BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi telah terjadi perkembangan di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. udara, dan paling banyak terjadi pada negara berkembang. (1) Udara merupakan salah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

I. PENDAHULUAN. dilepaskan bebas ke atmosfir akan bercampur dengan udara segar. Dalam gas

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan (indoor) maupun luar ruangan

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

ANALISIS KUALITAS UDARA

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN. bermotor, pembangkit tenaga listrik, dan industri. Upaya pemerintah Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

PREVALENSI GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA BATU PADAS DI SILAKARANG GIANYAR BALI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sehari-hari pajanan dan proses kerja menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan, udara sebagai komponen

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara luas di hampir setiap sektor industri. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu mendapat perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan, berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja.

BAB I PENDAHULUAN. Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai padanan istilah bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi pertanian dan juga maupun dari segala industri yang lainya. Julukan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

Dampak Kabut Asap Kebakaran Hutan Terhadap Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya di dunia (Sugiato, 2006). Menurut Badan Kependudukan Nasional,

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan oleh Timah Hitam (Pb) yang ditimbulkan dari asap kendaraan

DAMPAK PEMANFAATAN BATUBARA TERHADAP KESEHATAN. Dit. Penyehatan Lingkungan Ditjen PP & PL DEPKES

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS)

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah memberikan kontribusi yang besar seperti pembukaan lapangan kerja dengan ditemukannya inovasi dalam bidang teknologi dan berbagai kontribusi lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1) Kemajuan dalam bidang industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini memberikan berbagai dampak positif yaitu terbukanya lapangan kerja, membaiknya sarana transportasi dan komunikasi serta meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat. Akan tetapi suatu kenyataan yang perlu disadari bahwa perkembanagan kegiatan industri secara umum juga merupakan sektor yang sangat potensial sebagai sumber pencemaran yang akan merugikan bagi kesehatan dan lingkungan. (1) Permasalahan lingkungan akibat aktivitas industri pada prinsipnya bervariasi antara tiap-tiap industri. Setiap industri memiliki proses, bahan baku, dan hasil produk yang berbeda. Kegiatan industri ini akan mengeluarkan sisa-sisa proses dalam bentuk zat-zat dan limbah dengan karakteristik tertentu yang dapat menjadi agen polutan lingkungan, salah satunya adalah bahan pencemar udara yang dapat mencemari udara lingkungan kerja. (1) Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan industri adalah menurunnya kesehatan pekerja diakibatkan berbagai penyakit akibat kerja dan kondisi lingkungan tempat kerja. (2) Menurut data ILO mengemukakan penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan sebesar 34% adalah penyakit kanker, 25% kecelakaan, 21 % penyakit 1

2 saluran pernapasan, 15 % penyakit kardiovaskuler, dan 5 % disebabkan oleh faktor yang lain. (2) Diantara semua penyakit kerja, terdapat 10-30% adalah penyakit paru. Di Inggris pada tahun 1996 ditemukan 330 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan. Di New York ditemukan 3% kematian akibat penyakit paru kronik. (3) Selain itu riset yang dilakukan oleh The Surveillance of Work Related and Occupational Respiratory Disease (SWORD) yang dilakukan di Inggris ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan. Angka sakit di di Indonesia sendiri mencapai angka 70% dari pekerja yang terpapar debu tinggi. Sebagian besar penyakit paru akibat kerja memiliki akibat yang serius, yaitu terjadinya gangguan fungsi paru dengan gejala utama yaitu sesak napas. (4) Pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan oleh Balai Hiperkes dan Keselamatan kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja di delapan perusahaan, diperoleh hasil sebanyak 90 responden (45%) yang mengalami restrictive (penyempitan paru-paru) dan masingmasing 2 responden (1%) yang mengalami obstructive (penyumbatan paru-paru) dan combination (gabungan antara restrictive dan obstructive). (2) Salah satu jenis pencemar udara yang memberikan dampak besar terhadap kesehatan manusia adalah PM 10 karena bersifat respirable yang memicu terjadinya ganguan pernafasan yaitu Insfeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). (5) Menurut WHO besarnya ukuran partikel debu yang dapat masuk ke dalam saluran pernafasan manusia adalah yang berukuran o,1 µm sampai dengan kurang dari 10 µm dan berada sebagai suspended particulate matter partikulat melayang dengan ukuran < 10 µm dan dikenal dengan nama PM 10. Konsentrasi PM 10 selain memperparah/memicu infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), juga dikaitkan dengan peningkatan kematian prematur. (6) Kandungan debu maksimal dalam udara ruangan dengan rata-rata pengukuran 8 jam menurut Keputusan Menteri Kesehatan No

