PENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN KOLAM RETENSI DALAM PENGENDALIAN DEBIT BANJIR AKIBAT PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRI

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya

Rt Xt ...(2) ...(3) Untuk durasi 0 t 1jam

ABSTRAK. Kata Kunci: debit banjir, pola aliran, saluran drainase sekunder, Mangupura. iii

ANALISIS EFEKTIFITAS KAPASITAS SALURAN DRAINASE DAN SODETAN DALAM MENGURANGI DEBIT BANJIR DI TUKAD TEBA HULU DAN TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

ANALISA CURAH HUJAN DALAM MEBUAT KURVA INTENSITY DURATION FREQUENCY (IDF) PADA DAS BEKASI. Elma Yulius 1)

TUGAS AKHIR. Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya. Tjia An Bing NRP

STUDI PENGENDALIAN BANJIR KOTA TEMBILAHAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

Penerapan Beton Porous Untuk Resapan Air Injeksi Dalam Pengendalian Genangan Perkampungan Padat

Kata kunci : banjir, kapasitas saluran, pola aliran, dimensi saluran

BAB IV ANALISA DATA. = reduced mean yang besarnya tergantung pada jumlah tahun pengamatan. = Standard deviation dari data pengamatan σ =

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI DAPUR / OTIK SEHUBUNGAN DENGAN PERKEMBANGAN KOTA LAMONGAN

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

PENGARUH PERUBAHAN AREAL KEDAP AIR TERHADAP AIR PERMUKAAN. Achmad Rusdiansyah ABSTRAK

PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

ANALISA DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada

BAB III METODE ANALISIS

ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PADA RENCANA KAWASAN INDUSTRI DELI SERDANG DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS M. HARRY YUSUF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR...

PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL

STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT

ANALISA SISTEM DRAINASE SALURAN KUPANG JAYA AKIBAT PEMBANGUNAN APARTEMEN PUNCAK BUKIT GOLF DI KOTA SURABAYA

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

TINJAUAN PERENCANAAN DRAINASE KALI GAJAH PUTIH KODIA SURAKARTA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY

PERENCANAAN SALURAN PENANGGULANGAN BANJIR MUARA SUNGAI TILAMUTA

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

I. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS SAM RATULANGI

REKAYASA HIDROLOGI II

KAJIAN DRAINASE TERHADAP BANJIR PADA KAWASAN JALAN SAPAN KOTA PALANGKARAYA. Novrianti Dosen Program Studi Teknik Sipil UM Palangkaraya ABSTRAK

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PERUMAHAN THE GREENLAKE SURABAYA

ANALISIS POTENSI LIMPASAN PERMUKAAN (RUN OFF) DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN MENGGUNAKAN METODE SCS

BAB VI ANALISIS KAPASITAS DAN PERENCANAAN SALURAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PERUMAHAN GRAND CITY BALIKPAPAN

HIDROLOGI. 3. Penguapan 3.1. Pendahuluan 3.2. Faktor-faktor penentu besarnya penguapan 3.3. Pengukuran Evaporasi 3.4. Perkiraan Evaporasi

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002.

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISIS REDUKSI LIMPASAN HUJAN MENGGUNAKAN METODE RASIONAL DI KAMPUS I UNVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO

Analisis Drainasi di Saluran Cakung Lama Akibat Hujan Maksimum Tahun 2013 dan 2014

Ariani Budi Safarina ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

Curah Hujan dan Reboisasi (Penghijauan Hutan Kembali) 6

aintis Volume 13 Nomor 2, Oktober 2013,

BAB III METODE PENELITIAN

Modul 3 ANALISA HIDROLOGI UNTUK PERENCANAAN SALURAN DRAINASE

MEREDUKSI BANJIR MELALUI OPTIMASI TATAGUNA LAHAN (Studi Kasus DAS Sungai Krueng Keureuto)

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM DRAINASE BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG

PILIHAN TEKNOLOGI SALURAN SIMPANG BESI TUA PANGLIMA KAOM PADA SISTEM DRAINASE WILAYAH IV KOTA LHOKSEUMAWE

Demikian semoga tulisan ini dapat bermanfaat, bagi kami pada khususnya dan pada para pembaca pada umumnya.

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.

Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur

KAJIAN SISTEM DRAINASE KOTA BIMA NUSA TENGGARA BARAT

Perencanaan Sistem Drainase Kebon Agung Kota Surabaya, Jawa Timur

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal

PERENCANAAN DRAINASE KAWASAN KOTA LAMA SEMARANG DENGAN SISTEM TAMPUNGAN MEMANJANG. Fredy Suryanto, Prasetyo Hari Wibowo Suripin, Priyo Nugroho

PENELUSURAN BANJIR WADUK DENGAN HYDROGRAF SERI

STUDI EVALUASI SISTEM DRAINASE JALAN AW.SYAHRANI KOTA SANGATTA KABUPATEN KUTAI TIMUR

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Berita Acara Tugas Akhir... Lembar Persembahan... Kata Pengantar... Daftar Isi...

BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE HOTEL SWISSBEL BINTORO SURABAYA

TUGAS AKHIR ELGINA FEBRIS MANALU. Dosen Pembimbing: IR. TERUNA JAYA, M.Sc

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian

KATA PENGANTAR Analisis Saluran Drainase Primer pada Sistem Pembuangan Sungai/Tukad Mati

PENGARUH HUJAN EKSTRIM DAN KONDISI DAS TERHADAP ALIRAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014)

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan di Kabupaten Gresik

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

Bab III Metodologi Analisis Kajian

EVALUASI DESAIN MASTERPLAN SISTEM DRAINASE KOTA TANJUNG SELOR. The Design Evaluation of Tanjung Selor City Drainage System Masterplan SKRIPSI

Transkripsi:

PENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG ALBERT WICAKSONO*, DODDI YUDIANTO 1 DAN JEFFRY GANDWINATAN 2 1 Staf pengajar Universitas Katolik Parahyangan 2 Alumni Universitas Katolik Parahyangan *Email: nau_tilus@yahoo.com Abstrak Pemanfaatan lahan sawah sebagai kawasan permukiman akan berdampak pada peningkatan limpasan permukaan. Mempertimbangkan terbatasnya kapasitas badan air penerima dan kondisi lahan yang seringkali memiliki daya dukung tanah rendah, sistem semi polder menjadi alternatif pengendalian limpasan yang sesuai. Pada salah satu kawasan permukiman di Kota Bandung, yaitu Perumahan X, pengelolaan limpasan air hujan menjadi semakin rumit akibat adanya sejumlah saluran irigasi yang juga berfungsi sebagai saluran drainase yang melintas di dalam kawasan. Berdasarkan analisis data hujan diketahui durasi hujan yang dominan pada kawasan ini adalah hujan berdurasi 3 jam. Untuk luas lahan rencana sebesar 12 hektar, total luas kolam tampungan sementara yang harus disediakan mencapai 7,45% luas lahan dengan kedalaman efektif kolam pertama 1,0 m dan kolam ke-dua 2,3 m. Dengan memanfaatkan dua buah pompa berkapasitas 774 m 3 /jam dan empat buah pompa berkapasitas 675 m 3 /jam, luas kolam tampungan dapat direduksi menjadi 1,00% luas lahan dengan kemampuan tampungan mencapai 3 sampai 4 jam. Kata kunci manajemen limpasan, sistem semi polder, pengembangan kawasan permukiman, sistem pompa 1. PENDAHULUAN Kota Bandung merupakan pusat administrasi provinsi Jawa Barat yang terus mengalami perkembangan seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Sebagai konsekuensinya, Pemerintah Kota Bandung kini dihadapkan dengan kebutuhan akan penyediaan lahan, baik untuk kawasan perdagangan, permukiman maupun pembangunan infrastruktur lainnya. Tentunya hal ini akan berdampak terhadap relokasi atau alih fungsi sejumlah lahan terbuka. Seiring dengan meningkatnya pemanfaatan kawasan di daerah Bandung barat dan utara, Pemerintah Kota Bandung akhirnya menetapkan untuk mengembangkan kawasan Bandung timur dan selatan menjadi kawasan permukiman dan sejumlah sentral industri. Pengalihan fungsi lahan terbuka di kawasan Bandung Timur ini akan mengakibatkan pengurangan daerah resapan air hujan dan peningkatan volume limpasan permukaan. Apabila dalam suatu proses pengembangan kawasan ini tidak disertai dengan perencanaan dan penyediaan sarana drainase yang memadai, resiko terjadinya perluasan daerah genangan pun akan terus meningkat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, salah satu pengalihan fungsi ini terjadi di Perumahan X yang berlokasi di Bandung timur. Perencanaan dan penyediaan drainase yang memadai mutlak menjadi penting karena lokasi perumahan terletak pada kawasan yang rawan terhadap terjadinya risiko genangan dan memiliki elevasi tanah yang lebih rendah dibandingkan elevasi muka air banjir badan air penerima. Di samping itu, keberadaan tiga buah saluran irigasi eksisting pada lokasi Manajemen dan Rekayasa Sumber Daya Air A-23

