BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara-negara industri di kota-kota besar seluruh dunia, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Sudah sejak dulu diketahui bahwa bising industri dapat mengakibatkan daya pendengaran seseorang berkurang. Persoalan ini banyak dibahas para ahli setelah ditemukan mesin uap, mesin listrik, mesin diesel, dimana proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin. Penggunaan alat dan mesin tersebut di satu sisi membawa dampak positif, berupa kemudahan-kemudahan dalam bekerja, namun di sisi lain mempunyai dampak negatif yaitu merupakan sumber-sumber bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan akibat kerja, termasuk peledakan, kebakaran, dan penyakit akibat kerja. Hal ini sangat memungkinkan terjadi di lingkungan kerja yang kurang memenuhi syarat kesehatan dan keamanan yang akan mendorong peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan (Nawawiwentu dan Adriyani, 2007). Di tempat kerja terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja, seperti faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, dan faktor psikologi. Semua faktor tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja. Menurut Manuaba yang dikutip oleh Ada (2008), lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Oleh karena itu lingkungan kerja harus ditangani atau didesain sedemikian rupa sehingga menjadi
kondusif terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam usaha yang nyaman dan aman. Menurut Mallapiang (2008) yang mengutip pendapat Wahyu, kebisingan merupakan salah satu faktor bahaya fisik yang sering dijumpai di tempat kerja. Seiring dengan proses industrialisasi yang disertai dengan kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang setiap tahun berkembang maka ancaman risiko gangguan akibat bising juga akan semakin bertambah. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmenaker RI No. 51/MEN/1999). Laporan World Health Organization (WHO) tahun 1998 yang dikutip Mallapiang (2008) memberikan gambaran bahwa diperkirakan 8-12 % penduduk dunia mengalami penurunan nilai ambang dengar dalam berbagai bentuk manifestasi (stress dan tuli) dan diperkirakan angka tersebut semakin meningkat karena aktivitas manusia. Di Indonesia nilai ambang batas yang diperbolehkan dalam bidang industri telah ditekan sebesar 85 db untuk jangka waktu maksimal 8 jam, tetapi implementasinya belum merata. Mallapiang (2008) juga mengutip hasil penelitian lain dari Balai Hiperkes dengan sampel 2154 tenaga kerja terpapar kebisingan 85 db terdapat 1121 orang mengalami ketulian, dimana 701 orang tenaga kerja pria dan 420 orang tenaga kerja wanita. Menurut Putra (2007) yang mengutip pendapat Sasongko dkk, kebisingan berpotensi untuk mengganggu kesehatan manusia apabila manusia terpapar suara dalam periode yang lama dan terus menerus yang suatu saat akan melewati suatu
batas dimana paparan kebisingan tersebut akan menyebabkan hilangnya pendengaran seseorang. Keluhan subyektif yang dirasakan oleh pekerja merupakan salah satu dampak yang sering terjadi pada banyak pekerja yang terpajan bising dan merupakan salah satu indikasi adanya gangguan kesehatan pekerja, terutama yang terkait dengan gangguan pendengaran (auditori). Keluhan pendengaran subyektif merupakan gangguan yang dirasakan oleh seseorang akibat dari keadaan lingkungan kerja yang bising, namun dalam hal ini tidak dilakukan pemeriksaan, melainkan hanya berupa persepsi atau pendapat pekerja (Srisantyorini, 2002). Dari hasil penelitian di lapangan pada unit NPK Granulasi 3 PT Petrokimia Gresik ditemukan 64,7% dari 17 orang pekerja yang dijadikan sampel mengalami gangguan nonauditori seperti gangguan tidur yang dapat menyebabkan mudah mengantuk pada saat bekerja dan akan menyebabkan gangguan pelaksanaan tugas. Untuk gangguan auditori, sebanyak 35,3% pekerja yang dijadikan sampel merasa daya dengarnya berkurang (Susanti, 2010). Penelitian tentang keluhan subyektif akibat kebisingan yang dilakukan pada masinis kereta api Dipo Lokomotif Jatinegara, sebanyak 45 dari 94 masinis yang dijadikan sampel diketahui mengalami keluhan pendengaran subyektif. Gangguan yang paling banyak dirasakan oleh masinis adalah gangguan yang terkait dengan aspek komunikasi. Keluhan-keluhan lain yang dirasakan adalah keluhan terganggu karena bising yang terjadi di lokomotif, telinga berdenging, perbedaan kepekaan pendengaran sebelum dan setelah menjadi masinis, dan penurunan kepekaan pendengaran (Pujiriani, 2008).
