang maksimal memberikan soal-soal matematika kontekstual yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. 4. Siswa kurang terampil dalam mengkomunikasikan konsep dan fakta-fakta matematika. 5. Siswa sulit memahami konsep matematika dan cenderung menghapal konsep. 6. Bentuk proses jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah kurang sistematis. 1.3. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang diuraikan diatas maka yang menjadi batasan masalah dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada masalah sehubungan dengan kemampuan komunikasi matematik dan self-efficacy siswa SMP dan faktor yang mempengaruhinya, faktor tersebut adalah pendekatan pembelajaran yang dimiliki oleh siswa. Dalam hal ini pendekatan pembelajaran yang digunakan nantinya adalah pendekatan realistik dan pendekatan pembelajaran konvensional.

15 1.4. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat pengaruh pendekatan realistik terhadap kemampuan komunikasi matematik dan self-efficacy siswa SMP Taman Harapan Medan? Rumusan masalah diatas dapat dijabarkan kedalam beberapa pernyataan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran pendekatan realistik terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa? 2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran pendekatan realistik terhadap self-efficacy siswa? 3. Bagaimana proses penyelesaian jawaban kemampuan komunikasi matematika siswa yang belajar dengan pendekatan realistik? 1.5. Tujuan peneliti Sesuai dengan rumusan masalah pada peneliti ini, maka yang menjadi tujuan penelitian secara umum adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pendekatan komunikasi matematika dan self efficacy siswa. Dari tujuan umum tersebut dirinci menjadi tujuan secara khusus sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran pendekatan realistik terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa.

16 2. Untuk mengetahui terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran pendekatan realistik terhadap self-efficacy siswa. 3. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian jawaban kemampuan komunikasi matematika siswa yang belajar dengan pendekatan realistik. 1.6. Manfaat Peneliti Berkaitan dengan menggunakan pendekatan realistik dalam pembelajaran matematika pada peneliti, diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika sebagai berikut: 1. Kepada siswa, untuk dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematika dan self efficacy siswa sehingga prestasi belajarnya dapat meningkat melalui pembelajaran dengan pendekatan realistik. 2. Bahan masukan bagi guru dalam memilih dan menggunakan model serta pendekatan pembelajaran secara optimal pada kegiatan belajar mengajar matematika. 3. Rujukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian ini bagi para peneliti tertarik dengan penelitian sejenis. 4. Peningkatan kompetensi peneliti dalam melakukan kegiatan peneltian serta aplikasi dalam proses pembelajaran di kelas.