BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA

dokumen-dokumen yang mirip
A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

SATON SEBAGAI SYARAT NIKAH DI DESA KAMAL KUNING

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

PEMBEBASAN NAFKAH SEMENTARA DALAM PERKAWINAN DI DESA MOJOKRAPAK KECAMATAN TEMBELANG

BAB IV PERNIKAHAN SEBAGAI PELUNASAN HUTANG DI DESA PADELEGAN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB I PENDAHULUAN. kental dan peka terhadap tata cara adat istiadat. Kekentalan masyarakat Jawa

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG. NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENETAPAN HARGA PADA JUAL BELI AIR SUMUR DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN STANDARISASI TIMBANGAN DIGITAL TERHADAP JUAL BELI BAHAN POKOK DENGAN TIMBANGAN DIGITAL

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMILIHAN CALON SUAMI DENGAN CARA UNDIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN. beberapa model kerangka berfikir yang kontradiksi antara Adat dan Hukum Islam.

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah Swt. menciptakan manusia di bumi ini dengan dua jenis yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB IV. PENYELESAIAN MASALAH PERJANJIAN KERJA ANTARA PEMILIK APOTEK DAN APOTEKER DI APOTEK K-24 KEBONSARI SURABAYA DAlAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN JILU DI DESA DELING KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN WALI HAKIM OLEH KEPALA KUA DIWEK JOMBANG TANPA UPAYA MENGHADIRKAN WALI NASAB

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB IV ANALISIS. A. Tinjauan Yuridis terhadap Formulasi Putusan Perkara Verzet atas Putusan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DALAM BUKU II SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PRIMBON JAWA TENTANG KEHARMONISAN DALAM PERKAWINAN

P E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk

PROSES AKAD NIKAH. Publication : 1437 H_2016 M. Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

Berkompetisi mencintai Allah adalah terbuka untuk semua dan tidak terbatas kepada Nabi.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI REPENAN DALAM WALIMAH NIKAH DI DESA PETIS SARI KEC. DUKUN KAB. GRESIK

ISLAM dan DEMOKRASI (1)

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan sesuai dengan ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan yang

SALINAN PENETAPAN Nomor : XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Umumnya bentuk atau cara perceraian karena talak,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAHARUAN AKAD NIKAH SEBAGAI SYARAT RUJUK

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH

tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana sempurnanya Islam. Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERPANJANGAN SEWA- MENYEWA MOBIL SECARA SEPIHAK DI RETAL SEMUT JALAN STASIUN KOTA SURABAYA

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

BAB II TINJAUAN HUKUM ISLAM DALAM PROSES PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

(الإندونيسية بالغة) Wara' Sifat

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

ب س م ال رح م ن ال رح ی م

Dari segi bahasa : menutupi atau mengingkari.

BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP

PENGERTIAN TENTANG PUASA

BAB IV PRAKTIK JUAL BELI KEPALA KIJANG SEBAGAI HIASAN DAN KULIT KIJANG SEBAGAI JIMAT DI DESA GEDANGAN SIDAYU GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan itu Allah Swt berfirman dalam Alquran surah At-Tahrim

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

Menzhalimi Rakyat Termasuk DOSA BESAR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

Pensyarah: Ustazah Nek Mah Bte Batri Master in Islamic Studies Calon PhD- Fiqh Sains & Teknologi Calon PhD -Pendidikan Agama Islam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

KAIDAH FIQH. Disyariatkan Mengundi Jika Tidak Ketahuan Yang Berhak Serta Tidak Bisa Dibagi. حفظه هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI ALAT TERAPI DI PASAR BABAT KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN.

BAB IV ANALISIS PENETAPAN JUMLAH MAHAR BAGI MASYARAKAT ISLAM SARAWAK, MALAYSIA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT PARA KIAI DI DESA SIDODADI KECAMATAN BANGILAN KABUPATEN TUBAN TENTANG PEMBAGIAN HARTA WARIS MELALUI WASIAT

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 0051/Pdt.P/PA.Gs/2010 TENTANG WALI ADLAL KARENA PERCERAIAN KEDUA ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan dengan potensi hidup berpasang-pasangan, di mana

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SYAFI I TENTANG TATA CARA RUJUK SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PERATURAN MENTERI AGAMA NO.

