BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari permukaan vegetasi, badan vegetasi, permukan media tanam dan penghamburan ganda antara vegetasi dan media tanam seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. σ ms σ gs σ v σ m α Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) Total radar backscattering tersebut dapat dimodelkan pada Persamaan 3.1 (Ekasischke, 2003) sebagai berikut: (3.1) : total radar backscattering : penghamburan oleh permukaan vegetasi : penghamburan oleh badan vegetasi : pelemahan oleh vegetasi : penghamburan oleh media tanah : penghamburan ganda oleh vegetasi dan media tanah 12
Simonett dan Wang (1988) merumuskan bahwa radar backscattering merupakan fungsi dari gelombang radar dan karakteristik objek yang dibangun oleh beberapa parameter sebagai berikut (Persamaan 3.2): λ, θ, Ρ, φ, ε, Γ, Γ, (3.2) : koefisien radar backscattering λ : panjang gelombang θ : sudut datang gelombang Ρ : polarisasi gelombang radar φ : sudut aspek ε : konstanta dielektrik objek Γ : kekasaran permukaan objek Γ : kekasaran permukaan pada lapisan pertama objek yang mampu ditembus : koefisien volume scattering pada media homogen Perhitungan koefisien radar backscattering yang dilakukan dalam penelitian ini hanya melibatkan parameter sudut datang gelombang dan mengasumsikan bahwa intensitas energi yang diterima sensor radar hanya berasal dari vegetasi padi. Formula koefisien radar backscattering yang digunakan berasal dari Shepherd (2000) yang dapat dilihat pada Persamaan 3.3: 10 log 10 logsin (3.3) : koefisien radar backscattering (db) : nilai kecerahan citra : konstanta gain : sudut datang gelombang NIlai DN dinyatakan dalam bilangan digital yang merupakan nilai kecerahan dengan rentang dari 0 hingga 255. A dan I merupakan bilangan yang bersifat konsisten dengan nilai masing-masing adalah 1023152824,370 dan 36,562 seperti yang tertulis pada metadata citra radarsat. 13
3.2 Pra-Pengolahan Citra Radarsat Dalam pra-pengolahan dilakukan koreksi yang bertujuan untuk restorasi (pembetulan) citra radarsat agar dapat meningkatkan akurasi data dan menentukan ketepatan posisi lokasi geografis suatu objek di permukaan bumi. Dua macam koreksi yang perlu dilakukan yaitu koreksi geometrik dan koreksi radiometrik. 3.2.1 Koreksi Geometrik Koreksi geometrik dilakukan karena terjadi distorsi geometrik antara citra radarsat dengan objeknya. Distorsi geometrik adalah ketidaksempurnaan geometri citra yang terekam pada saat pencitraan, hal ini menyebabkan ukuran, posisi dan bentuk citra menjadi tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Urutan dari proses koreksi geometrik adalah (Purwadhi, 2001): 1. Melakukan rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografi. 2. Registrasi (mencocokkan) posisi citra dengan citra lain atau mentransformasikan sistem koordinat peta ke citra yang digunakan yang menghasilkan citra multi-spektral atau citra multi-temporal. 3. Registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat ke peta yang menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu. Hubungan geometri antara lokasi piksel (baris, kolom) dengan koordinat peta (x, y) harus dapat diketahui. Hal ini dilakukan dengan mentransformasikan koordinat menggunakan titik-titik kontrol (Ground Control Point/GCP). GCP ini dapat diperoleh dari peta dasar lainnya atau melalui pengukuran di lapangan. Transformasi koordinat pada citra menggunakan model matematika tertentu yang dipilih sesuai kebutuhan, yang umum digunakan adalah model polinomial. Pada persamaan polinomial dengan orde-t, maka jumlah minimal GCP yang diperlukan (n) mengikuti Persamaan 3.4 (Jensen, 1996): : jumlah GCP yang dibutuhkan : orde persamaan yang diterapkan (3.4) 14
