BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2008, hlm Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Remaja Roesdakarya,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 1997, hlm Engkoswara & Aan komariah, Administrasi Pendidikan, Alfabeta: Bandung, 2012, hlm. 92.

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hasan Basri, Landasan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm Ibid., hlm. 15.

BAB I PENDAHULUAN. Arif Hadipranata, 2000, Peran psikologi di Indonesia,Yogyakarta, Fakultas Psikologi UGM,, hlm 75. 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai), Alfabeta, Bandung, 2009, hlm. 2.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB I PENDAHULUAN. Agama dan Budaya, Bandung: Pustaka Setia, hal Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman, kurikulum mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anwar Hafid dkk, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2013, hlm. 56.

BAB I PENDAHULUAN. Tatang, Ilmu Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm.13. Ibid., hlm.15.

BAB I PENDAHULUAN. Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hal. 1-2.

BAB I PENDAHULUAN. Zainy Chalish Hamdy dkk, Administrasi Pendidikan dan Supervisi Pendidikan, IAIN Press, Medan, 2005, hlm. 1

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Jogjakarta, 2013, hlm Daryanto, Inovasi Pembelajaran Efektif, Cv Yrama Widya, Bandung, 2013, hlm. 168.

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014, Hlm: 28 2

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB 1 PENDAHULUAN. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm.1. 2 Tatang S, Ilmu Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm.14.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, A.H Ba adillah Press, Jakarta, 2002, hlm

BAB I PENDAHULUAN. 1 Zakiyah Darajat, Ilmu Fiqih, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, hlm 2.

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan rendahnya disiplin diri, barangkali para remaja menganggap banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ibid., 4. Ibid., hlm. 23

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harus dihadapi dengan kearifan dan bijaksana, merupakan suatu usaha secara

BAB I PENDAHULUAN. Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2009, hlm. 80 Ibid, Hlm. 84

BAB I PENDAHULUAN Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta : Logos. Wacana Ilmu, 2009), hlm. 140.

BAB I PENDAHULUAN. Media Group, Jakarta, 2010, hlm Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Prenada

BAB I PENDAHULUAN. Soetjipto. Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 59 Ibid, hlm. 60

BAB I PENDAHULUAN. Akhirnya memang akan menjadi fenomena yang jelas-jelas mencoreng

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.2 Menurut PP No.

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 34 2

PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS MELALUI PROGRAM PAGI SEKOLAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran dan pendidikan agama dari guru Pendidikan Agama Islam.

BAB I PENDAHULUAN. hlm M. Uzer Ustman, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1995,

BAB I PENDAHULUAN. E. Mulyasa, Manajemen PAUD, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014, hlm

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan. Dalam hal ini yang diproritaskan adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua yang menyekolahkan anaknya menginginkan anaknya

BAB I PENDAHULUAN Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 1.

A. Latar Belakang Masalah

Upaya Meningkatkan Konsep Diri Siswa Dalam Belajar Melalui Teknik Modeling Dalam Bimbingan Kelompok

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jamal Ma mur Asmani, Tips menjadi guru inspiratif kreatif dan inovatif, Diva Press, Jogjakarta, hlm.161

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Meity H. Idris, Peran Guru dalam Mengelola Keberbakatan Anak, Cet.2, PT Luxima Metro Media, Jakarta, hlm, 171.

BAB I PENDAHULUAN. Kisbiyanto, Ilmu Pendidikan, Nora Media Enterprise : Kudus, Cet. 1, 2010, hal. 35.

BAB I PENDAHULUAN. persiapan untuk kehidupan yang baik dikemudian hari, oleh karena itu banyak orang tua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan sengaja oleh orang dewasa agar seseorang menjadi dewasa. 1 Menurut Ki Hajar

BAB I PENDAHULUAN. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, hlm Endang Poerwanti, dkk, Perkembangan Peserta didik, Malang: UMM Press, 2002, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Ismail SM. Et. All. Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODELOGI PENELITIAN. menggunakan metode atau cara yang benar dalam penelitian tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Sinar Baru, Surabaya, 1997, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

Berkualitas Biaya Pas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menurut Islam pada hakekatnya adalah makhluk monopluralis

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta,2004, hlm Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,

PENANAMAN KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN DAN DISIPLIN MELALUI PROGRAM BERJUMPA (BERSIH JUM AT PAGI)

Upaya Meningkatkan Karakter Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Sosiodrama

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Agus Mahfud, Ilmu Pendidikan Islam Pemikiran Gus Dur, Nadi Pustaka, Yogyakarta, 2012, hlm. 73.