BAB I PENDAHULUAN. mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. 1. jumlah rukun pernikahan. Namum perbedaan tersebut bukanlah dalam hal

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SELAMATAN DI BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA BLIMBING KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN JOMBANG Selamatan di Buyut Potroh merupakan salah satu tradisi dalam perkawinan adat Jombang. Tradisi selamatan di Buyut Potroh ini menjadi bagian penting dalam prosesi perkawinan adat oleh masyarakat Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang. Begitu kuatnya kepercayaan masyarakat Blimbing terhadap tradisi ini, sehingga tradisi ini seringkali dianggap sebagai syarat sahnya sebuah perkawinan. Berangkat dari anggapan masyarakat tersebut maka kasus ini akan dianalisa dengan menggunakan dua perspektif, yaitu rukun dan syarat perkawinan dan perjanjian perkawinan. A. Selamatan di Buyut Potroh sebagai Syarat Perkawinan dalam Perspektif Rukun dan Syarat Perkawinan Sebuah tradisi pasti mempunyai awal mula atau asal usul serta latar belakang sekalipun kebenarannya masih perlu disanksikan. Karena asal usul dan latar belakang tersebutlah sebuah tradisi akan tetap eksis dan dipegang teguh oleh masyarakat yang mempercayainya. Sama halnya dengan tradisi Selamatan di Buyut Potroh sebelum prosesi akad nikah ini, sekalipum awal mula pertama kali diadakannya upacara selamatan di Buyut Potroh ini tidak diketahui oleh siapapun, bahkan oleh informan orang tertua di desa. Namun latar belakang masyarakat Desa Blimbing masih memegang teguh serta 76

77 melaksanakan tradisi tersebut yakni dikarenakan mereka takut serta khawatir akan terkena musibah seperti kematian, perceraian, rezeki yang tidak lancar ketika tidak melaksanakan tradisi tersebut. Di dalam Hukum Islam syarat sah sebuah perkawinan harus memenuhi rukun perkawinan yakni: 1 1) Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan. 2) Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita. 3) Adanya dua orang saksi 4) Sighat akad nikah yaitu ija>b dan qa>bul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki. 14 yaitu : Sedangkan rukun nikah dalam Kompilasi Hukum Islam dalam pasal Untuk melaksanakan perkawinan harus ada: a. Calon Suami b. Calon Istri c. Wali nikah d. Dua Orang saksi e. Ija>b dan Qa>bul Jika salah satu dari rukun tersebut tidak terpenuhi maka sebuah perkawinan dianggap tidak sah, tidak ada satu dalil pun baik dalam Al-Quran maupun Hadis yang menyatakan bahwa ketika salah satu rukun perkawinan tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan musibah seperti kematian, perceraian, dan rezeki tidak lancar, namun melainkan berimbas pada status 1 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, 46-47.

78 hukumnya saja yang menyatakan bahwa perkawinan tersebut tidak sah ketika tidak memenuhi rukun perkawinan. Selamatan di Buyut Potroh yang oleh sebagian masyarakat desa blimbing dianggap sebagai syarat sahnya sebuah perkawinan jika dianalisis dengan menggunakan syarat dan rukun perkawinan baik dalam fiqih maupun KHI jelas tidak sejalan, dengan kata lain selamatan di Buyut Potroh sebagai syarat sahnya perkawinan merupakan murni produk manusia yang tidak berdasar kepada dalil baik Al-quran maupun Hadis rasul. Oleh karena itu, dipenuhi maupun tidak dipenuhiya syarat tersebut tidak akan membatalkan perkawinan yang sah selama perkawinan tersebut memenuhi rukun dan syarat perkawinan dalam fiqih dan KHI. Sedangkan dilihat dari latar belakang masyarakat desa Blimbing yang melakukan adat tersebut dikarenakan mereka takut dan mempercayai aspek resiko ketika melanggarnya maka syarat tersebut dilarang dalam Islam sesuai dengan sabda Rasulullah : ال م س ل م ون ع ل ى ش ر وط ه م إ ال ش ر ط ا ح ر م ح ال ال أ و أ ح ل ح ر ام ا 2 Artinya : Orang Islam itu terikat dengan syarat yang mereka buat, kecuali kalau syarat tadi menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal Menurut hemat penulis, praktek selamatan di Buyut Potroh yang dilakukan oleh masyarakat Desa Blimbing yang takut akan aspek resiko merupakan suatu kemusyrikan (perbuatan syirik) dan menyesatkan keyakinan karena dalam tradisi tersebut secara tidak langsung mengandung unsur 2 Tirmidhi, Jami at-tirmidhi, Juz III, (Mesir: Must}afa Al-Babiyyilhalbi, 1968), 626.