rencana menyebabkan penyediaan sarana drainase menjadi lebih rumit sehingga memerlukan perencanaan yang matang dan terintegrasi. Peta rencana induk pengembangan kawasan perumahan ini dapat dilihat pada Gambar 1. Memperhatikan kondisi lahan Perumahan X terletak di bawah elevasi permukaan jalan dan peil banjir sungai, secara umum terdapat dua buah solusi yang dapat dimanfaatkan untuk dalam perencanaan drainase kawasan yaitu sistem timbunan dan sistem polder. Pada sistem timbunan, lahan rencana seyogyanya ditimbun hingga mencapai elevasi aman, minimum sama dengan peil banjir sungai. Hal sebaliknya, pada sistem polder elevasi lahan justru diusahakan tetap pada elevasi aslinya dan limpasan yang terjadi akibat pengembangan lahan dikendalikan sedemikian rupa dengan memanfaatkan tanggul dan sistem pompa. Pada hampir semua kasus, sistem penimbunan umumnya memerlukan biaya investasi yang lebih besar dibandingkan sistem polder. Namun dalam pemilihan sebuah solusi tidak semata-mata didasari oleh pertimbangan biaya. Khususnya pada lokasi studi, hasil penyelidikan tanah yang telah dilakukan menunjukkan bahwa jenis tanah yang mendominasi di kawasan ini adalah tanah lempung lunak dengan kedalaman tanah keras 25 m di bawah permukaan tanah asli. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa sistem timbunan tidak cocok untuk diterapkan pada lokasi studi karena selain berisiko terhadap penurunan muka tanah yang besar dan tidak merata sering kali akan memerlukan waktu yang lama untuk memperbaiki daya dukung tanah. Ditinjau dari konsep dasar perencanaan sistem drainase yang berkelanjutan, pengendalian limpasan permukaan di dalam sistem menjadi hal yang juga penting untuk senantiasa diperhatikan. Pada hakekatnya, pada sistem polder tidak diperbolehkan adanya aliran dari luar yang dapat masuk ke dalam kawasan yang dilindungi oleh polder. Namun, pada daerah studi terdapat tiga buah saluran irigasi, yang juga berfunsi sebagai saluran drainase milik pemerintah kota yang tidak diijinkan untuk direlokasi. Karena itu khusus pada studi ini, aliran pada saluran irigasi tersebut diperbolehkan memasuki kawasan perumahan. Sebab itu, dalam studi ini tidak dipergunakan sistem polder secara utuh tetapi dengan sistem semi-polder walaupun dari segi perhitungan dan perencanaan tidak terdapat perbedaan yang mendasar. 2. METODOLOGI Dalam studi ini, perancangan sistem drainase dimulai dengan penentuan elevasi lahan kawasan perumahan untuk dijadikan acuan dalam arah dan desain kemiringan saluran drainase. Penentuan kapasitas saluran drainase dilakukan dengan menggunakan Metode Rasional yang dapat dirumuskan sebagai [1] : Q = 0, 278 C I A (1) Dengan Q adalah debit banjir maksimum (m 3 /sekon), C adalah koefisien limpasan, I adalah intensitas hujan rencana (mm/jam) dan A adalah luas daerah pengaliran (km 2 ). Metode Rasional dapat digunakan dalam penentuan nilai debit banjir karena luas lahan Perumahan X dapat dikategorikan sebagai daerah tangkapan yang kecil (<250 hektar), hujan yang terjadi dapat diasumsikan mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh daerah tangkapan serta memiliki durasi hujan minimum sama dengan waktu konsentrasi (t c ) [1]. Analisis intensitas hujan rencana menggunakan Kurva Intensitas-Durasi- Frekuensi (Kurva-IDF). Persamaan empiris yang biasa digunakan untuk menggambarkan intensitas hujan adalah persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Persamaan-persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut [2] : a Rumus Talbot: I = (2) t + b a Rumus Sherman: I = (3) n t Manajemen dan Rekayasa Sumber Daya Air A-24