Penentuan jumlah dan distribusi GCP akan mempengaruhi akurasi koreksi geometric. Untuk koreksi yang meliputi daerah yang tidak terlalu luas dan distorsi tidak terlalu besar digunakan Polinomial derajat 1 atau Affine 2D. Langkah selanjutnya adalah dilakukannya perhitungan Root Mean Square Error/RMSE (Persamaan 3.5) dan standar deviasi (Persamaan 3.6) hasil transformasi koordinat sehingga dapat diketahui kepresisian datanya. Minimal besarnya nilai RMSE yang dapat diterima adalah sebesar 0,5 piksel. Formula RMSE dan STD adalah sebagai berikut (Jensen, 1996):,, : merupakan koordinat citra hasil koreksi geometrik, : merupakan koordinat GCP pada bidang referensi : jumlah GCP (3.5) (3.6) 3.2.2 Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik citra dilakukan untuk mengoreksi kesalahan visualisasi citra dan gangguan (noise) dari data citra. Salah satu noise tersebut adalah adanya bintik-bintik hitam atau kelabu (speckle) pada citra radar. Speckle ini terjadi akibat adanya interferensi destruktif gelombang-gelombang pantul yang bersumber dari beragam objek yang direkam sensor radar. Speckle dalam jumlah besar dapat menyebabkan citra radar menjadi tidak jelas, sehingga untuk mereduksinya diperlukan proses filtering. Filter yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lee dengan kernel 5x5 (Mansourpour dkk, 2006) pada Persamaan 3.7 sebagai berikut: (3.7) dimana: dan (3.8) (3.9) 15
: nilai kecerahan citra output (0 255) : nilai kecerahan citra input (0 255) : nilai rata-rata DN pada masing-masing kernel : variansi pada kernel 3.3 Klasifikasi Citra Klasifikasi citra digital adalah suatu proses yang memasukan suatu pixel di citra dalam suatu kelas tertentu. Dengan menggabungkan pixel yang satu dengan yang lainnya yang mempunyai suatu kesamaan dan yang telah beridentitas, kita dapat melakukan pengelompokan ke beberapa kelas sesuai dengan kategori informasi yang ingin ditampilkan. Kelas-kelas hasil pengelompokan ini berbentuk suatu poligon (region). Klasifikasi Citra merupakan suatu hal yang sangat penting dalam keperluan visualisasi informasi pada citra. Tujuan dari proses klasifikasi citra adalah untuk mendapatkan gambar atau peta tematik. Sesuai dengan judulnya, peta tematik adalah suatu peta yang terdiri dari bagian-bagian yang menyatakan suatu obyek atau tema. Setiap obyek pada peta tersebut mempunyai simbol yang unik yang dapat dinyatakan dengan warna atau pola tertentu. 3.3.1 Klasifikasi Terawasi Pada klasifikasi terawasi, perlu diambil suatu sampel (training site) yang dapat mewakili setiap kelas yang ingin diklasifikasikan. Penggunaan istilah terawasi di sini mempunyai arti berdasarkan suatu referensi penunjang, di mana kategori objek-objek yang terkandung pada citra telah dapat diidentifikasi. Proses klasifikasi mulai dengan mempelajari citra yang akan diklasifikasi dan membandingkannya dengan informasi referensi penunjang yang tersedia. Berdasarkan referensi penunjang kemudian dibentuk suatu set sampel yang elemennya terdiri dari piksel-piksel yang mewakili setiap kategori objek yang telah diidentifikasi; biasanya dipilih piksel-piksel dengan variasi besar, sehingga dapat mencerminkan karakter kelompok objek bersangkutan. Proses dilanjutkan dengan melakukan perhitungan nilai statistik seperti harga ratarata dan matriks kovarian setiap objek. Nilai-nilai statistik tersebut merupakan hasil sementara yang berbentuk deskripsi, yang kemudian akan digunakan sebagai dasar proses klasifikasi citra. 16
3.3.2 Metoda Maximum Likelihood Salah satu metoda klasifikasi yang baik hasilnya adalah maximum likelihood, metoda ini didasarkan pada perhitungan statistik (perhitungan nilai rata-rata dan variansi). Fungsi probabilitas dihitung dari data kelas-kelas yang didapat dari training sites, tiap piksel dinilai atas kelas-kelas yang mungkin muncul. Metode ini biasanya digunakan pada data yang terdistribusi normal. Kelebihannya adalah diikutsertakannya semua piksel berapapun jauh nilainya tersebut dari rata-rata kelas, dan kekurangannya adalah tidak semua data terdistribusi normal. 3.4 Normal Difference Vegetation Index (NDVI) NDVI adalah tranformasi linier dari bands inframerah dekat dan bands tampak (filter merah) dari informasi satelit. NDVI didefinisikan sebagai selisih antara band tampak dan ban inframerah dekat dibagi dengan penjumlahan keduanya. NDVI adalah alternative penghitungan jumlah kondisi vegetasi, dan berhubungan dengan karakteristik tutupan vegetasi seperti biomassa dan persentasi tutupan lahan seperti pada persamaan 3.10 : NDVI = (3.10) Untuk pemantauan vegetasi pada satelit Landsat, NDVI didapat dengan mengkombinasikan bands 3 (0.63-0.69 mm) dan bands 4 (0.76-0.90 mm). Tumbuhan yang sehat akan direfleksikan dengan nilai NDVI yang tinggi, sedangakan tanah dan batuan akan memiliki nilai NDVI yang rendah mendekati nol, dan untuk awan, air akan memiliki nilai NDVI negative karena objek ini memantulkan lebih banyak energi gelombang tampak dibandingkan dengan energi gelombang inframerah dekat. 17