3 405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja dan Industri adalah 150 µg/m³. Konsentrasi PM 10 dianggap tidak sehat apabila berjumlah 335 µg/ m 3 sampai 424 µg/ m 3. Polutan ini dapat menembus bagian dalam paru, sehingga merupakan faktor penyebab paling penting terjadinya penyakit pernapasan di bagian bawah, penyakit paru obstruktif menahun, kanker, dan penyakit-penyakit pernapasan lainnya. (7) PM 10 dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernapasan. Pada konsentrasi 140 μg/m 3, PM 10 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 μg/m 3 dapat memperparah kondisi penderita bronkhitis. (8) Efek yang ditimbulkan dari pajanan PM 10 bagi kesehatan sudah banyak dialami oleh masyarakat di pedesaan maupun perkotaan baik di negara maju maupun berkembang. Pajanan kronis dari PM 10 berperan dalam meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler maupun penyakit pernafasan termasuk kanker paru. (5) Penelitian sebelumnya telah menghubungkan antara paparan polutan partikulat terespirasi dengan beberapa kejadian penyakit saluran pernafasan. Seperti yang dilakukan oleh Mutius et al. di Jerman Timur, bahwa peningkatan konsentrasi partikulat, SO2, NOx, serta kombinasi antara ketiganya di udara ambien berhubungan dengan peningkatan risiko anak-anak mengidap penyakit saluran pernafasan bagian atas dan asma. Pada penelitian lainnya juga menyebutkan PM 10 juga ditemukan di industri yang banyak menghasilkan debu partikel dan juga merupakan salah satu sumber pencemaran udara luar yang berasal dari asap kendaraan bermotor di jalan raya. (9) Sejalan juga dengan penelitian oleh Santoso mengenai particulate dimana hasil penelitiannya peningkatan rata-rata konsentrasi tahunan untuk PM 10 dan PM 2,5

4 dari tahun 2004 ke tahun 2005. Hasil pengukuran pada periode tahun 2002-2005 yang dilakukan oleh BPLH Kota Bandung menunjukkan bahwa di beberapa lokasi ambang batas baku mutu harian untuk PM 10 telah dilampaui, baik di lokasi perumahan, perkantoran dan perdagangan, ruang terbuka hijau, dan terminal. (5) Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Muhammad Amin tahun di kota Sawahlunto tahun 2016 dimana pengukuran kualitas udara dilakukan di Kantor BLH Kota Sawahlunto pada kondisi normal (tanpa kabut asap) dan pada saat kondisi kabut asap. Konsetrasi PM 10 pada saat kabut asap seluruhnya telah melampaui baku mutu udara ambien dan memiliki level berbahaya untuk ISPU. Diperoleh rata-rata konsentrasi logam Al, Cr, Mn, Co, Ni, dan Cd berturut-turut sebagai berikut 3,991; 3,929; 2,908; 2,386; 4,682; dan 2,279 μg/m³. Konsentrasi tertinggi adalah logam Ni yaitu 4,682 μg/m³ pada saat konsentrasi PM 10 juga tertinggi yaitu 708,00 μg/m³. (10) Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Randy Novirsa dan Umar Fahmi Achmadi (2012) mengenai Analisis Risiko Pajanan PM 2,5 di Udara Ambien Siang Hari terhadap Masyarakat di Kawasan Industri dengan RQ>1 dan didapatkan hasil perhitungan risiko yang diterima seumur hidup (lifetime) menunjukkan terdapat tiga area berisiko dengan nilai RQ>1, yaitu Ring 2 (500-1.000 m), Ring 4 (1.500-2.000 m), dan Ring 5 (2.000-2.500 m). Daerah paling aman yang dapat dihuni oleh masyarakat di kawasan industri semen adalah di atas 2,5 km dari pusat industri dengan konsentrasi 0,028 mg/m 3. (11) PT. Kunango Jantan merupakan perusahaan yang baru berdiri selama 3 tahun. Berdasarkan wawancara dengan penanggung jawab K3 di PT. Kunango Jantan diperoleh hasil bahwa PT ini belum pernah melakukan pengukuran terhadap kadar debu sehingga belum ada data yang menunjukkan konsentrasi kadar debu di PT. tersebut. Walaupun demikian berdasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan di