a Rumus Ishiguro: I = (4) t + b Dengan I adalah intensitas hujan (mm/jam), t adalah durasi hujan (menit), a, b dan n adalah konstanta yang dapat dicari dengan analisis regresi. Sebagaimana diungkapkan di atas, durasi hujan minimum diasumsikan sama dengan waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi itu sendiri pada dasarnya sangat tergantung pada karakteristik daerah tangkapan, terutama jarak yang harus ditempuh oleh air hujan yang jatuh di tempat terjauh dari titik tinjau dan kemiringan lahan yang ada (S). Salah satu rumus empirik yang umum digunakan untuk memperkirakan lama waktu konsentrasi adalah rumus Kirpich (1940) yang dinyatakan sebagai berikut [1] : 0,77 0,066287 L t c = (5) 0,385 S Dengan t c adalah waktu konsentrasi (jam), L adalah jarak dari titik terjauh ke titik tinjau (km) dan S adalah kemiringan antara ketinggian lahan maksimum dan minimum (m/m). Setelah kapasitas saluran drainase diketahui, dilakukan pendimensian saluran drainase. Dalam studi ini seluruh saluran direncanakan berpenampang segiempat dengan lebar b dan tinggi h. Tinggi h merupakan hasil dari perhitungan kedalaman normal menggunakan persamaan Manning ditambah dengan tinggi jagaan bervariasi antara 20-50 cm. Persamaan Manning dirumuskan sebagai [3] : 1 b yn Q = ( b yn ) n b y + 2 n S f (6) Dengan Q adalah nilai debit (m 3 /s), n adalah koefisien kekasaran Manning, b adalah lebar saluran (m) dan y n adalah kedalaman normal (m) yang akan ditentukan. Seluruh saluran drainase akan direncanakan untuk dapat mengalir secara grafitasi dan akan dikumpulkan terlebih dahulu dalam dua buah kolam tampungan. Kapasitas kolam 2 3 tampungan diperhitungkan menggunakan bantuan perangkat lunak HEC-HMS versi 3.5. Adapun perangkat ini menggunakan prinsip penelusuran banjir tampungan (reservoir routing) yang pada dasarnya dirumuskan [1] sebagai : S I O = (7) t Dengan I adalah aliran yang masuk ke dalam tampungan (inflow) (m 3 /s), O adalah aliran yang dikeluarkan dari tampungan (outflow) (m 3 /s), ΔS adalah perubahan tampungan (m 3 ) dan Δt adalah selang waktu (s). Nilai aliran masuk dalam perangkat lunak ini akan dihitung dari data masukan berupa hujan rencana. Hubungan hujan-limpasan dalam studi ini menggunakan Hidrograf Satuan Sintetis Soil Conservation Services (HSS SCS). Pada metode ini, hidrograf limpasan diturunkan berdasarkan hidrograf satuan tidak berdimensi dimana tinggi hujan efektif dinyatakan sebagai fungsi dari tinggi hujan total dan parameter kehilangan air yang disebut sebagai Curve Number (CN) Besarnya nilai CN umumnya bervariasi antara 1 sampai 100 tergantung kepada jenis tanah, tata guna lahan dan cara pengolahan lahan, kondisi permukaan tanah dan kondisi kelembaban tanah. Metode SCS dikembangkan berdasarkan curah hujan 24 jam, sehingga metode ini hanya dapat digunakan untuk menghitung tinggi limpasan dan tidak secara eksplisit memperhitungkan variasi ruang dari intensitas hujan. Secara matematis, besarnya debit banjir yang dihitung berdasarkan metode SCS dinyatakan sebagai berikut [4] : C A q p = (8) Tp Dengan q p adalah debit banjir puncak (m 3 /sekon), C adalah koefisien pengali (2,08 untuk satuan SI), A adalah luas daerah pengaliran (km 2 ) dan T p adalah waktu dari awal hujan sampai puncak banjir (jam). Untuk mengalirkan limpasan yang tertampung di dalam kolam digunakan sejumlah pompa yang dipasang paralel pada masing-masing kolam dengan pola Manajemen dan Rekayasa Sumber Daya Air A-25

