BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pemerintah sedang giat-giatnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

EFFECTIVENESS OF GROUP COUNSELING SERVICES TO IMPROVE EMOTIONAL INTELLIGENCE

BAB I PENDAHULUAN. terkait antara individu dan interaksi antara kelompok. Berbagai proses sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan guru dalam pembelajaran di kelas. Guru diharapkan mampu lebih. pendidikannya atau yang akan terjun ke masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak identik dengan penerimaan berbagai pengetahuan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan saat ini masih banyak orang yang cenderung

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT I PRODI DIII KEBIDANAN STIKes YPIB MAJALENGKA TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Masalah pendidikan perlu

BAB I PENDAHULUAN. baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

ARIS RAHMAD F

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam setiap proses kehidupan, manusia mengalami beberapa tahap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan menjadi cerdas, terampil, dan memiliki sikap ketakwaan untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA

2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi ( Mengenyam pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Dengan pendidikan. mengukur, menurunkan, dan menggunakan rumus-rumus matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syifa Zulfa Hanani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat biasanya mengartikan anak berbakat sebagai anak yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi yang dimilikinya.oleh karena itu, sangat diperlukan adanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

Oleh: Deasy Wulandari K BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. emosi, tubuh, minat, maupun pola perilaku. Masa remaja dari beberapa pandangan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara

Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. Mencuatnya prestasi gemilang Gita Gutawa, meski masih berusia belia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

BAB I PENDAHULUAN. juga dirasa sangat penting dalam kemajuan suatu negara karena berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Pendidikan merupakan usaha. sadar dan terencana untuk mewujudkan susasana belajar dan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BABI PENDAHULUAN. Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran

BAB 1 PENDAHULUAN. kepribadian siswa, yakni saat remaja menguasai pola-pola perilaku yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah sebuah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi (Susilo, 2008). rasional berfungsi utama pada jenis Homo sapiens, makhluk mamalia

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan adalah kata yang senantiasa diinginkan oleh semua orang.

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Manusia menurut kodratnya merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa pendidikan akan sulit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Proses belajar tersebut tercermin

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

PENGARUH LAYANAN INFORMASI PEMAHAMAN DIRI TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL PADA SISWA KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya konsepsi antara sel telur dengan sperma sampai menjadi tua akan mengalami suatu perkembangan, hanya dalam kualitas dan sifat perkembangannya mengalami berbagai perbedaan sesuai dengan fase-fase perkembangannya. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang mesti dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Pemenuhan terhadap tugas perkembangan dapat dibantu melalui proses pendidikan. Menurut Averoz (2008) diharapkan setiap siswa memperoleh pendidikan secara wajar menuju proses pendewasaan. Proses pendewasaan hakikatnya adalah tugas keluarga dengan lingkungan yang kondusif. Kendatipun demikian sekolah merupakan salah satu lembaga yang membantu proses pendewasaan serta membentuk manusia muda menuju kematangan. Dalam pembelajaran di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Terdapat siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Oleh karenanya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi.

2 Menurut Goleman (2000 : 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatankekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama. Fenomena di sekolah yaitu banyak siswa yang tidak dapat mengontrol emosinya atau bersikap agresif, seperti kasar terhadap orang lain, sering bertengkar, bergaul dengan anak-anak bermasalah, membandel di rumah dan di sekolah, keras kepala dan suasana hatinya sering berubah-ubah, terlalu banyak bicara, sering mengolok-olok dan bertemperamen tinggi. Selain itu para siswa yang memasuki fase remaja di sekolah banyak yang merasa cemas dan depresi, hal tersebut ditunjukkan dengan perilaku seringkali merasa takut, sering merasa gugup dan sedih, serta selalu merasa tidak dicintai oleh lingkungan sekitar. Dalam pergaulan sosial banyak siswa yang menarik diri dari pergaulan, seperti lebih suka menyendiri, bersikap sembunyi-sembunyi, bermuka muram dan kurang bersemangat, merasa tidak bahagia dan terlalu bergantung kepada sesuatu. Permasalahan lain dalam hal perhatian dan berfikir yaitu banyak diantara siswa yang tidak mampu memusatkan perhatian dengan baik atau duduk tenang, seringkali melamun, bertindak tanpa berfikir, bersikap terlalu tegang sehingga tidak bisa berkonsentrasi dalam belajar, sering mendapatkan nilai buruk di sekolah serta tidak mampu membuat fikiran menjadi tenang.