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan hal paling penting dalam diri manusia untuk menjadikan kita individu yang patuh dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia baik dalam hubungan dengan Tuhannya maupun berinteraksi dengan

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Serta kini telah diterapkan kurikulum baru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempelajari pengetahuan berdasarkan fakta, fenomena alam, hasil pemikiran

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK DI MTs MUSLIMAT NU PALANGKARAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan bagi kehidupan manusia di era global seperti saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm. 4. 2

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencapai. keseimbangan jasmaniah dan rohani menuju kedewasaan, disinilah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dasar untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan berupaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. saat ini, para bapak pendiri bangsa (the founding fathers) menyadari bahwa paling

Oleh: SITI SULAIKAH LATIF NPM : PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi perilaku kenakalan peserta didik serta membina peserta didik untuk berakhlakul karimah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH KEDISIPLINAN BELAJAR DAN PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS SISWA SMP NEGRI 30 PURWOREJO

kurikulum. Bahkan, ada yang mengatakan No teacher no education. Maksudnya, tanpa guru, tidak terjadi proses pendidikan. 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan, Rajawali Pres, Jakarta, 2011, hlm. 266.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dalam mendewasakan seseorang. Mendewasakan seseorang berarti membantu seseorang menjadi manusia dewasa yang dapat memahami dirinya sendiri secara utuh dengan kelebihan dan kekurangannya sehingga bisa menjadi manusia yang sempurna. Manusia yang sempurna adalah manusia yang mampu merealisasikan ide atau teori yang ada dalam diri mereka menjadi sebuah kenyataan dalam perbuatan atau tindakan yang membentuk moral dengan tetap berpedoman pada al-qur an dan al-hadits. Dengan kata lain bahwa tugas pendidikan menurut Muhibbin Syah yakni memberi bimbingan agar pertumbuhan dan perkembangan dapat berlangsung secara wajar dan optimal. Secara prakmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. 1 Menurut Undang-Undang sistem pendidikan nasional tahun 1989, pendidikan dilaksanakan dalam bentuk bimbingan, pengajaran, dan pelatihan. Perkataan bimbingan atau membimbing memiliki dua makna yaitu bimbingan secara umum yang mempunyai arti sama dengan mendidik atau menanamkan nilai-nilai, membina moral, mengarahkan siswa supaya menjadi orang baik. Bimbingan juga mempunyai arti khusus, yaitu sebagai suatu upaya atau program membantu mengoptimalkan perkembangan siswa. Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas kontribusinya dari berbagai pihak di sekolah. Selain guru pembimbing atau konselor sebagi pelaksana utama, penyelenggaraan bimbingan dan konseling 1 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Remaja Roesdakarya, Bandung, 2008, hlm. 105. 1

2 di sekolah, juga perlu melibatkan kepala sekolah, guru mata pelajaran, orang tua/ wali murid serta lingkungan masyarakat sekitar. Berbagai masalah diera modern seperti ini menuntut pihak sekolah untuk meningkatkan profesionalitas konselor, sehingga mampu memecahkan setiap problem yang dialami siswa, baik pribadi maupun sosial. 2 Sehingga siswa bisa menjadi manusia yang lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tanggung jawab mereka terhadap sekolah dan lain sebagainya. Kompleksitas problem diera globalisasi memang sulit dikendalikan. Ia melaju dengan kecepatan mahadahsyat dan selalu menimbulkan masalah psikologi, moral, mental, mind set, dan transformasi kultural dan struktural yang canggih dan super cepat. Lambat mengantisipasi dinamika akseleratif ini membuat sekolah semakin ketinggalan zaman. Disinilah urgensi dari fungsi bimbingan dan konseling sebagai langkah awal dalam mengembangkan potensi besar peserta didik sehingga mereka mampu beradaptasi dan menjaga diri dari arus globalisasi sekarang ini. Di dalam dunia pendidikan, kita juga menyadari bahwa sekolah-sekolah maupun madrasah kita masih perlu meningkatkan kedisiplinannya. Terutama sekolah swasta yang dana operasionalnya dan gerak hidupnya bergantung pada peran orang tua dan donatur lainnya. Apabila disiplin sekolah rendah, maka orang tua cenderung tidak mengirimkan anak-anaknya masuk ke sekolah tersebut. Pada umumnya orang tua cenderung mengirimkan anakanaknya ke sekolah yang mempunyai disiplin yang baik. Dengan disiplin yang baik, akan berdampak baik pula bagi perubahan perilaku dan prestasi siswa. Apabila disiplin sekolahnya baik, prestasi akan mempengaruhi perubahan perilaku untuk menjadi lebih baik pula. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang sangat strategis untuk menanamkan dan mengajarkan kedisiplinan. Sekolah merupakan tempat kelanjutan pendidikan disiplin yang sudah dilakukan oleh keluarganya. Karena itu kepala sekolah beserta guru-guru lainnya perlu menempatkan 2 Jamal Ma mur Asmani, Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah, DIVA PRESS, Yogyakarta, 2010, hlm. 17.

