PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI

dokumen-dokumen yang mirip
TESIS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB III PENUTUP. sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

BAB III PENUTUP. korupsi dan kekuasaan kehakiman maka penulis menarik kesimpulan. mengenai upaya pengembalian kerugian negara yang diakibatkan korupsi

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis diatas maka dapat ditarik kesimpulan

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM PIDANA KHUSUS STATUS MATA KULIAH : LOKAL WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

DAFTAR PUSTAKA. Bakhri, Syaiful, 2009, Hukum Pembuktian Dalam Praktik Peradilan Pidana, Cetakan I, P3IH FH UMJ dan Total Media, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2005, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

PENJATUHAN PIDANA PENJARA BAGI TERDAKWA PENYALAHGUNAAN NARKOBA

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis pembahasan, hasil penelitian yang penulis

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB III PENUTUP. maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. hukum tetap ini merupakan upaya hukum luar biasa, dalam memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. sebagai jawaban dari permasalahan dalam penulisan hukum ini yakni bahwa:

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

SKRIPSI PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA. Oleh : FERDIAN HEYDIANTO NIM

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

SISTEM PEMBEBANAN PEMBUKTIAN TERBALIK PADA TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat

I. PENDAHULUAN. pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

PERAN SAKSI MAHKOTA DALAM PERKARA PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Mahrus Dasar-Dasar Hukum Pidana dalam Sudarto, Hukum Pidana I. Semarang: Badan Penyediaan Bahan-Bahan Kuliah, FH UNDIP

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku-Buku Adami Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta, Raja Grafindo Persada

BAB III PENUTUP. terdahulu, maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu :

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

I. PENDAHULUAN. tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Achmad, Menguak Realitas Hukum: Rampai Kolom Dan Artikel Pilihan Dalam Bidang Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB III PENUTUP. bersifat yuridis adalah pertimbangan yang didasarkan pada fakta - fakta yang

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

BAB III PENUTUP. pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, pada pokoknya dapat

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

BAB III PENUTUP. waktu yang lama, dilain pihak kejaksaan harus segera dapat menentukan kerugian

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENUTUP. penelitian lapangan, serta pembahasan dan analisis yang telah penulis lakukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas diatas, maka dapat dikemukakan

SKRIPSI PENYIDIKAN DENGAN CARA KONFRONTASI OLEH PENYIDIK KEPOLISIAN MENURUT UU RI NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN O L E H :

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2

BAB III PENUTUP. terhadap saksi dan korban serta penemuan hukum oleh hakim.

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI. Oleh RAUDHOTUL MUFIDA Nim

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

PRAKTEK PERADILAN PIDANA Kode Mata Kuliah : MI 020

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

HAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB III PENUTUP. karena Hukuman Mati merupakan suatu bentuk pelanggaran dan pengingkaran. terhadap Hak Hidup, sebagaimana dinyatakankan dalam:

LUMAJANG TENTANG DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERJUDIAN

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

Transkripsi:

T E S I S PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI Diajukan sebagai tugas akhir Untuk memperoleh gelar Magister Hukum Bidang Studi Hukum Bisnis OLEH : I WAYAN SULANDRA NIM 12105067 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM UNIVESITAS NAROTAMA S U R A B A Y A 2007

KARYA ILMIAH PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH : I WAYAN SULANDRA NIM 12105067 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM UNIVESITAS NAROTAMA S U R A B A Y A 2007

PORM PENGAJUAN TESIS N a m a : I WAYAN SULANDRA. NIM : 12105067. Judul : Efektifitas Pembuktian Terbalik Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi. Disen Pembimbing yang diajukan : DR. Sadjijono,SH, M.Hum

Surabaya, 3 Maret 2007 Yang mengajukan I WAYAN SULANDRA

PORM PENGAJUAN TESIS N a m a : I WAYAN SULANDRA. NIM : 12105067. Judul : Efektifitas Pembuktian Terbalik Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi. Disen Pembimbing yang diajukan : DR. Sadjijono,SH, M.Hum Surabaya, 3 Maret 2007 Yang mengajukan I WAYAN SULANDRA