3 Berdasarkan hasil observasi terhadap dinamika dan problematika Siswa SMPN 2 Cicalengka, pada umumnya mereka kurang dapat mengontrol emosi dengan baik, lebih menonjolkan sikap agresif daripada logika rasional. Data yang didapatkan dari wakasek kesiswaan dan guru bimbingan konseling di sekolah tersebut, menunjukkan bahwa peristiwa perkelahian antara siswa di kelas seringkali terjadi, hal ini menunjukkan mereka masih belum dapat mengontrol emosinya dengan baik. Ketika dilakukan pengamatan dan wawancara lebih lanjut, banyak diantara siswa yang menunjukkan perilaku kurang sabar, kurang ulet, mudah mengeluh, mudah putus asa dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah maupun dalam menyelesaikan masalah pribadi yang mengganggu kelancaran studi. Berbagai kondisi permasalahan emosional yang terjadi, para siswa telah mengenyampingkan kontrol emosi yang seharusnya dimiliki oleh setiap pelajar. Oleh karenanya dalam hal ini kecerdasan emosional perlu dikembangkan untuk menghindari terjadinya perkembangan psikologis yang negatif, makin tinggi kecerdasan emosional seseorang makin berhasil seseorang mengarungi kehidupan. Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970) menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja (Goleman, 2002).

4 Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Nirlaba bagi anak-anak (chidren s defense fund) tahun 2010, menggambarkan kehidupan sehari-hari kaum muda Amerika sebagai berikut: (1) tiga remaja dibawah usia 25 tahun meninggal karena terinfeksi HIV dan 25 lainnya mulai terinfeksi, (2) sebanyak 6 orang siswa melakukan bunuh diri, (3) 1407 bayi lahir dari remaja usia belasan tahun, (4) 2833 siswa putus sekolah, (5) 6042 anak ditahan, dan (6) 135000 siswa ditemukan membawa senjata api ke sekolah. Penelitian lain yang dilakukan di Indonesia, menunjukkan bahwa para siswa yang berpotensi menjadi beban rakyat, dimana mereka terjangkit perilaku menyimpang seperti pergaulan bebas, tawuran antar sekolah, perkelahian diakibatkan hal-hal kecil sehingga akhirnya cenderung dekat dengan pergaulan bebas. Kantor berita Antara tahun 2009 memberitakan berbagai kejadian, yaitu (1) Perkelahian pelajar terjadi antara sekolah, di sepanjang tahun 2008-2009, (2) Siswi SMA Diperkosa beberapa Pemuda, 4 Jan 2009, (3) Foto Bugil SMA Beredar di beberapa kota, 4 Jan 2009, (4) Siswi SMP (16 tahun) Diperkosa dan Dibunuh, 14 Jan 2009, (5) Video Porno Pelajar Gegerkan Warga, 28 Jan 2009, (6) Dua Remaja Perkosa Temannya sendiri, 5 Feb 2009. Selanjutnya berdasarkan hasil survei Komnas Perlindungan Anak, bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi pada tahun 2007 diperoleh pengakuan remaja bahwa : Sebanyak 93,7% siswa SMP dan SMU pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks. Sebanyak 62,7% siswa SMP mengaku sudah tidak perawan. Sebanyak 21,2% remaja SMA mengaku pernah

5 melakukan aborsi. Sebanyak 97% pelajar SMP dan SMA mengaku suka menonton film porno. Melihat pergaulan para siswa yang kurang sehat serta kurangnya pembinaan moral terutama pembinaan emosi di setiap sekolah untuk membentuk sikap dan perilaku positif. Oleh karenanya dibutuhkan pendidikan yang mampu membina para siswa untuk dapat mengelola emosinya dengan baik. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa belajar tentang berbagai pengetahuan yang ada di dunia. Trend di setiap sekolah sebagian besar terlalu mengedepankan prestasi belajar sehingga yang menjadi patokan utama yaitu perkembangan intelektual tanpa memperhatikan perkembangan emosional para siswanya, sehingga tidak jarang para siswa yang mengalami stress ketika akan menghadapi ujian, ditambah lagi ketika melihat prestasi belajarnya yang tidak mengalami peningkatan. Persoalan pendidikan seperti rendahnya mutu pendidikan dapat diatasi dengan menciptakan suasana pendidikan bermakna yang diciptakan oleh seorang guru di kelas. Senada dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 40 Ayat 2 yang menuntut guru untuk menciptakan suasana pendidikan bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis. Seorang guru di kelas dapat membentuk sikap emosional siswa