3 disiplin kedalam prioritas program pendidikan di sekolahnya. Dengan demikian para peserta didik akan terbawa arus disiplin sekolah yang baik yang akan melahirkan siswa-siswa yang berperilaku positif. Disiplin tinggi akan memberi motivasi, perjuangan dan kompetisi yang kuat diantara para peserta didik. Masa depan mereka akan jauh lebih baik, apabila disiplin sudah dibiasakan sejak dini. Dan proses menanamkan kedisiplinan kepada peserta didik ini juga bisa dilakukan oleh pihak sekolah maupun madrasah dengan mengadakan kegiatan layanan bimbingan. Bimbingan merupakan bantuan khusus yang diberikan kepada anak didik dengan memperhatikan kemungkinan dan kenyataan tentang adanya kesulitan yang dihadapinya dalam rangka perkembangan yang optimal, sehingga mereka dapat memahami diri dan bertindak serta bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Bimbingan tidak hanya sekedar memberi bantuan dalam memecahkan masalah, namun juga bersifat lebih mendalam sehingga diharapkan klien (siswa) dapat mengambil pelajaran dari layanan bimbingan tersebut. Tanggung jawab guru dalam menanamkan kedisiplinan pada siswa adalah memberikan sumbangan yang besar bagi penyiapan masa depan bangsa yang lebih baik. Sebaliknya jika kita membiarkan para siswa terjerumus kedalam perbuatan yang tersesat, berarti kita telah membiarkan bangsa dan negara ini terjerumus kejurang kehancuran. Karena dengan cara demikian masa depan kehidupan mereka akan penuh harapan yang lebih baik. Di dalam Al-Qur an disebutkan bahwa hancurnya kelompok masyarakat atau Negara selalu disebabkan oleh merosotnya akhlak. Di dalam buku-buku sejarah juga diceritakan bahwa hancurnya Negara selalu disebabkan oleh merosotnya akhlak. Kenyataan menunjukkan hancur seseorang selalu disebabkan oleh merosotnya akhlak. Hancurnya suatu institusi misalnya koperasi, ospol, ormas, juga oleh hancurnya akhlak. Dari rincian di atas jelas bahwa kunci keberhasilan menjalani kehidupan adalah akhlak. Nabi Muhammad Saw., diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak. Karena itu hakikat pendidikan ialah pembinaan

4 akhlak. Dalam bahasa awam akhlak itu adalah karakter, mengapa pendidikan nasional kita banyak yang gagal? Karena pendidikan kita belum pernah focus ke pembinaan akhlak/karakter. Pendidikan kita selalu focus ke pembinaan pengetahuan (kognitif) dan materi isi keterampilan kerja. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita, mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah merupakan suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. 3 Kebutuhan akan bimbingan bagi para siswa disebabkan oleh perkembangan kebudayaan dan teknologi yang semakin pesat yang dapat mempengaruhi perkembangan masyarakat secara keseluruhan. Perilaku siswa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor lingkungan, keluarga, sekolah, teman, dan pergaulan. Dengan adanya hal-hal semacam itulah bimbingan akan penanaman kedisiplinan bagi para siswa sangat penting. Karena perilaku siswa yang baik dan positif dapat terjadi karena para siswa memiliki kesadaran yang tinggi bahwa mengikuti dan mentaati tata tertib sekolah maupun madrasah akan berpengaruh baik baginya, pembinaan akhlak itu tidak banyak dapat dilakukan melalui jalan kognitif belajar pada para tokoh atau seperti para nabi, kita mengetahui bahwa pembinaan karakter itu akan berhasil bila melalui bimbingan dalam bentuk peneladanan dan pembiasaan. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian yang berjudul Implementasi Teknik Bimbingan Individual Dalam Menanamkan Kedisiplinan Pada Siswa MTs NU Tamrinut Thullab Undaan Lor Undaan Kudus Tahun Pelajaran 2016/2017. 3 Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 1.

