BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.06-PW TAHUN 1995 TENTANG TEMPAT PEMERIKSAAN IMIGRASI

Pengembangan Pusat Pertumbuhan Industri 1. Sumatera 2. Kalimantan 3. Jawa

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN ANGKUTAN DI PERAIRAN KEPELABUHANAN PP NO 10/2010 JO PP NO 22/2011 PP NO 21/2010

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT PENERIMAAN DAN PERATURAN KEPABEANAN DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

PENILAIAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT DI INDONESIA

KEMENTERIAN PARIWISATA DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN PEMASARAN MANCANEGARA

Dinamika dan Tantangan Pelayaran Nasional

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

TOPIK BAHASAN POTRET KINERJA LOGISTIK INDONESIA KEBIJAKAN UMUM TRANSPORTASI LAUT ARMADA TRANSPORTASI LAUT LALU LINTAS ANGKUTAN LAUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

Jurnal Penelitian Transportasi Laut

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

BAB I. Pendahuluan. Indonesia terletak di wilayah Jawa Tengah, yaitu Pelabuhan Tanjung Emas

Yukki Nugrahawan Hanafi Ketua Umum DPP ALFI/ILFA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT PENERIMAAN DAN PERATURAN KEPABEANAN DAN CUKAI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

KRITERIA HIERARKI PELABUHAN

Struktur Organisasi Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Eselon II.b. KANTOR KESYAHBANDARAN DAN OTORITAS PELABUHAN BIDANG

Buku ini bertujuan untuk memberikan gambaran kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sepanjang tahun 2016.

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan

Pesawat Polonia

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

PENGUMUMAN No. UK 20/20/19/DJPL-09

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis terhadap aspek ekonomi, juga memiliki

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 Balai Besar Karantina Pertanian Belawan Jl. Sulawesi II Pelabuhan Belawan Medan Server PC UPS Rack Server 20U

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT. Definisi dan Persyaratan Hub Port

ALOKASI ANGGARAN SATKER PER PROVINSI MENURUT SUMBER PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2011 PADA UNIT ESELON I PROGRAM

BAB 11. PERBANDINGAN NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG DEWAN ANGKATAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 24/M-DAG/PER/5/2010 TANGGAL : 24 Mei 2010 DAFTAR LAMPIRAN

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

ENTERING AND EXITING INDONESIA ON A FREE VISA

REDESAIN PELABUHAN ULEE LHEUE SEBAGAI PELABUHAN FERRY INTERNASIONAL DI BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.01.IZ TAHUN 2005.

BERITA NEGARA. DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. Visa. Kunjungan. Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Kementerian Perhubungan RI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

No. Bandar Udara Lokasi UPT

LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : S/D NO. NAMA BIAYA BIAYA JUMLAH SUB TOTAL

BAB I PENDAHULUAN. di sembarang tempat. Selain itu sumber bahan baku tersebut harus melalui

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

Tugas Akhir (ME )

LAPORAN REKAPITULASI PENERIMAAN PNBP Imigrasi TANGGAL : S/D NO. NAMA BIAYA BIAYA JUMLAH SUB TOTAL

Analisis Pemindahan Moda Angkutan Barang di Jalan Raya Pantura Pulau Jawa (Studi kasus: Koridor Surabaya Jakarta)

SISTEM TRANSPORTASI DALAM MENDUKUNG EFISIENSI DISTRIBUSI

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 94/Permentan/OT.140/12/2011 TANGGAL : 29 Desember 2011

BAB I 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PENGUMUMAN No. UK20/19/1/DJPL10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DEWAN ANGKATAN LAUT Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1959 Tanggal 31 Desember 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

ditujukan terhadap faktor risiko lingkungan di kapal untuk memutuskan mata kapal antara lain dapur, ruang penyediaan makanan, palka, gudang, kamar

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Media Pembawa Hama. Organisme Pengganggu. Karantina.

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dari analisa tersebut

2015, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/PMK.04/2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL OKTOBER 2013

2015, No c. bahwa dengan beralihnya status Bandar Udara Polonia ke Bandar Udara Internasional Kualanamu dan Bandar Udara Selaparang ke Bandar Ud

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

Kode Cabang. Jam Operasional. Nama Kantor. No. Urut. Regional I/ Medan. Regional II/ Palembang

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINDAKLANJUTI HASIL PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG LLASDP