pengoperasian tertentu sehingga debit aliran keluar tidak membebani sungai secara berlebihan. Untuk memudahkan simulasi, sistem pengoperasian pompa direncanakan menggunakan perangkat lunak HEC-HMS. 3. HASIL STUDI Berdasarkan pengukuran lapangan dan data sekunder, diketahui elevasi peil banjir yang berada di elevasi +9,2 m dan elevasi muka tanah eksisting yang berada di elevasi +7,0 m. Dengan demikian, tinggi dinding polder yang perlu dibangun di sekeliling kawasan adalah setinggi 2,2 m. Berdasarkan hasil analisis regresi ketiga persamaan intensitas hujan di atas, diketahui bahwa data curah hujan berdurasi pendek BMKG Bandung terdistribusi mengikuti metode Talbot dengan deviasi rata-rata (α) sebesar 5,38 untuk periode ulang 5 tahun. Secara detail, hasil analisis regresi untuk intensitas hujan dengan periode disajikan pada Gambar 2. Sesuai dengan hasil perhitungan yang telah dilakukan, dimensi saluran yang diperlukan untuk mengalirkan limpasan lahan yang terjadi pada kawasan Perumahan X bervariasi antara 30 cm (lebar) 40 cm (tinggi), 30cm 50cm, 50cm 50cm, 60cm 60cm, 80cm 60cm, 80cm 80cm dan 100cm 80cm. Untuk mengantisipasi limpasan dari luar kawasan yang tidak terkendali, di sekeliling dinding polder juga direncanakan saluran gendong yang akan mengarahkan aliran menuju saluran buang. Saluran gendong yang terletak di sisi luar polder ini ditetapkan berdimensi 50cm 50cm. Berdasarkan debit limpasan di kawasan perumahan dengan hujan rencana dengan periode ulang 5 tahun yang terdistribusi selama 3 jam dan limpasan dari saluran irigasi ke-3, debit maksimum yang masuk ke kolam 1 sebesar 0,818 m 3 /s dan debit masuk ke kolam 2 sebesar 1,091 m 3 /s. Hidrograf untuk kolam 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 3. Dengan menggunakan hidrograf banjir yang diperoleh pada masing-masing kolam tampungan dan pemanfaatan pompa maka besarnya volume kolam 1 yang diperlukan adalah sebesar 196 m 3 dengan kedalman tampungan sebesar 1 m dan volume kolam 2 sebesar 2.526 m 3 dengan kedalamn tampungan 2,3 m. Sistem pompa yang perlu disediakan untuk mengendalikan limpasan di kolam 1 adalah 2 pompa utama dengan kapasitas 774 m 3 /jam masing-masing akan dioperasikan secara seri saat kedalaman air pada kolam mencapai 0,8 m. Sedangkan dua pompa lainnya akan beroperasi ketika muka air mencapai 1,0 m. Sedangkan untuk kolam 2 diperlukan empat pompa berkapasitas 675 m 3 /jam yang akan beroperasi secara bersamaan pada saat kedalaman air mencapai 0,8 m. Sistem pengoperasian pompa di kolam 1 dan kolam 2 dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. Pada kedua gambar tersebut dapat dilihat bahwa air limpasan yang masuk ke dalam masing-masing kolam dapat ditahan selama kurang lebih 3 sampai 4 jam sebelum semua air limpasan tersebut dikembalikan ke sungai. 4. PEMBAHASAN Elevasi peil banjir di +9,2 m lebih tinggi sekitar 2,2 m dari muka tanah asli. Jika pengembangan kawasan dilakukan dengan melakukan penimbunan, maka setidaknya diperlukan volume tanah timbunan sebesar 287.000 m 3. Tentunya jika dilihat dari segi biaya pelaksanaan, kegiatan penimbunan akan membutuhkan biaya yang lebih besar jika dibandingkan dengan membuat tanggul polder. Hidrograf banjir rencana untuk kawasan perumahan ini dihitung menggunakan bantuan perangkat lunak HEC-HMS dengan membagi dua wilayah kajian sesuai dengan dua kolam tampungan yang disediakan. Perhitungan hujan-limpasan menggunakan Hidrograf Satuan Sintetis SCS. Sebagaimana Manajemen dan Rekayasa Sumber Daya Air A-26