5 peneliti di PT. Kunango Jantan di dapatkan bahwa konsentrasi debu di sekitar pabrik relatif cukup tinggi secara subjektif. Tingginya kadar debu di PT ini salah satunya disebabkan oleh akses jalan masuk ke dalam PT. Kunango Jantan masih berupa tanah/belum di aspal, sedangkan kendaraan proyek lalu lalang di atasnya. Kondisi ini juga diperparah apabila hari panas/tidak sedang turun hujan maka debu beterbangan dan langsung menyebabkan mata perih sedangkan penanganan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengendalikan konsentrasi debu masih sangat terbatas. Selain pemaparan diatas, proses produksi seperti : pipa, workshop, sunblasting dan elbow merupakan tahap pekerjaan yang menghasilkan debu yang cukup timggi. Selain itu permintaan dari PT. Kunango Jantan sendiri untuk melakukan pengukuran kadar debu di PT tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terkait tingkat risiko kesehatan lingkungan pajanan PM 10 pada karyawan di PT. Kunango Jantan tahun 2017. Hasil penelitian ini tidak hanya bermanfaat dalam pengendalian risiko, tetapi juga dapat digunakan sebagai kerangka ilmiah dalam pengambilan keputusan dan kebijakan dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan dan lingkungan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana gambaran tingkat risiko gangguan kesehatan melalui analisis risiko pajanan PM 10 pada karyawan di PT. Kunango Jantan? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui tingkat risiko kesehatan lingkungan melalui analisis risiko pajanan PM 10 pada karyawan di PT. Kunango Jantan dan majemen risiko dapat dilakukan agar risiko dapat diminimalisasi.

6 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui konsentrasi PM 10 dalam udara lingkungan kerja di PT. Kunango 2. Mengetahui karakteristik antropometri dan pola aktivitas karyawan di PT. Kunango 3. Menganalisis intake dan tingkat risiko PM 10 yang diterima karyawan di PT. Kunango 4. Menentukan karakteristik risiko kesehatan individu terhadap pajanan PM 10 pada karyawan di PT. Kunango Jantan 5. Mengetahui gambaran gangguan pernapasan pada karyawan di PT. Kunango 6. Menentukan manajemen risiko pajanan PM 10 pada karyawan di PT. Kunango 7. Menentukan komunikasi resiko pajanan PM 10 pada karyawan di PT. Kunango 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti, diharapkan dapat menambah wawasan peneliti dan melatih keterampilan peneliti dalam melakukan analisis risiko kesehatan lingkungan pajanan debu PM 10 pada karyawan di PT. Kunango Jantan terhadap gangguan kesehatan non karsinogenik pada populasi berisiko yang bekerja di lingkungan tersebut. 2. Bagi Perusahaan Bagi PT. Kunango Jantan diharapkan penelitian ini dapat memberikan data gambaran tingkat konsentrasi debu PM 10 dan juga menjadikan tolak ukur dalam penanganan debu khususnya PM 10 yang berakibat bagi karyawan di perusahaan.

7 3. Bagi Institusi pendidikan khususnya Fakultas Kesehatan Masyarakat, diharapkan dapat menjadi informasi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut terkait Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengenai analisis risiko kesehatan lingkungan pajanan PM 10 pada karyawan di PT. Kunango Jantan tahun 2017, serta manganalisis secara deskriptif gangguan kesehatan yang dialami karyawan terkait dengan PM10. Konsentrasi PM 10 didapatkan dari pengukuran langsung di 5 titik, yaitu jalan masuk pabrik, pipa, workshop, sunblasting dan elbow. Data antropometri dan pola pajanan populasi berisiko dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner pada saat berlangsungnya pengukuran konsentrasi pajanan.