5 B. Fokus Penelitian Disini peneliti kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor) dan aktifitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. 4 Sehingga didalam mempertajam penelitian, peneliti kualitatif menetapkan fokus. Spranley menyatakan bahwa A focused rever to a single cultural domain or a few related domains maksudnya adalah bahwa, fokus itu merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial. Dalam penelitian kualitatif penentuan fokus dalam proposal lebih didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh dari situasi sosial. 5 Sesuai dengan obyek kajian skripsi yang peneliti lakukan, maka fokus penelitian yang peneliti ambil adalah tentang bagaimana implementasi teknik bimbingan individual dalam menanamkan kedisiplinan pada siswa kelas VIII di MTs NU Tamrinut Thullab Undaan Lor Undaan Kudus. C. Rumusan Masalah Rumusan masalah merupakan bentuk pertanyaan yang dapat memandu peneliti untuk mengumpulkan data dilapangan. Berdasarkan level of eksplanation suatu gejala, maka secara umum terdapat tiga bentuk rumusan masalah, yaitu rumusan masalah deskriptif, komparatif, dan asosiatif. 6 Dan dalam rumusan masalah kali ini peneliti menggunakan rumusan masalah deskriptif, yaitu suatu rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi dan atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam. 4 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, ALFABETA, Bandung, hlm. 285. 5 Sugiyono, Ibid., hlm. 286-287. 6 Sugiyono, Ibid., hlm. 288.

6 Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian tersebut, selanjutnya dibuat rumusan masalah diantaranya sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi teknik bimbingan individual dalam menanamkan kedisiplinan pada siswa kelas VIII MTs NU Tamrinut Thullab? 2. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi implementasi teknik bimbingan individual dalam menanamkan kedisiplinan pada siswa kelas VIII MTs NU Tamrinut Thullab? D. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menemukan, mengembangkan dan membuktikan pengetahuan. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menemukan. Dengan metode kualitatif, maka peneliti dapat menemukan pemahaman luas dan mendalam terhadap situasi sosial yang kompleks, memahami interaksi dalam situasi sosial tersebut sehingga dapat ditemukan hipotesis, pola hubungan yang akhirnya dapat dikembangkan menjadi teori. 7 Agar penelitian dapat memperoleh hasil yang baik, maka perlu dicanangkan tujuan yang ingin dicapai. Berpijak dari rumusan diatas, tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah diantaranya sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui implementasi teknik bimbingan individual dalam menanamkan kedisiplinan pada siswa kelas VIII MTs NU Tamrinut Thullab. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi implementasi teknik bimbingan individual dalam menanamkan kedisiplinan pada siswa kelas VIII MTs NU Tamrinut Thullab. E. Manfaat Penelitian Setiap penelitian diharapkan memiliki manfaat. Manfaat tersebut bisa bersifat teoritis, dan praktis. Untuk penelitian kualitatif manfaat penelitian 7 Sugiyono, Ibid., hlm. 397.

7 lebih bersifat teoritis, yaitu untuk pengembangan ilmu, namun juga tidak menolak manfaat praktisnya untuk memecahkan masalah. Dan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis maupun praktis. 1. Secara Teoritis a. Memberikan sumbangan pengetahuan dan sebagai bahan acuan dalam melaksanakan penelitian berikutnya yang berhubungan dengan teknik bimbingan individual dalam menanamkan kedisiplinan pada siswa dengan melihat potensi yang ada pada madrasah ataupun sekolah. 2. Secara praktis a. Memberikan masukan dan motivasi kepada para guru bimbingan konseling dan para siswa dalam rangka perkembangan individu yang memasuki usia sekolah menengah pertama (SMP/MTs) supaya para guru bimbingan konseling lebih jeli dalam memahami siswa dan aktif dalam memberi arahan bagi masa depan para siswa. b. Untuk dapat digunakan sebagai acuan bagi para peneliti tarbiyah dalam dunia pendidikan agama islam dalam pengembangan pengetahuan tentang teknik bimbingan individual dalam menanamkan kedisiplinan pada siswa.