BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I.PENDAHULUAN. Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 Amandemen ke- 4 menyatakan negara mengakui

BAB I PENDAHULUAN. batas-batas wilayah dihuni oleh sejumlah penduduk dan mempunyai adat-istiadat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem sentralisasi ke desentralisasi menjadi salah satu wujud pemberian tanggungjawab

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 6 TAHUN 2011 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 7 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, maupun kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. bagian terkecil dari struktur pemerintahan yang ada di dalam struktur

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGARUH PERSONAL BACKGROUND, POLITICAL BACKGROUND DAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi birokrasi

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Efektivitas Penyaluran Alokasi Dana Desa Di Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Kutai Timur

BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indenosia tersebar di desa-desa seluruh Indonesia. diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan

I. PENDAHULUAN. Kedudukan desa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diakui sebagai

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KEUANGAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 15 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DANA BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI DESA DAN ALOKASI DANA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 7 TAHUN 2011 T E N T A N G

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

Dpemerintahan terkecil dan

KEPALA DESA KARANGPAPAK KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA KARANGPAPAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

DHARMOTTAMA SATYA PRAJA

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang

BAB I INTRODUKSI. Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. menegaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan derah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantu dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Dwipayana desentralisasi memungkinkan berlangsungnya perubahan mendasar dalam karakteristik hubungan kekuasaan antara daerah dengan pusat, sehingga daerah diberikan keleluasaan untuk menghasilkan keputusan-keputusan politik tanpa intervensi pusat. 1 Demokratisasi setidaknya mengubah hubungan kekuasaan diantara lembaga-lembaga politik utama dalam berbagai tingkatan. Salah satu bentuk perubahan karakter hubungan kekuasaan tercermin dari 1 Dwipayana, Aridan Suntoro Eko, 2003, Membangun Good Governance di Desa, Institute of Research and Empowerment,Yogyakarta. Hlm,6.

2 pergeseran locus politics dari pemerintahan oleh birokrasi menjadi pemerintahan oleh partai (party government). Desentralisasi ini tidak hanya terbatas pada tingkat kabupaten kota tetapi juga desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (PP 72/2005). Desa, atau sebutan-sebutan lain yang sangat beragam di Indonesia, pada awalnya merupakan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk, dan mempunyai adat-istiadat untuk mengelola dirinya sendiri yang disebut dengan self-governing community. Desa pada umumnya mempunyai pemerintahan sendiri yang dikelola secara otonom tanpa ikatan hirarkhis-struktural dengan struktur yang lebih tinggi. Sementara itu Nordiawan menyatakan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, bahwa efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara pemerintah pusat 2 Nordiawan, Deddi, Iswahyudi SP dan Maulidah Rahmawati, 2007, Akuntansi Pemerintahan, Salemba Empat, Jakarta.hlm.284.

3 dengan daerah dan antar daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, keadaan ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan pemerintah daerah sehingga perlu diganti. Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintahan desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan desa dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakat. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu, sedangkan terhadap desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistik, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri. Dalam menyelenggarakan kewenangan, tugas dan kewajiban desa dalam penyelenggaraan pemerintah maupun pembangunan maka dibutuhkan sumber pendapatan. Menanggapi permasalahan tersebut, pemerintah memberi dukungan

4 keuangan desa salah satunya adalah berasal dari dana Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah minimal 10% (sepuluh persen) diperuntukkan bagi desa yang disebut Anggaran Dana Desa (ADD). Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka tiap desa akan mendapatkan kucuran dana dari pemerintah pusat melalui APBN lebih kurang dari 1 Milyar per tahun. Pada pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengenai sumber pendapatan desa, maksud pemberian Anggaran Dana Desa (ADD) sebenarnya adal ah sebagai bantuan stimulan untuk mendorong dalam membiayai program pemerintah desa yang ditunjang dengan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pemerintah dan pemberdayaan masyarakat. 3 Melalui Anggaran Dana Desa, desa atau pun kelurahan berpeluang untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa secara otonom. Anggaran Dana Desa adalah dana yang di berikan kepada Desa yang berasal dari dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. Pemberian Anggaran Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memacu percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis. Anggaran Dana Desa sangat penting guna pembiayaan pengembangan wilayah tertinggal dalam suatu sistem wilayah pengembangan. Pelaksanaan Anggaran 3 Lihat Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

