BAB I PENDAHULUAN. beriklim sub tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis. mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected

BAB I PENDAHULUAN. Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke

lingkungan sosial meliputi lama pendidikan, jenis pekerjaan dan kondisi tempat bekerja (Sudarsono, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MASYARAKAT DALAM MENCEGAH LEPTOSPIROSIS DI DESA PABELAN KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. data, tetapi diperkirakan berkisar 0,1-1 per orang per tahun di daerah

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG LEPTOSPIROSIS DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA MASYARAKAT DI DESA ARGODADI DAN ARGOREJO SEDAYU BANTUL YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. terabaikan atau Neglected Infection Diseases (NIDs) yaitu penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembagan laju penyakit di Indonesia dewasa ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. hujan yang tinggi (Febrian & Solikhah, 2013). Menurut International

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI LEPTOSPIROSIS PADA IBU HAMIL

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Program Studi Ilmu Keperawatan Skripsi, Maret 2015 Sri Wahyuningsih

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare merupakan penyakit yang sangat umum dijumpai di negara

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan

BAB I LATAR BELAKANG

Aji Galih Nur Pratomo, Sahuri Teguh, S.Kep, Ns *)

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

EFEK PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. feses secara terus menerus lebih dari tiga kali dalam satu hari dan memiliki

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH PUSKESMAS KEDUNGMUNDU SEMARANG

tanda keberhasilan pembangunan di Indonesia. Semakin terjadinya peningkatan usia harapan hidup penduduk, dapat mengakibatkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mencapai 36 juta

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETAATAN BEROBAT DENGAN DERAJAT SISTOLE DAN DIASTOLE PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS SUKAMERINDU KOTA BENGKULU

HALAMAN PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR DENGAN PENCEGAHAN KISTA OVARIUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG IMUNISASI DI PUSKESMAS PEMBANTU BATUPLAT

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

PENGARUH PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2010 di Idonesia (Kemenes RI, 2012)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

dilaporkan ke pelayanan kesehatan sehingga jumlah yang tercatat tidak sebesar angka survey (Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) dan ditularkan oleh nyamuk

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DIARE TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS GAMPING 1 SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang masih tinggi (Kemenkes RI, 2011). Anak usia sekolah merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA PENDERITA TB PARU TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TB PARU

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

sangat berlebihan dan juga tidak realistik, seperti selalu memanggil petugas kesehatan walaupun demamnya tidak tinggi (Youssef et al, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan oleh alphavirus

UKDW. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

Sugiyono 1, Sri Darnoto 2. Kata Kunci : Penyakit DBD, Siswa SD, Pengetahuan dan Sikap

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya di dunia. Program KB seharusnya menjadi prioritas. pembangunan di setiap daerah karena sangat penting untuk Human

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

HUBUNGAN DALAM. Skripsi Sarjana Keperawatan. Disusun Oleh: J FAKULTAS

STUDI PENCEGAHAN PENULARAN LEPTOSPIROSIS DI DAERAH PERSAWAHAN DI KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Ibu dan Anak menjadi target dalam tujuan pembangunan

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H

BAB I PENDAHULUAN. hidro-meteorologi (banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar, dan

BAB I PENDAHULUAN. serviks dan rata-rata meninggal tiap tahunnya (Depkes RI, 2008).

HUBUNGAN KECEMASAN TENTANG PENULARAN PENYAKIT DENGAN PERAN KELUARGA DALAM PERAWATAN PENYAKIT TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL I SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Pada usia balita merupakan masa perkembangan tercepat

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PHBS DI MTS MIFTAHUL ULUM KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO. Dwi Helynarti Syurandari*)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang mempunyai dampak signifikan terhadap kesehatan di banyak belahan dunia, khususnya di negara beriklim sub tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis lebih banyak terjadi di negara beriklim tropis karena suhu lingkungan mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini. Bakteri Leptospira merupakan penyebab leptospirosis yang dapat menyerang hewan dan manusia. Infeksi pada manusia merupakan kejadian yang bersifat insidental, karena reservoir atau penyebar utama Leptospira adalah tikus (Rusmini, 2011). Air kencing tikus yang terinfeksi Leptospira terbawa banjir dan dapat masuk ke tubuh manusia melalui kulit yang terluka dan selaput mukosa. Penularan leptospirosis paling sering terjadi pada kondisi banjir yang menyebabkan perubahan lingkungan seperti genangan air, becek, banyak timbunan sampah sehingga bakteri Leptospira lebih mudah berkembang biak. Leptospirosis menjadi suatu masalah di dunia karena angka kejadian yang tinggi namun dilaporkan rendah di sebagian besar negara. Hal tersebut diakibatkan karena sulitnya dalam menentukan diagnosis klinis dan tidak adanya alat untuk diagnosis sehingga sebagian besar negara melaporkannya sebagai angka kejadian yang rendah. Di sisi lain, di suatu negara angka 1