6 mencakup penguasaan cara belajar yang baik, sehingga akan membentuk siswa memiliki kecerdasan emosional sesuai dengan harapan. Individu yang memiliki kemampuan kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah lebih baik (Gottman, 2001). Oleh karenanya untuk dapat mengembangkan serta meningkatkan kecerdasan emosional siswa, perlu disusun sebuah program yang tepat dalam upaya meningkatkan kecerdasan emosional siswa tersebut. Salah satu program yang dapat dilakukan yaitu program bimbingan kelompok dengan menggunakan berbagai teknik yang diharapkan dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Metode atau pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa diantaranya menggunakan pendekatan layanan bimbingan kelompok di kelas dengan berbagai teknik yang dilakukan. Dengan dilakukannya layanan bimbingan kelompok di kelas sebagai bagian dari layanan bimbingan konseling, diharapkan dapat membentuk kecerdasan emosional siswa sehingga akan muncul generasi-generasi yang senantiasa berfikir mempergunakan akal sehatnya dengan bijaksana, mampu mengontrol emosinya dengan baik serta memiliki pemikiran yang optimis tentang masa depan. Landasan empirik bagi perlunya layanan bimbingan kelompok untuk memfasilitasi perkembangan kecerdasan emosional siswa, telah dibuktikan oleh

7 penelitian John Gottman (1998) yang menunjukkan bukti kuat bahwa mereka yang memiliki kecerdasan emosional relatif baik, mampu memperoleh nilai akademik yang lebih tinggi, mampu bergaul lebih baik, tidak banyak mengalami masalah tingkah laku dan tidak mudah terpancing untuk melakukan tindak kekerasan bila dibandingkan dengan mereka yang kecerdasan emosionalnya rendah. Sebuah laporan dari National Center for Clinical Infant Programs (1992) menyatakan bahwa keberhasilan di sekolah bukan diramalkan oleh kumpulan fakta seorang siswa atau kemampuan dininya untuk membaca, melainkan oleh ukuran-ukuran emosional dan sosial pada diri sendiri dan mempunyai minat, mengetahui pola perilaku yang diharapkan orang lain dan bagaimana mengendalikan dorongan hati untuk berbuat nakal, mampu menunggu dan bersikap sabar, mengikuti petunjuk dan mengacu pada guru untuk mencari bantuan, serta mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan saat bergaul dengan siswa lain. Hampir semua siswa yang prestasi sekolahnya buruk, menurut laporan tersebut tidak memiliki satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan emosional ini (tanpa memperdulikan apakah mereka juga mempunyai kesulitan-kesulitan kognitif seperti ketidakmampuan belajar) (Goleman, 2002). Program bimbingan kelompok yang disusun guna meningkatkan kecerdasan emosional siswa yaitu dengan memperhatikan berbagai aspek seperti karakteristik kecerdasan emosional siswa, program ini juga disusun sedemikian rupa agar tercipta kerjasama yang harmonis antara siswa dan pengelola pendidikan di sekolah. Untuk keperluan penyusunan program pengembangan kecerdasan emosional siswa, terlebih dahulu dilakukan studi untuk mengungkap

8 gambaran kecerdasan emosional (EQ) remaja. Hasil studi pendahuluan ini selanjutnya dijadikan pijakan utama dalam merancang program bimbingan kelompok dalam rangka meningkatkan kecerdasan emosional siswa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan sebagai berikut: Program bimbingan seperti apa yang tepat untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa?. Secara umum agar fokus masalah lebih jelas dan terarah dirumuskan bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Seperti apakah profil kecerdasan emosional siswa SMPN 2 Cicalengka tahun ajaran 2010/2011? 2. Bagaimana rumusan program bimbingan kelompok untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa SMPN 2 Cicalengka tahun ajaran 2010/2011? 3. Bagaimana efektivitas program bimbingan kelompok untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa SMPN 2 Cicalengka tahun ajaran 2010/2011? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengetahui profil kecerdasan emosional siswa SMPN 2 Cicalengka tahun ajaran 2010/2011 2. Menghasilkan program bimbingan kelompok untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa SMPN 2 Cicalengka tahun ajaran 2010/2011