No. Bandar Udara Lokasi UPT. BKP Kelas I Palembang Badaruddin II 9. Soekarno-Hatta Tangerang BBKP Soekarno Hatta 10.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN Dari hasil analisis, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan mempertimbangkan pelabuhan-pelabuhan terluar pada setiap pintu akses keluar masuk wilayah Indonesia yang diskenariokan, memperhatikan pelabuhan utama yang ada dengan hinterland kawasan industri yang sudah mapan, volume pergerakan komoditas yang signifikan dari dan ke suatu pelabuhan, serta mempertimbangkan hasil analisis minimum spanning tree yang menunjukkan total jarak minimum untuk menghubungkan antar pelabuhan dalam suatu jaringan, maka dapat dipilih 28 pelabuhan, baik pelabuhan umum maupun pelabuhan khusus yang dinilai layak dibuka untuk perdagangan luar negeri, yaitu: a. Pelabuhan laut umum, terdiri dari 14 pelabuhan yang meliputi Sabang, Belawan, Dumai, Tanjung Pinang / Selat Kijang, Batam (Batu Ampar, Kabil / Panau Nongsa, Sekupang), Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, Bitung, Tenau Kupang, dan Pelabuhan Ambon; b. Pelabuhan pantai, terdiri dari 3 pelabuhan yang meliputi Dabo Singkep, Kotabaru, dan Pelabuhan Fak-Fak; c. Pelabuhan khusus, terdiri dari 11 pelabuhan yang meliputi Kijang, Sambu Belakang Padang, Tanjung Uban, Manggar, Tanjung Pandan, Cigading, Merak, Gresik, Bunyu, Tanjung Santan, dan Pelabuhan Pulau Gebe. 2. Pelabuhan-pelabuhan yang memiliki pergerakan komoditas ekspor-impor yang cukup signifikan dan dirinci menurut komoditas, antara lain adalah: VI-1

a. Untuk komoditas minyak dan gas bumi, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Tanjung Balai Karimun, Dumai, Balikpapan, Panarukan, Tanjung Priok, Balongan, Cilacap, Tanjung Perak, dan Natuna; b. Untuk komoditas barang umum (General Cargo), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain Pelabuhan Tanjung Priok, Batam, Tanjung Perak, Tanjung Balai Karimun, Pekanbaru, dan pelabuhan Merak; c. Untuk komoditas batubara, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Tarakan, Banjarmasin, Tanjung Sangata, Kotabaru, Kumai, dan Pelabuhan Bontang; d. Untuk komoditas kayu dan olahan primernya, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Samarinda, Banjarmasin, Pontianak, Tarakan, Balikpapan, Tanjung Perak, Kumai, Merauke, Bontang, dan Pelabuhan Kijang; e. Untuk komoditas sembako, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Cigading, Tanjung Perak, Panjang, Tanjung Priok, dan pelabuhan Cilacap; f. Untuk komoditas minyak kelapa sawit (CPO), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Dumai, Belawan, teluk Bayur, Tanjung Balai Asahan, Panjang, Muntok, dan pelabuhan Bitung; g. Untuk komoditas bahan galian (Mine and Quarry), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Pulau Gebe, Pontianak, Tanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun, Sampit, Pomalaa, Sorong, Kendari, Ternate, Cigading, Kotabaru, dan Pelabuhan Kijang; h. Untuk komoditas biji-bijian lainnya (Other Grains), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Bontang, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Merak, Belawan, Tanjung Pinang, Gresik, Kotabaru, Cigading, amamapare, dan pelabuhan Cilacap; VI-2

i. Untuk komoditas muatan cair dan bahan kimia lainnya (Other Liquid), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Merak, Bontang, Tanjung Priok, Tanjung Balai Karimun, Gresik, Senipah, Tanjung Perak, Tanjung Santan, Dumai, dan Pelabuhan Panjang; j. Untuk komoditas hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Panjang, Tanjung Priok, Merauke, Waisasera, Belawan, Fak-fak, Tanjung Perak, Cilacap, Ambon, dan Pelabuhan Cigading; k. Untuk komoditas peti kemas, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, Belawan, Panjang, Pekanbaru, Batam, dan Pelabuhan Merak. 3. Pelabuhan-pelabuhan yang terpilih berdasarkan tingkat efektivitas dan efisiensi dengan menggunakan jarak sebagai representasi biaya dan waktu tempuh dalam jaringan pelayanan pelabuhan untuk komoditas sejenis, antara lain adalah: a. Untuk komoditas minyak dan gas bumi, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Muntok, Kendari, Dumai, Sambu Belakang Padang, Merak, Tanjung Priok, Gresik, Kotabaru, Tanjung Santan, Makassar, dan Pelabuhan Ambon; b. Untuk komoditas barang umum (General Cargo), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain Pelabuhan Bunyu, Sambu Belakang Padang, Makassar, Dumai, Tanjung Pinang, Kijang, Blinyu, Manggar, Tanjung Pandan, Cigading, Tanjung Priok, Kotabaru, Tanjung Santan, dan Pelabuhan Fak-Fak; c. Untuk komoditas batubara, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Kuala Enok, Bunyu, Dumai, Tanjung Pinang, Muntok, Tanjung Pandan, Banjarmasin, Kotabaru, dan Pelabuhan Makassar; d. Untuk komoditas kayu dan olahan primernya, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Kijang, Banjarmasin, Balikpapan, VI-3