2 kejadian Leptospirosis meningkat setiap tahunnya. Di negara tropis diperkirakan terdapat kasus leptospirosis antara 10-100 kejadian tiap 100.000 penduduk per tahun (WHO, 2003). Jumlah kasus leptospirosis di Indonesia sendiri pada tahun 2014 menurun dibandingkan tahun 2013 yaitu dari 641 kasus menjadi 519 kasus, namun angka kematian atau mortalitas akibat leptospirosis meningkat dari 9,38% pada tahun 2013 menjadi 11,75% pada tahun 2014 (Kemenkes RI, 2015). International Leptospirosis Society menguatkan Indonesia sebagai negara dengan angka mortalitas leptospirosis 16,7% dan menduduki peringkat ketiga di dunia setelah Uruguay (100%) dan India (21%) (WHO, 2006). Oleh sebab itu leptospirosis merupakan penyakit dengan angka mortalitas cukup tinggi di Indonesia. Kemenkes RI (2015) melaporkan adanya kasus leptospirosis pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2014 di berbagai provinsi antara lain provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur. Dinkes Jateng (2014) menyatakan Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah kasus terbanyak di Indonesia pada tahun 2014, yaitu 207 kasus leptospirosis dengan 34 kasus diantaranya meninggal dunia. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2013 dengan 156 orang terinfeksi leptospirosis dan 17 orang diantaranya meninggal dunia. Banyaknya kasus leptospirosis yang terjadi salah satunya diakibatkan oleh sikap masyarakat yang kurang peduli terhadap penyakit tersebut. Sikap preventif masyarakat terhadap leptospirosis saat ini masih tergolong negatif.

3 Menurut masyarakat, berjalan di genangan air banjir atau selokan tanpa alat pelindung seperti sepatu bot bukanlah suatu masalah, masyarakat juga kurang peduli dengan adanya luka pada tangan atau kaki meskipun kecil yang beresiko menjadi tempat masuknya bakteri leptospira (Widoyono, 2008). Selain itu, masyarakat menganggap keberadaan tikus di rumah atau di lingkungan sekitar mereka adalah hal yang wajar, mereka hanya menggertak untuk mengusir tikus-tikus yang ada di dalam rumah. Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi terhadap suatu aspek di lingkungan sekitar dan mendasari seseorang dalam proses pembentukan perilaku (Azwar, 2011). Notoatmodjo (2012) menambahkan sikap positif seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan yang positif, begitu juga sebaliknya. Sikap negatif masyarakat tentang leptospirosis saat ini tidaklah luput dari pengetahuan masyarakat yang rendah mengenai penyakit tersebut. Masyarakat belum mengetahui tentang leptospirosis, cara penularan, tanda dan gejala serta tindakan pencegahan untuk leptospirosis. Rahim, et al. (2012) mengatakan pengetahuan masyarakat yang masih rendah diakibatkan oleh kurang efektifnya penyuluhan kesehatan yang diberikan. Hasil penelitian Prabhu, et al. (2014) menunjukkkan bahwa penyuluhan kesehatan perlu ditingkatkan untuk menambah informasi masyarakat tentang leptospirosis. Pengetahuan yang seharusnya dimiliki masyarakat akan sangat berpengaruh dalam tindakan pencegahan leptospirosis, karena pengetahuan merupakan salah satu ranah perilaku selain sikap dan tindakan atau praktik (Bloom, 1908 dalam Notoatmodjo, 2014). Kholid (2014) menguatkan bahwa