9 3. Mengetahui efektivitas program bimbingan kelompok untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa SMPN 2 Cicalengka tahun ajaran 2010/2011 D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Teoretis a. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan program bimbingan kelompok. b. Memberikan bukti empirik terhadap pentingnya layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa yang sangat berarti dalam menjalankan kehidupannya pada periode sekarang dan periode selanjutnya. c. Hasil penelitian dapat memberikan kajian dan informasi tentang bimbingan kelompok yang efektif untuk meningkatkan kecerdasan emosional. 2. Praktis a. Bagi guru bimbingan dan konseling, dapat menyusun program bimbingan kelompok yang berlandaskan pada kerangka acuan layanan dasar bimbingan konseling, serta dapat lebih memanfaatkan jam bimbingan konseling di kelas seefektif mungkin untuk membantu siswa meningkatkan kecerdasan emosionalnya. b. Bagi kepala sekolah, dapat mendukung komponen pelayanan yang dilakukan di sekolah salah satu diantaranya yaitu dalam dukungan sistem

10 untuk menunjang pelaksanaan kegiatan layanan serta memahami pentingnya layanan BK. c. Bagi peserta didik, dengan mengikuti kegiatan bimbingan kelompok siswa akan terdorong untuk dapat berfikir lebih maju, selalu memiliki gagasan-gagasan baru, berfikir objektif dan positif, lebih terbuka dalam berfikir dan berpendapat, menghargai orang lain, mau dan mampu mengendalikan emosi, mengembangkan rasa setiakawan, belajar untuk membina hubungan interpersonal yang harmonis dan konsisten, serta belajar untuk mempercayai kemampuan diri sendiri dalam memecahkan berbagai permasalahan. E. Asumsi Penelitian Asumsi atau anggapan dasar merupakan sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima dan dirumuskan dengan jelas. Asumsi penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Anak yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi secara biologis diramalkan memiliki kesehatan fisik yang lebih baik, secara sosial lebih populer dan lebih disukai oleh teman sebayanya dan oleh para guru yang sering disebut dengan anak yang pandai bergaul, secara kognitif akan mempunyai prestasi lebih tinggi dari temannya yang mempunyai IQ sama tetapi tidak memiliki kecerdasan emosional tinggi. Selanjutnya Goleman menyatakan bahwa kecerdasan emosi jauh lebih banyak memberikan sifatsifat yang membuat manusia lebih manusiawi dan merupakan faktor non-

11 intelektual yang dapat memberikan sukses dalam menjalani hidup (Goleman, 1997). 2. Bimbingan kelompok sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah, atau dalam upaya pengembangan pribadi (Rusmana, 2009) 3. Program Bimbingan Konseling yang didalamnya terdapat layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa, termasuk didalamnya keterampilan emosi, kecakapan emosi, nilai dan keyakinan individu ( Supartini, 2005). Dalam proses bimbingan kelompok akan terjadi proses interaksi antar individu, bimbingan kelompok ini dapat dijadikan wahana pemahaman nilai-nilai positif bagi siswa, khususnya kecerdasan emosional yang diharapkan terbentuk, tidak hanya dengan pendekatan personal namun dengan pendekatan kelompok yang lebih optimal karena para siswa merasa mendapat pembinaan dan informasi secara jelas tanpa merasa dinasehati dan dihakimi. 4. Kecerdasan emosional tidak dipengaruhi oleh faktor keturunan sehingga memberi kesempatan kepada pelaku pendidikan untuk melanjutkan apa yang telah disediakan oleh alam, agar anak mempunyai peluang lebih besar untuk meraih keberhasilan, dengan kata lain kecerdasan emosional lebih merupakan

12 hasil belajar, oleh karenanya kemampuan kecerdasan emosional dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok (Saphiro, 1997). F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian yang dikemukakan, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: Bimbingan kelompok yang dilaksanakan di sekolah dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa.