BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. folikel rambut dan pori-pori kulit sehingga terjadi peradangan pada kulit.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Propionibacterium acne SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

I. PENDAHULUAN. mempublikasi kegunaan dan segala hal yang berkaitan dengan kefir ini berasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bakteri, virus dan parasit (Brooks et al, 2007). Salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

PENGARUH EKSTRAK BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus sp

BAB I PENDAHULUAN. Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUJUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Jadi mirip bawang daun berbentuk mungil dengan daun kecil panjang, dan juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Gibson, 1996). Infeksi disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa, dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. negara berkembang seperti Indonesia (Stella et al, 2012). S. typhii adalah bakteri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

PENDAHULUAN. alam yang besar. Berbagai jenis tanaman seperti buah-buahan dan sayuran yang beragam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. baik bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Tanaman obat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan lembab sehingga mikroba dapat tumbuh subur. Keadaan tersebut ditunjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB I PENDAHULUAN I.1

pertumbuhan dengan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang tampak pada Rf = 0, 67 dengan konsentrasi mulai 3% untuk Escherichia coli dan 2%

BAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SENYAWA ALFA MANGOSTIN KULIT BUAH MANGGIS

Actinomyces israelii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. polisebasea (folikel rambut) yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu 10%, 25%, 50%, 75% dan 100%. 2. Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Enterococcus faecalis dengan

I. PENDAHULUAN. mengganggu aktivitas seseorang. Menurut Wijayakusuma (2008), bau. (Lundstrom dan Olsson, 2010). Bau yang dihasilkan disebabkan oleh

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH (Piper betle L.) TERHADAP Propionibacterium acne DAN Staphylococcus aureus MULTIRESISTEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya

BAB 1 PENDAHULUAN. di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan

SKRIPSII. Oleh: K

mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

NILA PENGEMBANGAN FORMULA KRIM PROPOLIS DAN MINYAK LAVENDER SERTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP PROPIONIBACTERIUM ACNES

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Jawetz et al., 2005). Organisme-organisme ini dapat menyerang seluruh tubuh

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. hari kemudian. Lama gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditempati oleh berbagai penyakit infeksi (Nelwan, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POPULASI BAKTERI PADA TELUR AYAM LEGHORN SETELAH PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Bawang Putih (Allium sativum L) Bawang putih (Allium sativum L) adalah tanaman yang berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan Jepang yang beriklim subtropik. Dari sini bawang putih menyebar ke seluruh Asia, Eropa, dan akhirnya ke seluruh dunia (Syamsiah dan Tajudin, 2003). Gambar 1. Bawang putih (Litbang Departemen Pertanian, 2008). Klasifikasi Bawang Putih (Syamsiah dan Tajudin, 2003) : Kingdom : Plantea Sub-kingdom : Tracheobionta Super division : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Liliopsida Sub-Class : Liliidae Order : Liliales Family : Liliaceae Genus : Allium L. Spesies : Allium sativum L. Bawang putih termasuk kerabat Liliaceae. Di Indonesia dikenal dengan banyak nama yang tergantung pada daerahnya seperti lasun (Aceh), bawang bodas (Sunda), bawang handak (Lampung) dan sebagainya. 4