79 kemusyrikan. Hal tersebut dapat ditelaah dari tujuan-tujuan yang hendak dicapai, dengan tujuan yang bervariasi seperti meminta keberkahan, keselamatan, dan rizki yang melimpah. Maka hal tersebut adalah perbuatan mempersekutukan Allah karena percaya dengan kekuasaan selain Allah SWT. Mesikupun Alasan masyarakat Blimbing melaksanakan selamatan tersebut untuk menyampaikan rasa syukur atau sebagai ungkapan rasa bahagia namun dampak yang pasti akan terjadi adalah permasalahan keyakinan terutama bagi masyarakat Desa Blimbing yang awam (tidak mengerti akan pendidikan baik pendidikan formal atau non formal). Melakukan selamatan di Buyut Potroh karena takut akan aspek resiko adalah suatu kemusyrikan, walaupun sebenarnya ada suatu symbol di dalam selamatan tersebut yang harus kita pelajari. Seperti halnya yang diutarakan Mak Yati (65) : Ayam iku kewan seng seneng gonta-ganti bojo, ayam panggang seng ngelambang aken ayam dibeleh supoyo sipat ipun seng persis ayam nang menungso iso ilang khusus e sifate temanten loro. 3 (ayam itu hewan yang suka berganti-ganti pasangan, ayam panggang melambangkan ayam disembelih dengan harapan supaya sifat manusia yang mirip ayam bisa hilang khususnya pengantin berdua). Walaupun kearifan lokal yang disimbolkan dalam selamatan tersebut perlu dipelajari bukan disalahkan karena itu adalah kearifan budaya lokal yang diturunkan oleh leluhur kita. Namun, hal demikian tetap dikhawatirkan karena 3 Mak Yati, Wawancara, Kesamben, 5 Desember 2014.

80 masyarakat terkadang tidak melihat makna yang ada dalam selamatan tersebut melainkan tujuan yang hendak mereka capai. Syirik adalah perbuatan yang sangat dilarang dalam agama Islam, dan ketika keharaman perbuatan syirik dijadikan sebagai syarat sahnya sebuah perkawinan maka tentu jelas dilarang dalam agama Islam sesuai sabda Rasulullah maka syarat tersebut tidak mengikat dikarenakan syarat tersebut telah menghalalkan yang haram. B. Selamatan di Buyut Potroh Sebagai Syarat Perkawinan dalam Perspektif Perjanjian perkawinan Dalam teori fiqih tidak pernah ada pembahasan mengenai syarat nikah dari pihak istri, mertua ataupun masyarakat yang dilaksanakan sebelum pelaksanaan pernikahan. Kajian fiqih yang paling mendekati hal ini adalah perjanjian perkawinan. Kaitan antara syarat dalam perkawinan dengan perjanjian perkawinan adalah karena perjanjian itu berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang melakukan perjanjian dalam arti pihak-pihak yang berjanji untuk memenuhi syarat yang ditentukan. Bahasan tentang syarat dalam perkawinan ini tidak sama dengan syarat perkawinan yang ada dalam kitab-kitab fiqh karena yang dibahas dalam syarat perkawinan itu adalah syarat-syarat untuk sahnya suatu perkawinan. 4 Keabsahan perjanjian perkawinan ini berdasarkan sabda Rasulullah yang berbunyi: 4 Ibid., 145.

81 ع ن ع ق ب ة ع ن الن ب ص ل ى الل ه ع ل ي ه و س ل م ق ال أ ح ق م ا أ و ف ي ت م م ن الش ر وط أ ن ت وف وا ب ه 5 م ا اس ت ح ل ل ت م ب ه ال ف ر وج. Artinya: Dari Uqbah dari Rasulallah saw. berkata: Syarat yang paling berhak untuk dipenuhi adalah perjanjian yang menyebabkan kamu dihalalkan atas kemaluanmu (wanita). Selamatan di Buyut Potroh yang oleh sebagian masyarakat desa blimbing dianggap sebagai syarat sahnya sebuah perkawinan ini jika dianalisis dengan menggunakan perjanjian perkawinan maka yang pertama, secara pengertian selamatan di Buyut Potroh yang pensyaratan dilakukan sebelum akad nikah dan tidak dikaitkan dengan akad nikah jelas bukan termasuk dalam perjanjian perkawinan, dikarenakan perjanjian perkawinan selain pensyaratanya dikaitkan dengan akad nikah perjanjian perkawinan pun pemenuhannya dilaksanakan pasca nikah, Hal ini dikarenakan esensi dari perjanjian nikah itu sendiri yaitu agar kedua pasangan memperoleh bukti kesetiaan dari masing-masing pasanganya, sehingga jika suatu hari salah satu pasangan tersebut melanggar perjanjian, maka pihak pasangan yang dirugikan berhak mengajukan gugatan dipengadilan. Yang kedua, Perjanjian perkawinan wajib dipenuhi apabila tidak menyalahi syariat dan sejalan dengan tujuan utama pernikahan dalam mewujudkan pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Sedangkan pelaksanaan tradisi selamatan di Buyut Potroh yang dilakukan oleh masyarakat Blimbing karena takut akan aspek resiko merupakan sebuah perbuatan yang mengandung unsur kesyirikan yang dimana kesyirikan jelas 5 Al-Ima>m abi H>>{usayn Muslim Al Hajja>j, S{ah{ih{ Muslim, Juz I (Beirut: Da>r Al-Fikr, 1992), 649.