Penelitian lain tentang keluhan subyektif dilakukan pada operator SPBU di DKI Jakarta dengan sampel 84 operator terdapat 50% operator yang mengalami gangguan komunikasi, 70,2% operator mengalami gangguan fisiologis, dan 75% operator yang mengalami gangguan psikologis. Sebanyak 84% operator menyatakan ingin mengurangi kebisingan di area kerja mereka dan 76% operator menyatakan sangat ingin meninggalkan area bising jika bisa. Hal ini memperlihatkan bahwa sebagian besar dari operator merasa kebisingan di lingkungan kerja cukup mengganggu kondisi psikologis mereka dan kebisingan tersebut perlu dikurangi sehingga mereka dapat lebih nyaman dalam melakukan pekerjaan (Rahmi, 2009). Gangguan-gangguan akibat kebisingan telah banyak mengakibatkan kerugian jiwa dan material, baik bagi pengusaha, tenaga kerja, pemerintah dan bahkan masyarakat luas. Untuk mencegah dan mengendalikan kerugian-kerugian yang lebih besar maka diperlukan langkah-langkah tindakan yang mendasar dan prinsip yang dimulai dari tahap perencanaan. Sedangkan tujuannya adalah agar tenaga kerja mampu mencegah dan mengendalikan berbagai dampak negatif yang timbul akibat proses produksi sehingga akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, nyaman, aman, dan produktif (Ada, 2008). Perkebunan Rantau Kasai adalah salah satu unit usaha dari PT Torganda yang berada di Desa Rantau Kasai Provinsi Riau dan berkantor pusat di Jalan Abdullah Lubis Medan. Perkebunan ini bergerak di bidang usaha perkebunan dan pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit (palm kernel). Dalam proses produksinya, pabrik ini menggunakan mesin-mesin dengan intensitas kebisingan yang cukup tinggi. Mesin-mesin ini tersebar pada stasiun kerja yang
saling terkait yaitu stasiun rebusan, stasiun penebah, pressing, klarifikasi, kernel, boiler, kamar mesin, dan water treatment. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan oleh Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Medan pada September 2011, diketahui bahwa seluruh mesin dan peralatan yang ada di setiap stasiun bagian pengolahan menghasilkan intensitas kebisingan yang melewati nilai ambang batas yaitu berkisar antara 89,9-99,4 dba (data sekunder PT Torganda Perkebunan Rantau Kasai). Pada bagian pengolahan diberlakukan pola kerja 2 shift dengan 12 jam kerja setiap shiftnya. Para pekerja tersebar di setiap stasiun dan terpapar oleh kebisingan selama jam bekerjanya. Alat pelindung telinga telah disediakan dan telah dibagikan secara berkala pada pekerja, namun masih banyak ditemui pekerja yang masih belum menggunakannya dengan berbagai alasan. Jika kondisi demikian terus terjadi setiap harinya, maka akan menimbulkan gangguan/keluhan akibat kebisingan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian ini dengan judul Keluhan Subyektif Akibat Terpapar Bising pada Pekerja Pabrik Kelapa Sawit PT Torganda Perkebunan Rantau Kasai Provinsi Riau Tahun 2011. 1.2. Rumusan Masalah Banyaknya mesin dengan intensitas kebisingan yang tinggi yang digunakan untuk mengolah kelapa sawit di pabrik kelapa sawit PT Torganda Perkebunan Rantau Kasai menjadi sumber bising yang dapat menyebabkan gangguan/keluhan pada pekerja.
Maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran keluhan subyektif yang dirasakan oleh pekerja yang terpapar bising di bagian pengolahan pabrik kelapa sawit PT Torganda Perkebunan Rantau Kasai Provinsi Riau tahun 2011. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran keluhan subyektif akibat terpapar bising yang dirasakan pekerja di bagian pengolahan pabrik kelapa sawit PT Torganda Perkebunan Rantau Kasai Provinsi Riau tahun 2011. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran karakteristik pekerja di bagian pengolahan (usia dan masa kerja). 2. Mengetahui gambaran keluhan subyektif berupa gangguan komunikasi, gangguan konsentrasi, dan gangguan kenyamanan pada pekerja di bagian pengolahan. 3. Mengetahui gambaran keluhan subyektif berupa gangguan komunikasi, gangguan konsentrasi, dan gangguan kenyamanan berdasarkan stasiun kerja di bagian pengolahan. 4. Mengetahui gambaran keluhan subyektif berupa gangguan komunikasi, gangguan konsentrasi, dan gangguan kenyamanan berdasarkan usia pekerja di bagian pengolahan.
5. Mengetahui gambaran keluhan subyektif berupa gangguan komunikasi, gangguan konsentrasi, dan gangguan kenyamanan berdasarkan masa kerja pekerja di bagian pengolahan. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi PT Torganda Perkebunan Rantau Kasai untuk dasar dilakukannya tindakan pencegahan terhadap terjadinya gangguan kesehatan akibat kebisingan. 2. Sebagai masukan bagi pekerja sendiri untuk mengetahui bahaya akibat kebisingan sehingga terdorong untuk menggunakan alat pelindung telinga. 3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.