Bawang putih memiliki tinggi herba semusim ini sekitar 50-60 cm. Tanaman ini memiliki akar serabut dengan batang semu, beralur, dan berwarna hijau. Siungnya terbentuk di bagian bawah batang. Bunga berwarna putih dan daunnya pipih memanjang. Bawang putih memiliki aroma yang khas dari zat allicin dan sulfur (Muhlihah dan Hening, 2009). B. Kandungan kimia Bawang Putih Zat-zat kimia yang terdapat pada bawang putih adalah Allisin yang berperan sebagai pemberi aroma yang khas sekaligus menghambat bakteri gram positif maupaun gram negatif karena mempunyai gugus asam amino para amino benzoat, sedangkan Scordinin berupa senyawa kompleks Thioglosida yang berfungsi sebagai antioksidan (Yuwono, 1991). Allisin merupakan suatu bahan cair berminyak yang berwarna kuning dimana gugus SO yang milikinya menyebabkan bau yang khas pada bawang putih (North and Quadrini, 2001). Allisin bersifat stabil, dimana allisin hanya bertahan sebentar dan mulai berdegradasi pada saat terbentuk. Pada saat terurai, allisin akan mengambil oksigen dari udara dan berubah menjadi bahan kimia yang kaya sulfur, diantaranya ada yang bersifat stabil, tetapi ada juga yang tidak stabil dan akan segera terurai kembali menjadi senyawa sulfur lain (Atmadja, 2002) Bawang putih digunakan sebagai obat dalam seperti mengurangi kadar kolesterol dalam darah, mencegah sarangan jantung, mengobati nyeri sendi, menghambat penuaan sel otak, asma dan lain-lain. Selain itu sebagai obat luar yang digunakan untuk mengobati jerawat, bisul, sakit gigi, panu, kurap dan sebagainya (Syamsiah dan Tajudin, 2003). C. Jerawat ( Acne vulgaris ) Penyakit acne vulgaris ini terutama terjadi pada remaja dan biasanya berinvolusi sebelum usia 25 tahun namun bias berlanjut sampai usia dewasa (Yuindartanto, 2009). Acne vulgaris merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat tersumbatnya folikel polisebasea yang ditandai oleh komedo, papula, 5

pustule, dan nodulus ditempat prediksinya, yaitu wajah, leher, bahu bagian atas, dada, dan lengan atas. Penyakit ini terjadi saat kelenjar minyak pada kulit terlalu aktif sehingga pori-pori kulit akan tersumbat oleh timbunan lemak yang berlebihan. Ketika sel-sel dan sebum/minyak menumpuk lebih banyak, maka mikrokomedo membesar sehingga dapat terlihat berupa bintik hitam atau disebut komedo. Jika pada komedo itu terdapat infeksi bakteri, maka terjadilah peradangan yang dikenal dengan jerawat atau acne vulgaris yang ukurannya bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar serta berwarna merah, kadang-kadang bernanah serta rasa nyeri (Jung et al., 2004). Acne vulgaris dapat disebabkan karena adanya infeksi bakteri, dan bakteri penyebab acne vulgaris pada umumnya adalah bakteri Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acne (Wasitaatmadja, 2010). D. Bakteri penyebab jerawat Nama bakteri berasal dari kata bacterion (bahasa yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang digunakan untuk menyebut sekelompok mikroorganisme bersel satu, berkembang biak dengan membelah diri dan karena ukuran yang kecil hanya bisa dilihat dengan menggunakan mokroskop (Dwidjoseputro, 1987). Bakteri utama yang menjadi penyebab timbulnya acne vulgaris adalah : 1. Staphylococcus epidermidis Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri aerob gram positif pembentuk spora yang banyak terdapat di udara, air, dan tanah. Sel berbentuk bola dengan diameter 1 µm yang tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, dan tampak sebagai kokus tunggal, berpasangan, tetrad dan berbentuk rantai dalam biakan cair. Koloni biasanya berwarna putih atau kuning dan bersifat anaerob fakultatif. Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada kulit manusia (Jawetz et al., 2001). 6

Gambar 2. Staphylococcus epidermidis (Anonim a, 2000). Klasifikasi bakteri Staphylococcus epidermidis (Salle, 1961) : Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Micrococcaceae Marga : Staphylococcus Jenis : Staphylococcus epidermidis Aktivitas Staphylococcus epidermidis adalah menginfeksi kulit terluar sampai unit sebasea (Burkhart et al., 1999). Enzim lipase yang dimiliki Staphylococcus epidermidis telah diketahui dapat menghidrolisis trigliseridadi unit sebasea menjadi asam lemak bebas yang dapat menyebabkan terjadinya keratinisasi dan inflamasi. Inflamasi dan keratinisasi yang berlebihan inilah yang akan menimbulkan jerawat (Kligman, 1994). 2. Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes merupakan bakteri anaerob gram positif yang toleran terhadap udara. Sel berbentuk batang yang tidak teratur, bercabang atau campuran antara bentuk batang dengan bentuk kokoid. Propionibacterium acnes dapat tumbuh di udara dan tidak menghasilkan endospore. Beberapa endospore bersifat pathogen untuk hewan dan tanaman. Propionibacterium acnes termasuk ke dalam kelompok bakteri corynebacteria anaerob yang biasanya menetap pada kulit normal (Jawetz et al., 2001). 7