82 merupakan perbuatan yang menyalahi syariat Islam, selain itu dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 29 mengenai perjanjian perkawinan disebutkan pula Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum agama dan kesusilaan. Maka sudah jelas bahwa dilihat dari esensi tradisi selamatan di Buyut Potroh yang dilakukan oleh masyarakat Blimbing yang takut akan aspek resiko mengandung unsur kesyirikan yang dimana menurut syariat Islam dan KHI pensyaratan perkawinan yang tidak sesuai dan tidak sejalan dengan syariat Islam maka syarat tersebut tidak wajib dipenuhi dan tidak dapat disahkan sebagai syarat perkawinan. Sedangkan bagi sebagian masyarakat yang menganggap selamatan di Buyut Potroh adalah bentuk rasa syukur kepada Allah yang telah memberikan nikmat yang dalam kasus ini yaitu berupa jodoh yang dituangkan dalam bentuk sedekah, maka hukum selamatan di Buyut Potroh adalah mubah (boleh) dikarenakan Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berbagi dengan sesama selain itu pada prinsipnya, tidak ada salahnya jika masyarakat mengikuti adat atau tradisi suatu kaum, Islam datang tidak untuk memberantas tradisi yang berlaku dalam masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Bahkan Islam datang untuk mengkolaborasikan tradisi dalam masyarakat kedalam nilai-nilai Islam. Seperti halnya tradisi selamatan di Buyut Potroh ini, sejauh masyarakat desa Blimbing memandang tradisi tersebut hanyalah bentuk rasa syukur kepada Allah sedangkan pohon beringin (Buyut Potroh) hanya dianggap sebagai

83 tempat/media untuk berkumpulnya masyarakat semata tanpa melihat nilai nilai mistik yang terkandung dalam pohon beringin tersebut maka hukum dari selamatan di Buyut Potroh ini adalah mubah (boleh), karena pada dasarnya tradisi selamatan di Buyut Potroh ini merupakan tradisi yang sudah dimasuki/menyerap nilai-nilai Islam sesuai yang diutarakan oleh Bapak Syaikhu Habibi yaitu: Ada nilai tradisi dalam selamatan di Buyut Potroh sebelum prosesi akad nikah ini, ada nilai Islaminya (religiusnya) yaitu pada pemberian sejumlah makanan yang disedekahkan kepada tamu undangan, dan ada juga doa penutup secara Islami yang dilakukan oleh pemuka agama setempat, jadi acara selamatan di gabung (dikolaborasikan), dengan dua unsur yaitu antara adat Kejawen dan Islami, Selamatan ini juga bisa di niati sedekah untuk menyucikan diri serta harta yang kita miliki dan juga untuk mencari keselamatan dunia sampai akhirat selama tujuannya lillahita ala bukan karena takut oleh jin atau roh nenek moyang. 6 Adapun akadnya sendiri tetap sah, karena syarat tadi berada di luar ija>b dan qa>bul yang menyebutnya tidak berguna dan tidak disebutkannya pun tidak merugikan. Oleh karena itu akadnya tidak batal. Jadi ija>b dan qa>bul (pernikahan) dengan syarat yang batal (syarat yang tidak wajib dipenuhi) itu tetap sah. 7 Yang artinya baik dilakukan maupun tidak dilakukannya tradisi selamatan di Buyut Potroh tersebut tidak berakibat apapun pada status perkawinan yang telah dilakukan selama perkawinan tersebut telah memenuhi rukun dan syarat sahnya perkawinan menurut fiqih dan KHI. 6 Bapak Syaikhu Habib, Wawancara, Kesamben, 11 Desember 2014. 7 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, 536.