4 pengetahuan merupakan determinan terhadap perubahan perilaku seseorang. Ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku masyarakat dalam pencegahan leptospirosis. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada petugas kesehatan Puskesmas Kartasura bulan Mei 2015 dengan metode wawancara didapatkan bahwa pada tahun 2014 ditemukan 5 kasus leptospirosis di kecamatan Kartasura, yaitu 2 kasus di Desa Ngadirejo pada bulan Mei dan November, 1 kasus di Desa Kartasura bulan pada Juli dan 2 kasus di Desa Pabelan pada bulan Desember. 4 pasien mengalami leptospirosis ringan sehingga dapat sembuh dengan cepat, namun ada 1 pasien di Desa Pabelan yang mengalami demam tinggi, ikterus dan mimisan sehingga harus di rawat di rumah sakit untuk mencegah adanya komplikasi berlanjut. Melihat fenomena tersebut, pihak puskesmas bekerjasama dengan pihak Dinkes Sukoharjo untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di Desa Pabelan dan mendapati tikus yang positif leptospirosis pada bulan Februari 2015 di Tegalmulyo, Desa Pabelan. Hal ini memungkinkan untuk menjadi faktor resiko yang akan menyebabkan leptospirosis di Desa Pabelan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Wawancara yang dilakukan peneliti bulan Mei 2015 pada 6 warga di Desa Pabelan didapatkan data 4 orang diantaranya tidak mengetahui penyakit leptospirosis atau penyakit kencing tikus serta penularan dan pencegahannya. Pengetahuan yang kurang mengakibatkan warga juga mempunyai sikap yang

5 negatif dalam mencegah leptospirosis. Masyarakat mengganggap keberadaan tikus menjadi hal biasa karena sudah jenuh untuk membasminya. Masyarakat juga menyatakan bila membersihkan selokan atau pergi ke sawah tidak perlu memakai sepatu bot, hanya memakai alas kaki seadanya. Azwar (2011) menguatkan bahwa sikap dapat terbentuk dari bertambahnya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi, seperti halnya leptospirosis, masyarakat akan merubah sikapnya terhadap penyakit tersebut apabila memiliki informasi yang benar, maka dari itu diperlukan pengetahuan mengenai leptospirosis supaya masyarakat dapat menumbuhkan sikap yang tepat dalam mencegah tersebarnya penyakit tersebut. B. Rumusan Masalah Kasus leptospirosis yang terjadi di Desa Pabelan tergolong pada Kejadian Luar Biasa (KLB) karena ditemukan 5 kasus pada tahun 2014, namun belum ada kasus pada tahun sebelumnya. Selain itu, kurangnya pengetahuan masyarakat Desa Pabelan tentang leptospirosis memunculkan sikap yang negatif dalam mencegah leptospirosis, hal tersebut mengarahkan peneliti untuk merumuskan permasalahan Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap masyarakat dalam mencegah leptospirosis di Desa Pabelan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo?

6 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap masyarakat dalam mencegah leptospirosis di Desa Pabelan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat Desa Pabelan Kecamatan Kartasura tentang leptospirosis. b. Mengetahui sikap masyarakat Desa Pabelan Kecamatan Kartasura dalam mencegah leptospirosis. c. Menganalisa hubungan antara pengetahuan dengan sikap masyarakat Desa Pabelan Kecamatan Kartasura dalam mencegah leptospirosis. D. Manfaat Penelitian Dalam melakukan suatu penelitian, hasil yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Instansi Kesehatan Sebagai bahan masukan dan evaluasi dalam merencanakan tindakan pengendalian penyakit leptospirosis, program penyuluhan kesehatan serta evaluasi program kesehatan terutama dalam mencegah leptospirosis. 2. Instansi Pendidikan Menjadikan hasil penelitian sebagai informasi tambahan yang dapat menambah pustaka penelitian tentang penyakit leptospirosis yang selanjutnya dapat dikembangkan dalam disiplin ilmu kesehatan.

7 3. Masyarakat Sebagai evaluasi bagi masyarakat agar meningkatkan pengetahuan dan mempunyai sikap yang positif dalam mencegah penyakit leptospirosis sehingga mampu berperilaku untuk meningkatkan derajat kesehatan secara mandiri. 4. Peneliti Selanjutnya Menjadikan penelitian sebagai referensi untuk mengembangkan penelitian yang sejenis sehingga penelitian menjadi lebih luas. E. Keaslian Penelitian Penelitian serupa pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, antara lain: 1. Prabhu, et al. (2014) Knowledge, Attitude and Practice towards Leptospirosis among municipal workers in Tiruchirapalli, India. Rancangan penelitian ini cross sectional pada 106 responden. Alat ukur yang digunakan adalah wawancara dan kuesioner. Analisis data penelitian ini meggunakan Chi Square dengan hasil pengetahuan pekerja yang kurang mencapai 81,1%, sikap baik (69,8%) dan perilaku kurang baik mencapai 57,6%. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah alat ukur yang dipakai menggunakan tambahan wawancara serta analisis menggunakan Chi Square. 2. Rahim, et al. (2012) Town Service Workers Knowledge, Attitude and Practice towards Leptospirosis. Rancangan cross sectional dipilih untuk meneliti 196 responden menggunakan kuesioner dan wawancara. Analisis