diungkapkan pada hasil kajian di atas, untuk mengendalikan limpasan permukaan pada Perumahan X diperlukan volume kolam 1 sebesar 5.800 m 3 dengan luas 0,6 hektar dan volume kolam 2 sebesar 8.560 m 3 dengan luas 0,37 hektar. Luas area ini meliputi sebesar 7,45% dari luas lahan total. Tentunya dari nilai ekonomi, nilai ini dianggap merugikan bagi pihak pengembang. Berdasarkan peta rencana induk pengembangan, pihak pengembang hanya menyediakan luas lahan untuk kolam tampungan sebesar 200 m 2 untuk kolam 1 dan 1.100 m 2 untuk kolam 2. Untuk memenuhi volume dan luasan kolam yang terbatas ini, dilakukan simulasi untuk mendapatkan kapasitas dan sistem pengoperasian pompa yang optimum. Proses simulasi dilakukan berdasarkan 3 skenario. Skenario pertama dilakukan dengan mempertimbangkan limpasan dengan hujan periode ulang 5 tahun dan limpasan yang mungkin dihasilkan sebagai luapan dari saluran irigasi. Skenario ke-2 dilakukan dengan memanfaatkan kapasitas kolam tampungan yang tersedia yang dikombinasikan dengan pengoperasian sistem pompa sehingga mampu mengendalikan limpasan periode ulang 10 tahun. Sedangkan pada skenario ke-3, simulasi yang dilakukan pada dasarnya serupa dengan skenario ke-2 hanya saja pada skenario ke-3 ini digunakan hidrograf banjir kawasan yang diperhitungkan sebagai limpasan tambahan yang akan dialirkan melalui saluran irigasi ketika terjadi hujan pada periode ulang 10 tahun. Hasil ketiga skenario disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan hasil simulasi pengoperasian pompa seperti pada tabel tersebut, diketahui bahwa pada skenario ke-1 diperlukan dua buah pompa utama dan dua buah pompa cadangan dengan kapasitas masing-masing pompa sebesar 774 m 3 /jam yang ditempatkan di kolam tampungan ke-1 dan pada kolam ke-2 diperlukan 4 buah pompa sebagai pompa utama dengan kapasitas 675 m 3 /jam. Pada skenario ke-2, kapasitas kolam dan kombinasi pompa sama seperti skenario ke-1. Sedangkan pada skenario 3, ketika diharapkan kedalaman kolam tetap maka pada kolam 1 diperlukan tambahan 1 buah pompa utama. Sedangkan pada kolam tampungan ke-2, kombinasi pompa dapat diubah menjadi 4 buah pompa utama dengan 2 buah pompa tambahan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa skenario ke-1 merupakan kondisi optimal yang dapat dipergunakan untuk mengendalikan limpasan pada kawasan perumahan ini. Dengan memanfaatkan sistem pengoperasian pompa ini, maka volume tampungan untuk kolam 1 dapat direduksi menjadi 196 m 3 dengan luas lahan yang diperlukan hanya 200 m 2 dan volume kolam 2 dapat tereduksi menjadi 2.526 m 3 dengan luas kolam sebesar 1.100 m 2. Kondisi ini sudah sesuai dengan lahan yang disediakan oleh pengembang. Selain itu, dengan memanfaatkan sistem operasi pompa ini air limpasan dapat tampung sementara selama 3 sampai dengan 4 jam. 5. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil studi yang diperoleh terlihat jelas bahwa pengembangan sistem drainase menggunakan sistem polder merupakan metode yang paling sesuai mempertimbangkan besarnya volume tanah timbunan dan rendahnya daya dukung tanah pada kawasan. Pada pengembangan kawasan ini diperlukan sebuah tanggul tanggul di sekeliling kawasan dengan tinggi 2,2 m yang dilengkapi dengan saluran gendong di sisi luar yang memiliki dimensi 50cm 50cm. Dengan adanya saluran irigasi yang melintasi kawasan perumahan, maka sistem drainase yang digunakan tidak murni polder melainkan semi polder. Hal ini dikarenakan masih diijinkannya aliran dari luar kawasan mengalir masuk ke dalam kawasan. Untuk memenuhi kapasitas tampungan dengan luas kolam tampungan yang terbatas, diperlukan suatu sistem pemompaan yang dioperasikan dengan pola tertentu. Pada kolam 1 diperlukan 2 pompa utama dan 2 pompa Manajemen dan Rekayasa Sumber Daya Air A-27