5 Dana Desa ini ditujukan untuk program-program fisik dan non fisik yang berhubungan dengan indikator perkembangan desa, meliputi tingkat pendidikan, tingkat pendapatan masyarakat, dan tingkat kesehatan. Salah satu alasan rasional mengapa perlu ada Anggaran Dana Desa (ADD) adalah Kebijakan ADD sejalan dengan agenda Otonomi daerah, dimana desa ditempatkan sebagai basis desentralisasi. Kebijakan ADD sangat relevan dengan perspektif yang menempatkan desa sebagai basis partisipasi, karena desa berhadapan langsung dengan masyarakat dan kontrol masyarakat lebih kuat. Sebagian besar Masyarakat Indonesia hidup di dalam komunitas pedesaan. Sehingga desentralisasi di tingkat desa akan meningkatkan fungsi pemerintahan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Mengenai hal tersebut tentunya akan memunculkan berbagai permasalahan yang sangat menarik untuk dikaji berkaitan dalam proses pengelolaan anggaran dana desa di desa. Sehingga kegiatan penelitian tentang masalah tersebut sangat penting untuk dilakukan, yaitu dengan melakukan penelitian untuk mengamati dan mencermati proses pengelolaan alokasi dana desa yang selama ini telah dilaksanakan, agar dapat mengetahui apakah dalam proses tersebut berjalan dengan baik. Di dalam pelaksanaan bantuan Anggaran Dana Desa masih terdapat beberapa permasalahan. Sebagai contoh adalah masih rendahnya Pendapatan Asli Desa yang diperoleh desa. Permasalahan dalam pelaksanaan Anggaran Dana Desa dijumpai juga pada kemampuan pengelola Anggaran Dana Desa baik dari unsur pemerintah desa maupun lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan,

6 pelaksanaan, dan pengendalian kegiatan yang belum baik. Permasalahan lainnya adalah masih kurang maksimal partisipasi swadaya gotong royong masyarakat desa. Kurang maksimalnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan desa yang dibiayai dari Anggaran Dana Desa juga menunjukkan kurangnya komunikasi dari organisasi pengelola Anggaran Dana Desa dengan masyarakat, oleh karena itu harus ada pengaturan yang hukum yang tepat atas pengelolaan Anggaran Dana Desa dan disamping itu harus ada kebijakan trensisi yang harus dilakukan oleh pemerintah guna memaksimalkan pengelolaan ADD tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Analisis Yuridis Tentang Pengelolaan Anggaran Dana Desa (ADD) Berdasarkan Otonomi Desa untuk mengkaji kritis atas pengaturan pengelolaan Anggaran Dana Desa ini. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaturan pengelolaan anggaran dana desa berdasarkan otonomi desa? 2. Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pengelolaan anggaran dana desa berdasarkan otonomi desa? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaturan pengelolaan anggaran dana desa berdasarkan otonomi desa. 2. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam pelaksanaan pengaturan pengelolaan anggaran dana desa berdasarkan otonomi desa.

7 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pengaturan hukum tindakan pemerintah dalam mendapatkan dan mengelola Anggaran Dana Desa secara yuridis dalam otonomi daerah, selanjutnya mengetahui bagaimana implikasi dan kebijakan transisi dari program pemerintah tersebut, sehingga mahasiswa dapat memberikan kritisi dan menemukan solusisolusi yang terbaik untuk pengelolaan ADD Indonesia kedepannya. 1.4.2 Kegunaan Praktis Secara praktis penelitian ini untuk memberikan pengetahuan bagi semua pihak yang mempunyai perhatian terhadap kebijakan pemerintah bidang pengelolaan Anggaran Dana Desa dan sebagai bahan bacaan alternative dalam bidang kebijakan hukum pengelolaan ADD Indonesia terutama mahasiswa Fakultas Hukum dalam menambah wawasan dalam urgensi suatu kebijakan pemerintah dan implikasinya.