dan Pelabuhan Bontang; e. Untuk komoditas sembako, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Malahayati / Krueng Raya, Merak, Tanjung Priok, Tanjung Emas, dan Pelabuhan Makassar; f. Untuk komoditas minyak kelapa sawit (CPO), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Merak, Dumai, Kuala Enok, Muntok, Manggar, Tanjung Pandan, Tanjung Priok, Kotabaru, dan Pelabuhan Donggala / Pantoloan; g. Untuk komoditas bahan galian (Mine and Quarry), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Dabo Singkep, Manggar, Tanjung Pandan, Cigading, Tanjung Priok, Kotabaru, Kendari, Kedindi / Reo, dan Pelabuhan Pulau Gebe; h. Untuk komoditas biji-bijian lainnya (Other Grains), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Dabo Singkep, Dumai, Muntok, Manggar, Tanjung Pandan, Cigading, Merak, Tanjung Priok, Tanjung Batu, Tanjung Santan, Makassar, Labuhan Haji, Ambon, dan Pelabuhan Fak-Fak; i. Untuk komoditas muatan cair dan bahan kimia lainnya (Other Liquid), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Gresik, Dumai, Tanjung Uban, Bunyu, Ambon, dan Pelabuhan Fak-Fak; j. Untuk komoditas hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Celukan Bawang, Ambon, Kijang, Cigading, Tanjung Priok, Kendari, dan Pelabuhan Fak-Fak; k. Untuk komoditas peti kemas, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Muntok, Dumai, Kijang, Tanjung Priok, dan Pelabuhan Kotabaru. 4. Pelabuhan-pelabuhan yang terpilih berdasarkan tingkat efektivitas dan efisiensi VI-4

dengan menggunakan jarak sebagai representasi biaya dan waktu tempuh dalam jaringan pelayanan pelabuhan untuk komoditas sejenis yang dikombinasikan dengan potensi volume pergerakan ekspor-impor dirinci menurut kategori komoditasnya, antara lain adalah: a. Untuk komoditas minyak dan gas bumi, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Dumai, Sambu Belakang Padang, Tanjung Priok, Gresik, dan Pelabuhan Kotabaru,; b. Untuk komoditas barang umum (General Cargo), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain Pelabuhan Sambu Belakang Padang, Tanjung Pinang, dan Pelabuhan Tanjung Priok; c. Untuk komoditas batubara, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Bunyu, Tanjung Pandan, Banjarmasin, dan Kotabaru; d. Untuk komoditas kayu dan olahan primernya, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Kijang, Banjarmasin, dan Balikpapan; e. Untuk komoditas sembako, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Tanjung Emas; f. Untuk komoditas minyak kelapa sawit (CPO), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Dumai; g. Untuk komoditas bahan galian (Mine and Quarry), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Dumai, Dabo Singkep, Manggar, Tanjung Pandan, Kotabaru, dan Pelabuhan Pulau Gebe; h. Untuk komoditas biji-bijian lainnya (Other Grains), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Dumai, Tanjung Priok, Tanjung Santan, dan Pelabuhan Makassar; i. Untuk komoditas muatan cair dan bahan kimia lainnya (Other Liquid), pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Gresik, Dumai, Tanjung Uban, Bunyu, dan Pelabuhan Merak; VI-5