cadangan yang masing-masing berkapasitas 774 m 3 /jam yang dioperasikan bergiliran, sedangkan pada kolam 2 diperlukan 4 buah pompa berkapasitas 665 m 3 /jam dioperasikan secara bersamaan. Untuk memperoleh hasil studi yang lebih akurat, khususnya terkait dengan simulasi pemoompaan, diperlukan informasi fluktuasi muka air banjir sungai dan lama genangan yang terjadi. Keberlangsungan sistem semi polder ini tergantung pada sistem manajemen pelaksanaan dan pemeliharaan yang berkesinambungan. Intensitas Hujan (mm) 320 280 240 200 160 120 80 40-0 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600 660 720 Waktu( menit) Talbot Sherman Ishiguro Data Power (Data) Gambar 2. Kurva IDF stasiun BMKG Bandung DAFTAR PUSTAKA [1] Ponce, Victor Miguel (1989), Engineering Hydrology Principles and Practices, Prentice Hall, New Jersey. [2] Sosrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda (1976), Hidrologi untuk Pengairan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. [3] Chow, Ven Te (1959), Open-Channel Hydraulics, McGraw-Hill, Tokyo. [4] Mays, Larry.W., Ven Te Chow and David R. Maidment (1998). Applied Hydrology. McGraw-HillBook Company, New York Gambar 3. Hidrograf debit masuk kolam 1 dan kolam 2 TABEL DAN GAMBAR Saluran irigasi Rencana kolam 2 Rencana kolam 1 Debit (m 3 /s) 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 Volume Tampungan (x1000 m 3 ) 0.00 0.00 0 1 2 3 4 5 6 Waktu (jam) Gambar 1. Peta rencana induk pengembangan kawasan Perumahan X Debit Inflow Debit Outflow Vol. Tampungan Gambar 4. Pola pengoperasian sistem pompa di kolam 1 Manajemen dan Rekayasa Sumber Daya Air A-28

1.40 3.00 Debit (m 3 /s) 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 Volume Tampungan (x1000 m 3 ) 0.00 0.00 0 1 2 3 4 5 Waktu (jam) Debit Inflow Debit Outflow Vol. Tampungan Gambar 5. Pola pengoperasian sistem pompa di kolam 2 Tabel 1. Hasil simulasi ketiga skenario operasi pompa Parameter Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Kolam 1 Kolam 2 Kolam 1 Kolam 2 Kolam 1 Kolam 2 Vol. kolam (m 3 ) 196 2.526 202 2.621 207 2.625 Y Kedalaman air (m) 0,98 2,30 1,01 2,38 1,04 2,39 Kedalaman kolam (m) 2,50 3,50 2,70 3,50 2,70 3,50 Luas kolam (m 2 ) 200 1.100 200 1.100 200 1.100 Q inflow (m 3 /s) 0,818 1,264 0,806 1.358 0,806 1.564 Q outflow (m 3 /s) 0,802 0,667 0,803 0,833 0,803 1,000 Jumlah pompa utama 2 4 2 3 3 3 Kedalaman air di kolam saat awal pengoperasian pompa utama (m) Jumlah pompa cadangan Kedalaman air di kolam saat awal pengoperasian pompa cadangan (m) Waktu operasi (menit) 0,80 0,80 0,80 0,80 1,00 1,00 2-2 2 2 3 1,00-1x0,9m + 1x1,0m 1,00 1,1 1,5 180 210 180 210 195 210 Manajemen dan Rekayasa Sumber Daya Air A-29

Manajemen dan Rekayasa Sumber Daya Air A-30