Gambar 3. Propionibacterium acnes (Anonim b, 2000) Klasifikasi bakteri Propionibacterium acnes (Salle, 1961) : Kerajaan : Bacteria Divisi : Actinobacteria Kelas : Actinobacteridae Bangsa : Actinomycetales Suku : Propionibacteriaceae Marga : Propionibacterium Jenis : Propionibacterium acnes Pada proses pathogenesis jerawat, Propionibacterium acnes menghasilkan lipid dengan memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak yang dihasilkan menimbulkan radang jaringan sehingga menyebabkan jerawat (Jawetz et al., 1996). E. Krim Krim merupakan sediaan setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan digunakan sebagai pemakaian luar (Depkes RI, 1979). Pada sifat umum sediaan krim adalah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama. Sediaan krim memiliki sifat berminyak, melembabkan, mengkilap, mudah tersebar merata, dan mudah berpenetrasi pada kulit (Anwar, 2012). Krim tipe minyak dalam air (M/A) merupakan tipe krim yang mudah dicuci dengan air. Apabila dioleskan pada kulit akan sedikit berminyak dan akan diabsorbsi lebih cepat sebab memiliki jumlah minyak yang sedikit, dan lebih mudah dibersihkan dari kulit. Apabila dioleskan pada kulit akan terjadi 8

penguapan sehingga konsentrasi bahan obat akan naik dan mendorong penyerapanya ke dalam jaringan kulit (Aulton, 2003). Krim tipe air dalam minyak (A/M) mempunyai sifat yang lebih berminyak dan mempunyai viskositas yang lebih besar dibanding tipe M/A (Aulton, 2003). F. Uji aktivitas Antibakteri Pengujian aktivitas antimicroba dapat dilakukan dengan dua metode yaitu : 1. Metode Dilusi Metode dilusi ini digunakan untuk menentukan kadar hambatan minimum (KHM) atau kadar bunuh minimum (KBM), dan diamati ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri. Prinsipnya adalah pengenceran antimicroba sehingga diperoleh beberapa konsentrasi obat yang ditambah suspensi bakteri dalam media. Pada dilusi padat, tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar lalu ditanami kuman dan inkubasi (Jawetz et al., 1996). 2. Metode Difusi Metode difusi digunakan untuk menentukan sifat suatu bakteri uji yaitu paka, resisten atau intermediet terhadap suatu antibakteri (Murray et al., 1995). Prinsip dari metode ini adalan uji aktivitas berdasarkan pengamatan diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri, dilakukan dengan cara menanam kuman pada media agar padat, kemudian diletakkan kertas samir atau disk yang mengandung obat atau dapat juga dibuat sumuran kemudian diisi obat. Setelah 18-24 jam dibaca hasilnya. Metode ini dikenal beberapa metode, yaitu metode Kirby-Bauer (disk diffusion) dan metode semuran. Dalam metode difusi ini terdapat dua macam zona dalam pembacaan hasil pengukuran daya antibakteri, yaitu zona radikal dan zona irradikal. Zona radikal adalah daerah di sekitar disk dimana tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri sama sekali. Sedangkan zona irradikal adalah suatu daerah di sekitar disk atau 9

sumuran pertumbuhan bakterinya dihambat oleh antimicroba, tetapi bakteri tersebut tidak mati (Jawetz et al., 1996). 10