j. Untuk komoditas hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Ambon, Cigading, Tanjung Priok, dan Pelabuhan Fak-Fak; k. Untuk komoditas peti kemas, pelabuhan-pelabuhan tersebut antara lain adalah Pelabuhan Dumai, Kijang, Tanjung Priok, dan Pelabuhan Kotabaru. 5. Akses ke wilayah Indonesia untuk ekspor dan impor diskenariokan melalui empat pintu, yaitu: a. Pintu akses barat untuk melayani pergerakan ekspor impor ke dan dari kawasan Asia Selatan, Middle East, Afrika, dan Eropa, dengan pelabuhan terluarnya adalah Pelabuhan Sabang; b. Pintu akses utara pertama untuk melayani pergerakan ekspor impor ke kawasan Asia Tenggara, dengan pelabuhan terluarnya adalah Pelabuhan Batam; c. Pintu akses utara kedua untuk melayani pergerakan ekspor impor ke dan dari kawasan Asia Timur dan Amerika, dengan pelabuhan terluarnya adalah Pelabuhan Bitung; d. Pintu akses selatan untuk melayani pergerakan ekspor impor ke dan dari kawasan Australia dan Papua Nugini,dengan pelabuhan terluarnya adalah Pelabuhan tenau Kupang. 6. Empat pelabuhan utama, yaitu Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Pelabuhan Makassar, mengingat kawasan industri yang menjadi hinterland andalannya sudah sangat berkembang, maka empat pelabuhan tersebut masih diperankan sebagai pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri. VI-6

6.2. REKOMENDASI Berdasarkan hasil analisis, pembahasan, dan penarikan kesimpulan, dapat diajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut: 1. Pelabuhan-pelabuhan yang telah ditetapkan sebagai pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri perlu ditinjau ulang, mengingat pada kenyataannya banyak yang tidak melakukan aktivitas ekspor impor. Meskipun ada kegiatan ekspor impor, namun volumenya tidak signifikan, sehingga biaya operasionalnya tidak sebanding dengan volume pergerakan ekspor impornya. Di samping itu, perlu menetapkan suatu pelabuhan sebagai pintu gerbang pada setiap akses keluar atau masuk wilayah NKRI; 2. Ada 4 hal pokok yang harus dipertimbangkan dalam menentukan suatu pelabuhan menjadi pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri: a. mendukung pengembangan ekonomi wilayah hinterland-nya, membawa makna bahwa pelabuhan tersebut harus mampu berperan sebagai pintu akses orang dan/atau barang dari dan ke luar negeri, secara efektif dan efisien. Artinya, pelabuhan tersebut sudah memiliki modal awal berupa dukungan demand lalulintas pergerakan barang dan/atau orang yang akan dilayaninya secara cukup memadai, dari kota-kota besar dan kotakota perdagangan di sekitarnya; b. letak geografis yang menguntungkan, membawa makna bahwa pelabuhan tersebut setidaknya terletak pada jalur perdagangan laut internasional, memiliki kedalaman alur dan kolam pelabuhan yang memadai, mampu mengakomodasi prediksi perkembangan teknologi dimensi kapal di masa depan, serta ketersediaan lahan baik dari sisi darat maupun sisi lautnya; c. layak diperankan sebagai hub untuk kawasan sekitarnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan pelabuhan tersebut tidak hanya bertumpu pada volume pergerakan dari dan ke kawasan hinterland-nya, namun juga lebih berperan sebagai tempat alih muat VI-7

atau cargo transshipment yang porsinya diharapkan lebih besar dibanding cargo throughput-nya, sehingga letak dalam jaringan transportasi nasional sangat dipertimbangkan; d. didukung oleh ketersediaan infrastruktur yang memadai. Untuk itu, perlu juga dipertimbangkan ketersediaan lahan yang cukup, peralatan bongkar muat yang canggih, sistem transportasi akses ke hinterland yang memadai, baik berupa moda jalan, moda kereta api, moda laut yang berperan sebagai feeder, atau bahkan moda angkutan sungai danau dan penyeberangan, serta dukungan manajemen pelabuhan yang modern dan ramah lingkungan. 3. Untuk mengantisipasi tantangan perubahan teknologi dan dimensi kapal yang semakin besar di masa depan, pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri juga harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. terletak pada rute laut internasional, dan mendukung pengembangan ekonomi kota-kota besar dan kota-kota perdagangan hinterland-nya; b. kedalaman alur dan kolam pelabuhan harus lebih dari 14 meter; c. dermaga peti kemas harus cukup panjang, setidaknya 500 meter; d. tersedia Container Yard setidaknya 400 ribu meter persegi; e. peralatan bongkar muat yang canggih sehingga dapat meningkatkan efisiensi dermaga dan fasilitas transportasi pendukung yang memadai; f. sistem transportasi akses dari dan ke pelabuhan untuk mendukung agregasi dan dispersi yang cepat, termasuk jalan, kereta api, atau moda angkutan lainnya; g. modernisasi manajemen pelabuhan yang disediakan bagi pengguna jasa yang berkualitas dan ramah lingkungan; h. container transshipment yang memiliki porsi lebih tinggi dari container throughput-nya. VI-8