RINGKASAN Rumusan tindak pidana korupsi berasal dari rumusan pasal 1 ayat 1 sub a undang-undang Nomor 3 tahun 1971, dan diadakan penyederhanaan dengan membuang unsur / anak kalimat yang secara langsung atau tidak langsung (dalam kontek merugikan keuangan negara atau perekonomian negara). Selain itu juga, tidak lagi mencantumkan unsur kesalahan berupa : diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sehingga didalam rumusan yang baru ini tidak terdapat unsur subyektif kesalahan, semua unsur bersifat obyektif. Perubahan seperti itu menyebabkan cakupan rumusan menjadi bertambah luas dan pengertiannya bertambah abstrak. Rumusan tindak pidana korupsi merupakan rumusan yang paling abstrak dibandingkan rumusan tindak pidana lainnya, sehingga cakupannya sangat luas. Diharapkan dengan luasnya rumusan ini sangat banyak perbuatan pidana yang dapat masuk kedalam rumusan ini. Dengan rumusan yang sangat luas memang membuka peluang untuk diperdebatkan karena memang multi taksir dalam rangka penerapannya dilapangan. Segi positif dari rumusan seperti ini adalah cakupannya sangat luas sehingga lebih mudah menjerat sipelaku dan lebih mudah mengikuti perkembangan masyarakat melalui penafsiran hakim. Segi negatifnya mengurangi kepastian hukum akibat terbukanya peluang dan kecendrungan yang lebih luas bagi hakim. Dalam hal dapat mendatangkan kerugikan keuangan negara dibuktikan olek Jaksa Penuntut Umum bahwa menurut logika kekayaan yang diperoleh oleh terdakwa tidak seimbang dengan sumber penghasilannya yang sah, akan tetapi dalam ulasan pembuktian terbalik terdakwa berkewajiban membuktikan bahwa harta yang dimilikinya semua berasal dari penghasilannya yang sah. Dalam praktik, selalu ada kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, walaupun sebenarnya kerugian negara itu perlu nyata-nyata sudah timbul, karena perbuatan memperkaya diri sendiri baru dapat terwujud secara sempurna apabila kekayaan telah diperoleh dari perbuatan korupsi itu. Dengan kata lain disatu pihak (terdakwa) memperoleh kekayaan dan dilain pihak negara dirugikan akibat perbuatan itu. Dalam Undang-undang nomor 31 tahun 1999 yo undang-undang nomor 20 tahun 2001 cakupannya tidak hanya merugikan keuangan negara tapi jauh lebih luas seperti Gratifikasi. Istilah melawan hukum menggambarkan suatu pengertian tentang sifat tecelanya atau sifat terlarangnya suatu perbuatan. Perbuatan yang tercela adalah memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum yaitu terdakwa tidak berhak untuk melakukan perbuatan dalam rangka memperoleh atau menambah kekayaan dengan cara melakukan perbuatan melawan hukum. Setiap subyek hukum berhak untuk memperoleh dan menambah kekayaannya, tapi tidak dengan cara melakukan perbuatan melawan hukum. Dilihat dari sumbernya atau asal sifat terlarangnya melawan hukum dapat dibagi menjadi dua yakni : 1. Jika yang melarang itu hukum tertulis disebut melawan hukum formil karena bertumpu pada atauran tertulis atau peraturan perundang-undangan. 2. Jika sifat terlarangnya berasal dari masyarakat (berupa kepatutan dan nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat) maka sifat demikian disebut melawan hukum materiil. Sifat melawan hukum dalam tindak pidana korupsi sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan umum, maupun dalam pasal 2 undang-undang nomor 31 tahun 1999 mempunyai arti ganda yaitu melawan hukum formil maupun materiil. Penjelasan seperti ini dapat mempermudah

pembuktian tentang keberadaan sifat tercelanya suatu perbuatan memperkaya diri sendiri, hal ini menimbulkan penafsiran yang begitu luas sehingga Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan menghilangkan sifat melawan hukum materiil dan kini hanya berlaku sifat melawan hukum pormil sehingga ada kepastian hukum.

DAFTAR ISI Halaman JUDUL. LEMBARAN PENGESAHAN.. i ii KATA PENGANTAR. iii RINGKASAN. DAFTAR ISI iv viii BAB I PENDAHULUAN 1 1. Latar Belakang Masalah.. 1 2. Rumusan Masalah 7 3. Tujuan Penulisan. 7 4. Manfaat Penulisan 8 5. Tinjauan Pustaka. 8 6. Metode Penelitian 12 a. Sumber Bahan Hukum 12 b. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum 13 c. Analisa Bahan Hukum. 13 7. Sistimatika Penulisan..... 13. BAB II LANDASAN YURIDIS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI. 15 1. Landasan Yuridis Pembuktian Terbalik. 15 2. Teori Pembuktian... 17

3. Pembuktian Terbalik Terbatas dan Berimbang 28 4. Rumusan Tindak Pidana Korupsi... 31 5. Pertanggung Jawaban Subyek Tindak Pidana Korupsi 36 6. Pembagian Tindak Pidana Korupsi.. 44 7. Peran Serta Masyarakat.. 48 BAB III MEKANISME PENERAPAN PEMBUKTIAN TERBALIK TINDAK PIDANA KORUPSI... 53 1. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi 53 2. Sistim Pembebanan Pembuktian TPK. 57 3. Mekanisme Pembuktian Terbalik TPK 59 4. Mekanisme Penerapan Pembuktian terbalik dalam Gratifikasi. 67 5. Sistim pembebanan Pembuktian Terbalik Harta Benda yang belum Dipersangkakan.. 76 BAB IV PENUTUP. 80 1. Kesimpulan. 80 2. Saran. 81.

DAFTAR PUSTAKA 1. Literatur. Adami Chazawi 2006 Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi.Alumni Bandung. Adami Chasawi.2005, Hukum Pidana Materiil dan Formil Jakarta Bayumedia. Andi Hamzah.1985 Hukum Acara Pidana Indonesia Jakarta Bayumedia B,de Bosh-Kemper dalam R Trisna 1966, Komentar atas Hukum Acara Dalam Pemeriksaan Pengadilan. Jakarta. Berda Nawawi Arief, 2003 Kapita selecta hukum pidana, PT Citra Aditya B, Bandung Darwam Prinst 2002 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT.Citra Aditya Bakti Bantung. Laden Marpaung 1992 Tindak Pidana Korupsi Masalah dan Pemecahannya Sinar Grafika Cetakan Pertama Jakarta. Muchtar Kusuma Atmadja 1976 Hubungan Hukum dengan Masyarakat Jakarta Sinar Grafika. Mulyatno 1978 KUHP Terjemahan Mulyatno Jakarta Bina Aksara. Mulyatno, 1984 Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta Bina Aksara. Martiman Prodjohamidjojo 1993 Pembahasan Terori Hukum Acara Pidana Dalam Terori dan Praktek. Jakarta Pradnyaparamita. Martiman Prodjohamidjojo 2001 Landasan Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek Cv Mandar Maju Bandung. M.Yahya Harahap, 1985 Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Grafika Jakarta Edisi Kedua. PT Sinar Laden Marpaung 1992, Tindak Pidana Korupsi Masalah dan Pemecahannya PT Sinar Grafika Cetakan Pertama Jakarta. R.Wiryono, 2005 Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika Jakarta. Soeryono Soekamto. 2004, Efektitas Hukum dan Sanksi, Jakarta Remaja Karya Soetanto Soepiandhy 2004, Meredesain Konstitusi PT.Kepel Press Cet.Pertama

2. Perundang undangan. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Undang-undang Nomor 3 tahun 1971, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tinda Pidana Korupsi. Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korups. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Berwibawa.