8 data penelitian ini meggunakan Chi Square dengan hasil mayoritas pekerja mempunyai pengetahuan yang kurang mencapai 87,2%, perilaku kurang baik mencapai 64,5% dan sikap yang baik mencapai 64,9%. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah alat ukur yang dipakai menggunakan tambahan wawancara serta analisis menggunakan Chi Square. 3. Nurjanah, dkk (2013) Hubungan antara Pengetahuan Masyarakat Tentang Pencegahan Leptospirosis dan Perilaku Petugas Kesehatan Kedungmundu dengan Praktik Pencegahan Leptospirosis di Kelurahan Tandang Kota Semarang. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan crosssectional. Jumlah sampel 60 responden dengan uji korelasi Rank Spearman untuk analisis data. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan tentang pencegahan leptospirosis cukup (46,7%). Perilaku petugas kesehatan dalam upaya promosi kesehatan baik (48,3%). Perilaku petugas kesehatan dalam kesehatan lingkungan cukup baik (46,7%). Perilaku tenaga kesehatan sebagai surveilans epidemiologi baik (43,3%). Praktek pencegahan leptospirosis yang cukup (66,7%). Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang pencegahan leptospirosis (p value=0,483), tidak ada hubungan antara perilaku petugas kesehatan dalam promosi kesehatan (p value=0,351), tidak ada hubungan antara perilaku petugas kesehatan dalam kesehatan lingkungan (p value=0,369), tidak ada hubungan antara perilaku surveilans epidemiologi (pvalue=0,079) dengan praktek pencegahan leptospirosis. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah

9 pengambilan sampel penelitian ini hanya kepala keluarga dan menggunakan Rank Spearman untuk analisis data. 4. Pujiyanti dan Trapsilowati (2014) Efek Pedidikan Kesehatan dalam Upaya Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Leptospirosis di Kabupaten Bantul Tahun 2011. Penelitian ini merupakan penelitian intervensi dengan rancangan one group pre-post design. Lokasi penelitian di Desa Sedayu dan Desa Wukirsari, Kabupaten Bantul. Pengumpulan data dilakukan dengan instrumen angket. Angket diisi oleh responden sebanyak 2 kali yaitu sebelum dan sesudah penyuluhan. Sampel diambil secara purposif yaitu penduduk tinggal di wilayah Rukun Warga yang terdapat kasus leptospirosis pada tahun 2011, usia minimal 18 tahun dengan jumlah responden sebanyak 61 orang. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada rerata pengetahuan responden sebelum dan sesudah intervensi, berarti ada peningkatan pengetahuan sesudah diberikan penyuluhan. Penerapan penyuluhan kesehatan efektif meningkatkan pengetahuan responden untuk pencegahan leptospirosis. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah rancangan penelitian ini menggunakan one group prepost design, pengambilan sampel secara purposive dan analisa data menggunakan uji Wilcoxon. 5. Ristiyanto, dkk (2013) Studi Pencegahan Penularan Leptospirosis di Daerah Persawahan di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Studi ini merupakan studi eksperimental semu dengan melakukan

10 penyuluhan, penyebaran leaflet, poster dan baliho, pencegahan leptospirosisi pada penampungan air dan genangan air serta pengendalian tikus. Hasil tindakan kedaruratan pencegahan penularan leptospirosis berhasil meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam mencegah penularan leptospirosis (129 responden) dengan persentase 31,78% untuk gejala leptospirosis, 21,33% untuk pengetahuan penyebab leptospiosis, 28,68% tentang pengetahuan cara penularan, 24,66% pengetahuan jenis hewan penular, 3,10% untuk tempat pengobatan leptospirosis dan 37,21% untuk pencegahan penularan leptospirosis. Pemberian sodium hipoklorin di tempat penampungan air meningkatkan kadar chlorin rata-rata 2,5 mg/l. Penggunaan LTBS dapat menurangi tikus sawah (R. argentiventer). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian ini menggunakan banyak metode seperti penyuluhan, penyebaran leaflet pencegahan leptospirosisi pada penampungan air dan genangan air serta pengendalian tikus. Pada pengendalian tikus, penelitian ini menggunakan analisis uji T berpasangan.